BAB I PENDAHULUAN. penampilan masa kini dan hanya segelintir orang yang menyadari akan pentingnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan

BAB I PENDAHULUAN. Bagi remaja, salah satu hal yang paling penting adalah penampilan fisik.

BAB I PENDAHULUAN. sosial emosional. Masa remaja dimulai dari kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tersebut mempengaruhi kondisi perkembangan dunia bisnis. Setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

PERBEDAAN POLA MAKAN ANTARA REMAJA YANG MENJALANI PERAWATAN ORTODONTIK LEPASAN DAN PERAWATAN ORTODONTIK CEKAT SKRIPSI ILKHANA WINDAH J

Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien yang Dirawat di Ruangan Kelas III Rumah Sakit Immanuel Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik berperan dalam menimbulkan kepercayaan diri

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2012). Perawatan ortodontik mempunyai riwayat yang panjang, anjuran tertulis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien sebagai pengguna jasa merupakan salah satu indikator dalam

I. PENDAHULUAN. sistem kesehatan nasional. Kesehatan merupakan hak asasi manusia, sehingga

BAB 4 METODE PENELITIAN

ANALISIS MUTU PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM AMAL SEHAT SRAGEN SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia (2005) adalah puas ; merasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan

BAB 3 METODE PENELITIAN

201 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. ISSN (elektronik)

BAB I PENDAHULUAN. ini sangatlah tinggi. Gaya hidup dan tren mempengaruhi seseorang untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Penampilan fisik mempunyai peranan yang besar dalam interaksi sosial.

BAB I PENDAHULUAN. serta memberikan kepuasan bagi pasien selaku pengguna jasa kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Upaya pembangunan keluarga sejahtera dan pemberdayaan bidan tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Mulut yang merupakan pusat rujukan, pendidikan dan penelitian (Peraturan

III. RENCANA PERAWATAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kepada Yth Saudara/i Responden penelitian Di tempat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini, 15 responden untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penampilan fisik yang baik terutama penampilan gigi-geligi adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kesehatan merupakan hal yang paling berharga dan telah. menjadi kebutuhan pokok. Semakin tinggi tingkat pendidikan, ilmu

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kualitas pelayanan yang ditawarkan kepada konsumen dalam. merasakan kepuasan terhadap kualitas yang ditawarkan.

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP PESERTA JAMKESMAS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. umum. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut dilakukan upaya kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PERAWATAN ORTODONTIK YANG DILAKUKAN OLEH PIHAK NON PROFESIONAL SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. kesehatan di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memberikan estetik wajah yang kurang baik (Wong, dkk., 2008). Prevalensi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencapai tujuan pelayanan kesehatan atau rumah sakit tersebut, perlu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien

BAB I PENDAHULUAN. 25,9%, tetapi hanya 8,1% yang mendapatkan perawatan. 2

PERANAN APOTEKER DALAM PEMBERIAN INFORMASI OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI ANDI SULTHAN DAENG RADJA KABUPATEN BULUKUMBA

I. PENDAHULUAN. Pada Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan diantaranya adalah milik swasta. 1. dari 6 buah puskesmas, 22 BKIA, 96 dokter praktik dan 3 Rumah Bersalin.

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan mulut dan senyum dapat berperan penting dalam. penilaian daya tarik wajah dan memberikan kepercayaan diri terhadap

The Prevalence and Treatment Success of Removable Orthodontic Appliance with Anterior Crossbite Cases in RSGMP UMY

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Semakin terbukanya akses informasi termasuk di bidang kesehatan dan kedokteran

KARAKTERISTIK DAN MOTIVASI PEMAKAIAN PIRANTI ORTODONTI CEKAT PADA SISWA SMP DAN SMA BODHICITTA DAN HUSNI THAMRIN MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, apalagi di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. adalah penelitian yang mengkaji hubungan antara variable dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan. ataupun yang hilang bisa berdampak pada kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lain dan diperkirakan pada dua dekade abad 21 mengalami aged population boom,

Studi mutu pelayanan berdasarkan kepuasan pasien di Klinik Gigi dan Mulut RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perawatan kelainan oklusal yang akan berpengaruh pada fungsi oklusi yang stabil,

ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI MUTU PELAYANAN DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN BALAI PENGOBATAN (BP) UMUM PUSKESMAS DI KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2009

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pusat latihan tenaga kesehatan, serta untuk penelitian biososial.

BAB I PENDAHULUAN. Namun seiring berkembangnya zaman, rumah sakit pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2013), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit. merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (UU No.44, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan dasar tersebut (Depkes, 2009). yang meliputi pelayanan: curative (pengobatan), preventive (upaya

Kata kunci : pengetahuan, sikap, perilaku, perawatan ortodontik cekat, pasien ortodontik

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,

ANALISIS KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI INSTALASI FARMASI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA S K R I P S I

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa kini perawatan ortodontik semakin banyak di minati oleh kalangan masyarakat. Banyak orang menganggap perawatan ortodontik hanya sebagai penampilan masa kini dan hanya segelintir orang yang menyadari akan pentingnya perawatan ortodontik itu. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat bahwa gigi yang tidak teratur, dan kelainan bentuk muka disebabkan oleh hubungan rahang yang tidak harmonis dapat mempengaruhi sistem pengunyahan, pencernaan, serta sistem artikulasi. Ortodontik merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan struktur jaringan gigi, perkembangan oklusi gigi geligi serta mempelajari cara pencegahan dan perawatan kelainan dentofasial, termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang, stabil, dan estetik. Maloklusi yang merupakan penyimpangan pertumbuhkembangan geligi dan struktur anatomi yang terkait dapat mengganggu kondisi psikologis seseorang. Maloklusi dapat dirawat dengan menggunakan peranti ortodontik agar didapat oklusi yang normal dan muka yang menyenangkan. 1 Tujuan perawatan ortodontik adalah memperbaiki letak gigi dan rahang yang tidak normal sehingga didapatkan fungsi geligi dan estetik geligi yang baik maupun wajah yang menyenangkan dan dengan hasil ini akan meningkatkan kesehatan 1

psikososial seseorang. Hasil perawatan ortodontik yang kurang baik akan berakibat sebaliknya. Hal ini dapat terjadi apabila timbul ketidaksesuaian antara kasus yang dirawat dengan perencanaan perawatan, pemilihan piranti yang digunakan, serta kemampuan operator yang melakukan perawatan. Kasus yang sederhana dapat dirawat dengan piranti yang sederhana oleh dokter gigi umum sedangkan kasus-kasus yang sukar menjadi tanggung jawab spesialis ortodontik. Tugas dokter gigi umum adalah memonitor dan menatalaksana perkembangan oklusi berbekal pengetahuan ortodontik yang cukup sehingga dapat mengintervasi suatu maloklusi atau merujuk ke seorang spesialis ortodontik bila kasus yang dihadapi membutuhkan perawatan yang kompleks. 2 Dalam perawatan ortodontik ada beberapa operator ortodontik yang dikenal dalam masyarakat yaitu : (1) Dokter Gigi Spesialis Ortodontik, adalah dokter gigi yang mempunyai pengetahuan yang lebih luas terhadap ilmu ortodontik karena telah menyelesaikan jenjang pendidikanspesialis dalam bidang ortodontik. (2) Dokter Gigi Umum, adalah dokter gigi yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan S1 dan telah menyelesaikan pendidikan profesi dokter gigi. (3) Perawat Gigi, adalah setiap orang yang telah lulus dalam pendidikan perawat gigi dan diperkenankan untuk membantu atau menjadi asisten dari dokter gigi spesialis atau dokter gigi umum dalam melakukan perawatan dan tidak diperkenankan untuk melakukan perawatan yang melebihi dari kompetensinya. (4) Tukang Gigi, tukang gigi adalah mereka yang melakukan perawatan gigi tetapi tidak mempunyai ilmu pengetahuan tentang kesehatan gigi. Dan ilmu yang mereka punya hanya didapatkan secara turun temurun atau otodidak. Ada berbagai dampak yang dapat ditimbulkan jika perawatan yang dilakukan oleh seorang operator tidak sesuai prosedur perawatan ortodontik yang baik dan benar 2

