BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358.

BAB 2 HAK ATAS TANAH BERSAMA RUMAH SUSUN DAN MASALAH PERPANJANGANNYA. 1.1 Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun

BAB I PENDAHULUAN. Suatu Tinjauan Falsafah Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm Universitas Indonesia

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. 118 ayat (1) UU No. 20/2011 bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

BAB I A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 1 TAHUN 1991 TENTANG

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN YANG HAK ATAS TANAH BERSAMANYA BERADA DIATAS HAK PENGELOLAAN

BAB 2 ASPEK HUKUM PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN DAN JUAL-BELI SATUAN RUMAH SUSUN PADA RUMAH SUSUN YANG DIKEMBANGKAN OLEH PENGEMBANG A


BAB II DASAR HUKUM (PAYUNG HUKUM) KEPEMILIKAN RUMAH SUSUN DENGAN SISTEM STRATA TITLE DI INDONESIA

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab II. Tinjauan Umum Tentang Rumah Susun / Kondominium

BAB II STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH PADA SATUAN RUMAH SUSUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah. bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk memikirkan dan melakukan upaya-upaya bagaimana

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

2 UUPA harus memberikan tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan negara serta memenuhi keperluannya m

OLEH : KEPALA KANTOR WILAYAH BPN PROVINSI DKI JAKARTA

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 110 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun

Apa akibat hukum tidak adanya perpanjangan HGB, berkaitan dengan status tanahnya?

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang.

BAB IV PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN BAGI WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

PEMILIKAN HUNIAN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA 1 Oleh : Eugenie Vita Paulina Kaseger 2

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 14 Tahun : 2002 Seri : D Nomor : 13

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja

HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK

I. PENDAHULUAN. pembangunan sarana kepentingan umum. Hak-hak atas tanah mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 2002 TENTANG RUMAH SUSUN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

BAB I PENDAHULUAN. untuk tempat tinggalnya di atas tanah. Pada perkembangan dunia yang

Lex Administratum, Vol. II/No.2/Apr-Jun/2014. PENGATURAN DAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH RUMAH SUSUN 1 Stefano Sampouw 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1996 TENTANG PEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH

JAWABAN SOAL RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA 2015

Menimbang: Mengingat:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

KEPEMILIKAN HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN

BAB II. A. Ruang Lingkup Rumah Susun dan Satuan Rumah Susun. keluarganya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. 40

Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 Tentang : Rumah Susun

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PERATURAN YANG MENGATUR STATUS KEPEMILIKAN SERTIPIKAT HAK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN HUNIAN ATAU CAMPURAN

BAB I PENDAHULUAN. khususnya subsektor perumahan (hunian atau tempat tinggal). Tempat tinggal

POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAK MILIK ATAS SATUN RUMAH SUSUN ( STUDI KASUS DI RUMAH SUSUN KABUPATEN KUDUS )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak

BAB V PENUTUP. dengan membuat Permohonan penetapan kepada Pengadilan Negeri. Surabaya yang isinya menyatakan bahwa benar telah didaftarkannya

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

PENGALIHAN IJIN MENEMPATI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa negara menerapkan pemisahan antara pusat pemerintahan atau

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN BERSAMA ATAS RUMAH SUSUN KLENDER

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III MACAM-MACAM HAK ATAS TANAH. yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Turun temurun dan dapat beralih.

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Ed. Revisi. Cet.8, (Jakarta, Djambatan, 1999), hal.18.

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia selain sandang dan pangan. Sudah sewajarnya jika setiap manusia mempunyai tempat tinggal yang layak sehingga dapat merasakan kenyamanan dalam menjalani hidup. Di Indonesia, terutama di kota-kota besar, masalah pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan pemukiman timbul berkaitan dengan masalah kependudukan. Pertumbuhan penduduk yang meningkat dengan cepat membuat ketersediaan lahan untuk pemukiman semakin berkurang. Pembangunan rumah susun kemudian menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman, terutama di daerah perkotaan yang jumlahnya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh 1. Untuk mendukung program pembangunan rumah susun di Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 31 Desember 1985 memberlakukan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (UU Nomor 16 Tahun 1985) dan kemudian menyusul Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (PP Nomor 4 Tahun 1988) sebagai peraturan pelaksananya yang diundangkan pada tanggal 26 April 1988. Tujuan dibangunnya rumah susun menurut UU 1 Arie S. Hutagalung (1), Kondominium dan Permasalahannya, edisi Revisi (Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007), hal 2. 1 Universitas Indonesia

