BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI ANALISIS PERBANDINGAN OUTPUT DAYA LISTRIK PANEL SURYA SISTEM TRACKING DENGAN SOLAR REFLECTOR IDA BAGUS KADE SURYA NEGARA

Rancang Bangun Sistem Tracking Panel Surya Berbasis Mikrokontroler Arduino

Available online at Website

Muchammad, Eflita Yohana, Budi Heriyanto. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Phone: , FAX: ,

Analisis Performa Modul Solar Cell Dengan Penambahan Reflector Cermin Datar

STUDI TERHADAP UNJUK KERJA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA 1,9 KW DI UNIVERSITAS UDAYANA BUKIT JIMBARAN

PERKEMBANGAN SEL SURYA

PENGARUH SERAPAN SINAR MATAHARI OLEH KACA FILM TERHADAP DAYA KELUARAN PLAT SEL SURYA

STUDI ORIENTASI PEMASANGAN PANEL SURYA POLY CRYSTALLINE SILICON DI AREA UNIVERSITAS RIAU DENGAN RANGKAIAN SERI-PARALEL

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PERBANDINGAN OUTPUT DAYA LISTRIK PANEL SURYA SISTEM TRACKING DENGAN SOLAR REFLECTOR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENINGKATAN EFISIENSI MODUL SURYA 50 WP DENGAN PENAMBAHAN REFLEKTOR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik adalah energi yang mudah dikonversikan ke dalam bentuk

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari teknologi yang terus berkembang [1]. seperti halnya teknologi mobil

DAYA KELUARAN PANEL SURYA SILIKON POLI KRISTALIN PADA CUACA NORMAL DAN CUACA BERASAP DENGAN SUSUNAN ARRAY PARALEL

INTENSITAS CAHAYA MATAHARI TERHADAP DAYA KELUARAN PANEL SEL SURYA

pusat tata surya pusat peredaran sumber energi untuk kehidupan berkelanjutan menghangatkan bumi dan membentuk iklim

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENINGKATAN SUHU MODUL DAN DAYA KELUARAN PANEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR

PENGARUH PENAMBAHAN REFLEKTOR (CERMIN DATAR) TERHADAP KELUARAN DAYA POLYCRYSTALLINE

ENERGI SURYA DAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA. TUGAS ke 5. Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Managemen Energi dan Teknologi

SOAL DAN TUGAS PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA. Mata Kuliah Manajemen Energi & Teknologi Dosen : Totok Herwanto

PENERANGAN JALAN UMUM MENGGUNAKAN PHOTOVOLTAIC ( PV)

II. Tinjauan Pustaka. A. State of the Art Review

HASIL KELUARAN SEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN SUMBER CAHAYA LIGHT EMITTING DIODE

DASAR TEORI. Kata kunci: grid connection, hybrid, sistem photovoltaic, gardu induk. I. PENDAHULUAN

12/18/2015 ENERGI BARU TERBARUKAN ENERGI BARU TERBARUKAN ENERGI BARU TERBARUKAN

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang

PANEL SURYA dan APLIKASINYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA RANCANGAN SEL SURYA DENGAN KAPASITAS 50 WATT UNTUK PENERANGAN PARKIRAN UNISKA ABSTRAK

JOBSHEET SENSOR CAHAYA (SOLAR CELL)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB II Tinjauan Pustaka. yang dipancarkan ke permukaan bumi terhadap lapisan atmosfer diestimasikan sekitar 342

BAB IV PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN PANEL SURYA

Uji Karakteristik Sel Surya pada Sistem 24 Volt DC sebagai Catudaya pada Sistem Pembangkit Tenaga Hybrid

ANALISIS KARAKTERISTIK ELECTRICAL MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA SKALA LABORATORIUM

PEMANFAATAN SEL SURYA DAN LAMPU LED UNTUK PERUMAHAN

ENERGI TERBARUKAN DENGAN MEMANFAATKAN SINAR MATAHARI UNTUK PENYIRAMAN KEBUN SALAK. Subandi 1, Slamet Hani 2

BAB III PERANCANGAN SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS) SEBAGAI CATU DAYA PADA BTS MAKROSEL TELKOMSEL

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Riau Jl. Tuanku Tambusai, Pekanbaru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPU TENAGA SINAR MATAHARI. Tugas Projek Fisika Lingkungan. Drs. Agus Danawan, M. Si. M. Gina Nugraha, M. Pd, M. Si

PENGUJIAN SUDUT KEMIRINGAN OPTIMAL PHOTOVOLTAIC DI WILAYAH PURWOKERTO HALAMAN JUDUL

Jurnal Ilmiah TEKNIKA ISSN: STUDI PENGARUH PENGGUNAAN BATERAI PADA KARAKTERISTIK PEMBANGKITAN DAYA SOLAR CELL 50 WP

3. METODOLOGI PENELITIAN. Persiapan dan pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN

PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL...

