BAB I PENDAHULUAN. untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut. Fenomena yang telah dilakukan oleh Triana, 2010, yaitu tentang keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengaruh besar terhadap kehidupan selanjutnya. Istilah remaja atau adolescence

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

*) Alumni Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto **) Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB I PENDAHULUAN. tanpa kehadiran orang lain. Dengan adanya kebutuhan untuk mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

PENDAHULUAN. seperti ayah, ibu, dan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. program tertentu. Aktivitas mereka adalah belajar. Belajar ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data Pusat Penelitian Kesehatan Puslitkes Universitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya akan melalui beberapa tahap perkembangan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak dekat dengan ustadzah. Dengan kriteria sebagai berikut dari 100

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan oleh seluruh mahasiswa baru di perguruan tinggi. Rata-rata usia

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina

BAB I PENDAHULUAN. orang tua dengan anak. Orang tua merupakan makhluk sosial pertama yang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. kurang berkembang karena mereka tidak mengaktualisasikan seluruh potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

Prayer of Serenity. Time changed us to be the brigther, cause I learn from the best love you very much Mami & Papi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kecerdasan..., Leila, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertama kalinya. resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Jika dilihat berdasarkan tahapan perkembangannya, individu yang baru saja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, antara pria dan

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. paling menarik dari percepatan perkembangan seorang remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi, tahapan, dan faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak. Anak untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial dengan orang lain dalam keluarga. Pada proses perkembangan awal kontak sosial ini, orangtua menjadi sosok pertama yang menjadi orang lain. Kontak sosial terjadi dari aktivitas orangtua merawat anaknya seperti memandikan, memberi makan/air susu, mengajak berjalan-jalan, dan bermain bersama. Pada kontak sosial anak belajar bagaimana berinteraksi terhadap orangtua yang mengasuhnya dan terhadap orang asing yang belum dikenalnya, serta merasakan kecemasan pada saat berpisah dengan orangtuanya. Kontak sosial akan membentuk ikatan emosional antara anak dan orangtua sebagai pengasuhnya yang dikenal dengan attachment (kelekatan). Ikatan emosional yang baik akan membuat anak merasa nyaman dan aman sehingga anak merasa percaya terhadap orangtuanya, memiliki rasa percaya diri, dan dapat membangun hubungan yang baik dengan orang lain. Perkembangan ikatan emosional atau attachment pada masa awal ini menjadi dasar bagi anak dalam mengeksplorasi lingkungannya. Anak kemudian tumbuh menjadi remaja. Pada saat memasuki usia remaja akhir, remaja telah menyelesaikan studi di sekolah menengah atas. Selanjutnya remaja akan menghadapi berbagai pilihan apakah akan

2 melanjutkan kuliah di daerah asal, hidup mandiri terpisah dari orangtua dan melanjutkan kuliah di luar daerah, atau mencari pekerjaan. Remaja yang memutuskan melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi (kuliah) akan menghadapi iklim yang berbeda dengan sekolah. Masa transisi dari dunia sekolah menuju dunia perkuliahan atau kampus, menuntutnya untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungannya yang baru. Salah satu penyesuaian yang harus dihadapi adalah perubahan posisi dari senior ketika di sekolah menengah kemudian menjadi junior kembali di perguruan tinggi. Santrock (2003: 259) menyebutnya sebagai fenomena yang teratas ke bawah (top-dog phenomenon)....fenomena yang teratas ke bawah (top-dog phenomenon) yaitu keadaan-keadaan dimana siswa bergerak dari posisi yang paling atas menuju posisi yang paling bawah. Menjadi mahasiswa ditingkat pertama memutar ulang fenomena top-dog seperti ketika transisi dari siswa sekolah menengah pertama menuju ke sekolah menengah atas dimana sebelumnya siswa termasuk dalam kelompok siswa yang tertua dan berkuasa kini menjadi sekelompok siswa yang paling muda dan paling tidak berkuasa. Remaja juga dituntut untuk menyesuaikan dengan setiap perbedaan yang mungkin belum pernah dijumpai sebelumnya di sekolah menengah seperti teman yang lebih beragam latar belakangnya, struktur sekolah yang lebih besar, dan kegiatan belajar-mengajar yang berbeda. Mengenai masa transisi Santrock (2003: 262) mengatakan: Transisi dari sekolah menengah atas menuju perguruan tinggi melibatkan suatu perubahan menuju struktur sekolah yang lebih besar, lebih impersonal, yang interaksinya adalah interaksi dengan teman sebaya yang lebih beragam latar belakang geografisnya dan juga kadang beragam latar belakang etnisnya,

