BAB I PENDAHULUAN. pendapatan pajak dan pendapatan non pajak (Alabede, 2011). Penerimaan pajak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, maupun di bidang budaya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan daerah. Otonomi daerah mengharuskan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemandirian keuangan daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan Negara

Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu. dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan modal yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. sumber ekstern tersebut sehingga sumber-sumber pembiayaan yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. negara yang terutang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB I PENDAHULUAN. oleh Musgrave dan Musgrave (1991), adalah alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai. kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

PUSAT PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG MANGUPRAJA MANDALA.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik secara nominal maupun

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. disetujui masyarakat melalui perwakilannya di dewan perwakilan, dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana bertujuan untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah yang berdasarkan undang-undang penetapan pajak yang langsung. dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

tatanan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

ANALISIS PERANAN PAJAK DAERAH DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penerimaan pajak daerah dan pendapatan asli daerah di Kota Metro selalu

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menggali sumber-sumber pendapatannya secara lebih

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan biaya yang besar yang harus digali, terutama dari sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan sumber dana yang berasal dari luar negeri dan dalam negeri.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 1 (satu) disebutkan, bahwa Pendapatan Asli Daerah bersumber dari Pajak

BAB I PENDAHULUAN. dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar (Mardiasmo, 2011: 21).

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan

3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja Pelaksanaan APBD

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling potensial. Pemasukan dari pajak diharapkan terus meningkat salah satunya dengan membuat

: Pengaruh Kualitas Pelayanan, Sanksi Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Pada Kepatuhan Wajib Pajak Air Tanah di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan

PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK RESTORAN DI KABUPATEN SLEMAN. Stefani Gita Cakti. Erly Suandy

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia harus memahami dan mematuhi segala peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berupa hasil kekayaan alam maupun iuran dari masyarakat. Salah satu bentuk. pembangunan dan pengeluaran pemerintahan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

Paragraf 2 Bagian Kesatu Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Pasal 22. Pasal 23

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. membuat pengelompokkan jenis pajak berdasarkan aktivitas yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Perangkat Daerah dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota.

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

ANALISIS PAJAK REKLAME DI KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan rakyat menjadi fokus pemerintah dalam menyelenggarakan roda pemerintahan. Pembangunan menjadi jalan utama untuk mencapai kesejahteraan. Ketersediaan dana tentunya menjadi faktor penting dalam pelaksanaan pembangunan. Sumber pendapatan pemerintah berasal dari pendapatan pajak dan pendapatan non pajak (Alabede, 2011). Penerimaan pajak merupakan sumber utama pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Hal ini juga dipengaruhi untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber eksternal sesuai dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 mengenai pemerintah daerah. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu daerah yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak dipungut dari masyarakat dan menjadi salah satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya. Melalui otonomi daerah, pemerintah kabupaten/kota diberikan kewenangan yang luas untuk menggali potensi yang ada di daerahnya masingmasing dengan mengacu kepada aturan yang telah ditetapkan sesuai Undangundang nomor 28 tahun 2009 atas perubahan Undang-undang nomor 34 tahun 2000 dan Undang-undang nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Provinsi Bali merupakan daerah pariwisata yang sudah dikenal dunia internasional. Namun potensi pariwisata di masing-masing kabupaten di Provinsi