PENGUJIAN PANEL SURYA DINAMIK DAN STATIK DENGAN MELAKUKAN PERBANDINGAN DAYA OUTPUT

RANCANG SUPPLY K LISTRIK JURUSAN MEDAN AKHIR. Oleh : FABER HENDRA FRISKA VOREZKY

Ribuan tahun yang silam radiasi surya dapat menghasilkan bahan bakar fosil yang dikenal dengan sekarang sebagai minyak bumi dan sangat bermanfaat bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 1. : Struktur Modul Termoelektrik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGUJIAN SISTEM SIRKULASI AIR UNTUK TANAMAN HIDROPONIK MENGGUNAKAN LISTRIK DARI PANEL SURYA

BAB III DESKRIPSI DAN PERENCANAAN RANCANG BANGUN SOLAR TRACKER

Gambar 6. Teknologi PV module saat ini Cell Kristal terbuat dari bahan ultra-silicon seperti yang banyak digunakan pada chip semiconductor. Teknologi

Rancang Bangun Sistem Pengangkatan Air Menggunakan Motor AC dengan Sumber Listrik Tenaga Surya

BAB I PENDAHULUAN. untuk pembangkitan energi listrik. Upaya-upaya eksplorasi untuk. mengatasi krisis energi listrik yang sedang melanda negara kita.

BAB II SEL SURYA. Simulator algoritma..., Wibeng Diputra, FT UI., 2008.

Muhamad Fahri Iskandar Teknik Mesin Dr. RR. Sri Poernomo Sari, ST., MT

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaat Energi Surya untuk Menggerakan Pompa Motor DC Yang Dikontrol Mikrokontroler ATmega8535

PENGARUH PENAMBAHAN ALAT PENCARI ARAH SINAR MATAHARI DAN LENSA CEMBUNG TERHADAP DAYA OUTPUT SOLAR CELL

PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER

OPTIMALISASI TEGANGAN KELUARAN DARI SOLAR CELL MENGGUNAKAN LENSA PEMFOKUS CAHAYA MATAHARI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. Peneliti terdahulu yang dilakukan oleh Syaffarudin Ch yang mengkaji

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN LAPISAN AIR PENDINGIN TERHADAP DAYA KELUARAN MODUL PHOTOVOLTAIC MONOCRYSTALLINE

MEMAKSIMALKAN DAYA KELUARAN SEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN CERMIN PEMANTUL SINAR MATAHARI (REFLECTOR)

TINJAUAN PUSTAKA. Efek photovoltaic pertama kali ditemukan oleh ahli Fisika berkebangsaan

BAB IV HASIL DAN ANALISIS Perancangan Sistem Pembangkit Listrik Sepeda Hybrid Berbasis Tenaga Pedal dan Tenaga Surya

BAB II LANDASAN TEORI Defenisi Umum Solar Cell

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1.1 Global direct normal solar radiation (Sumber : NASA)

BAB II DASAR TEORI Radiasi Matahari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang Masalah

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI PENGGUNAAN SEL SURYA DAN INTENSITAS CAHAYA MATAHARI PADA AREA GEDUNG K.H. MAS MANSYUR SURAKARTA

STUDI KELAYAKAN PENGGUNAAN SEL SILIKON SEBAGAI PENGUBAH ENERGI MATAHARI MENJADI ENERGI LISTRIK

12/18/2015 ENERGI BARU TERBARUKAN ENERGI BARU TERBARUKAN ENERGI BARU TERBARUKAN

Penyusun: Tim Laboratorium Energi

Kata Kunci : Solar Cell, Modul Surya, Baterai Charger, Controller, Lampu LED, Lampu Penerangan Jalan Umum. 1. Pendahuluan. 2.

Diajukan untuk memenuh salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro OLEH :

Perbandingan Efisiensi Energi Pengontrol T2FSMC dan Pid pada Prototype Panel Surya

PENGARUH KETINGGIAN PANEL SURYA TERHADAP DAYA LISTRIK UNTUK MENEKAN PEMAKAIAN ENERGI LISTRIK

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN MODUL SURYA 50 WATT PEAK DENGAN POSISI MEGIKUTI PERGERAKAN ARAH MATAHARI

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Terdapat beberapa penelitian yang mendukung dari tugas akhir ini, dimana pada penelitian tersebut dijadikan dasar acuan pada penelitian pada tugas akhir ini. 1. Penelitian ini berjudul Rancang Bangun Solar Tracker Dengan Sistem Monitoring Menggunakan Sensor Photodiode Berbasis Arduino Mega 2560 oleh Ade Raspawan ; Program Studi Sistem Komputer Dan Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Udayana ; Bali 2013. Pada penelitian ini membahas tentang merancang dan membangun sebuah solar tracker dengan sistem monitoring menggunakan sensor photodiode berbasis arduino mega 2560 yang digunakan untuk mengikuti pergerakkan matahari sesuai dengan intensitas cahaya yang diterima oleh sensor cahaya (photodiode). Pada penelitian ini dilakukan pengujian menggunakan metode yang dibagi menjadi dua yaitu : Pertama, perancangan perangkat keras (hardware) yang terdiri dari merancang perangkat elektronika dan merancang perangkat mekanik. Kedua, perangcangan perangkat lunak. Sehingga, diperoleh hasil sebagai berikut : 1) Sistem solar tracker berbasis arduino dapat menggerakkan motor DC gearbox sesuai pergerakkan matahari dengan menggunakan sembilan buah sensor cahaya yang membaca nilai intensitas cahaya matahari. 2) Sistem solar tracker berbasis arduino mega 2560 dapat menghasilkan tegangan optimal jika panel surya berada tegak lurus terhadap matahari. Panel surya akan digerakkan motor DC gearbox ke sudut yang memiliki nilai intensitas cahaya tertinggi sehingga panel surya dapat berada tegak lurus terhadap matahari. 3) Software monitoring pada sistem solar tracker berbasis arduino mega 2560 dapat memonitor hasil pembacaan sensor, pergerakkan motor, dan tegangan keluaran yang dihasilkan dari panel surya dari laptop tanpa harus melihat langsung pada LCD pada rangkaian. 4) Tegangan rata-rata yang dihasilkan solar tracker berbasis arduino mega 2560 5

