BAB VII PERPAJAKAN. Tahun 8 10: pengurangan pajak penghasilan badan dan perorangan sebesar 50%

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.011/2010 TENTANG

Bab 11 JOINT VENTURES (USAHA BERSAMA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN tentang PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 02/PJ.32/1999 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN UNTUK KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) SABANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te

Indonesia SCM Summit 2015: Stimulus Iklim Investasi Bagi Peningkatan Kapasitas Nasional

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN DI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 101/PMK.04/2005 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN MENTERI

KEPPRES 89/1996, KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun

TINJAUAN MATA KULIAH...

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Fasilitas pengurangan penghasilan neto diberikan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak saat mulai berproduksi komer

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek perusahaan adalah untuk

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

KAWASAN BERIKAT PULAU BATAM KAWASAN BERIKAT LAINNYA TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PULAU BATAM, BINTAN DAN KARIMUN)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Account Representative

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 70 /SK/2004 TAHUN 2004 TENTANG

Insentif/Kemudahan di Bidang Perpajakan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/PMK.04/2012 TENTANG

Administrasi Pajak di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)

MUC BLITZ. Updating Your Knowledge

KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK DAN DUKUNGAN FISKAL UNTUK R&D DI BEBERAPA NEGARA: INDIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pelayanan Nonperizinan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem pemerintahan, pajak merupakan bagian terpenting dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) adalah Perseroan Terbatas atau Koperasi yang melakukan kegiatan usaha industri di KB

TARIF DAN DASAR PENGENAAN PAJAK. *) Diedit dari slide Bapak Rachmad Utomo

BAB I PENDAHULUAN. tingginya tingkat inflasi, naiknya harga barang-barang dan melemahnya nilai

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KAWASAN BERIKAT

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM)

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang terdiri dari pulau. Dan dengan luas wilayah ,32

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Modul ke: PERPAJAKAN I. PPh PASAL Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG

PENGERTIAN. Izin Prinsip Penanaman Modal

Direktorat Pelayanan Fasilitas Penanaman Modal

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/KMK.05/2000 TENTANG ENTREPOT UNTUK TUJUAN PAMERAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. impor merupakan suatu fenomena yang setiap saat selalu terjadi.

BAB III PEMBAHASAN. a) Sejarah Badan Kordinasi Penanaman Modal

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

Lampiran I.a. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP. 229/PJ Tanggal : 22 Maret 2001 Lembar ke-1 : Untuk Kantor

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

BAB IV BEBERAPA ISU PENTING

Presiden Republik Indonesia,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Fasilitas Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 25 /BC/2005 TENTANG

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEBIJAKAN FASILITAS KEPABEANAN

1 of 5 21/12/ :18

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR - 57 /BC/2011 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 580 / KMK.04 / 2003 TENTANG

PP-nya sudah diparaf dan dikirim ke tempat pak Pram (Menseskab Pramono Anung, red), kata Darmin Nasution kepada wartawan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada zaman orde baru mengandalkan penerimaan negara pada sektor

PERLAKUAN DAN FASILITAS PERPAJAKAN UNTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN SKEMA TERTENTU (KIK-DIRE)

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa.

BAHAN AJAR TEKNIS KEPABEANAN PROGRAM DIPLOMA I KEUANGAN SPESIALISASI KEPABEANAN DAN CUKAI. Drs. AHMAD DIMYATI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

menerima yang sebanyakbanyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. pajak langsung maupun pajak tidak langsung, bea cukai, dan retribusi.

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Nomor KEP-03/BC/2001 TANGGAL 12 Januari 2001 TENTANG TATALAKSANA PEMBERIAN PENANGGUHAN DAN ATAU

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

Transkripsi:

BAB VII PERPAJAKAN PERPAJAKAN DI INDONESIA DIRASAKAN KURANG BERSAING UNTUK MENARIK INVESTASI. Pandangan ini umumnya diutarakan dalam 3 hal, yaitu: pelayanan pajak yang rendah, tarif pajak yang kurang bersaing dengan negara-negara di kawasan, serta kurang tersedianya insentif perpajakan untuk mendorong investasi. PELAYANAN PERPAJAKAN. Beberapa pelayanan pokok perpajakan yang sering dikeluhkan antara lain: lambatnya pengembalian restitusi pajak serta kewajiban tax installment yang terlalu pendek. TARIF PAJAK. Berdasarkan PPh pasal 17, tarif pajak penghasilan badan di Indonesia bersifat progresif, yaitu sebesar 10 persen, 15 persen, dan 30 persen. Sedangkan untuk tarif pajak penghasilan perorangan sebesar 5 persen, 10 persen, 15 persen, 25 persen dan 35 persen. Dibandingkan dengan Malaysia (28 persen, single rate) dan Thailand (30 persen, single rate), tarif pajak penghasilan badan di Indonesia saat ini relatif bersaing, namun agak lebih tinggi dibandingkan dengan Vietnam (25 persen) dan Singapura (22 persen). Perbandingan fasilitas dan tingkat pajak di beberapa negara dapat dilihat pada tabel berikut. PERBANDINGAN FASILITAS DAN TINGKAT PAJAK DI BEBERAPA NEGARA Negara Tax Holiday Tax Allowance Tingkat Pajak (Perusahaan) RRC Tahun 1 2 Tahun 3 5: pengurangan 30% + 3% (lokal) pajak penghasilan 50% Korea Selatan Tahun 1 7 Tahun 8 10: pengurangan pajak penghasilan badan dan perorangan sebesar 50% 16 28% Malaysia Filipina 5 10 tahun (industri strategis dan teknologi tinggi) 4 tahun (non-pioner); 6 tahun (pioner); 3 tahun (perluasan); 6 tahun (perluasan baru di wilayah kurang berkembang) Penundaan 70% dari 28% pendapatan selama 5 tahun untuk industri pioneer NA 32% Singapura 5 10 tahun (pioner) NA 22% Thailand 3 tahun (Zona 1); 3 5 tahun NA 30% (Zona 2); 8 tahun (Zona 3) Vietnam Pembebasan PPh selama periode tertentu (1 s/d 8 tahun) mulai dari tahun pertama untung yang diberikan kepada proyek investasi yang dipromosikan (mendapat tarif preferensi) Pengurangan PPh sebesar 50% diberikan setelah masa Tax Holiday untuk waktu s/d 4 tahun. Tingkat pajak standar 25%. Tingkat pajak preferensi 10% (15 tahun), 15% (12 tahun), dan 20% (10 tahun) untuk investasi tertentu yang dipromosikan. Indonesia Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% selama 6 tahun (belum terealisasikan) Progresif maksimum 30% Sumber: Sekretariat ASEAN, 2001 (diolah BKPM) VII 1

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa tarif pajak di Asia tidak terlalu berpengaruh terhadap investasi selama tarif pajak yang bersangkutan tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan. RRC yang mempunyai tarif pajak lebih tinggi (30 persen ditambah 3 persen piggy back) mampu menarik investasi yang besar. UPAYA YANG DILAKUKAN Dalam rangka mendorong investasi, telah diupayakan pemberian beberapa fasilitas perpajakan dalam bentuk fasilitas kepabeanan, pajak penghasilan, pajak perrtambahan nilai, dan fasilitas pajak di wilayah kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET). Rincian dari fasilitas perpajakan yang diberikan sejak tahun 2000 adalah sebagai berikut. 1. FASILITAS KEPABEANAN o Fasilitas Kepabeanan untuk Penanaman Modal berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 135/KMK.05/2000 jo. No. 28/KMK.05/2001 jo. No. 456/KMK.04/2002 meliputi keringanan bea masuk atas impor mesin dan bahan baku/penolong. 2. FASILITAS PAJAK PENGHASILAN (PPH) Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 148 Tahun 2000, bagi perusahaan PMDN dan PMA yang bergerak pada usaha di sektor-sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional terutama peningkatan ekspor serta daerah terpencil yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan namun terbatas prasarananya. Fasilitas pajak tersebut adalah: o Pengurangan penghasilan netto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman modal yang dilakukan. o Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat. o Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun. o Pengenaan Pajak Penghasilan atas deviden sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 UU PPh sebesar 10 persen atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku. Fasilitas pajak penghasilan ini belum ditindaklanjuti. 3. FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) o Peraturan Pemerintah No.146 Tahun 2000 membebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai bagi pengusaha yang melakukan kegiatan impor, dan atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu, dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu. o Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2001. jo. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2002 membebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai VII 2