yaitu : 1) Kerusakan gigi, oral hygiene yang buruk (cara penyikatan gigi) dapat menyebabkan kerusakan disekitar kawat gigi. Kerusakan gigi akan terjadi jika adanya akumulasi plak disekitar kawat ortodontik cekat dalam asupan gula yang sering. 2) Resorbsi akar, ada banyak factor yang menyebabkan resorbsi akar, salah satunya yaitu penggunaan alat ortodontik. Resorbsi akar lebih banyak disebabkan oleh penggunaan alat ortodontik cekat dibandingkan dengan alat ortodontik lepasan. Hilangnya jaringan akar gigi secara ringan sering dilihat sebagai konsekuensi dari gerakan gigi, tetapi ini tidak menimbulkan masalah jangka panjang bagi sebagian besar pasien. 3) Resorbsi tulang alveolar, jika mulut pasien kebersihan yang buruk selama pengobatan, ortodontik mungkin memperburuk inflamasi gingival dan kerentanan terhadap periodontal (gusi) penyakit. Pasien yang telah menjalani perawatan ortodontik tidak memiliki kecenderungan meningkat untuk mengembangkan penyakit periodontal. 4) Radang sendi, kadang pasien dapat menderita sakit atau disfungsi pada sendi rahang (TMJ). Hal ini dapat berupa nyeri sendi, sakit kepala masalah telinga. Masalah dapat terjadi dengan atau tanpa perawatan ortodontik. 5) Ketidaknyamanan pada peralatan yang tidak sesuai, peralatan yang tidak sesuai atau rusak dapat menyebabkan iritasi pada gusi, pipi atau bibir. Penyesuaian penggunaan bracet biasanya berlangsung selama 24-48 sejak peralatan terpasang. 3,4,5 Sebenarnya dampak perawatan ortodontik sangat baik jika dilakukan dengan prosedur yang benar, dan bagaimana operator dalam menerapkan keahliannya. Maka pasien akan mendapatkan wajah yang menyenangkan dan akan meningkatkan rasa percaya diri yang tinggi, tidak ada lagi rasa malu untuk senyum atau tertawa dikarenakan gigi yang tidak rata. 3

Tetapi, pada masa sekarang ini perawatan ortodontik tidak hanya dilakukan oleh dokter gigi spesialis ortodontik atau dokter gigi umum saja. Seiring berjalannya waktu, permintaan perawatan ortodontik semakin meningkat, keadaan ini membuat kalangan masyarakat memanfaatkan kondisi tersebut. Seperti yang kita ketahui setiap operator mempunyai jenjang profesinionalisme yang berbeda, maka hal tersebut mempengaruhi persepsi kepuasan pasien ortodontik terhadap perawatan yang dijalaninya dengan operator yang mereka pilih. Namun dalam penelitian ini penulis tidak ingin memperdebatkaan legalitas operator. Dengan demikian berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin meneliti persepsi kepuasan pasien ortodontik terhadap keahlian operator berdasarkan jenjang profesionalisme. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut bagaimana persepsi kepuasan pasien ortodontik berdasarkan kehalian operator menurut jenjang profesionalisme. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi kepuasan pasien ortodontik berdasarkan keahlian operator menurut jenjang profesionalisme. 4

1.4 Kegunaan Penelitian berikut: Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai 1). Kegunaan ilmiah 1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang cara menilai persepsi kepuasan pasien ortodontik berdasarkan keahlian operator menurut jenjang profesionalisme. 2. Memberikan informasi mengenai persepsi kepuasan pasien ortodontik berdasarkan keahlian operator. 2). Kegunaan Praktis Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi tentang kepuasan pasien ortodontik, agar operator perawatan ortodontik dalam menerapkan keahliannya, perlu memperhatikan kepuasan pasien pada saat perawatan berlangsung dan sesudah perawatan 1.5 Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara persepsi kepuasan pasien ortodontik terhadap keahlian operator berdasarkan jenjang profesionalisme. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Ortodontik 2.1.1 Pengertian Ortodontik Istilah ortodontik berasal dari kata Ortodonsia. Ortodonsia (Orthodontia, Bld., Orthodontic, Ingg.) berasal dari bahasa Yunani (Greek) yaitu orthos dan dons yang berarti orthos (baik, betul) dan dons (gigi). Jadi ortodonsia dapat diterjemahkan sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan memperbaiki atau membetulkan letak gigi yang tidak teratur atau tidak rata. 1 Keadaan gigi yang tidak teratur disebabkan oleh malposisi gigi, yaitu kesalahan posisi gigi pada masing masing rahang. Malposisi gigi akan menyebabkan malrelasi, yaitu kesalahan hubungan antara gigi gigi pada rahang yang berbeda. Lebih lanjut lagi keadaan demikian menimbulkan maloklusi, yaitu penyimpangan terhadap oklusi normal. Maloklusi dapat terjadi karena adanya kelainan gigi (dental), tulang rahang (skeletal), kombinasi gigi dan rahang (dentoskeletal) maupun karena otot otot pengunyahan (muskuler). 1 Dalam pengertian yang lebih luas, ortodonsia ini disebut ortodonti. Menurut American Board of Orthodontics (ABO), ortodonti adalah cabang spesifik dalam profesi kedokteran gigi yang bertanggung jawab pada studi dan 6

supervisi pertumbuhkembangan geligi dan struktur anatomi yang berkaitan, sejak lahir sampai dewasa, meliputi tindakan preventif dan korektif pada ketidakteraturan letak gigi yang membutuhkan reposisi gigi dengan piranti fungsional dan mekanik untuk mencapai oklusi normal dan muka yang menyenangkan. Tercakup dalam pengertian ini masalah perkembangan dalam arti yang luas, yaitu pertumbuhkembangan gigi sampai mencapai oklusi dalam fase geligi permanen dan juga pertumbuhkembangan rahang serta muka. 2 Pertumbuhkembangan perlu dipelajari karena maloklusi bukan merupakan suatu penyakit tetapi suatu penyimpangan pertumbuhkembangan. Penyimpangan pertumbuhkembangan yang menyangkut letak gigi dapat menyebabkan suatu maloklusi, misalnya letak gigi-gigi yang berdesakan. Penyimpangan pertumbuhkembangan tulang rahang menghasilkan kelainan skeletal misalnya, maloklusi kelas III Angle yang ditandai dengan rahang bawah yang terlalu ke depan dibandingkan dengan rahang atas. Letak gigi yang tidak teratur dan kelainan letak rahang sangat besar pengaruhnya terhadap penampilan seseorang. Sebagian besar kelainan ortodonti lebih banyak mempengaruhi kondisi psikososial seseorang daripada mempengaruh kesehatan fisik. 2 2.1.2 Tujuan Perawatan Ortodontik Tujuan perawatan ortodontik adalah memperbaiki susunan dan kedudukan gigi-geligi untuk mendapatkan hubungan gigi-geligi (fungsi oklusi) yang stabil, perbaikan pengunyahan, keseimbangan otot dan keserasian estetika wajah yang harmonis. Secara umum perawatan ortodontik bertujuan 7