6 adalah 7,99 volt dan tegangan rata-rata panel surya non tracker sebesar 7,35 volt, sehingga sistem solar tracker berbasis arduino mega 2560 memiliki tegangan yang lebih optimal dibandingkan panel surya non tracker sebesar 8,7 persen. 2. Penelitian ini berjudul Rancang Bangun Sistem Tracking Panel Surya Berbasis Mikrokontroler Arduino oleh Benny Prabawa; Teknik Elektro; Fakultas Teknik, Universitas Udayana; Bali, 2015. Pada penelitian ini membahas rancang bangun sistem tracking panel surya berbasis mikrokontroler arduino merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengikuti arah pergerakan matahari setiap jamnya, mulai dari terbit hingga terbenamnya matahari. Sistem tracking panel surya ini akan mendeteksi setting waktu yang diinput oleh RTC (Real Time Clock). Metode dalam pembuatan sistem ini dibagi menjadi dua bagian yaitu pertama perancangan perangkat keras (hardware) yang terdiri dari perancangan perangkat elektronika dan perancangan perangkat mekanik. Kedua, perancangan perangkat lunak (software) pemrograman sistem tracking menggunakan software arduino. Panel surya digerakkan dengan menggunakan motor servo yang bergerak sesuai input waktu yang diberikan oleh RTC. Pergerakan panel surya diatur setiap jam dengan sudut yang telah diuji sehingga posisi panel surya selalu tegak lurus dengan arah datangnya sinar matahari. Hasil dari rancang bangun sistem tracking panel surya berbasis mikrokontroler arduino adalah alat yang dirancang untuk dapat mengikuti pergerakan matahari berdasarkan waktu. 3. Penelitian ini berjudul Peningkatan Suhu Modul Dan Daya Keluaran Panel Surya Dengan Menggunakan Reflektor oleh Ihsan; Jurusan Fisika; Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin; Makasar, 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan daya output panel surya dengan pemasangan Reflektor. Pengumpulan data dibagi menjadi dua tahap pengumpulan data pada panel surya tanpa reflector dan pengambilan data

7 pada panel dengan menggunakan reflector. Sudut reflector bervariasi dari 10 0 hingga 80 0. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam kondisi normal (tidak mendung), penambahan reflector pada panel surya menyebabkan peningkatan intensitas cahaya matahari pada permukaan panel. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan intensitas modul. Kenaikan suhu modul menyebabkan peningkatan daya output. 4. Penelitian ini berjudul Pengaruh Suhu Permukaan Photovoltaic Module 50 Watt Peak Terhadap Daya Keluaran Yang Dihasilkan Menggunakan Reflektor Dengan Variasi Sudut Reflektor 0 0,50 0,60 0,70 0,80 0. Pada penelitian ini diujikan PV module tanpa reflektor pada posisi yang tetap/horizontal terhadap bumi, dan pengukuran terhadap Photovoltaic module yang diberi reflector dengan variasi sudut 50 0, 60 0, 70 0, 80 0. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kenaikan suhu diikuti dengan kenaikan daya dan efisiensi. Daya maksimal yang dicapai yaitu pada pengujian menggunakan reflektor sudut 70 derajat sebesar 53,67 Watt dengan Efisiensi 15,66% pada pukul 11:45 WIB (Muchammad, 2010). 2.2 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Sel Surya Sel surya ( photovoltaic) adalah suatu alat semikonduktor yang menkonversi foton (cahaya) ke dalam listrik. Konversi ini disebut efek photovoltaic, dengan kata lain efek photovoltaic adalah fenomena dimana suatu sel photovoltaic dapat menyerap energi cahaya dan mengubahnya menjadi energi listrik. Efek photovoltaic didefinisikan sebagai suatu fenomena munculnya voltase listrik akibat kontak dua elektroda yang dihubungkan dengan sistem padatan atau cairan saat diexpose dibawah energi cahaya. Dalam menghasilkan energi listrik pada sel surya (energi sinar matahari menjadi photon) tidak tergantung pada luas bidang silikon dari panel surya. Secara konstan panel surya akan menghasilkan energi berkisaran kurang lebih 0,5 volt maksimal 600 mv pada 2 ampere dengan kekuatan radiasi sinar matahari