Nomor 16 Tahun 1985 adalah untuk kepentingan masyarakat ekonomi lemah, 2 sehingga pembangunan rumah susun berdasarkan Undang-undang ini seharusnya berlandaskan asas keadilan sosial. Namun pada perkembangannya, yang banyak berdiri adalah rumah susun yang ditujukan untuk kalangan menengah keatas atau biasa disebut dengan istilah apartemen. Pada saat ini, keberadaan apartemen sudah sangat mudah ditemui, terutama di pusat kota Jakarta, dan pembangunannya masih terus berjalan. Dengan lahirnya UU Nomor 16 Tahun 1985 beserta seluruh peraturan pelaksananya menimbulkan jenis hak kebendaan baru. Hak untuk kepemilikan rumah susun disebut Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS), yang meliputi: hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun yang dapat digunakan secara terpisah, hak bersama atas bagian-bagian dari rumah susun, hak bersama atas benda-benda, dan hak bersama atas tanah yang kesemuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan. Yang menjadi pemilikan perseorangan dikelola sendiri oleh pemiliknya, sedangkan yang merupakan hak bersama harus digunakan dan dikelola secara bersama karena menyangkut kepentingan dan kehidupan orang banyak. 3 Oleh karena adanya hak bersama itu, rumah susun dikenal juga dengan istilah kondominium. Kondominium menurut arti katanya berasal dari bahasa Latin condominium yang terdiri dari dua kata, yaitu: con berarti bersama-sama dan dominium, berarti pemilikan. Dalam perkembangan selanjutnya, condominium mempunyai arti sebagai suatu pemilikan bangunan yang terdiri atas bagian-bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan yang dapat digunakan dan dihuni secara terpisah, serta dimiliki secara individual berikut bagian-bagian lain dari bangunan itu dan tanah di atas mana bangunan itu berdiri yang karena fungsinya digunakan bersama, dimiliki secara bersamasama oleh pemilik bagian yang dimiliki secara individual tersebut di atas. 4 2 Indonesia (1), Undang-undang tentang Rumah Susun, UU No. 16, LN No. 75 tahun 1985, TLN No. 3318, Penjelasan Umum. 3 Ibid. 2 Universitas Indonesia

Berdasarkan penjelasan umum UU Nomor 16 Tahun 1985 dan pengertian kondominium, dapat disimpulkan bahwa kepemilikan Satuan Rumah Susun sebagai hunian berbeda dengan kepemilikan rumah sebagaimana biasanya (landed house). Dalam hal rumah susun, walau pemegang hak atas satuan rumah susun memiliki kebebasan dalam hal mengelola unit yang dimilikinya, ia tetap terikat secara bersama-sama dengan pemilik unit lainnya dalam hal penggunaan tanah bersama, bagian bersama, dan benda bersama. Hal ini tidak terjadi dalam hal kepemilikan landed house. Dalam hal landed house, kepemilikan secara bersama untuk tanah, bagian, dan benda bersama tidak ada sehingga tidak ada keterikatan dengan pihak lain untuk penggunaannya. Oleh karena adanya hak yang bersifat kolektif pada rumah susun, untuk menjamin kepentingan dan kehidupan seluruh penghuni rumah susun, keberadaan perhimpunan penghuni yang berwenang dan bertanggung jawab dalam mengelola hak milik kolektif tersebut sangat dibutuhkan. Perhimpunan penghuni beranggotakan para penghuni rumah susun bersangkutan, baik atas dasar pemilikan maupun hubungan hukum lainnya, dan oleh UU Nomor 16 Tahun 1985 diberi kedudukan sebagai badan hukum yang susunan organisasi, hak, dan kewajibannya diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya, sehingga dapat bertindak ke luar dan ke dalam atas nama perhimpunan para pemilik dan penghuni, dan dengan wewenang yang dimilikinya dapat mewujudkan ketertiban dan ketentraman dalam lingkungan rumah susun. 5 Tugas dan wewenang pengelolaan oleh perhimpunan penghuni meliputi penggunaan, pemeliharaan, dan perbaikan terhadap bangunan, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. 6 Berkaitan dengan tugas dan wewenang pengelolaan oleh perhimpunan penghuni terhadap tanah bersama, persoalan mengenai jangka waktu hak atas 4 Hutagalung (1), Op. Cit., hal. 3. 5 Ibid., hal. 83. 6 Fatima Justini Omas, Aspek Hukum dalam Pembangunan Rumah Susun dan Jual Beli Satuan Rumah Susun (Analisa pada Rumah Susun yang Dikembangkan oleh Pengembang A ), tesis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Program Studi Magister Kenotariatan, Depok, 2009, hal. 26. 3 Universitas Indonesia