memperbaiki kehidupan pasien dengan mengatasi kesulitan psikososial yang berhubungan dengan penampilan wajah dan gigi. 6 Ada 2 alasan yang jelas dari perawatan ortodontik yaitu untuk estetika dan fungsi, perawatan ortodontik tidak hanya dapat memperbaiki susunan gigi geligi, tetapi dalam kasus-kasus tertentu juga dapat mempunyai dampak yang besar pada lingkungan seseorang dan perkembangan kariernya. Selain itu, susunan gigi yang lebih baik dapat menyebabkan standar kebersihan mulut menjadi lebih baik. Tujuan utama perawatan ortodontik adalah mendapatkan penampilan dentofacial yang menyenangkan secara estetika dengan fungsi yang baik dan dengan gigi gigi dalam posisi yang stabil, perawatan ortodontik tidak boleh dilakukan jika tidak dapat memberikan perbaikan yang nyata serta abadi, karena alasan inilah banyak maloklusi ringan yang dibiarkan tanpa perawatan. 7 2.1.3 Sejarah Perawatan Ortodontik Adanya maloklusi sudah dikenal sejak 24 abad yang lalu. Dalam literatur kuno 460 tahun sebelum Masehi, Hipocrates dalam bukunya Epidemic menyebutkan : Di antara orang-orang yang kepalanya panjang, terdapat di antaranya yang berleher besar dan tulang-tulangnya kuat. Sebagian mempunyai langit-langit yang sangat melengkung sehingga gigi-gigi menjadi tidak beraturan, berjejal satu dengan yang lain. 8 Perawatan pertama yang tercatat ditulis oleh Celcus pada tahun 25 SM. Ia mengatakan bahwa : Jika pada anak-anak gigi kedua bererupsi sebelum gigi pertamanya tanggal, maka gigi yang mungkin tertahan ini harus dicabut dan gigi 8

baru ini setiap hari harus didorong ke muka dengan jari sampai gigi ini menempati tempatnya yang betul. Perawatan secara mekanis terhadap maloklusi dicatat oleh Galus Plinus Secundus (Pliny) yang hidup pada tahun 23 79, dimana Pliny mengusulkan penambalan gigi yang elongasi supaya gigi ini dapat kembali ke tempat yang benar. 8 Sampai abad pertengahan, perkembangan ilmu kedokteran gigi ini berajalan sangat lambat. Mencetak gigi dalam kedokteran gigi pertama kali dikerjakan oleh Mathais Gottfried Purman pada tahun 1692 dengan menggunakan lilin, sedangkan penggunaan Plaster of Paris oleh Philip Pfaff baru dikerjakan satu abad kemudian, yaitu tahun 1756. Beberapa tahun kemudian terbit buku menegenai maloklusi yang dikarang oleh Kneisel dari Jerman dengan judul Der Stiefstand der Zahne. Kneisel menganjurkan removable appliance (alat lepasan) dan sendok cetak yang modern.prancis tercatat sebagai negara yang banyak berjasa dalam bidang ortodonsia. Piere Fauchard dan beberapa penulis Prancis lainnya sekitar tahun 1728 1846 menulis tentang gigi-gigi yang tidak beraturan. Istilah Orthodontia dikenal pertama kali oleh Joseph Fox tahun 1803 yang menguraikan tentang perawatan maloklusi dan metode yang diuraikannya ini baru dipakai hampir setengah abad kemudian. 8 9

2.1.4 Jenis Perawatan Ortodontik Berdasarkan piranti yang digunakan untuk merawat maloklusi secara garis besar dapat digolongkan pada piranti lepas (removable appliance), piranti fungsional (functional appliance), dan piranti cekat (fixed appliance). 2 a. Piranti Lepasan Piranti lepasan (removable appliance) adalah piranti yang dapat dipasang dan dilepas oleh pasien. Komponen utama piranti lepasan adalah (1) komponen aktif; (2) komponen pasif; (3) lempeng akrilik; (4) penjangkaran. Salah satu faktor keberhasilan perawatan dengan piranti lepasan adalah kepatuhan pasien untuk memakai piranti. b. Piranti Fungsional (Fungsional appliance) Piranti fungsional digunakan untuk mengoreksi maloklusi dengan memanfaatkan, menghalangi atau memodifikasi kekuatan yang dihasilkan oleh otot orofasial, erupsi gigi dan pertumbuhkembangan dentomaksilofasial. Ada juga yang mengatakan bahwa piranti fungsional dapat berupa piranti lepasan atau piranti cekat yang menggunakan kekuatan yang berasal dari kekuatan otot, fasial, dan atau jaringan yang lain untuk mengubah relasi skeletal dan gigi. c. Piranti Cekat (Fixed Appliance) Piranti cekat adalah piranti ortodontik yang melekat pada gigi pasien sehingga tidak bisa dilepas pleh pasien. Piranti ini mempunyai komponen 10

utama, yaitu lekatan (attachment)yang berupa breket (bracket) atau cincin (band), kawat busur (archwire) dan penunjang (accesories atau auxiliaries) misalnya rantai elastomerik dan modul. 2.2 Definisi Operator/Tenaga Kesehatan Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pada Bab 1 Pasal 1 Nomor 6, Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 9 Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), tenaga kesehatan merupakan pokok dari subsistem SDM kesehatan, yaitu tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan, pendidikan dan pelatihan, serta pendayagunaan kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya. Unsur utama dari subsistem ini adalah perencanaan, pendidikan dan pelatihan, dan pendayagunaan tenaga kesehatan. 10 Secara umum kebijakan tentang tenaga kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kualitas atau mutu, antara lain dapat pada Peraturan Pemerintah (PP) No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Dalam PP ini antara lain dinyatakan: 1) Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan; dan 2) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan. 10 11

Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Tahun 2004, khususnya dalam Sub Sistem Sumberdaya Manusia Kesehatan, antara lain dinyatakan bahwa: pembinaan dan pengawasan praktek profesi dilakukan melalui sertifikasi, registrasi, uji kompetensi, dan pemberian lisensi. Instuti atau lembaga yang melaksanakan kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Sertifikasi dilakukan oleh Institusi Pendidikan; 2) Registrasi dilakukan oleh komite registrasi tenaga kesehatan; 3) Uji kompetensi dilakukan oleh masing masing organisasi profesi; dan 4) Pemberian lisensi dilakukan oleh pemerintah. 10 2.3 Jenjang Profesionalisme Operator Ortodontik 2.3.1Dokter gigi spesialis Ortodontik Program pendidikan dokter gigi spesialis ortodonti bertujuan mencapai kemampuan keprofesian sebagai seorang dokter gigi spesialis ortodonti dengan kemampuan akademik yang mempunyai sifat atau ciri utama sebagai berikut 11 : a. Berkesinambungan (continue) Bahwa program pendidikan dokter gigi spesialis 1 (SP 1) merupakan bagian daripada pendidikan yang berkesinambungan dan berjenjang yang berawal dari pendidikan sarjana kedokteran gigi, pendidikan dokter gigi spesialis, dan dapat diteruskan ke pendidikan doktor. b. Akademik Profesional Bahwa pendidikan dokter gigi spesialis ortodonti merupakan perpaduan pendidikan akademik yang bercirikan pendalaman ilmu (akademik) melalui berbagai kegiatan akademik dan pendidikan 12