3 serta bertambahnya tekanan mencapai prestasi, unjuk kerja, dan nilai-nilai ujian yang baik. Remaja yang memutuskan hidup mandiri juga dituntut untuk menyesuaikan diri ketika tinggal jauh dari orangtua, menyesuaikan dengan lingkungan belajar dan tempat tinggalnya yang baru (kos), dan mengatur hidupnya sendiri. Kenny & Rice (1995) berpendapat bahwa pengalaman meninggalkan rumah untuk memasuki perguruan tinggi pada masa remaja akhir dapat dikonseptualisasikan sebagai bentuk natural dari Strange Situation yang menggambarkan dimana remaja harus dapat menggali dan menguasai sebuah lingkungan baru. Schneider (1964) mendefinisikan penyesuaian sosial sebagai kemampuan seseorang dalam bereaksi secara efektif dan sehat terhadap apa yang dihadapinya sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi dengan cara yang bisa diterima dan memuaskan. Artinya remaja yang mampu melakukan penyesuaian sosial mereka mampu bereaksi secara efektif dan sehat terhadap perubahan kehidupan perkuliahan, tempat tinggal yang baru (kos), jauh dari orangtua, dan teman-teman baru. Pada kenyataannya tidak semua remaja akhir, mempunyai kemampuan penyesuaian sosial yang baik. Hurlock (1980) mengatakan bahwa salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Berdasarkan hasil observasi terhadap mahasiswa jurusan Psikologi FIP UPI, terlihat beberapa aktivitas mahasiswa Psikologi selama di kampus, baik

4 dalam kegiatan perkuliahan maupun kegiatan kemahasiswaan. Pada kegiatan perkuliahan sebagian mahasiswa datang tepat waktu ke kelas, tepat waktu ketika mengumpulkan tugas, dan berpakaian sesuai aturan yang telah ditetapkan. Tetapi masih ada juga mahasiswa yang sering terlambat masuk kelas, tidak hadir dalam perkuliahan tanpa keterangan, terlambat mengumpulkan tugas, bahkan tidak mengumpulkan tugas. Pada kegiatan kemahasiswaan, sebagian mahasiswa aktif mengikuti kegiatan-kegiatan kemahasiswaan dari tingkat jurusan (himpunan), fakultas, bahkan sampai universitas. Tetapi ada juga mahasiswa yang enggan untuk berpartisipasi dalam organisasi baik di tingkat jurusan (himpunan), fakultas maupun universitas ataupun mengikuti unit kegiatan mahasiswa yang ada di perguruan tinggi. Pada aspek interaksi teman sebaya di perguruan tinggi, beberapa mahasiswa mengatakan, mahasiswa yang disukai untuk dijadikan teman adalah mahasiswa yang rajin, ramah, mudah bergaul, dan bersikap sopan. Akan tetapi, mahasiswa yang kurang disukai untuk dijadikan teman adalah mahasiswa yang egois, agresif, mudah marah, mudah tersinggung atau suka berbohong. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa Psikologi angkatan 2004, 2005, dan 2007 yang dilakukan pada bulan Juli 2008. Salah satu hal yang berperan dalam penyesuaian sosial remaja adalah attachment (pola kelekatan) yang terjadi antara orangtua-anak. Beberapa ahli perkembangan dalam Santrock (2003; 2007) mengatakan bahwa kelekatan

5 pada orangtua selama masa remaja dapat memiliki fungsi adaptif untuk menyediakan dasar rasa aman sehingga remaja dapat mengeksplorasi dan menguasai lingkungan baru serta dunia sosial yang semakin luas dengan kondisi psikologis yang sehat. Kelekatan juga dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja, seperti tercermin dalam harga diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik. Herry Harlow (Desmita, 2005) juga menyatakan bahwa salah satu fungsi kelekatan adalah memberikan rasa aman untuk bereksplorasi dengan lingkungannya dan membentuk dasar hubungan antarpribadi di kemudian hari. Sementara kegagalan kelekatan akan berakibat pada ketidakmampuan mempererat hubungan sosial yang akrab pada masa dewasa. Bentuk kelekatan remaja dengan orangtua pada masa remaja akhir ini dapat terlihat dimana orangtua menanyakan kebutuhan-kebutuhan perkuliahan dan memberikan perhatian pada saat sakit. Ketika berada jauh dari orangtua, orangtua menghubungi anaknya untuk menanyakan kabar dan menanyakan keberadaannya. Kelekatan yang baik antara orangtua dan remaja juga dapat terlihat pada kenyamanan remaja dalam melakukan komunikasi dengan orangtuanya. Remaja tidak segan untuk menceritakan permasalahanpermasalahan yang sedang dihadapinya termasuk menceritakan masalah pribadi kepada orangtuanya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan kelekatan yang aman dengan penyesuaian sosial. Seperti penelitian Hazan dan Saver tahun 1987 yang menyatakan bahwa mahasiswa yang terikat secara aman pada

