BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai

2014 PENERAPAN PENDEKATAN COLLABORATIVE PROBLEM SOLVING DALAMPEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANKONEKSI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting bagi pembangunan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran matematika di perguruan tinggi membutuhkan

Peningkatan Kemandirian Belajar Mahasiswa Melalui Penggunaan Pendekatan Modifikasi APOS

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sukar bagi sebagian besar siswa yang mempelajari matematika. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

Jurnal Pendidikan Matematika Raflesia Vol. 1 No. 2 Desember 2016

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eka Kartikawati,2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal

Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa dengan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama 1)

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Kondisi Empiris Perkuliahan Strategi Pembelajaran Selama ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan

Desi Wahyuningtyas 16, Didik Sugeng Pambudi 17, Dinawati Trapsilasiwi 18

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rena Ernawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

P - 63 KEMANDIRIAN BELAJAR DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBING-PROMPTING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN SCAFFOLDING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP PERTIWI 2 PADANG

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini pesatnya kemajuan teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Pembelajaran matematika baik dengan pendekatan open-ended maupun

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, sehingga diperlukan suatu pendidikan yang berkualitas. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematik. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan mampu mengkomunikasikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dituntut memiliki daya nalar kreatif dan keterampilan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak pakar matematika, baik pendidik maupun peneliti yang. (1997) yang menyatakan bahwa much discucion and concern have been

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK PESERTA DIDIK KELAS VIII MTs NEGERI CILENDEK

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Matematika dapat membekali siswa untuk memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN APOS DAN MODIFIKASI APOS (M-APOS) PADA MATA KULIAH STRUKTUR ALJABAR

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

Kemampuan berpikir kreatif mendapatkan perhatian yang cukup besar dalam bidang pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang pula. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang

Oleh : Elly Arliani dan Djamilah Bondan Widjajanti Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang

BAB I PENDAHULUAN. diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan. diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 6 No. 1 Juni 2005 INOVASI PEMBELAJARAN STRUKTUR ALJABAR I DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ISETL BERDASARKAN TEORI APOS

PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika untuk siswa

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Elah Nurlaelah Jurusan Pendidikan Matematika, FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut; 1. Yang berkaitan dengan daya matematik adalah sebagai berikut; a. i. Mahasiswa calon guru yang belajar dengan model pembelajaran APOS dan M-APOS secara umum mencapai daya matematik lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran Ekspositori. Kedua model ini mencapai kualitas sedang. Sedangkan kualitas daya matematika mahasiswa calon guru dari model pembelajaran ekspositori berada pada kategori rendah. ii. Jika ditinjau berdasarkan kemampuan awal, mahasiswa calon guru dengan kemampuan awal atas lebih baik dibandingkan dengan kemampuan awal sedang dan rendah, dengan demikian kemampuan awal mahasiswa menjadi prediktor untuk pencapaian daya matematik. iii. Mahasiswa kemampuan awal atas dan sedang dari model APOS dan M- APOS mencapai daya matematik lebih baik dari model ekspositori dengan kualitas cukup. Mahasiswa kemampuan awal rendah dari model APOS dan M-APOS mencapai daya matematik lebih baik dari model ekspositori dengan kualitas sedang. Dan capaian daya matematik mahasiswa level kemampuan awal sedang dan rendah dari kelas M- APOS lebih tinggi dari capaian mahasiswa level kemampuan awal tinggi

178 dari kelas Ekspositori. Hasil ini menunjukkan bahwa model pembelajaran M-APOS lebih besar peranannya dalam mendorong pencapaian daya matematik dibandingkan dengan kemampuan awal mahasiswa. iv. Capaian komponen daya matematik yang kurang maksimal untuk mahasiswa level kemampuan tinggi adalah komponen penalaran, untuk mahasiswa level kemampuan sedang komponen pemecahan masalah, dan untuk mahasiswa level kemampuan rendah komponen pemecahan masalah dan penalaran. b. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal mahasiswa terhadap pencapaian daya matematik mahasiswa calon guru. 2. Yang berkaitan dengan kreativitas matematik sebagai berikut; a. i. Jika ditinjau berdasarkan model pembelajaran capaian kreativitas matematik mahasiswa calon guru dengan model pembelajaran M-APOS secara umum lebih baik jika dibandingkan dengan model pembelajaran APOS dan Eskpositori. Kualitas daya matematik yang dicapai oleh mahasiswa dari model pembelajaran M-APOS berada pada kategori cukup. Sedangkan capaian kreativitas mahasiswa dari model APOS dan model Ekspositori berada pada kategori sedang. ii. Jika ditinjau berdasarkan kemampuan awal mahasiswa, capaian kreativitas mahasiswa calon guru level kemampuan awal atas lebih baik dibandingkan dengan level kemampuan sedang dan rendah. iii. Capaian kreativitas matematik mahasiswa dengan kemampuan awal sedang dan rendah dari kelas M-APOS mendapat nilai rata-rata-rata

