KORELASI OPINI AUDIT BPK ATAS LKKL DENGAN HASIL EVALUASI LAKIP K/L

dokumen-dokumen yang mirip
I. UMUM. Saldo...

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintah yang baik (Good Government Governance) merupakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-2- Operasional, (v) Laporan Arus Kas, (vi) Laporan Perubahan Ekuitas, dan (vii) Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan Realisasi APBN menggambarkan p

SIARAN PERS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perhatian utama masyarakat pada sektor publik atau pemerintahan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 MEMBAIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

No Pemerintahan (SAP) berbasis akrual dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis ak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SIARAN PERS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN. BPK: Wajar Dengan Pengecualian atas LKPP Tahun 2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

Persiapan Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Indonesia. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan

BULETIN TEKNIS NOMOR 01 PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

PENINGKATAN AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA HARUS BERKELANJUTAN

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga Tahun 2010

Lampiran I. Pokok-pokok Perbedaan Dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Kas Menuju Akrual dengan Akuntansi Berbasis Akrual

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin tingginya tuntutan masyarakat agar keuangan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki kualitas kinerja, transparansi dan akuntabilitas pemerintahan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Nasution (2007) menyatakan beberapa kelemahan yang ditemukan pada

KONVERSI LKPD VERSI PP NO. 24 TAHUN 2005 MENJADI LKPD VERSI PP NO. 71 TAHUN 2010 (Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan)

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. governance) ditandai dengan diterbitkannya Undang undang Nomor 28 Tahun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara, pemerintah dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13

Kata Sambutan Kepala Badan

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009

LANGKAH-LANGKAH MENUJU WAJAR TANPA PENGECUALIAN (WTP) 1

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN KERANGKA KONSEPTUAL STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang tingkat pengungkapan

NTT Raih WTP, Ini Untuk Pertama Kalinya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. yang sering disebut good governance. Pemerintahan yang baik ini. merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan tugas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

2. Kerangka Teoritis 2.1. Laporan Keuangan Pemerintah Peranan dan Tujuan Pelaporan Keuangan

MANUAL INDIKATOR KINERJA UTAMA SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN LUAR NEGERI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 238/PMK.05/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN

LAPORAN KEUANGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2014 (AUDITED)

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

PENGHEMATAN ANGGARAN JILID II

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tertuang dalam pasal 32 ayat (1) yang berbunyi: UU No. 17 Tahun 2003 juga mengamanatkan setiap instansi pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Reformasi tata kelola pemerintahan dan organisasi sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sejak munculnya konsep New Public Management (NPM) pada tahun 1980-

ANALISIS HASIL AUDIT LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN. organisasi, baik organisasi privat maupun organisasi publik. Governance) yang berbasis pada aspek akuntabilitas, value for money,

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara variabel-variabel penelitian yaitu kapabilitas APIP, opini BPK dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

TINJAUAN YURIDIS ATAS PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PADA PEMERINTAH DAERAH. 1

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

Peran Audit Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Peningkatan Transparansi Dan Akuntabilitas. 2. Kajian Pustaka dan Hipotesis

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

TABEL 2 RINGKASAN APBN, (miliar rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah yang baik (good governance). Good Governance. Menurut UU No. 32/2004 (2004 : 4). Otonomi daerah ada lah hak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang yang mendasari

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

KORELASI OPINI AUDIT BPK ATAS LKKL DENGAN HASIL EVALUASI LAKIP K/L Oleh : Hindri Asmoko 1 ABSTRAK Opini audit BPK atas LKKL dan hasil evaluasi LAKIP K/L merupakan indikator kualitas dari LKKL dan LAKIP K/L. Tulisan ini bertujuan untuk meneliti korelasi antara opini audit BPK atas LKKL dengan hasil evaluasi LAKIP K/L. Metodologi penelitian yang digunakan adalah menguji korelasi antara opini audit BPK atas LKKL dengan hasil evaluasi LAKIP K/L. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada korelasi antara opini audit BPK atas LKKL dengan hasil evaluasi LAKIP K/L. Kata kunci: opini audit BPK, hasil evaluasi LAKIP K/L. PENDAHULUAN Reformasi pengelolaan keuangan negara di Indonesia dimulai dengan terbitkan paket undang-undang di bidang keuangan negara. Paket undang-undang di bidang keuangan negara meliputi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Terdapat banyak perubahan fundamental yang dilakukan dalam pengelolaan keuangan negara tersebut. Diantara perubahan tersebut adalah reformasi di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan negara dan bidang audit. Perubahan di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan diantaranya adalah mewajibkan setiap kementerian negara/lembaga (K/L) untuk menyelenggarakan akuntansi. Penyelenggaraan proses akuntansi tersebut diatur dengan adanya sistem akuntansi pemerintahan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Selanjutnya, berdasarkan proses akuntansi tersebut K/L wajib menyusun laporan keuangan K/L (LKKL). Untuk mendukung proses akuntansi dan pelaporan keuangan ini, telah dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) yang bertugas menyusun Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Dengan adanya perubahan ini sejak Tahun 2004 sampai sekarang pemerintah pusat telah berhasil menyusun laporan keuangan yang meliputi LKKL dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). LKPP merupakan penggabungan dari keseluruhan LKKL. Perubahan di bidang audit atas laporan keuangan pemerintah ditandai oleh pemberian opini audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan pemerintah baik LKKL maupun LKPP. Pemberian opini audit oleh BPK dimaksudkan untuk memberikan penilaian atas kewajaran laporan keuangan pemerintah. Selain itu, pemberian opini audit ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan pengguna laporan keuangan pemerintah atas informasi yang disajikan dalam laporan tersebut. Laporan keuangan pemerintah belum dapat mencerminkan tingkat kinerja secara keseluruhan dari suatu K/L. Oleh karena itu, selain laporan keuangan diperlukan lagi laporan yang terkait dengan capaian kinerja. Laporan kinerja pemerintah dinamakan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP). LAKIP sendiri sudah ada sejak dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999. Dalam perkembangannya telah dilakukan beberapa kali perubahan untuk menyempurnakan Inpres tersebut. Mulai Tahun 2012, dilakukan evaluasi atas LAKIP K/L oleh Kementerian Negara 1 Penulis adalah Widyaiswara Madya pada Balai Diklat Kepemimpinan, BPPK 1