keprofesian yang bercirikan pencapaian kemampuan profesi (dokter gigi spesialis) melalui serangkaian pelatihan keprofesian. c. Belajar Aktif (Active Learning/Adult Learning) Pendidikan dokter gigi spesialis ortodonti memakai kaidah pendidikan tinggi (higher education) yang bersifat pendidikan aktif dan mandiri dengan motivasi, kreativitasi, dan integritas peserta yang tinggi. Proses pendidikan terutama ditekankan pada pendekatan student centred, problem solving, dan self directed learning, sehingga staf pengajar lebih berperan sebagai fasilisator. d. Berdasarkan Pencapaian Kemampuan (Competency Based/Mastery Learning) Bahwa pendidikan dokter gigi spesialis ortodonti bertujuan mencapai kemampuan (competency) dan kemahiran (mastery) yang didukung oleh dasar akademik yang kuat berdasarkan permasalahan yang ada di masyarakat (evident base). e. Pencapaian Kemampuan Individu (Individual Competency) Bahwa pencapaian kemampuan tersebut merupakan pencapaian kemampuan setiap individu peserta. Oleh karena itu setiap kegiatan baik pendalaman akademik maupun pelatihan keprofesian harus dialami oleh masing masing individu peserta melalui hand on training secara terus menerus dan nyata di bawah pengawasan supervisor. f. Sekuensi 13

Bahwa strategi proses pembelajaran, supervisi, dan evaluasi disusun secara sekunsial dan berjenjang melalui berbagai tahapan. g. Persyaratan (Pre Requisite) Untuk hal hal tertentu prasyarat harus dicapai lebih dahulu untuk mengikuti tahap berikutnya. h. Terpadu dan Terintegrasi (Integrated Comprehensif ) Bahwa proses pelatihan keprofesian sedapat mungkin dilaksanakan secara komprehensif (integrated teaching) dengan cara mengelompokkan berbagai sub-disiplin sub-unit. i. Sistem Matriks Bahwa sistem matriks dapat dipakai dalam menyusun jenis, distribusi, dan variasi kegiatan peserta dalam pelatihan keprofesian dan kegiatan kademik agar setiap peserta mendapatkan kegiatan yang sama. j. Jaringan Sumber Pembelajaran (Network of Learning Resources) Bahwa seyogyanya digunakan jaringan sumber pembelajaran secara luas agar proses pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien. Misalnya kerjasama dengan pusat pendidikan dokter gigi spesialis ortodonti lain. 2.3.2 Dokter gigi umum Pendidikan profesi dokter gigi merupakan pendidikan akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan pada penguasaan ilmu dan penerapan ilmu kepada masyarakat dalam bidang kedokteran gigi. 12 14

Profesi dokter gigi merupakan tugas mulia bagi kehidupan manusia dalam bidang kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut. Karenanya seorang dokter gigi dalam menjalankan tugasnya dituntut untuk bersikap profesional. Untuk mencapai kompetensi tersebut, dokter gigi yang merupakan profesi harus didasari oleh keilmuan yang kokoh. Dengan demikian seorang dokter gigi mempunyai kompetensi akademik profesionalisme yang diperoleh melalui pendidikan profesi yang didasari oleh pendidikan akademik, sehingga setelah selesai pendidikannya akan memiliki kemampuan melaksanakan praktik sesuai dengan keahliannya, bersikap profesional, dengan selalu membekali dirinya dengan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 12 Kompetensi dokter gigi indonesia ini adalah memberikan batas kemampuan yang harus dimiliki oleh dokter gigi yang melaksanakan pelayanan kedokteran gigi di Indonesia. Kemampuan minimal tersebut sudah dapat mengambarkan mutu dokter gigi indonesia di manapun ia melaksanakan praktik. Melalui gambaran mutu ini, masyarakat Indonesia diharapkan akan mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang prima dengan mutu yang hampir sama. 12 Jumlah kuantitas dokter gigi umum cenderung lebih besar di banding dokter gigi spesialis ortodontik, oleh karena itu peranan dokter gigi umum di bidang ortodontik mencakup melakukan tindakan pencegahan terjadinya maloklusi atau mencegah bertambah parahnya maloklusi. Tindakan preventif atau perawatan ortodontik dini dapat mengurangi resiko bertambah parahnya 15

suatu maloklusi. Banyak kasus maloklusi yang seharusnya dapat diatasi secara dini tetapi tidak diketahui pasien karena tidak adanya informasi yang benar. Tidak jarang dokter gigi menyarankan untuk menunda perawatan tanpa analisis yang tepat akibatnya maloklusi berkembang menjadi parah. Untuk mencegah hal tersebut maka dokter gigi perlu memahami tumbuh kembang kraniofasial, perkembangan oklusi, tindakan pencegahan dini, kemampuan diagnostik dan faktor faktor penyulit yang dapat menyertai suatu maloklusi sehingga dapat menentukan perawatan ortodontik yang tepat. 13 2.3.3 Perawat Gigi Perawat gigi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan perawat gigi sesuai dengan perundang undangan yang berlaku, selanjutnya perawat gigi yang menjalankan tugasnya diseluruh Indonesia harus mempunyai SPIG dan SIK sesuai dengan Peraturan Pemerintah. Perawat gigi dalam melaksanakan peran, tugas dan fungsinya dilakukan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan hak dan wewenang yang dimilikinya. 14 Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1035 Tahun 1998 tentang Perawat Gigi dinyatakan: (1) Perawat Gigi adalah setiap orang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Perawat Gigi yang telah diakui oleh Pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. (2) Perawat Gigi merupakan salah satu jenis tenaga kesehatan dalam kelompok keperawatan yang dalam menjalankan tuigas profesinya harus berdasarkan 16

Standar Profesi. (3) Perawat gigi dalam menjalankan tugas profesinya diarahkan untuk meningkatkan mutu dan kerja sama dengan profesi terkait. 14 Kewajiban Perawat Gigi terhadap masyarakat adalah memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut yang sebaik mungkin hendaknya tidak diartikan sebagai keharusan bagi Perawat Gigi untuk mempunyai peralatan alat alat peraga atau bahan bahan yang mahal. Dengan bahan bahan yang tersedia sederhana diharapkan Perawat Gigi dapat memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat Perawat Gigi wajib memperhatikan dan mendapat persetujuan apa yang akan dilakukan terhadap kliennya. Dengan demikian tidak mendapat kesan klien yang tidak tahu atau tanpa persetujuan apa yang telah dilakukan terhadap dirinya. Selain itu Perawat Gigi juga harus memperhatikan hak klien antara lain hak untuk bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan, menolak rencana tindakan yang akan dilakukan meskipun Perawat Gigi telah menjelaskan indikasi perawatan yang sesuai dengan keadaan penderitanya. Seorang Perawat Gigi Indonesia harus sadar bahwa pengetahuan, kemampuan, kewenangan dalam menangani suatu kasus terbatas. Oleh karenanya Perawat Gigi wajib merujuk penderita tersebut kepada tenaga yang lebih ahli dan dengan harapan penderita akan mendapatkan perawatan yang lebih baik. Dalam keadaan darurat seorang Perawat Gigi wajib memberikan pertolongan kepada siapapun yang membutuhkan dan apapun yang dideritanya. Pertolongan yang diberikan tentu dalam batas batas tindakan keterampilan, keahlian dan pengetahuan yang dimilikinya. Walaupun sangat terbatas, namun tetap harus mengerjakan segala sesuatu dalam upaya menyelamatkan seseorang. 17