8 1000 W/m2 sama dengan 1 sun akan menghasilkan arus listrik (I) sebesar sekitar 30 ma/cm2 per sel surya (Mintorogo,2000). Energi solar atau radiasi cahaya terdiri dari biasan foton-foton yang memiliki tingkat energi yang berbeda-beda. Perbedaan tingkat energi dari foton cahaya inilah yang akan menentukan panjang gelombang dari spektrum cahaya. Foton yang terserap oleh sel PV inilah yang akan memicu timbulnya energi listrik. Gambar 2.1 Kontruksi Dasar Sel Surya Sumber : http://www.solarserver.com 2.2.1.1 Prinsip kerja sel surya (photovoltaic) Mekanisme konversi energi cahaya terjadi akibat adanya perpindahan elektron bebas di dalam suatu atom. Konduktifitas elektron atau kemampuan transfer elektron dari suatu material terletak pada banyaknya elektron valensi dari suatu material. Umumnya sel surya menggunakan material semikonduktor sebagai penghasil elektron bebas. Material semikonduktor adalah suatu padatan (solid) berupa logam, konduktifitas elektriknya juga di tentukan oleh elektron valensinya. Berbeda dengan logam yang konduktifitasnya menurun dengan kenaikan temperature material semikonduktor konduktifitasnya akan meningkat secara signifikan. Saat foton dari sumber cahaya menumbuk suatu elektron valensi dari atom semikonduktor, akan mengakibatkan suatu energi yang cukup besar untuk memisahkan elektron tersebut terlepas dari struktur atomnya. Elektron yang terlepas tersebut bermuatan negatif menjadi bebas bergerak di dalam bidang kristal dan berada pada daerah pita konduksi dari material semikonduktor.

9 Hilangnya elektron mengakibatkan terbentuknya suatu kekosongan pada struktur kristal yang disebut dengan hole dengan muatan positif. Daerah semikonduktor dengan elektron bebas dan bersifat negatif bertindak sebagai donor elektron. Daerah ini disebut negatif type (n-type). Sedangkan daerah semikonduktor dengan hole, bersifat positif dan bertindak sebagai penerima (acceptor) elektron. Daerah ini disebut dengan positive type (ptype). Ikatan dari kedua sisi positif dan negatif menghasilkan energi listrik internal yang akan mendorong elektron bebas dan hole untuk bergerak ke arah yang berlawanan. Elektron akan bergerak menjauhi sisi negatif, sedangkan hole bergerak menjauhi sisi positif. Ketika (p -n) junction ini di hubungkan dengan sebuah beban (lampu) maka akan tercipta sebuah arus listrik. Untuk lebih jelas dapat diperhatikan pada skema sederhana struktur sel surya pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Susunan Lapisan Solar Cell Secara Umum Sumber : http://rifkymedia.wordpress.com Silikon adalah suatu material semikonduktor bervalensi empat. Keunggulan dari silikon adalah memiliki resistifitas yang sangat tinggi hingga 300,000 Ωcm, dan ketersediaan yang banyak di alam. Namun kekurangannya adalah biaya produksi silicon wafer yang sangat tinggi. Dikarenakan untuk mendapatkan performa sel surya yang baik dibutuhkan silikon dengan kemurnian sangat tinggi yaitu di atas 99.9 %. Untuk mengurangi biaya produksi, maka pengembangan dilakukan dengan meminimalisir material yang digunakan.

10 2.2.1.2 Teknologi solar cell Unjuk kerja sel surya dalam mengkonversikan energi foton dari sinar matahari menjadi energi listrik tidak terlepas dari teknologi yang digunakan oleh sel surya itu sendiri. Teknologi yang dimaksudkan seperti jenis material yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan sel surya, maupun proses/teknologi pembuatannya. Bahan semikonduktor jenis silikon merupakan bahan yang paling umum digunakan dalam pembuatan sel surya, meskipun saat ini digunakan juga jenis bahan seperti cadmium telluride dan copper indium (gallium) di -selenide. Setiap bahan memiliki karakteristik yang unik dan memiliki pengaruh kuat terhadap performa sel surya, metode pabrikasi, dan dari segi biaya. Sel surya salah satunya terbuat dari teknologi irisan silikon ( silikon wafers), pembuatannya dengan cara memotong/mengiris tipis silikon dari balok batang silikon. Sel surya juga bisa terbuat dari teknologi film tipis biasa disebut thin film technologies, dimana lapisan tipis dari bahan semikonduktor diendapkan pada low-cost substrates. Sel surya selanjutnya digolongkan sesuai dengan batasan struktur dari bahan semikonduktornya seperti, mono-crystalline, multicrystalline (poly-crystalline) atau amorphous material. Gambar 2.3 Kelas Teknologi Sel Surya Sumber: Solar Guide Book (IFC) 2012 P. 26

11 a. Crystalline Silikon (c-si) Teknologi pertama yang berhasil dikembangkan oleh para peneliti adalah teknologi yang menggunakan bahan silikon kristal tunggal. Teknologi ini mampu menghasilkan sel surya dengan efisiensi yang sangat tinggi. Teknologi crystalline silikon (c-si) dibagi menjadi dua yaitu monocrystalline dan multi-crystalline (poly-crystalline). Monocrystalline Sel monocrystalline biasanya terbuat dari batang silikon tunggal berbentuk silinder, yang kemudian diiris tipis menjadi bentuk wafers dengan ketebalan sekitar 200-250 µm, dan pada permukaan atasnya dibuat alur-alur mikro (microgrooves) yang bertujuan untuk meminimalkan rugi-rugi refleksi atau pantulan.keunggulan utama dari jenis ini yaitu efisiensinya yang lebih baik (14-17%), serta lebih tahan lama (efektif hingga 20 tahun lebih penggunaan). Polycrystalline Gambar 2.4 Panel Monocrystalline Silikon Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 12 Polycrystalline terbuat dari batang silikon yang dihasilkan dengan cara dilelehkan dan dicetak oleh pipa paralel, lalu wafers sel surya ini biasanya berbentuk persegi dengan ketebalan 180-300 µm. Polycrystalline dibuat dengan tujuan untuk menurunkan harga produksi, sehingga memperoleh sel surya dengan harga yang lebih murah, namun tingkat efisiensi sel surya ini tidak lebih baik dari polycrystalline yaitu sebesar 12-14%.