6 orangtuanya saat masih kecil, lebih cenderung memiliki hubungan yang terikat dengan aman dengan teman, pacar, dan pasangan dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak terikat dengan aman (Santrock, 2003). Selain itu, Boyd dan Bee (2006) mengutip sebuah hasil interview yang menunjukkan bahwa remaja yang mempunyai kelekatan yang aman ketika bayi lebih mempunyai keterampilan sosial, mempunyai hubungan persahabatan yang lebih intim, lebih baik sebagai pemimpin, dan mempunyai self-esteem yang lebih tinggi serta tingkat (grade) yang lebih baik. Hasil penelitian Yessy (2003) menunjukkan semakin secure attachment yang dimiliki oleh remaja akan semakin mampu ia menjalin relasi pertemanan. Semakin anxious resistant dan anxious avoidant pola attachment yang dimiliki remaja awal semakin kurang mampu remaja menjalin pertemanan. Berdasarkan pada fenomena yang terjadi diatas maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai kelekatan dan penyesuaian sosial pada remaja akhir dengan judul, Hubungan Antara Pola Attachment (Pola Kelekatan) Orangtua-Anak dengan Penyesuaian Sosial Remaja Akhir di Perguruan Tinggi. B. Rumusan Masalah Permasalahan utama yang dibahas pada penelitian ini adalah hubungan pola attachmentn (kelekatan orangtua-anak) dengan penyesuaian sosial di perguruan tinggi pada remaja akhir. Rumusan masalah yang menjadi pokok

7 pembahasan dalam penelitian ini diturunkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana pola attachment (pola kelekatan) orangtua-anak pada mahasiswa tingkat satu jurusan Psikologi FIP UPI tahun akademik 2007/2008? 2. Bagaimana tingkat penyesuaian sosial di perguruan tinggi pada mahasiswa tingkat satu jurusan Psikologi FIP UPI tahun akademik 2007/2008? 3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara pola attachment (pola kelekatan) orangtua-anak dengan penyesuaian sosial mahasiswa tingkat satu jurusan Psikologi FIP UPI tahun akademik 2007/2008? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, penelitian bertujuan untuk mengetahui: 1. Pola attachment (pola kelekatan) orangtua-anak pada mahasiswa tingkat satu jurusan Psikologi FIP UPI tahun akademik 2007/2008. 2. Tingkat penyesuaian sosial mahasiswa tingkat satu jurusan Psikologi FIP UPI di perguruan tinggi tahun akademik 2007/2008. 3. Signifikansi hubungan antara pola attachment (pola kelekatan) orangtuaanak dengan penyesuaian sosial mahasiswa tingkat satu jurusan Psikologi FIP UPI tahun akademik 2007/2008.

8 D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian secara praktis diharapkan berguna untuk: 1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai hubungan kelekatan orangtua-anak dengan penyesuaian sosial di perguruan tinggi pada remaja akhir. 2. Bagi jurusan, diharapkan dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam mengeluarkan kebijakan dan pedoman bagi dosen, termasuk pembimbing akademik dalam berinteraksi dengan mahasiswa. 3. Bagi dosen, terutama dosen pembimbing akademik, diharapkan hubungan kelekatan orangtua-anak dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam memberikan bimbingan pada mahasiswanya, terutama dalam kaitannya dengan penyesuaian sosial di perguruan tinggi. 4. Bagi mahasiswa dapat menambah referensi mengenai hubungan kelekatan orangtua-anak dengan penyesuaian sosial di perguruan tinggi pada remaja akhir. E. Asumsi 1. Kelekatan yang aman pada masa bayi adalah merupakan hal yang pokok bagi perkembangan kecakapan sosial. 2. Kelekatan yang aman sebagai landasan penting bagi perkembangan psikologis berikutnya pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa.

9 3. Kelekatan dengan orangtua pada masa remaja dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial, seperti tercermin dalam ciriciri harga diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik. 4. Individu yang mempunyai penyesuaian yang baik adalah individu yang mempunyai respon yang matang, efisien, memuaskan, dan sehat. F. Hipotesis Hipotesis penelitian yang digunakan diuji pada α = 0,05 dengan rumusan hipotesis sebagai berikut: 1. Ho : ρ = 0 Ho: tidak terdapat hubungan antara pola attachment (pola kelekatan) orangtua-anak dengan penyesuaian sosial remaja akhir di perguruan tinggi pada mahasiswa tingkat satu jurusan Psikologi FIP UPI tahun akademik 2007/2008. 2. Ha : ρ 0 Ha: Terdapat hubungan antara pola attachment (pola kelekatan) orangtuaanak dengan penyesuaian sosial remaja akhir di perguruan tinggi mahasiswa tingkat satu jurusan Psikologi FIP UPI tahun akademik 2007/2008. G. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif korelasional untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai hubungan

10 antara pola attachment (pola kelekatan) orangtua-anak dengan penyesuaian sosial remaja akhir di perguruan tinggi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang menekankan analisisnya pada data numerikal atau angka yang diolah dengan metoda statistika inferensial. Instrumen yang digunakan berupa angket atau kuesioner yang berisi sejumlah pernyataan yang mengukur attachment (pola kelekatan) orangtua-anak dan sejumlah pernyataan yang mengukur penyesuaian sosial. H. Lokasi dan Sampel Penelitian Lokasi penelitian bertempat di kampus Universitas Pendidikan Indonesia yang berada di Jalan Setiabudhi No. 229 Bandung. Sampel yang digunakan adalah mahasiswa tingkat satu jurusan Psikologi FIP UPI tahun akademik 2007/2008. Jumlah populasi untuk penelitian ini adalah 85 orang.