Pertolongan harus diberikan apabila tidak ada orang lain yang mampu memberikan. 14 2.3.4 Tukang gigi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 339/Menkes/Per/V/1989 tentang Pekerjaan Tukang Gigi, tukang gigi adalah mereka yang melakukan pekerjaan di bidang penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan tidak mempunyai pendidikan berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran gigi serta telah mempunyai izin untuk melakukan pekerjaannya. 15 Tukang gigi berbeda dengan dokter gigi. Dokter gigi adalah dengan ruang lingkup di daerah mulut. Dokter gigi mempunyai ilmu yang cukup banyak tentang geligi dan rongga mulut bahkan hubungannya dengan organ diluar mulut. Tukang gigi berbeda pula dengan tehniker gigi. Tehniker gigi biasanya berprofesi membantu dokter gigi dalam pekerjaan laboratorium. Apa yang dibuat oleh dokter gigi dibuat dalam laboratoriium oleh tehniker gigi dengan pengawasan dan arahan dokter gigi. Dasar pengetahuan tehniker gigi didapat dari sekolah Akademi Tehnik/Laboratorium Kedokteran Gigi, bukan otodidak atau turun-temurun seperti halnya tukang gigi. 16 Berdasarkan Keputusan Dirjen Yanmed Depkes RI No. 234/Yanmed/KG/5/1991, wewenang tukang gigi antara lain : (1) Membuat gigi tiruan lepasan dari akrilik, sebagian atau penuh. (2) Memasang gigi tiruan lepasan, tidak menutupi sisa akar. (3) Merujuk ke sarana kesehatan yang terdekat. Larangan larangan yang tidak boleh dilakukan dalam pelaksanaan 18

praktek tukang gigi yaitu : (1) Melakukan penambalan gigi dengan bahan tambalan apapun. (2) Melakukan pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat/mahkota/tumpatan tuang dan sejenisnya. (3) Menggunakan obat obatanyang berhubungan dengan bahan tambalan gigi, baik sementara ataupun tetap. (4) Melakukan pencabutan gigi, baik dengan suntikan maupun tanpa suntikan. (5) Melakukan tindakan tindakan secara medik termasuk pemberian obat obatan. (6) Mewakilkan pekerjaannya kepada siapapun. 17 2.4 Kepuasan Pasien Kepuasan pasien merupakan salah satu hal sangat penting dalam mengevaluasi mutu layanan suatu perawatan terhadap keahlian operator. Saat ini masalah ketidakpuasan terjadi di negara berkembang maupun di negara maju. Ada berbagai macam pegertian yang diberikan oleh pakar tentang kepuasan. Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapannya. 18 Kepuasan dapat diartikan sebagai perbedaan antara harapan dan kinerja yang dirasakan.kepuasan pasien merupakan hal yang sangat subyektif, sulit diukur, dapat berubah ubah, serta terdapat banyak sekali faktor yang berpengaruh; sebanyak dimensi di dalam kehidupan manusia. Subyektivitas tersebut bisa berkurang dan bahkan bisa menjadi obyektifitas bila cukup banyak pendapat yang sama terhadap sesuatu hal. 18 Oleh karena itu, untuk mengkaji kepuasan pasien digunakan suatu instrumen penelitian yang cukup valid disertai dengan metode penelitian yang baik. Ada dua dimensi kepuasan pasien, yaitu dimensi pertama adalah kepuasan yang mengacu hanya 19

pada penerapan standar dan kode etik profesi yang meliputi hubungan dokter pasien, kenyamanan layanan, kebebasan menentukan pilihan, pengetahuan dan kompetensi teknis, efektivitas layanan dan keamanan tindakan. Dimensi kedua adalah kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan layanan kesehatan, yang meliputi ketersedian, kewajaran, keterjangkauan, efesiensi dan mutu layanan kesehatan. Keluhan masyarakat sering terjadi oleh karena layanan yang kurang memuaskan, tingginya biaya layanan kesehatan, sarana dan prasrana kesehatan masih sangat terbatas serta faktor faktor lain yang mempengaruhi kepuasan pasien. 18 Dalam perawatan ortodontik kepuasan pasien dapat dilihat dari hubungan profesionalisme operator dengan pasiennya seperti dalam hal memotivasi pasien. Operator dalam melakukan perawatan ortodontik perlu menjelaskan tujuan perawatan kepada pasien agar pasien termotivasi dan merasa puas terhadap perawatan yang akan dilakukan. Selain itu, seorang operator harus menggunakan kosakata yang dapat dipahami oleh pasien agar terjalin komunikasi yang efektif antara operator dan pasien. 19 2.4.1 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Beberapa faktor yang memotivasi pelanggan/pasien untuk berkunjung ke klinik atau ke tempat perawatan yaitu: pelayanan, operator, fasilitas, lingkungan, lokasi dan rujukan. Pelayanan meliputi pelayanan yang lengkap, pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Kepuasan pasien ditentukan oleh 4 faktor, yaitu: kemudahan (terjangakau, tersedia, waktu selalu buka), hubungan pasien dokter (mendengarkan keluhan keluhan, ramah, aman, informasi yang jelas), pelayanan (kecepatan pelayanan, tanggapan 20

keluhan, pelayanan yang berlanjut), fasilitas (bersih, nyaman), dan biaya perawatan. Fasilitas meliputi reputasi klinik atau tempat perawatan, kecanggihan peralatan, kemudahan parkir, dan kenyamanan ruangan. Lingkungan meliputi kebersihan lingkungan, keindahan lingkungan, ketenangan lingkungan, yang dapat membuat pasien nyaman berada di klinik atau tempat perawatan. 20 Penelitian penelitian sebelumnya tentang kepuasan pasien telah banyak menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor penentu kepuasan pasien, antara lain yaitu tangibles (aspek terlihat secara fisik, misalnya peralatan dan personel), reliability (kemampuan untuk memiliki perfoma yang bisa diandalkan dan akurat), responsiveness (kemauan untuk merespon keinginan atau kebutuhan akan bantuan dari pelanggan, serta pelayanan yang cepat), assurance (kemauan para personel untuk menimbulkan rasa percaya dan aman kepada pelanggan), empathy (kemauan personel untuk peduli dan memperhatikan setiap pelanggan). Selain itu juga terdapat beberapa variabel nonmedik yang juga dapat mempengaruhi kepuasan pasien, diantaranya yaitu: tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan kepribadian dan lingkungan hidup, juga mempengaruhi oleh karakteristik pasien, yaitu: umur, pendidikan, pekerjaan, etnis, sosial ekonomi, dan diagnosis penyakit. 21 21

BAB III KERANGKA KONSEP OPERATOR DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTIK DOKTER GIGI UMUM PERAWAT GIGI TUKANG GIGI PERAWATAN ORTODONTIK REMOVABLE APPLIANCE FIXED APPLIANCE KEPUASAN PASIEN Keterangan : Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti 22

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik, karena dalam pelaksanaannya meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data dari objek penelitian. 4.2 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross- sectional study. Rancangan ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data hanya satu kali dan satu waktu tanpa ada tindak lanjut. 4.3 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Klnik dokter gigi spesialis ortodontik, klinik dokter gigi umum, perawat gigi dan tukang gigi di Kota Madya Makassar 4.4 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Maret-Juni 2013 4.5 Populasi Dan Sampel Populasi adalah pasien ortodontik yang datang ke klinik donter gigi spesialis ortodontik, klinik dokter gigi umum, perawat gigi dan tukang gigi yang bertempat 23

di Kota Madya Makassar. Populasi dari penelitian ini berjumlah 120 orang yang terdiri dari 30 orang pasien ortodontik dari masing masing operator (dokter gigi spesialis ortodontik, dokter gigi umum, perawat gigi dan tukang gigi) di Kota Madya Makassar. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling untuk memilih secara acak klinik dokter gigi spesialis ortodontik, klinik dokter gig umum, praktik perawat gigi dan praktik tukang gigi di Kota Madya Makassar. Dimana peneliti dalam memilih sampel dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua anggota populasi untuk ditetapkan sebagai anggota sampel. Setelah lokasi penelitian terpilih secara acak, selanjutnya responden dari setiap operator dipilih menggunakan teknik accidential sampling. Teknik ini yaitu dengan mengambil responden sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data dengan criteria eksklusi dan inklusi. Adapun kriteria sampel dari penelitian ini yaitu : a. Kriteria inklusi : Pasien yang melakukan perawatan fixed ortodontik (piranti cekat), berusia 18 tahun ke atas dan bersedia mengisi kuesioner. b. Kriteria eksklusi : Pasien ortodontik yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap. 24