12 b. Lapisan tipis (thin film) Gambar 2.5 Panel Polycrystalline Silikon Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 12 Teknologi kedua adalah sel surya yang dibuat dengan teknologi lapisan tipis ( thin film). Teknologi pembuatan sel surya dengan lapisan tipis ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya pembuatan solar sel mengingat teknologi ini hanya menggunakan kurang dari 1% dari bahan baku silikon jika dibandingkan dengan bahan baku untuk tipe silikon wafer. Metode yang paling sering dipakai dalam pembuatan silikon jenis lapian tipis ini adalah dengan plasma-enhanced chemical vapor deposition (PEVCD) dari gas silane dan hidrogen. Lapisan yang dibuat dengan metode ini menghasilkan silikon yang tidak memiliki arah orientasi kristal atau yang dikenal sebagai amorphous silikon (non kristal). Selain menggunakan material dari silikon, sel surya lapisan tipis juga dibuat dari bahan semikonduktor lainnya yang memiliki efisiensi solar sel tinggi seperti Cadmium Telluride (Cd Te) Amorphous Silikon (a-si), Cadmium Sulfide (CdS), Gallium Arsenide (GaAs), Copper Indium Selenide (CIS), dan Copper Indium Gallium Selenide (CIGS). Efisiensi tertinggi saat ini yang bisa dihasilkan oleh jenis solar sel lapisan tipis ini adalah sebesar 19,5% yang berasal dari solar sel CIGS. Keunggulan lainnya dengan menggunakan tipe lapisan tipis adalah semikonduktor sebagai lapisan solar sel bisa dideposisi pada substrat yang lentur sehingga menghasilkan device solar sel yang fleksibel.

13 Gambar 2.6 (a) Modul surya jenis thin film, (b) struktur thin film dengan bahan CdTe-CdS Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 12 2.2.2 Modul Surya Modul surya atau Photovoltaic Module merupakan komponen PLTS yang tersusun dari beberapa sel surya yang dirangkai sedemikian rupa, baik dirangkai seri maupun paralel dengan maksud dapat menghasilkan daya listrik tertentu dan disusun pada satu bingkai ( frame) dan dilaminasi atau diberikan lapisan pelindung. Kemudian susunan dari beberapa modul surya yang terpasang sedemikan rupa pada penyangga disebut array. PV modul yang terangkai seri dari sel-sel surya ditujukan untuk meningkatkan, atau dalam hal ini dapat dikatakan menggabungkan tegangan (VDC) yang dihasilkan setiap selnya. Sedangkan untuk arusnya dapat didesain sesuai kebutuhan dengan memperhaatikan luas permukaan sel. Gambar 2.7 Diagram hubungan antara Solar Cell, Module, Panel, dan Array Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 9

14 2.2.2.1 Variasi dalam produksi energi modul surya Faktor utama yang mempengaruhi modul surya pada suatu PLTS dalam proses produksi energi listrik, adalah sebagai berikut: a. Iradiasi (besarnya intensitas sinar matahari) pada modul surya Pengaruh iradiasi terhadap produksi energi listrik pada panel surya dapat dilihat pada gambar di bawah, yang memperlihatkan fungsi peristiwa iradiasi terhadap kurva karakteristik tegangan (V) dan arus (I). Gambar 2.8 Pengaruh Iradiasi Terhadap Tegangan dan Arus Modul Surya Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 24 Ketika iradiasi menurun, arus yang dihasilkan oleh modul surya akan menurun dengan proporsional, sedangkan variasi dari tegangan tanpa beban sangatlah kecil. Sebagai suatu kenyataan, efisiensi dari konversi pada modul surya tidak terpengaruh oleh iradiasi yang bervariasi asalkan masih dalam batas standar operasi dari modul surya, yang berarti bahwa efisiensi konversi adalah sama untuk keduanya, baik dalam kondisi cerah begitu juga kondisi mendung, oleh karena itu kecilnya energi listrik yang dihasilkan modul surya saat langit dalam kondisi mendung dapat dijadikan acuan bukannya penurunan efisiensi melainkan penurunan produksi arus listrik karena iradiasi matahari yang rendah.