2 Bali tidak sama. Ini berarti tidak semua kabupaten mengandalkan pendapatan dari sektor pariwisata sebagai sumber pembiayaan utamanya. Jumlah hotel dan restoran dari sembilan kabupaten/kota di Bali disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah Hotel dan Restoran di Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009-2013 (dalam buah) No. Kabupaten/ Kota Hotel Restoran 2009 2010 2011 2012 2013 2009 2010 2011 2012 2013 1 Denpasar 250 250 267 284 290 471 477 470 202 198 2 Badung 632 633 635 630 378 956 948 943 939 412 3 Gianyar 608 611 608 608 999 311 309 309 304 474 4 Tabanan 120 129 120 120 458 78 79 39 40 40 5 Karangasem 222 221 222 220 434 119 115 115 115 257 6 Bangli 28 29 29 29 16 51 48 47 47 17 7 Klungkung 39 40 45 45 47 37 46 49 49 41 8 Buleleng 218 215 215 216 220 93 83 83 83 83 9 Jembrana 60 62 62 60 60 139 140 142 142 142 Prov. Bali 2177 2190 2203 2212 2902 2255 2245 2197 1921 1664 Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2014 Tabel 1.1 menunjukkan sebagian besar jumlah hotel dan restoran di Provinsi Bali tersebar di Kabupaten Badung, diikuti Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar. Kabupaten dengan jumlah hotel dan restoran terbesar di Provinsi Bali, yaitu Kabupaten Badung yang sebagian besar pendapatannya berasal dari sektor pariwisata yaitu dari pajak hotel dan restoran. Pajak hotel dan

3 restoran dipungut kepada konsumen yang menggunakan fasilitas hotel maupun restoran. Di dalam Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel disebutkan bahwa subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel, sedangkan subjek pajak restoran sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari Restoran. Kabupaten Badung memiliki banyak objek wisata yang sudah terkenal sampai ke dunia internasional. Dengan demikian, penerimaan dari sektor pariwisata dalam bentuk pajak hotel dan restoran menjadi sangat penting. Berikut ini data realisasi pajak daerah dan kontribusi masing-masing pajak daerah terhadap total pajak daerah Kabupaten Badung tahun 2013 disajikan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Kontribusi Komponen Pajak Daerah terhadap Total Pajak Daerah Kabupaten Badung Tahun 2014 No. Pajak Daerah Realisasi (Rp) Kontribusi (%) 1. Pajak Hotel 1.454.570.508.276,85 62,17 2. Pajak Restoran 264.628.244.501,50 11.31 3. Pajak Hiburan 30.338.040.073,29 1,30 4. Pajak Reklame 2.717.873.354,00 0,12 5. Pajak Penerangan Jalan 105.458.642.666,00 4,51 6. Pajak Galian Golongan C 360.310.200,00 0,02 7. Pajak Parkir 11.316.542.750,00 0,48 8. Pajak Air Tanah 47.633.381.104,00 2,04 9. PBB 167.063.875.993,00 7,14 10. BPHTB 255.765.048.508,55 10,93 Total Pajak Daerah 2.339.852.467.427,19 100 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Badung, 2014

4 Dari Tabel 1.2 dapat dilihat dari semua komponen pajak daerah, pajak hotel memiliki kontribusi terbesar yaitu sebesar 62,17 persen dan pajak restoran sebesar 11,31 persen. Pajak reklame, pajak parkir dan pajak galian golongan C memberikan kontribusi rendah terhadap total pajak daerah yaitu dibawah satu persen. Pajak daerah merupakan salah satu sumber PAD disamping retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Bila dilihat dari kontribusinya terhadap PAD, pajak hotel dan pajak restoran memberikan kontribusi yang besar selama tahun 2009-2014 seperti ditunjukkan pada Tabel 1.3. Tabel 1.3 Kontribusi Pajak Hotel dan Pajak Restoran terhadap Pajak Daerah Kabupaten Badung Tahun 2009 2014 Tahun Pajak Hotel dan Restoran Realisasi (Rp) Pajak Daerah Kontribusi (%) 2009 708.227.349.164,29 776.038.062.440,69 91,26 2010 798.877.285.890,86 877.403.367.556,12 91,05 2011 969.162.193.329.15 1.281.507.139.825,04 75,63 2012 1.200.728.932.003,52 1.685.559.515.317,73 71,24 2013 1.351.263.110.262,67 2.010.554.251.067,23 67,21 2014 1.719.198.752.778,35 2.339.852.467.427,19 73,47 Rata-rata 79,24 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Badung, 2014 (data diolah) Dilihat dari kontribusinya terhadap Pajak Daerah, pajak hotel dan pajak restoran memiliki persentase kontribusi rata-rata 79,24 persen selama periode