4.6 Variabel Penelitian 4.6.1 Menurut Fungsinya : a. Variabel bebas : Pemilihan operator b. Variabel akibat : Persepsi kepuasan pasien c. Variabel antara : Keahlian operator d. Variabel random : Jenis kelamin e. Variabel terkendali : Pasien ortodontik, profesionalisme 4.6.2 Menurut skala pengukuram : a. Variabel sebab / independen : ordinal b. Varibel akibat / dependen : ordinal 4.7 Definisi Operasional Variabel a. Persepsi kepuasan pasien adalah dimana operator mampu melakukan perawatan dan pelayanan dengan baik, dan apa yang diharapkan oleh pasien tercapai. b. Pasien ortodontik adalah mereka yang sedang menjalani perawatan ortodontik atau yang sedang memakai alat ortodontik. c. Operator adalah orang yang melakukan tindakan dan memberikan jasa perawatan ortodontik dalam hal ini dokter gigi spesialis ortodontik, dokter gigi umum,perawatgigi, tukang gigi. 25

- Dokter gigi spesialis ortodontik adalah mereka yang telah menempuh pendidikan profesi dokter gigi spesialis dalam bidang ortodontik dan mendapatkan gelar Spesialis Ortodontik. - Dokter gigi umum adalah mereka yang telah menempuh pendidikan Strata Satu (S1) dan menyelesaikan pendidikan profesi dokter gigi. - Perawat gigi adalah setiap orang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Perawat Gigi yang telah diakui oleh Pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. - Tukang gigi adalah mereka yang melakukan perawatan gigi tetapi tidak mempunyai ilmu pengetahuan tentang kesehatan gigi. Dan ilmu yang mereka punya hanya didapatkan secara turun temurun atau otodidak. 4.8 Data a. Jenis data : Data primer b. Pengolahan data : Dilakukan dengan menggunakan SPSS c. Penyajian data : Dalam bentuk tabel d. Analisis data : Uji chi-square 4.9 Alat Pengumpulan Data Peneliti menggunakan lembar kuesioner dalam mengumpulkan data. Kuesioner yang diberikan berisi daftar pertanyaan. Kuesioner disusun secara terstruktur sehingga responden dapat memberikan jawaban sesuai petunjuk yang ada. 26

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Lichert. Skala Lichert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Jawaban sikap item instrument yang digunakan dalam skala Lichert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai negative, yang dapat berupa kata-kata antara lain : a. Sangat setuju b. Setuju c. Tidak setuju 4.10 Kriteria Penilaian Kuesioner terdiri dari dua bagian, yaitu : a. Bagian pertama terkait dengan identitas responden, meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendidikan terkahir orangtua, dan pekerjaan orangtua. b. Bagian kedua terkait dengan persepsi kepuasan pasien ortodontik terhadap keahlian operator berdasarkan jenjang profesionalisme. Masingmasing item pertanyaan dalam kuesioner diberi skor yaitu : 3 = untuk pilihan jawaban sangat setuju 2 = untuk pilihan jawaban setuju 1 = untuk pilihan jawaban tidak setuju 4.11 Prosedur Penelitian a. Menentukan lokasi dan waktu penelitian. b. Menyiapkan daftar isian kuesioner. 27

c. Pengambilan data yang diperlukan untuk mengetahui pengaruh persepsi kepuasan pasien ortodontik terhadap keahlian operator berdasarkan jenjang profesionalisme. d. Mengelolah data yang dikumpulkan dengan menggunakan program komputer SPSS e. Analisis data dengan menggunakan uji Chi-Square 28

BAB V HASIL PENELITIAN Berdasarkan Penelitian yang dilakukan yaitu Persepsi Kepuasan Pasien Ortodontik Berdasarkan Keahlian Operator Menurut Jenjang Profesionalisme yang dilakukan di klinik dokter gigi spesialis ortodontik (Eka Erwansyah Orthodontic s Center jalan Sungai Saddang Baru dan Klinik Ortodontik drg. Baharuddin MR, sp. Orto jalan Urip Sumoharjo), klinik dokter gigi umum (drg. Ita Isdiana Anwar jalan Batu Putih, drg Rahmat jalan Pelita Raya, Dental Health Care s Clinic, BTP), praktik perawat gigi (Balai Pengobatan Gigi Alif jalan Pongtiku, Balai Pengobatan Gigi Nirwana jalan Mallengkeri, Balai pengobatan Gigi jalan Perintis Kemerdekaan) dan praktik tukang gigi (Tukang Gigi Yustia jalan Urip Sumoharjo, Tukang Gigi Kecantikan jalan A.Pettarani, Tukamg Gigi Daya jalan Perintis Kemerdekaan) selama tiga bulan yaitu pada bulan Maret-Juni 2013, maka diperoleh sampel sebanyak 120 responden yang berasal dari 30 orang pasient ortodontik dari masing masing operator (dokter gigi spesialis ortodontik, dokter gigi umum, perawat gigi dan tukang gigi). Data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi dan diinput kemudian dianalisis dengan program SPSS. Hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan. 29

Tabel 5.1. Karakteristik sampel penelitian/pasien yang menggunakan fixed orthodontic (ortodontik cekat) di Kota Makassar berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan Karakteristik n % Jenis Kelamin : Laki laki Perempuan Umur : 15 24 tahun 25 34 tahun 35 44 tahun 44 tahun Pendidikan : SMP SMA D3/Sarjana Pekerjaan : PNS Peg. Swasta Wiraswasta Pelajar/Mahasiswa IRT 28 92 93 20 6 1 20 64 36 13 20 15 71 1 23,3 76,7 77,5 16,7 5.0 0,8 16,7 53,3 30,0 10,8 16,7 12,5 59,2 0,8 Berdasarkan tabel diatas dari 120 pasien ortodontik lebih banyak digunakan oleh perempuan yaitu sebanyak 92 orang (76,7%) dibandingkan laki laki hanya 28 orang (23,3%) dengan rentang usia 15 24 tahun sebanyak 93 orang (77,5%), 25 34 tahun sebanyak 20 orang (16,7), 35 44 tahun sebanyak 6 orang (0,8%), 44 tahun hanya 1 orang (0,8) dan berdasarkan pendidikan terakhir pasien yaitu SMA sebanyak 64 orang (53,3%), SMP sebanyak 20 orang (16,7), perguruan tinggi sebanyak 36 orang (30,0%). Berdasarkan pekerjaan dari 120 pasien, sebanyak 13 orang (10,8) berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), 20 orang (16,7%) berprofesi sebagai Pegawai 30