15 Nilai output harian per modul dapat dicari bila diketahui intensitas sinar matahari per hari dengan menggunakan metode Charging with a charge regulator yaitu, sebagai perkalian antara arus spesifikasi pada modul yang digunakan. Nilai output harian per modul dapat dirumuskan sebagai berikut: h h = / (2.1) Dimana: I spec = Arus spesifikasi pada modul Ph/hari = Peak hour per day V dasar P out/hari = Tegangan dasar yang dipakai (12 atau 24 V DC) = Output harian sebuah modul (Wh per hari pada tegangan dasar terpakai) b. Luas area modul Luas area dari PV sangat berpengaruh terhadap besarnya arus listrik yang timbul. Karena untuk jumlah solar cell yang sama namun ukuran cell berbeda tentu akan didapatkan besar tegangan yang sama namun arus yang berbeda (diasumsikan untuk besar intensitas sinar matahari tetap). Hal ini disebabkan karena secara teoritis arus berbanding lurus dengan luas permukaan sel, dan tegangan berbanding lurus dengan jumlah sel yang terangkai seri dalam modul tersebut. Adapun pengaruh luas modul surya terhadap output PLTS dapat dirumuskan sebagai berikut: = Ƞ (2.2) Dimana: P = daya dalam watt S = luas modul (m 2 ) F = intensitas radiasi yang diterima (watt/m 2 ) Ƞ = Intensitas sel surya (%)

16 c. Jumlah modul (n) Jumlah modul harus disesuaikan dengan kebutuhan suplai listrik yang diperlukan, oleh karena itu diperlukan formula untuk menghitungnya. Dimana formula tersebut adalah: h h 100% / Ƞ = (2.3) Dimana: Wh/hari P out/hari = energi yang diperlukan per hari (Wh/hari) = output harian sebuah modul (Wh per hari pada tegangan dasar terpakai) Ƞ batt = charging efisiensi dari baterai (%) N modul = jumlah minimum modul yang diperlukan d. Jenis silikon yang digunakan Untuk melihat perbedaan efisiensi dari tipe-tipe modul surya berdasarkan silikonnya, maka perlu diperhatikan bahwa perbedaan ini dibandingkan dengan kondisi luas permukaan modul yang sama besarnya. Jika dilihat dari efisiensinya, modul surya yang paling efisien adalah jenis monocrystalline silikon. e. Temperatur modul surya (temperature of the module) Kebalikan dari masalah iradiasi, ketika temperatur dari modul surya meningkat, arus yang diproduksi dari modul surya pada kenyataannya tetap tidak mengalami perubahan, sebaliknya tegangan mengalami penurunan dan bersamaan dengan itu performa dari panel surya juga mengalami penurunan dalam produksi energi listrik.

17 Gambar 2.9 Pengaruh tempertatur modul terhadap produksi energi modul surya Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 25 Variasi pada tegangan tanpa beban V OC dari modul surya terhadap tegangan kondisi standar (STC) V OC,STC, sebagai fungsi dari temperatur operasi modul surya T cell, diekspresikan dengan rumus berikut (dalam ABB, CEI 82-85): V OC (T) = V OC,STC N S. β. (25-T cel ) (2.4) Dimana : β N S adalah koefisien variasi dari tegangan menurut temperature dan tergantung tipe dari modul surya (biasanya -2,2 mv/ C/sel untuk modul crystalline silikon dan sekitar -1,5 : -1,8 mv/ C/sel untuk modul thin film) adalah jumlah dari sel surya seri pada modul surya. f. Bayangan (Shading) Berbicara mengenai area yang digunakan oleh modul surya pada suatu PLTS, sebagian darinya (satu atau lebih sel) mungkin dibayangi atau terhalangi oleh pepohonan, daun yang jatuh, asap, kabut, awan, atau panel surya yang terpasang di dekatnya. Pada khasus shading ini, sel surya yang tertutupi akan berhenti memproduksi energi listrik dan berubah menjadi beban pasif. Sel ini akan berlaku seperti diode dalam kondisi memblok arus yang diproduksi oleh sel lain dalam hubungan seri dan akan membahayakan keseluruhan produksi dari modul

18 surya tersebut, terlebih dapat merusak modul akibat adanya panas yang berlebih. Dalam hal ini menghindari permasalahan yang lebih besar akibat shading pada suatu string, maka diantisipasi dengan penggunaan diode by-pass yang terpasang paralel pada masing-masing modul. Gambar 2.10 Pengaruh shading terhadap modul surya Sumber: ABB QT Vol. 10 P. 25 2.2.2.2 Penyangga dan sistem pelacak (mounting and tracking systems) Modul surya harus terpasang pada suatu struktur/kerangka, untuk menjaganya tetap terarah pada arah yang tepat, agar lebih tersusun rapi dan terlindungi. Struktur pemasangan modul surya bisa pada struktur yang tetap (fixed) atau dengan sistem pelacak sinar matahari, atau biasanya disebut tracking systems. a. Sistem penyangga tetap (fixed mounting systems) Sistem pemasangan tetap ( fixed) menjaga barisan dari modul surya pada sudut kemiringan yang tetap, menghadap pada suatu sudut tetap dari arah matahari yang telah ditentukan. Sudut kemiringan dan arah/ orientasi pada umumnya disesuaikan berdasarkan lokasi PLTS terpasang. Sistem ini lebih sederhana, murah, dan lebih sedikit perawatan daripada sistem tracking.