5 2009 sampai 2014 dengan kontribusi per tahunnya mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009 sampai dengan 2011 yang masih menerapkan semi self assesment system kontribusinya lebih besar daripada tahun 2012 hingga 2014 yang sudah menerapkan full self assesment system kontribusi pendapataan mengalami penurunan. Sebagai sumber pendapatan daerah yang sangat penting dan memberikan sumbangan yang besar bagi penerimaan daerah di Kabupaten Badung, Pemerintah Kabupaten Badung perlu menggali lagi potensi pajak daerah dalam rangka meningkatkan penerimaan daerah dari sektor pajak. Upaya untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak dapat dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak. Upaya intensifikasi adalah dengan mengintensifkan pemungutan pajak yang sudah ada. Upaya ekstensifikasi adalah dengan menggali sumber-sumber pendapatan baru yang potensial. Besarnya potensi pajak hotel dan pajak restoran tidak seluruhnya dapat terealisasi atau dapat dipungut oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Badung. Dalam kenyataannya sering kali ditemukan wajib pajak yang tidak menyetorkan pajaknya sampai waktu jatuh tempo. Ini mengindikasikan adanya pajak yang seharusnya sudah terealisasi namun belum terealisasi karena pajak tersebut belum disetorkan oleh wajib pajak sesuai dengan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang telah diterbitkan oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Badung dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) yang dilaporkan oleh wajib pajak. Chaizi Nasucha mengemukakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan

6 untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan (Marcus, 2005). Isu kepatuhan dan hal-hal yang menyebabkan ketidakpatuhan serta upaya untuk meningkatkan kepatuhan menjadi agenda penting di negara-negara maju, apalagi di negara-negara berkembang. Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidakpatuhan secara bersamaan menimbulkan upaya menghindarkan pajak, baik dengan fraud dan illegal yang disebut tax evasion, maupun penghindaran pajak tidak dengan fraud dan dilakukan secara legal yang disebut tax avoidance (Safri Nurmantu, 2003). Menurut Gunadi (2005), pengertian kepatuhan pajak dalam hal ini diartikan bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi, seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi administrasi. Periode 2009 hingga 2011 setiap tiga bulan sekali petugas perhitungan pajak akan melakukan perhitungan pajak. Petugas akan melakukan pemeriksaan mengenai kebenaran laporan wajib pajak yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) dengan mencari bukti-bukti yang relevan di lapangan. Hasil pemeriksaan itu akan menghasilkan perhitungan mengenai besarnya pajak terutang yang sesungguhnya dari wajib pajak untuk kemudian ditetapkan sebagai pajak yang harus dibayar pada periode tersebut. Hasil perhitungan tersebut nantinya akan tertuang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang diterbitkan oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Badung. Sedangkan pada periode 2012 sampai dengan 2014 wajib pajak harus melaporkan sendiri

7 Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) sampai batas waktu yang telah ditetapkan, jika wajib pajak tidak melaporkan, maka petugas perhitungan pajak akan melakukan perhitungaan pajak dengan mencari bukti-bukti yang relevan di lapaangaan. Hasil perhitungan tersebut nantinya akan tertuang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang diterbitkan oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Badung. Apabila tidak semua utang pajak ini dilunasi oleh wajib pajak maka akan menimbulkan piutang pajak pada neraca daerah Kabupaten Badung. Berikut ini disajikan besarnya piutang pajak hotel dan pajak restoran yang masuk ke neraca daerah Kabupaten Badung. Tabel 1.4 dapat dilihat perkembangan piutang pajak hotel dimana penurunan sempat terjadi pada tahun 2010 karena banyak wajib pajak yang tutup selanjutnya peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2011 meningkat hingga 7,04 persen dan meningkat lagi sebesar 1,69 persen ditahun 2012, piutang sempat menurun kembali pada tahun 2013 karena wajib pajak masih belum terbiasa dengan sistem full self assessment dan perlu beradaptasi lagi dengan sistem baru sedangkan untuk pajak restoran peningkatan terjadi di tahun 2011 dan tertinggi di tahun 2014 ini terjadi karena adanya masa peralihan dari sistem semi self self assessment menuju ke full self assessment piutang tahun 2012 juga merupakan piutang tertinggi untuk pajak hotel. Sistem semi self assesment system, dan self assessment system adanya piutang pajak mengindikasikan kurangnya kepatuhan wajib pajak khususnya kepatuhan membayar pajak. Masalah kepatuhan pajak perupakan masalah klasik yang dihadapi di hampir semua Negara, masalah kepatuhan dapat dilihat dari segi