Swasta, 15 orang (12,5%) berprofesi sebagai Wiraswasta, 71 orang (59,2%) berprofesi sebagai Pelajar/Mahasiswa, dan 1 orang (0,8%) sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT). Tabel 5.2 Rata - rata skor responden laki laki dan perempuan terhadap enam kategori kepuasan pasien pada perawatan fixed orthodontic (ortodontik cekat) di Kota Makassar Persepsi Laki-Laki Perempuan Rerata SD Rerata SD Hubungan operator-pasien 21,89 5,072 21,71 4,226 Aspek situasi 24,04 4,409 24,08 3,789 Perubahan wajah 19,00 5,128 18,39 4,418 Perubahan psikisosial 17,86 3,894 18,08 3,490 Fungsi gigi 7,71 2,291 6,59 1,774 Aspek lain - lain 9,21 1,792 9,23 1,453 Total skor kepuasan 99,71 20,587 98,07 16,846 Tabel 5.2 memperlihatkan adanya perbedaan persepsi kepuasan pasien laki laki dan perempuan terhadap enam kategori. Laki laki memiliki persepsi kepuasan lebih tinggi dibandingkan perempuan yaitu rata rata skor kepuasan laki laki 99,71±20,587, sedangkan perempuan 98,07±16,846. Akan tetapi nilai ini tidak berbeda jauh antara laki laki dan perempuan. Dari enam kategori aspek situasi memiliki nilai tertinggi baik pada laki laki maupun perempuan, sedangkan kategori fungsi gigi memiliki skor terendah untuk kedua jenis kelamin ini. 31

Tabel 5.3. rata rata skor responden berdasarkan operator terhadap enam kategori kepuasan pasien pada perawatan fixed orthodontic (ortodontik cekat) di Kota Makassar Persepsi Tukang gigi Perawat gigi Dokter gigi Orthodonstist Rerata SD Rerata SD Rerata SD Rerata SD Hubungan operator -pasien 18,40 3,85 20,57 2,59 22,23 4,45 25,80 2,89 Aspek situasi 21,37 3,87 22,90 3,32 25,13 3,53 26,87 2,53 Perubahan wajah 15,47 3,73 17,93 3,39 18,57 5,29 22,17 2,96 Perubahan psikososial 15,97 3,38 17,33 2,55 18,47 4,22 20,33 2,47 Fungsi gigi 5,53 1,38 7,27 1,34 6,50 2,01 8,10 2,06 Aspek lain - lain 8,57 1,59 8,87 1,38 9,47 1,78 10,00 0,87 Total skor kepuasan 85,30 16,06 94,87 11,57 100,37 19,15 113,27 10,27 Tabel 5.3 memperlihatkan adanya perbedaan total jumlah persepsi kepuasan berdasarkan operator. Persepsi kepuasan pasien paling tinggi berada pada dokter gigi spesialis ortodontik yaitu 113,27±10,27 sementara untuk dokter gigi menempati urutan kedua dari persepsi kepuasan pasien yaitu sebesar 1003,37±19,15 selanjutnya diikuti perawat gigi (94,87±11,57) dan tukang gigi diurutan terakhir (85,30±16,06). Tabel 5.4 menunjukkan jumlah responden yang merasa puas paling banyak adalah dokter gigi spesialis ortodontik (ortodontist) yaitu sebanyak 27 (90.00%) responden dan profesi ini memiliki jumlah responden paling sedikit yang merasa tidak puas yaitu sebanyak 3 (10.00%) responden. Profesi tukang gigi memiliki jumlah 32

responden yang merasa puas sebanyak 5 (16.70%) responden dan merasa tidak puas sebanyak 25 (83.30%) responden. Profesi perawat gigi memiliki jumlah responden yang merasa puas yaitu sebanyak 9 (30.00%) responden dan yang merasa tidak puas yaitu sebanyak 21 (70.00%) responden. Profesi dokter gigi memiliki jumlah responden yang merasa puas sebanyak 18 (60.00%) responden dan yang merasa tidak puas yaitu sebanyak 12 (40.00%) responden. Tabel 5.4. total persepsi kepuasan pasien berdasarkan jenjang profesionalisme operator di kota Makassar Operator Persepsi Total Puas tidakpuas Tukang gigi n 5 25 30 % 16.70% 83.30% 100.00% Perawat gigi n 9 21 30 % 30.00% 70.00% 100.00% Dokter gigi n 18 12 30 % 60.00% 40.00% 100.00% Ortodontist n 27 3 30 % 90.00% 10.00% 100.00% Total n 59 61 120 % 49.20% 50.80% 100.00% Tabel 5.5 profesi tukang gigi sebanyak 9 responden menilai hubungan operator pasien cukup baik, 3 (33.3%) diantaranya merasa puas dan 6 (66.7%) tidak merasa puas. Responden yang menilai hubungan operator pasien kurang baik sebanyak 21 responden, 2 (9.5%) merasa puas dan 19 (90.5%) responden merasa tidak puas. Profesi ini menunjukan nilai p=0.143 (p>0.05) hal ini tidak menunjukan nilai yang signifikan pada uji korelasi. Pada perawat gigi sebanyak 7 responden menilai hubungan operator 33

pasien cukup baik, 6 (85.7%) diantaranya merasa puas sedangkan 1 (14.3%) responden lainnya merasa tidak puas. Tabel 5.5. total persepsi kepuasan pasien ortodontik menurut kategori kepuasan hubungan operator - pasien berdasarkan jenjang profesionalisme operator di kota Makassar Operator Hubungan Kepuasan Total P operator Puas Tidakpuas pasien n % n % n % Tukang Gigi Cukup 3 33.3 6 66.7 9 100.0 0.143 Kurang 2 9.5 19 90.5 21 100.0 Perawat Gigi Cukup 6 85.7 1 14.3 7 100.0 0.001 Kurang 3 13.0 20 87.0 23 100.0 Dokter Gigi Cukup 13 100.0 0 0.0 13 100.0 0.000 Kurang 5 29.4 12 70.6 17 100.0 Ortodontist Cukup 26 96.3 1 3.7 27 100.0 0.020 Kurang 1 33.3 2 66.7 3 100.0 Total 59 49.2 61 50.8 120 100.0 Responden yang menilai hubungan operator pasien kurang baik sebanyak 23 responden, 3 (13.0%) merasa puas dan 20 (87.0%) merasa tidak puas. Pada hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang signifikan yaitu 0.001 artinya terdapat hubungan antara profesi perawat gigi terhadap persepsi kepuasan pada kategori hubungan operator pasien. 13 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi dalam hal hubungan 34

operator pasien. Semua responden ini menyatakan puas dan tidak ada responden yang merasa tidak puas. Sebanyak 17 responden menilai profesi dokter gigi dalam hal hubungan operator pasien kurang baik. 5 (29.4%) diantaranya merasa puas dan 12 (70.6%) merasa tidak puas. Hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang signifikan yaitu 0.000 yang berarti ada hubungan antara profesi dokter gigi terhadap persepsi kepuasan pada kategori hubungan operator pasien. Sebanyak 27 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi spesialis ortodontik (ortodontist) dalam hubungan operator pasien. Jumlah ini adalah jumlah terbanyak dibandingkan operator lainnya dan responden terbanyak yang merasa puas yaitu sebanyak 26 (96.3%) sedangkan yang tidak merasa puas hanya 1 (3.7%) responden. Responden yang menilai kurang baik yaitu sebanyak 3 responden, 1 (33.3%) diantaranya merasa puas dan 2 (66.7%) lainnya merasa tidak puas. Uji korelasi pada profesi ini menunjukan nilai yang signifikan (p=0.020). Tabel 5.6 profesi tukang gigi sebanyak 3 responden menilai aspek situasi cukup baik dan seluruh responden merasa puas. Responden yang menilai aspek situasi kurang baik sebanyak 27 responden, 2 (7.4%) merasa puas dan 25 (92.6%) responden merasa tidak puas. Pada perawat gigi sebanyak 5 responden menilai aspek situasi cukup baik dan seluruh responden merasa puas. Responden yang menilai aspek situasi kurang baik sebanyak 25 responden, 4 (16.0%) merasa puas dan 21 (84.0%) merasa tidak puas. 17 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi dalam hal aspek situasi, 15 (88.2%) diantaranya merasa puas dan 2 (11.8%) responden merasa tidak puas. Sebanyak 13 responden menilai profesi dokter gigi dalam hal aspek situasi kurang baik. 3 (23.1%) diantaranya merasa puas dan 10 (76.9%) merasa tidak puas. Sebanyak 26 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi spesialis ortodontik (ortodontist) dalam hal aspek 35