19 b. Sistem pelacak (tracking systems) Sistem pelacak adalah suatu peralatan atau sistem yang digunakan untuk mengarahkan panel surya atau pemantul cahaya terpusat terhadap matahari, sehingga dengan mengarahkan panel surya secara tepat pada posisi matahari, panel surya tersebut dapat memaksimalkan tegangan yang akan dihasilkannya. Sistem pengikut atau pelacak memiliki dua jenis pergerakan, yaitu pengikut matahari dengan dua arah gerak (ke arah timur -barat), dan pengikut matahari dengan empat arah gerak (ke arah timur-barat dan ke arah utara-selatan). Pengikut matahari (selanjutnya disebut solar tracker) yang memiliki dua arah gerak (timur-barat) biasanya digunakan pada daerah-daerah yang terletak di luar garis khatulistiwa ( equinox) dan titik balik matahari ( solstice). Hal ini dilakukan karena posisi matahari pada daerah tersebut selalu condong ke arah utara dan selatan. Sedangkan pengikut matahari jenis kedua yang memiliki empat arah gerak (timur-barat dan utara-selatan) biasanya digunakan pada daerah yang dilalui oleh garis khatulistiwa ata di dalam titik balik matahari. Hal ini dilakukan karena posisi matahari dalam setiap tahunnya bergerak condong ke arah utara maupun ke selatan. 2.2.3 Analisis Potensi Energi Surya yang Ada di Indonesia Indonesia mempunyai intensitas radiasi matahari yang sangat berpotensi untuk digunakan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya, dengan rata-rata daya radiasi matahari di Indonesia sebesar 1000 Watt/m 2. Data hasil pengukuran intensitas radiasi tenaga surya di seluruh Indonesia yang sebagian besar dilakukan oleh BPPT dan sisanya oleh BMG dari tahun 1965 hingga 1995 ditunjukkan pada Tabel. (Irawan dan Fitrian, 2005). Tabel 2.1 Pengukuran Intensitas Radiasi Matahari di Indonesia Sumber : BPPT dan BMG. Propinsi Lokasi Tahun pengukuran Posisi geografis NAD Pidie 1990 4 15 LS : 96 52 BT 4.097 Sum Sel Ogan komering Ulu 1979-1981 3 10 LS : 104 42 BT 4.951 Lampung Kab. Lampung 1972-1979 4 28 LS : 105 48 BT 5.234 selatan DKI Jakarta Jakarta Utara 1965-1981 6 11 LS : 106 05 BT 4.187 Intensitas radiasi (Wh/m²)

20 Banten Tangerang 1980 6 07 LS : 106 30 BT 4.324 Lebak 1991-1995 6 11 LS : 106 30 BT 4.446 Jawa Barat Bogor 1980 6 11 LS : 106 39 BT 2.558 Bandung 1980 6 56 LS : 107 38 BT 4.149 Jawa tengah Semarang 1979-1981 6 59 LS : 110 23 BT 5.488 DI Jogyakarta Yogyakarta 1980 7 37 LS : 110 01 BT 4.500 Jawa Timur Pacitan 1980 7 18 LS : 112 42 BT 4.300 Kal Bar Pontianak 1991-1993 4 36 LS : 9 11 BT 4.552 Kal Tim Kabupaten Berau 1991-1995 0 32 LU : 4.172 117 52 BT Kal Sel Kota Baru 1979-1981 3 27 LU : 4.796 114 50 BT 1991-1995 3 25 LS : 114 41 BT 4.573 Gorontalo Gorontalo 1991-1995 1 32 LU : 4.911 124 55 BT Sul Teng Donggala 1991-1994 0 57 LS : 120 0 BT 5.512 Papua Ja yapura 1992-1994 8 37 LS : 112 12 BT 5.720 Bali Denpasar 1977-1979 8 40 LS : 115 13 BT 5.263 NTB Kabupaten 1991-1995 9 37 LS : 120 16 BT 5.747 Sumbawa NTT Ngada 1975-1978 10 9 LS : 123 36 BT 5.117 Indonesia terkenal sebagai Negara tropis, Indonesia memiliki potensi energi surya yang cukup besar untuk menutupi kerisis energi global yang salah satunya berdampak pada Indonesia. Berdasarkan panasnya radiasi matahari yang telah dihimpun oleh BPPT, BMG dari lokasi-lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut : untuk kawasan Timur dan Barat Indonesia dengan distribusi penyinaran radiasi matahari di kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kwh/m 2 /hari. Dapat di simpulkan bahwa potensi radiasi matahari di Indonesia sekitar 4,8 kwh/m 2 /hari dan radiasi matahari tersebut sangat berpotensi sebagai sumber daya energi yang tidak akan pernah habis untuk di pergunakan sebagai sumber energi listrik untuk Indonesia kedepannya. (DESDM,2005) 2.2.4 Insolasi Matahari Intensitas radiasi sinar matahari ( irradiance) yaitu daya yang dihasilkan oleh sinar matahari per satuan luas (W/m 2 ). Jumlah energi yang dihasilkan oleh sinar matahari disebut dengan irradiation dengan satuan kwh/m 2. Irradiation juga

21 bisa disebut dengan PSH ( peak sun hour) yang dapat dicari dengan persamaan berikut (Messenger, 2004). = Ī. / (2.5) Dimana : Ī = Intensitas matahari pada jam tertentu pada bulan tertentu Δt = Rentang waktu dimana matahari memiliki intensitas rata-rata harian Ī IR = Intensitas matahari untuk pengujian standar PV (1000 W/m 2 ) 2.2.5 Periode Jatuh Cahaya Matahari Periode jatuhnya sinar matahari dalam setahun pada umumnya digunakan untuk mengetahui sudut jatuh sinar matahari terhadap lokasi penempatan PV array. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka permukaan PV array harus tegak lurus dengan jatuhnya sinar matahari. Mengingat poros bumi mempunyai kemiringan 23,45 0 selama mengitari matahari, maka sinar matahari tidak selalu jatuh tegak lurus dengan garis khatulistiwa, akan tetapi pada waktu tertentu sinar matahari akan jatuh tegak lurus dengan garis khatulistiwa. Periode jatuh sinar matahari dalam satu tahun dapat disimpulkan sebagai berikut (Messenger, 2004): a. Periode 21 Maret 20 Juni, terjadi penyimpangan sebesar 23,45 0 kearah garis balik utara (northern hemisphere) terhadap garis khatulistiwa. b. Periode 21 Juni 20 September, sinar matahari jatuh tepat pada garis khatulistiwa. c. Periode 21 September 20 Desember, terjadi penyimpangan sebesar 23,45 0 kearah garis balik selatan (southern hemisphere) terhadap garis khatulistiwa. d. Periode 21 Desember 20 Maret, sinar matahari jatuh tepat pada garis khatulistiwa.