tanah bersama tempat rumah susun berada adalah hal yang tidak dapat dihindari oleh setiap pemilik satuan rumah susun yang juga harus dihadapi oleh perhimpunan penghuni rumah susun, yang anggotanya adalah pemilik maupun penyewa rumah susun, sebab pada umumnya status hak atas tanah bersama tersebut adalah hak atas tanah yang memiliki jangka waktu terbatas. Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah, yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dengan persyaratan izin bangunan 7. Tanah tersebut bukan milik para pemilik satuan rumah susun di lantai dasar melainkan merupakan hak bersama semua pemilik satuan rumah susun dalam bangunan rumah susun yang bersangkutan. 8 Status hak atas tanah yang menjadi tanah bersama untuk kemudian didirikan rumah susun di atasnya menentukan jangka waktu hak atas tanah tersebut. Menurut pasal 7 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 1985, terdapat beberapa pilihan hak atas tanah yang diatasnya dapat dibangun rumah susun, yaitu: tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara, atau hak pengelolaan. 9 Pilihan status hak atas tanah tersebut tergantung pada status hukum penyelenggara pembangunan dan kepada siapa satuan-satuan rumah susun yang bersangkutan akan dijual, apakah merupakan subjek hak atas tanah tersebut atau bukan. Menurut Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), tanah hak milik hanya dapat dipunyai orang perorangan warganegara Indonesia tunggal dan badan-badan hukum tertentu, yang disebut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah (PP No. 38 Tahun 1963). Tanah hak guna bangunan dapat dipunyai oleh perorangan warganegara Indonesia dan badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Sedang tanah hak pakai dapat juga dipunyai oleh orang-orang asing yang bertempat 7 Indonesia (1), Op. Cit., pasal 1 ayat (6). 8 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, edisi revisi 2003 (Jakarta:Djambatan, 2003), hal. 353. 9 Indonesia (1), Op. Cit., pasal 7 ayat (1). 4 Universitas Indonesia

tinggal di Indonesia dan badan-badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 10 Untuk hak pengelolaan terdapat pengaturan khusus dimana hak tersebut hanya dapat diberikan kepada perusahaan pembangunan perumahan yang seluruh modalnya berasal dari Pemerintah/Pemerintah Daerah dan penyelenggara pembangunan wajib menyelesaikan status hak guna bangunan baru diatasnya sebelum satuan rumah susun dijual. 11 Penyelenggara pembangunan rumah susun dalam pasal 5 ayat (2) Undang-undang No. 16 Tahun 1985 adalah: Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swasta, serta Swadaya Masyarakat. Sementara itu, satuan rumah susun dapat ditujukan untuk dijual kepada perorangan warganegara Indonesia atau asing yang berkedudukan di Indonesia, dan badan hukum baik yang berkedudukan di Indonesia, didirikan berdasarkan hukum Indonesia, maupun badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Dalam hal tanah tempat dibangunnya rumah susun berstatus hak guna bangunan dan hak pakai, terdapat jangka waktu hak atas tanahnya sehingga diperlukan adanya perpanjangan atau pembaharuan hak. Untuk hak guna bangunan, jangka waktu haknya paling lama tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun 12, setelah itu haknya dapat diperbaharui. Untuk hak pakai, jangka waktu haknya paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang, setelah itu haknya dapat diperbaharui. 13 Dengan adanya jangka waktu atas hak atas tanah tersebut, maka jika pemilik dan penghuni rumah susun ingin terus menempati satuan 10 Arie S. Hutagalung (2), Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi (Suatu Kumpulan Karangan), (Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), hal 162. 11 Hutagalung (1), Op. Cit., hal. 26. 12 Jangka waktu tersebut adalah untuk hak guna bangunan atas tanah Negara dan hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan, sedangkan untuk hak guna bangunan atas tanah hak milik, jangka waktunya adalah 30 tahun dan dapat diperbaharui berdasarkan kesepakatan pemegang hak milik dan hak guna bangunan sebagaimana diatur dalam pasal 29 PP No. 40 Tahun 1996. Indonesia (2), Peraturan Pemerintah tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, PP No. 40, LN No. 58 Tahun 1996, TLN No. 364, Psl. 25 Jo. Psl. 22. 13 Ibid., psl. 45. 5 Universitas Indonesia