179 lebih tinggi dari rata-rata mahasiswa dengan kemampuan awal atas dari kelas Ekspositori. Hal ini berarti model pembelajaran M-APOS lebih besar peranannya dalam mendorong pencapaian kreativitas matematik mahasiswa calon guru dibandingkan dengan model pembelajaran lain dan kemampuan awal mahasiswa. iv. Komponen kreativitas yang belum dicapai secara maksimal oleh mahasiswa dari semua level kemampuan awal adalah komponen keluwesan. b. Jika ditinjau berdasarkan model pembelajaran dan kemampuan awal mahasiswa, tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal mahasiswa terhadap pencapaian kemampuan kreativitas matematik mahasiswa calon guru. 3. Terdapat asosiasi yang lemah antara daya dan kreativitas matematik dimana mahasiswa yang memiliki daya matematik yang rendah maka kreativitasnya rendah, mahasiswa yang memiliki daya matematik yang sedang kreativitasnya sedang dan mahasiswa yang memiliki daya matematik yang tinggi maka kreativitasnya tinggi, 4. Aktivitas mahasiswa yang belajar dengan model pembelajaran M-APOS dan APOS lebih aktif dibandingkan dengan model pembelajaran Ekspositori. B. Implikasi Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran yang dapat mendorong tumbuh dan meningkatnya daya dan kreativitas mahasiswa. Model pembelajaran yang diterapkan adalah model APOS, M- APOS dan Eskpositori. Model pembelajaran M-APOS adalah model

180 pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori APOS. Terdapat modifikasi pelaksanaan aktivitas yang dilakukan pada model M-APOS. Modifikasi dilakukan pada fase aktivitas, modifikasi yang dilakukan adalah pemberian tugas mengeksplorasi materi sebelum perkuliahan dilaksanakan. Aktivitas ini adalah pengganti aktivitas komputer pada model pembelajaran berdasarkan teori APOS. Proses belajar mengajar yang dilaksanakan pada model pembelajaran APOS dan M-APOS dilakukan melalui tiga fase, yaitu fase aktivitas (di laboratorium dan pemberian tugas), fase diskusi kelas, dan fase latihan soal. Setiap fase tersebut mencerminkan aktivitas mahasiswa dalam belajar. Pada fase aktivitas kegiatan mahasiswa dilaksanakan secara individu atau secara berkelompok. Sedangkan pada fase diskusi kelas kegiatan dilaksanakan secara berkelompok. Bahan ajar yang digunakan pada setiap kelas dibedakan berdasarkan model pembelajaran dan fase. Pada fase aktivitas bahan ajar yang digunakan pada model pembelajaran APOS adalah LKK sedangkan pada model M-APOS adalah LKT. Pada fase diskusi kelas bahan ajar yang digunakan sama yaitu LKD. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, secara umum model pembelajaran M-APOS mencapai daya dan kreativitas matematik mahasiswa calon guru lebih baik dibandingkan dengan model APOS dan ekspositori. Model pembelajaran M-APOS merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh peneliti untuk mengatasi kendala yang muncul pada fase aktivitas di laboratorium komputer pada model pembelajaran APOS.

181 Berdasarkan pengembang model APOS (Dubinsky, dkk) kegiatan yang dilakukan pada fase aktivitas dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian tugas mengekplorasi materi melalui pemberian tugas ternyata juga mampu mendorong mahasiswa belajar lebih baik dari model APOS. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Suryadi (2005). Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa pendekatan pembelajaran tidak langsung telah berhasil menunjukkan sebagai alternatif model aktivitas belajar pengganti aktivitas komputer pada teori APOS. Dengan demikian maka aktivitas pemberian tugas merupakan model aktivitas belajar lain yang mampu membantu membentuk obyek-obyek mental baru yang mengarah terbentuknya skema. Skema tersebut selanjutnya merupakan dasar terbentuknya daya dan kreativitas matematik mahasiswa. Untuk mendorong daya dan kreativitas, atau kompetensi matematik yang lain yang disajikan melalui aktivitas pemberian tugas. Maka jenis tugas yang diberikan hendaknya tugas yang bertujuan untuk memicu mahasiswa mempelajari konsep, mendorong mahasiswa menjadi pemecah masalah, mampu menyajikan suatu konsep matematik dalam bentuk atau model yang lain, mampu mengembangkan kemampuan komunikasi, dan mendorong mahasiswa menjadi kreatif dalam bermatematika. Disamping itu hendaknya tugas yang diberikan memperhatikan hal-hal sebagaimana yang disampaikan Sumarmo (2007) bahwa pemilihan tugas harus memperhatikan topik matematika yang relevan, pemahaman, minat, pengalaman mahasiswa, dan cara mahasiswa belajar matematika. Mahasiswa didorong supaya belajar secara bermakna, tidak