bagi pengusaha yang melakukan kegiatan impor dan atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis. 4. FASILITAS PERPAJAKAN DI WILAYAH KAPET o Fasilitas Pajak Panghasilan (PPh) bagi pengusaha yang melakukan usaha di wilayah KAPET berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 147 Tahun 2000 yang meliputi: - Pengurangan penghasilan netto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman modal yang dilakukan. - Pilihan untuk menerapkan penyusutan dan amortisasi yang dipercepat. - Kompensasi kerugian fiskal, mulai tahun pajak berikutnya berturutturut sampai paling lama 10 tahun. - Pengenaan PPh atas deviden yang dibayarkan kepada subyek pajak luar negeri sebesar 10 persen, atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku. o Keputusan Menteri Keuangan No. 200/KMK.04/2000, memberikan pembebasan PPh pasal 22 kepada Pengusaha Kawasan Berikat di dalam wilayah KAPET atas impor barang modal, impor peralatan pabrik, impor peralatan pembangunan, serta impor bahan baku yang akan dipakai, diolah maupun berhubungan langsung dengan kegiatan produksi Pengusaha Dalam Kawasan Berikat (PDKB). o Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dibebaskan bagi pengusaha di Kawasan Berikat dalam wilayah KAPET atas barang-barang impor, Barang Kena Pajak dari Daerah Pabean Indonesia lainnya, yang semata-mata digunakan di PDKB. o Fasilitas Kepabeanan berupa penangguhan bea masuk atas impor. o Fasilitas Perpajakan untuk PMA dan PMDN di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Perusahaan PMA dan PMDN di KTI diberikan kelonggaran berupa pengurangan 50 persen atas PBB selama 8 tahun sejak diperoleh izin peruntukan tanah (KMK No. 748/KMK.04/1990), serta dapat melakukan kompensasi kerugian tidak lebih dari 8 tahun terhitung mulai tahun pertama sesudah kerugian diderita (KMK No. 747/KMK.05/1990). Dalam rangka meningkatkan investasi dan sekaligus meningkatkan peranan pajak sebagai sumber pembiayaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan direncanakan perubahan pada UU Pajak Penghasilan (UU PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (UU PPN dan PPn BM) serta UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Pokok-pokok penyempurnaan ini menyangkut upaya untuk menurunkan tarif pajak yang dilakukan secara bertahap agar potential loss yang terjadi dapat ditutup dengan meningkatnya basis pajak sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi. VII 3

Pokok-pokok perubahan yang terkait dengan upaya meningkatkan investasi sebagai berikut. 1. POKOK-POKOK PERUBAHAN SUBSTANSI UU PPH (PERORANGAN DAN BADAN) a. Perlakuan perpajakan terhadap Kontrak Investasi Kolektif disamakan dengan firma/kongsi dan bagian laba yang diterima atau diperoleh pemegang unit penyertaan Kontrak Investasi Kolektif dikecualikan sebagai obyek pajak. b. Menurunkan tarif Pajak Penghasilan perorangan untuk lapisan tertinggi di atas Rp 200 juta dari 35 persen menjadi 30 persen dalam jangka waktu 5 tahun. o Tarif umum yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) Wajib Pajak orang pribadi saat ini adalah sebagai berikut: Lapisan Penghasilan Tarif Sampai dengan Rp 50 juta 5% Di atas Rp 50 juta Rp 100 juta 15% Di atas Rp 100 juta Rp 200 juta 25% Di atas Rp 200 juta 35% c. Tarif Pajak Penghasilan Badan/Perusahaan diubah menggunakan tarif tunggal (single rate) yaitu sebesar 30 persen dan dalam jangka waktu 5 tahun diturunkan menjadi 25 persen. o Tarif khusus direncanakan diterapkan atas Penghasilan Neto Wajib Pajak badan pengusaha kecil tertentu sebagai tarif tunggal, yaitu sebesar 10 persen. 2. POKOK-POKOK PERUBAHAN SUBSTANSI UU PPN BARANG DAN JASA DAN PPN BM a. Penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan usaha dalam rangka merger tidak terkena PPN sepanjang pihak-pihak yang melakukan merger adalah pengusaha kena pajak. b. Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak tidak berwujud yang diserahkan dari dalam daerah ke luar daerah pabean tertentu dikenakan PPN 0 persen c. Mempercepat pelayanan restitusi dimana permohonan restitusi dapat diajukan di setiap masa pajak serta kelebihan pembayaran dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya atau akhir tahun buku. SARAN DAN REKOMENDASI 1. Secara singkat kebijakan pajak di Indonesia telah memberi perhatian pada upaya untuk mendorong investasi yaitu dengan untuk menyempurnakan UU VII 4

PPh, UU PPN dan PPn BM, serta UU KUP dengan menurunkan tingkat pajaknya secara bertahap (dalam waktu 5 tahun) guna mengurangi terjadinya potential loss. 2. Tarif pajak PPh Perorangan tertinggi diturunkan dari 35 persen menjadi 30 persen; dan tarif pajak PPh Badan dirubah menjadi single rate yaitu sebesar 30 persen dan selama 5 tahun diturunkan menjadi 25 persen. Dari tingkat pajak, kebijakan pajak yang sedang dalam penyempurnaan ini lebih kompetitif untuk menarik investasi dibandingkan dengan negara-negara di kawasan kecuali Singapura. 3. Meskipun demikian penyempurnaan sistem perpajakan ini harus didukung dengan pembenahan di sektor riil agar potential loss yang timbul dapat dicegah dengan meningkatnya kegiatan ekonomi yang pada gilirannya akan meningkatkan basis pajak. Analisa yang bersifat dynamic diperlukan untuk melihat dampak perubahan tarif pajak terhadap perekonomian secara menyeluruh. 4. Perhatian perlu diberikan pada penjabaran PP No. 148 Tahun 2000 agar fasilitas pajak penghasilan badan yang diberikan benar-benar lebih mampu mendorong bidang-bidang usaha yang terkait dengan strategi industrialisasi nasional serta memajukan daerah-daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan. VII 5