22 Gambar 2.11 Orbit bumi dan sudut penyimpangan Sumber: http://forum.kompas.com/sains Untuk mendapatkan jatuh sinar matahari yang tegak lurus dengan permukaan PV array, maka perlu adanya perhitungan sudut penyimpangan jatuhnya sinar matahari. Untuk mengetahui sudut jatuhnya sinar matahari terhadap permukaan bumi (α), dapat mengunakan persamaan berikut ini: α = 90 0 ± φ δ (2.6) Dimana: δ adalah sudut penyimpangan matahari terhadap garis khatulistiwa a. Bertanda negatif (-) bila berada di selatan garis khatulistiwa b. Bertanda positif (+) bila berada di utara garis khatulistiwa φ adalah posisi lintang dari lokasi a. Bertanda negatif (-) bila berada di selatan garis khatulistiwa b. Bertanda positif (+) bila berada di utara garis khatulistiwa Bulan Tabel 2.2 Peak Hour Per Day Rata-Rata Daerah Bali (BAPPEDA, 2004) Energi matahari Peak Hour Per Day (MJ/m 2 ) (h) 21 Maret 20 Juni 20 5,55

23 21 Juni 20 September 15 4,16 21September 20 Desember 20 5,55 21 Desember 20 Maret 15 4,16 Rata Rata Peak Hour Per Day 4,85 h 2.2.6 Produksi Energi per Tahun yang Diharapkan Energi listrik pada PLTS per tahunnya dapat dihasilkan tergantung dari ketersediaan dari radiasi matahari, orientasi dan inklinasi/kemiringan dari modul surya, serta efisiensi dari instalasi pada PLTS. Secara praktis untuk dapat mengetahui atau memprediksi energi yang dapat dihasilkan oleh suatu PLTS per tahunnya (E p ) untuk setiap kwp pada bidang horizontal (horizontal plane) digunakan rumus berikut (ABB QT Vol.10, 2010): = Ƞ [ h/ ] (2.7) Dimana: E ma adalah radiasi rata-rata tahunan bidang horizontal. Ƞ adalah efisiensi keseluruhan komponen PLTS ( balance of system) pada sisi beban pada panel-panel (inverter, koneksi, losses karena efek temperatur, losses karena performa tidak seimbang, losses karena bayangan dan radiasi matahari yang rendah, losses karena efek pantulan, dll). Dimana nilai dari efisiensi ini diasumsikan dengan batasan nilai 0,75 hingga 0,85, dianggap nilai sesuai dengan desain dan sistem yang akan terpasang. Sedangkan apabila diketahui data insulasi/radiasi rata-rata harian E mg, untuk menghitung perkiraan energi yang dapat dihasilkan per tahunnya untuk setiap kwp dengan cara:

24 = 365 Ƞ [ h/ ] (2.8) 2.2.7 Inklinasi dan Orientasi Panel Surya Efisiensi maksimum dari panel surya akan meningkat jika sudutnya saat terjadi sinar matahari selalu berada pada 90. Namun kenyataannya peristiwa dari radiasi matahari bervariasi berdasarkan pada keduanya yaitu garis lintang (latitude), dan seperti halnya deklinasi matahari selama setahun. Faktanya poros rotasi bumi adalah dengan kemiringan sekitar 23,45 terhadap bidang dari orbit bumi oleh matahari, pada garis lintang tertentu tinggi dari matahari pada langit bervariasi setiap harinya. Untuk mengetahui ketinggian maksimum (dalam derajat) ketika matahari mencapai langit (α), secara mudah dengan menggunakan rumus berikut: = 90 + ( h h ); 90 + ( h h ) (2.9) Dimana: Lat adalah garis lintang ( latitude) lokasi instalasi panel surya terpasang (dalam satuan derajat) δ adalah sudut dari deklinasi matahari (23,45 ) Apabila sudut dari ketinggian maksimum matahari (α) diketahui, maka sudut kemiringan dari panel surya (β) juga da pat diketahui. Namun tidak cukup hanya mengetahui α saja untuk menentukan orientasi yang optimal dari panel surya. Orientasi dari panel surya dapat diindikasikan dengan sudut asimut (azimuth angle) dalam posisi γ, pada deviasi terhadap arah optimum dari selatan (untuk lokasi di belahan bumi utara), atau dari utara (untuk lokasi di belahan bumi selatan). Nilai positif dari sudut asimut menunjukan orientasi ke barat, sebaliknya nilai negatif menunjukan orientasi ke timur.