182 sekadar menghafal atau mengikuti pengerjaan, meningkatkan pemahaman dan penerapan matematika secara mendalam, menghubungkan konsep yang sudah dan akan dipelajari, dan membantu mahasiswa menemukan hubungan antar konsep. Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, peneliti mengajukan suatu model pengembangan kemampuan untuk mendorong mahasiswa mencapai hasil belajar khususnya daya dan kreativitas matematik yang maksimal. Yaitu pemberian dorongan dan penyedian fasilitas untuk beraktivitas yang dilaksanakan pada pra perkuliahan. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk mengkaji, mengeksplorasi, menyusun argumen, berhipotesis dan mengkonstruksi pengetahuannya secara mandiri. Aktivitas pra perkuliahan disebut sebagai aktivitas mandiri (Self Activities). Aktivitas mandiri ini menjadi sangat penting diberikan untuk mendorong mahasiswa supaya mempersiapkan diri sebelum mengikuti perkuliahan tatap muka dengan dosen, terutama pada matamata kuliah yang memuat materi yang dianggap sulit oleh mahasiswa. Melalui berbagai aktivitas yang diberikan pada pra perkuliahan, mahasiswa akan memiliki bekal pengetahuan untuk dibawa pada pertemuan di kelas. Akibat logis dari pemberian aktivitas tersebut, secara fisik, mental, maupun pengetahuan mahasiswa menjadi siap sehingga mereka akan terlibat dan aktif dalam pertemuan tatap muka dengan dosen di kelas. Sehingga apa yang menjadi kekhawatiran yang dikemukakan oleh Wahyudin (1999) bahwa pada proses pembelajaran matematika, umumnya para guru matematika hampir selalu menggunakan metode ceramah dan ekspositori, hal ini disebabkan

183 karena para guru matematika jarang sekali bahkan tidak pernah menugaskan para siswanya untuk mempelajari materi baru sebelum diajarkan oleh gurunya, sehingga metode yang lainnya seperti tanya jawab atau diskusi tentang materi baru itu sukar untuk diterapkan tidak akan terjadi. Selain itu melalui self activities akan melatih kemampuan belajar mandiri (Self Regulated Learning) mahasiswa, karena berdasarkan Pape et.al (dalam Ratnaningsih, 2006) kemampuan belajar mandiri merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan belajar siswa di sekolah. Lebih Lanjut siswa yang memiliki kemampuan belajar mandiri akan memiliki kemampuan untuk berpikir jauh ke depan, dapat memonitor dan mengontrol perilakunya sendiri, kesadaran, motivasi, dan emosi, serta memiliki kemampuan untuk merefleksikan diri. Fase diskusi kelas yang diajukan pada model pembelajaran M-APOS dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menggali seluruh potensi diri dan pengetahuan hasil belajar mandiri pada self activities. Sehingga aktivitas ini menjadi sarana bagi mahasiswa untuk mengaktualisasikan diri dalam kemampuannya bermatematika. Bagi mahasiswa dengan level kemampuan atas, mereka akan merasa tertantang karena mereka akan menjadi sumber belajar bagi mahasiswa dengan kemampuan lebih rendah, sedangkan bagi mahasiswa dengan level kemampuan sedang dan rendah mereka dapat menyerap informasi dari teman sebaya (peer), disamping itu mereka dapat belajar bagaimana orang belajar. Forum diskusi menjadi sarana bagi mahasiswa untuk bertukar informasi dan pemantapan pemahaman yang telah dikaji dalam