8 keuangan publik, penegakan hukum, struktur organisasi, tenaga kerja, etika, atau gabungan dari semua (Andeoni et al, 1998). Tabel 1.4 Rekapitulasi dan Perkembangan Piutang Pajak Hotel dan Pajak Restoran Kabupaten Badung Tahun 2009-2014 Piutang Pajak (Rp) Tahun Hotel Perkembangan Piutang Hotel (%) Restoran Perkembangan Piutang Restoran (%) Total Piutang 2009 87.681.906.356,90 () 38.367.742.944,13 126.049.649.301,03 2010 81.842.266.420,43 (5,93) 40.393.189.098,23 4,90 122.235.455.518,66 2011 87.606.080.781,72 7,04 43.266.716.086,84 7,11 130.872.796.868,56 2012 89.084.659.561,08 1,69 44.478.365.323,61 2,80 133.563.024.884,69 2013 84.609.330.529,43 (5,02) 44.550.237.145,53 0,16 129.159.567.674,96 2014 88.031.316.895,25 4,04 45.413.899.030,56 1,94 133.445.215.925,81 Ket: ( ) = menurun Sumber: Bagian Keuangan Setda Kabupaten Badung, 2014 Berdasarkan keseluruhan data perkembangan piutang tersebut tingkat kepatuhan tertinggi dalam melakukan pembayaran pajak dilakukan oleh golongan wajib pajak hotel bintang lima dimana persentase piutang dengan total nilai pajak keseluruhan hanya 27,5 persen, sedangkan yang memiliki tingkat kepatuhan terendah adalah golongan hotel bintang empat dan bintang dua yang mempunyai persentase piutang sebesar 52,5 persen dan 61,11 persen. Kepatuhan melakukan pembayaran pajak oleh wajib pajak yang mempunyai persentase piutang yang tinggi perlu ditingkatkan melalui peningkatan pemahaman peraturan pajak, menerapkan kebijakan pajak maupun memberikan kemudahan administrasi pajak. Kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi wajib pajak yang patuh adalah wajib

9 pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Devano dan Rahayu, 2006). Pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan adalah cara wajib pajak dalam memahami peraturan perpajakan yang telah ada (Hardiningsih,2011). Berdasarkan penelitian Tolgler (2003) dalam Aryobimo dan Cahyonowati (2012) menyampaikan bahwa keputusan seorang wajib pajak dapat dipengaruhi oleh perilakunya terhadap risiko yang dihadapi. Menurut Nasucha (Devano dan Rahayu, 2006), kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan, kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Suryadi (2006) dalam Hardiningsih (2011) dalam penelitianya menyatakan bahwa meningkatnya pengetahuan perpajakan baik formal dan non formal akan berdampak postif terhadap kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak. Piutang pajak hotel dan restoran di Kabupaten Badung merupakan tunggakan pajak wajib pajak yang timbul karena wajib pajak tidak patuh dalam membayar pajak terutang sebelum jatuh tempo sesuai peraturan pajak yang berlaku. Menurut Chau (2009), faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak suatu negara diantaranya adalah tingkat kepatuhan wajib pajak masyarakat di negara tersebut. Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan, pelayanan kepada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak. Erard dan Feinstin menggunakan