situasi. Jumlah ini adalah jumlah terbanyak dibandingkan operator lainnya dan seluruh responden merasa puas. Responden yang menilai kurang baik yaitu sebanyak 4 responden, 1 (25.0%) diantaranya merasa puas dan 3 (75.0%) lainnya merasa tidak puas. Hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang signifikan pada seluruh profesi terhadap persepsi kepuasan pada kategori aspek situasi. Tabel 5.6. total persepsi kepuasan pasien ortodontik menurut kategori kepuasan aspek situasi berdasarkan jenjang profesionalisme operator di kota Makassar Operator Aspek Kepuasan Total P Situasi Puas Tidakpuas n % n % n % Tukang Gigi Perawat Gigi Cukup 3 100.0 0 0.0 3 100.0 0.002 Kurang 2 7.4 25 92.6 27 100.0 Cukup 5 100.0 0 0.0 5 100.0 0.001 Kurang 4 16.0 21 84.0 25 100.0 Dokter Gigi Cukup 15 88.2 2 11.8 17 100.0 0.001 Kurang 3 23.1 10 76.9 13 100.0 Ortodontist Cukup 26 100.0 0 0.0 26 100.0 0.001 Kurang 1 25.0 3 75.0 4 100.0 Total 59 49.2 61 50.8 120 100.0 Tabel 5.7 profesi tukang gigi sebanyak 6 responden menilai perubahan wajah cukup baik, 3 (50.0%) diantaranya merasa puas dan 3 (50.0%) merasa tidak puas. Responden yang menilai perubahan wajah kurang baik sebanyak 24 responden, 2 36

(8.3%) merasa puas dan 22 (91.7%) responden merasa tidak puas. Pada perawat gigi sebanyak 11 responden menilai perubahan wajah cukup baik, 7 (63.6%) diantaranya merasa puas dan 4 (36.4%) responden merasa tidak puas. Tabel 5.7. total persepsi kepuasan pasien ortodontik menurut kategori kepuasan perubahan wajah berdasarkan jenjang profesionalisme operator di kota Makassa Operator Perubahan Kepuasan Total P wajah Puas Tidakpuas n % n % n % Tukang Gigi Perawat Gigi Cukup 3 50.0 3 50.0 6 100.0 0.041 Kurang 2 8.3 22 91.7 24 100.0 Cukup 7 63.6 4 36.4 11 100.0 0.004 Kurang 2 10.5 17 89.5 19 100.0 Dokter Gigi Cukup 15 100.0 0 0.0 15 100.0 0.000 Kurang 3 20.0 12 80.0 15 100.0 Ortodontist Cukup 25 96.2 1 3.8 26 100.0 0.039 Kurang 2 50.0 2 50.0 4 100.0 Total 59 49.2 61 50.8 120 100.0 Responden yang menilai perubahan wajah kurang baik sebanyak 19 responden, 2 (10.5%) merasa puas dan 17 (89.5%) merasa tidak puas. 15 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi dalam hal perubahan wajah dan seluruh responden merasa puas. Sebanyak 15 responden menilai profesi dokter gigi dalam hal perubahan wajah kurang baik. 3 (20.0%) diantaranya merasa puas dan 12 (80.0%) merasa tidak puas. Sebanyak 37

26 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi spesialis ortodontik (ortodontist) dalam hal perubahan wajah. Jumlah ini adalah jumlah terbanyak dibandingkan operator lainnya dan responden yang merasa puas yaitu sebanyak 25 (96.2%), yang tidak merasa puas yaitu hanya 1 (3.8%) responden. Responden yang menilai kurang baik yaitu sebanyak 4 responden, 2 (50.0%) diantaranya merasa puas dan 2 (50.0%) lainnya merasa tidak puas. Hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang signifikan pada seluruh profesi terhadap persepsi kepuasan pada kategori perubahan wajah. Tabel 5.8. total persepsi kepuasan pasien ortodontik menurut kategori kepuasan perubahan psikososial berdasarkan jenjang profesionalisme operator di kota Makassar Operator Perubahan Kepuasan Total P psikososial Puas Tidakpuas n % n % n % Tukang Gigi Cukup 1 100.0 0 0.0 1 100.0 0.167 Kurang 4 13.8 25 86.2 29 100.0 Perawat Gigi Cukup 7 63.6 4 36.4 11 100.0 0.004 Kurang 2 10.5 17 89.5 19 100.0 Dokter Gigi Cukup 14 93.3 1 6.7 15 100.0 0.001 Kurang 4 26.7 11 73.3 15 100.0 Ortodontist Cukup 21 95.5 1 4.5 22 100.0 0.166 Kurang 6 75.0 2 25.0 8 100.0 Total 59 49.2 61 50.8 120 100.0 38

Tabel 5.8 profesi tukang gigi sebanyak 1 responden menilai perubahan psikososial cukup baik dan seluruhnya merasa puas. Responden yang menilai perubahan psikososial kurang baik sebanyak 29 responden, 4 (13.8%) merasa puas dan 25 (86.2%) responden merasa tidak puas. Profesi ini menunjukan nilai p=0.167 (p>0.05) hal ini tidak menunjukan nilai yang signifikan pada uji korelasi. Pada perawat gigi sebanyak 11 responden menilai perubahan psikososial cukup baik, 7 (63.6%) diantaranya merasa puas sedangkan 4 (36.4%) responden lainnya merasa tidak puas. Responden yang menilai perubahan psikososial kurang baik sebanyak 19 responden, 2 (10.0%) merasa puas dan 17 (89.5%) merasa tidak puas. Pada hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang signifikan yaitu 0.004 artinya terdapat hubungan antara profesi perawat gigi terhadap persepsi kepuasan pada kategori perubahan psikososial. 15 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi dalam hal perubahan psikososial, 14 (93.3%) diantaranya merasa puas dan 1 (4.5%) responden merasa tidak puas. Sebanyak 15 responden menilai profesi dokter gigi dalam hal perubahan psikososial kurang baik. 4 (26.7%) diantaranya merasa puas dan 11 (73.3%) merasa tidak puas. Hasil uji korelasi menunjukan nilai p yang signifikan yaitu 0.001 yang berarti ada hubungan antara profesi dokter gigi terhadap persepsi kepuasan pada kategori perubahan psikososial. Sebanyak 22 responden menilai cukup baik profesi dokter gigi spesialis ortodontik (ortodontist) dalam hal perubahan psikososial. Jumlah ini adalah jumlah terbanyak dibandingkan operator lainnya dan responden terbanyak yang merasa puas yaitu sebanyak 21 (95.5%) sedangkan yang tidak merasa puas hanya 1 (4.5%) responden. Responden yang menilai kurang baik yaitu sebanyak 8 responden, 6 (75.0%) diantaranya merasa puas dan 2 39