184 aktivitas pra perkuliahan. Sementara itu peran dosen pada aktivitas ini untuk membantu mahasiswa ketika mereka menemukan kesulitan atau terjadi kesalahan konsep. Intervensi yang dilakukan dengan memberikan pertanyaanpertanyaan yang mendorong (probing) mahasiswa supaya menemukan jawabannya sendiri. Pada fase diskusi kelas diharapkan hasil belajar menjadi maksimal. Untuk lebih memantapkan konsep yang dipelajari mahasiswa, dosen memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk menyajikan hasil temuannya pada forum presentasi. Pada forum ini mahasiswa dilatih untuk mengemukakan atau mengkomunikasikan ide-ide matematiknya didepan kelas. Sehingga fase diskusi kelas ini menjadi sarana untuk mahasiswa sehingga dapat mengembangkan potensi dirinya agar mencapai kemampuan maksimal. Jika dikaitkan dengan hasil studi Vigotsky, pengembangan kemampuan untuk mencapai kemampuan maksimal dikenal dengan istilah zona proximal development (ZPD). ZPD didefinisikan sebagai jarak antara kemampuan aktual dan kemampuan potensial mahasiswa. Pada penelitian ini kemampuan aktual dicapai oleh mahasiswa ketika mereka belajar mandiri melalui self activities, sedangkan kemampuan potensial dicapai mahasiswa ketika mereka berinteraksi dengan teman sejawat atau dengan dosen, aktivitas ini berada pada fase diskusi kelas dan pada fase latihan soal. Berdasarkan uraian hasil penelitian di atas, berikut diajukan konsep tahap perkembangan intelektual (daya dan kreativitas) mahasiswa yang dicapai melalui fase-fase yang diajukan berdasarkan model M-APOS. Konsep tahap perkembangan pengetahuan tersebut akan disebut Development of Students

185 Mathematical Power and Creativity (DSMPC) of a concept yang disajikan pada Gambar 5.1 Development of Math Knowledge Maximal Development of Mathematical Power & Creativity Zone Proximal Development Class Discussion & Execises Activities Development of Math Prior Self Activities Prior Math Knowledge Self Regulated Learning Gambar 5.1 Perkembangan Daya dan Kreativitas Matematik Mahasiswa / Development of Students Mathematical Power and Creativity (DSMPC) Gambar 5.1 menyajikan alur perkembangan pengetahuan matematik individu sebagai berikut; self activities memfasilitasi individu untuk menggali potensi awal matematika yang dimiliki. Melalui aktivitas ini pengetahuan awal tersebut akan bertambah dan berkembang. Pertambahan pengetahuan matematik ini selanjutnya dioptimalkan melalui class disussion dan exercises, sehingga fase discussion dan exercises merupakan ZPD seseorang untuk semakin memaksimalkan pengetahuan matematiknya. Dengan demikian penyediaan fasilitas aktivitas pada pra pertemuan kelas akan menyebabkan mahasiswa lebih siap belajar, selanjutnya disertai dengan interaksi yang intensif

186 dan kepercayaan diri yang kuat akan membantu mahasiswa calon guru mencapai hasil belajar yang maksimal. C. Rekomendasi Rekomendasi yang dapat disampaikan berdasarkan temuan yang diperoleh pada penelitian ini, berikut diajukan saran-saran sebagai berikut; 1. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa dorongan dan pemberian fasilitas bagi mahasiswa sebelum perkuliahan (tatap muka) dilaksanakan akan menjadi pemicu bagi mahasiswa untuk melakukan persiapan-persiapan dalam mengikuti suatu perkuliahan, oleh karena itu disarankan untuk memberikan aktivitas pra perkuliahan terutama untuk mata kuliah yang sulit dipahami oleh mahasiswa. 2. Aktivitas pra perkuliahan hendaknya disiapkan secara maksimal dalam bentuk bahan ajar yang disusun secara spesifik berdasarkan kompetensi matematik yang ingin dicapai. 3. Pada studi ini model pembelajaran M-APOS diterapkan untuk mencapai daya dan kreativitas matematik, untuk melengkapi hasil studi ini masih memungkinkan melakukan penelitian serupa untuk melihat pencapaian kompetensi matematik yang lain. 4. Penelitian ini diterapkan untuk level perguruan tinggi, untuk melihat apakah model serupa dapat diterapkan pada jenjang pendidikan yang lebih rendah diperlukan studi lanjutan mengenai hal itu. Oleh karena itu disarankan untuk melakukan penelitian penerapan model pembelajaran M-APOS pada siswa SMP dan SMA?

187 5. Pencapaian masing-masing komponen daya dan kreativitas matematik berdasarkan model pembelajaran M-APOS masih perlu dikaji secara lebih mendalam, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut agar dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan kualitas pendidikan. 6. Teori perkembangan pengetahuan yang disajikan pada sajian implikasi masih dalam taraf dugaan, karena konsep tersebut muncul berdasarkan hasil temuan penelitian ini. Untuk melihat apakah konsep tersebut berlaku secara umum masih diperlukan penelitian lebih lanjut. 7. Konsep self regulated learning (SRL) yang diajukan pada model konsep DSMPC masih merupakan hasil pengamatan terhadap aktivitas mahasiswa dan belum diukur melalui instrumen yang valid. Hal ini membuka kesempatan kepada para peneliti untuk mengkaji hal tersebut secara lebih mendalam dan terinci..