rumah susun yang dimiliki wajib memperpanjang atau memperbaharui hak atas tanah tersebut jika jangka waktunya habis karena menurut pasal 50 butir a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (PP No. 4 Tahun 1988), hak milik atas rumah susun hapus karena hak atas tanahnya hapus menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 14 Hal ini merugikan pemilik dan penghuni satuan rumah susun karena walaupun sebenarnya mereka telah memiliki hak milik atas satuan rumah susun, tanah tempat satuan rumah susun tersebut berdiri bukan berstatus hak milik sehingga masih ada batas waktu terhadap haknya dan mereka tetap menghadapi resiko kehilangan tempat tinggal dengan musnahnya hak atas tanah tersebut. Permohonan perpanjangan hak atas tanah bersama diajukan oleh Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) yang bersangkutan dan untuk hal tersebut dibutuhkan Sertipikat Hak atas Tanah Bersama/Induk, selain sertipikat HMSRS (SHMSRS). Jadi dalam hal rumah susun, terdapat dua sertipikat yang berkaitan dengan kepemilikan tanah dan kepemilikan satuan rumah susun. Pertama adalah Sertipikat Tanah Bersama/Induk yang dimohonkan oleh Penyelenggara Pembangunan kepada Pemerintah pada saat memulai pembangunan rumah susun sehingga sertipikat ini adalah atas nama Penyelenggara Pembangunan dan setelah Rumah Susun selesai dibangun dan diterbitkan SHMSRS atas setiap satuan rumah susun yang ada, sertipikat ini disimpan di Kantor Pertanahan sebagai warkah. 15 Sertipikat yang kedua adalah SHMSRS yang dimiliki setiap pembeli satuan rumah susun atas namanya sendiri. SHMSRS merupakan sertipikat yang terbit setelah Sertipikat Hak atas Tanah Bersama/Induk dipecah melalui pembuatan Akta Pemisahan. Dengan kata lain, dengan terbitnya SHMSRS seharusnya Sertipikat Hak atas Tanah Bersama/Induk tidak berlaku lagi. Namun kenyataannya, untuk memperpanjang hak atas tanah bersama rumah susunnya, pemegang Hak 14 Indonesia (3), Peraturan Pemerintah tentang Rumah Susun, PP No. 4 Tahun 1988, psl. 50. 15 Hutagalung (1), Op. Cit., hlm. 46. 6 Universitas Indonesia