10 teori psikologi dalam kepatuhan wajib pajak yaitu rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah (Devano dan Rahayu, 2006). Rendahnya kesadaran masyarakat akan kewajiban perpajakan ini seringkali disebabkan oleh karena ketidaktahuan masyarakat akan aturan perpajakan. (Yadnyana dan Sudiksa, 2011). Beberapa pendapat dikemukakan mengenai faktor penghambat yang menyebabkan rendahnya kepatuhan masyarakat terhadap kewajiban perpajakan adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan merupakan faktor yang berada diluar kendali wajib pajak. Faktor lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap sikap wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya. Menurut Hardika (2006), faktor lingkungan meliputi undang-undang dan peraturan pajak (tax law), kebijakan pajak (tax policy) dan administrasi pajak (tax administration). Faktor undang-undang dan peraturan pajak dapat dilihat dari kompleksitas peraturan pajak, kesulitan peraturan pajak, frekuensi perubahan peraturan dan keadilan pajak. Faktor kebijakan pajak berhubungan dengan sanksi dan tarif pajak. Faktor administrasi pajak terkait dengan kelengkapan instruksi dan kerumitan formulir. Penelitian ini, kepatuhan pajak yang digunakan adalah kepatuhan membayar pajak hotel dan pajak restoran di Kabupaten Badung tepat jumlah (sesuai nilai ketetapan), tepat waktu (sebelum jatuh tempo), tepat lapor (tepat melaporkan STPPD) dan ketepatan jenis pajak yang dibayarkan. Pertimbangan yang digunakan adalah adanya nilai piutang pajak hotel dan pajak restoran yang

11 sangat tinggi dan terus mengendap selama bertahun-tahun. Faktor lingkungan yang dipergunakan sebagai variabel dalam penelitian ini adalah pemahaman peraturan pajak, penerapan kebijakan pajak dan kemudahan administrasi pajak. Indikator dari pemahaman peraturan pajak adalah pemahaman proses pembayaran pajak, pemahaman peraturan pajak melalui sosialisasi, pemahaman pengenaan tarif pajak hotel dan restoran, pemahaman keadilan dalam peraturan pajak hotel dan restoran. Penerapan kebijakan pajak dilihat dari penerapan proses restitusi dan kompensasi pajak, penerapan penyelesaian masalah tunggakan melalui pencicilan pajak, penerapan penyelesaiaan masalah keberatan pajak, penerapan pengenaan sanksi pajak. Kemudahan administrasi pajak dilihat dari segi kemudahan dalam melakukan pembayaran pajak, kemudahan mengetahui data pembayaran dan tunggakan pajak, kemudahan dalam pemeriksaan pajak keakuratan dan kemudahan dalam pelaporan SPTPD. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian sebelumnya dapat dirumuskan pokok masalah sebagai berikut. 1) Bagaimanakah pengaruh pemahaman peraturan pajak, penerapan kebijakan pajak, dan kemudahan administrasi pajak terhadap kepatuhan membayar pajak hotel dan restoran di Kabupaten Badung? 2) Bagaimanakah pengaruh pemahaman peraturan pajak dan penerapan kebijakan pajak terhadap kemudahan administrasi pajak hotel dan restoran di Kabupaten Badung?

12 3) Apakah pemahaman peraturan pajak dan penerapan kebijakan pajak berpengaruh tidak langsung terhadap kepatuhan membayar pajak hotel dan restoran melalui kemudahan administrasi pajak di Kabupaten Badung? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di atas tujuan penelitian ini adalah. 1) Untuk menganalisis pengaruh pemahaman peraturan pajak, penerapan kebijakan, dan kemudahan administrasi pajak terhadap kepatuhan membayar pajak hotel dan restoran di Kabupaten Badung. 2) Untuk menganalisis pengaruh pemahaman peraturan pajak dan penerapan kebijakan pajak terhadap kemudahan administrasi pajak hotel dan restoran di Kabupaten Badung. 3) Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung pemahaman peraturan pajak dan penerapan kebijakan pajak terhadap kepatuhan membayar pajak hotel dan restoran melalui kemudahan administrasi pajak di Kabupaten Badung. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1) Manfaat Akademik Manfaat akademik dari penelitian ini adalah sebagai referensi dalam rangka pengembangan khasanah ilmu pengetahuan serta diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan untuk melakukan penelitian dimasamasa yang akan datang.

13 2) Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kabupaten Badung dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung, dalam meningkatkan kepatuhan membayar pajak.