Milik atas Satuan Rumah Susun masih memerlukan Sertipikat Hak atas Tanah Bersama/Induk atas nama Penyelenggara Pembangunan tersebut sebagai bagian dari dokumen yang harus disampaikan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya. Hal ini disebabkan karena pada saat terjadi jual beli terhadap unit apartemen dari Penyelenggara Pembangunan kepada Masyarakat tidak dilakukan balik nama atas tanah bersama tersebut, yang dilakukan hanya balik nama terhadap satuan rumah susun yang terjual. Keberadaan Penyelenggara Pembangunan sebagai pemegang hak atas tanah pada Sertipikat Hak atas Tanah Bersama/Induk menimbulkan pertanyaan, apakah dengan demikian walaupun setiap satuan rumah susun telah dibeli dan dihuni Penyelenggara Pembangunan masih memiliki hak atas tanah rumah susun tersebut? Bagaimana dalam proses perpanjangan hak atas tanahnya, apakah hak atas tanah tersebut akan tetap dipegang oleh Penyelenggara Pembangunan? Bagaimana implikasinya terhadap pemegang HMSRS? 1.2 Pokok Permasalahan yaitu: Tesis ini mengangkat tiga pokok permasalahan yang akan diteliti 1. Bagaimana implikasi tercantumnya nama Penyelenggara Pembangunan sebagai pemegang hak atas tanah bersama dalam Sertipikat Hak atas Tanah Bersama terhadap hak atas tanah bersama setelah SHMSRS dialihkan kepada pihak pembeli? 2. Dalam hal perpanjangan Hak atas Tanah Bersama oleh Perhimpunan Penghuni Rumah Susun, perlukah dilakukan transaksi guna membalik nama pemegang haknya dari Penyelenggara Pembangunan kepada Perhimpunan Penghuni Rumah Susun? 7 Universitas Indonesia

3. Apakah Perhimpunan Penghuni Rumah Susun juga diwajibkan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ketika memperpanjang hak atas tanah bersama rumah susun? 1.3 Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian untuk menyelesaikan tesis ini, metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan studi dokumen, yang meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang digunakan meliputi: Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan segala peraturan pelaksana lainnya yang mengatur mengenai rumah susun, hak atas tanah, dan pendaftaran hak atas tanah di Indonesia. Bahan hukum sekunder yang digunakan untuk menyusun tesis ini antara lain buku mengenai hukum agraria Indonesia dan rumah susun di Indonesia beserta makalah-makalah. Tipologi penelitian yang digunakan adalah penelitian monodisipliner, deskriptif, dan preskriptif. Monodisipliner sebab penelitian ini hanya menggunakan satu sudut pandang, yaitu sudut pandang ilmu hukum. Deskriptif sebab penelitian ini menguraikan mengenai sistem rumah susun di Indonesia mulai dari proses pembangunan, sertifikasi, pemilikan, sampai perpanjangan hak atas tanahnya. Preskriptif sebab penelitian ini selain menguraikan teori dan peraturan seputar rumah susun dan proses perpanjangan hak atas tanahnya juga menguraikan mengenai permasalahan yang dapat ditimbulkan dari pengaturan yang demikian serta alternatif solusi dari permasalahan tersebut. 8 Universitas Indonesia

Jenis data yang menjadi penunjang penelitian ini adalah data primer berupa wawancara dengan narasumber dan data sekunder dengan alat pengumpul data berupa dokumen hukum. Narasumber yang diwawancara meliputi praktisi hukum properti dari Erwin Kallo & Co. Property Lawyers, Kepala Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, serta Ketua Asosiasi Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (APERSSI). Dokumen yang digunakan antara lain berupa peraturan perundang-undangan, literatur hukum, dan artikel-artikel media massa. Data yang terkumpul kemudian dianalisa dan dipresentasikan secara kualitatif. 1.4 Sistematika Penulisan BAB 1. PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang pemilihan topik, pokok permasalahan yang dibahas dalam tesis, metode penelitian yang digunakan, dan sistematika penulisan. BAB 2. HAK ATAS TANAH BERSAMA RUMAH SUSUN DAN MASALAH PERPANJANGANNYA Bab ini membahas mengenai proses pembangunan dan sertipikasi rumah susun, pemegang Hak Milik atas Satuan Rumah Susun sebagai anggota Perhimpunan Penghuni, peralihan hak atas tanah bersama, perpanjangan hak atas tanah bersamanya, serta kasus perpanjangan HGB Nomor 2218/Cideng yang diatasnya berdiri Rumah Susun Campuran ITC Roxy Mas sebagai contoh kasus berkaitan dengan perpanjangan hak atas tanah bersama. BAB 3. PENUTUP Berisi simpulan dan saran dari penelitian dalam tesis. 9 Universitas Indonesia