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Meneg PAN & RB). Hasil evaluasi LAKIP tersebut diwujudkan dengan nilai yang menggambarkan tingkat akuntabilitas kinerja. Perubahan yang juga akan dilakukan dalam reformasi di bidang akuntansi dan pelaporan adalah adanya upaya untuk menggabungkan laporan keuangan pemerintah dengan laporan kinerja. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 merupakan peraturan yang mencoba memulai menggabungkan kedua jenis laporan tersebut. Akan tetapi dalam praktik tampaknya sekarang masih belum dapat berjalan dengan baik. Sekarang ini kedua laporan ini masih berjalan sendiri-sendiri. Walaupun berjalan sendiri-sendiri seharusnya kedua jenis laporan ini seharusnya mempunyai irisan dalam isinya. Rumusan Masalah Uraian sebelumnya telah menjelaskan adanya dua jenis laporan yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan dan kinerja yaitu laporan keunagan kementerian negara/lembaga (LKKL) dan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah kementerian negara/lembaga (LAKIP K/L). Kedua jenis laporan juga telah diaudit atau dievaluasi oleh pihak yang independen. LKKL telah diaudit oleh BPK, sedangkan LAKIP K/L dievaluasi oleh Kemen PAN & RB. Berdasarkan kondisi tersebut, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah opini audit BPK atas LKKL mengalami kemajuan selama 5 tahun terakhir ini? 2. Apakah hasil evaluasi LAKIP K/L oleh MenPAN & RB mengalami kemajuan selama 3 tahun terakhir ini? 3. Apakah terdapat korelasi antara opini audit BPK atas LKKL dengan hasil evaluasi LAKIP K/L? Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian dibatasi untuk laporan keuangan pemerintah pusat di kementerian negara/lembaga (LKKL) dan tidak termasuk LKPP. Laporan keuangan pemerintah daerah juga tidak termasuk dalam ruang lingkup penelitian ini. Demikian juga dengan hasil evaluasi LAKIP dibatasi untuk LAKIP K/L, tidak termasuk LAKIP pemerintah daerah. KERANGKA TEORITIS Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga Laporan keuangan pemerintah merupakan bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah selama suatu periode (Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah). Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan yang dimaksud adalah laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP). LKPP merupakan penggabungan atau konsolidasi dari laporan keuangan seluruh kementerian negara/lembaga (LKKL). Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 menguraikan komponen laporan keuangan pemerintah setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas (LAK), Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). LRA adalah laporan yang menggambarkan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan selama suatu periode. LAK adalah laporan yang menggambarkan arus kas masuk dan keluar selama suatu periode, serta posisi kas pada tanggal pelaporan. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas dana pada suatu tanggal tertentu. CaLK adalah bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan yang menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, menambahkan laporan keuangan 2

pemerintah dengan Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP SAL), dan Laporan Perubahan Ekuitas (LPE). LO menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu periode pelaporan. LP SAL menyajikan informasi kenaikan atau penurunan SAL tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. LPE menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penambahan laporan ini karena adanya perubahan basis akuntansi yang digunakan yaitu dari basis akuntansi kas menuju akrual menjadi basis akuntansi akrual. Sampai dengan Tahun 2013, laporan keuangan masih menggunakan basis akuntansi kas menuju akrual, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan terdiri dari LRA, LAK, Neraca, dan CaLK. LAK hanya disusun oleh unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan. Oleh karena itu, LKKL hanya terdiri dari LRA, Neraca, dan CaLK. Opini Audit BPK atas LKKL Laporan keuangan yang telah disusun pemerintah berisi informasi yang akan digunakan oleh pengguna laporan. Pengguna laporan keuangan pemerintah meliputi pihak internal pemerintah dan pihak eksternal pemerintah (masyarakat, investor, negara lain, dan lain-lain). Untuk lebih meningkatkan kepercayaan dari pihak eksternal pemerintah, laporan keuangan perlu diperiksa oleh pihak independen di luar pemerintah. Pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah dilakukan oleh pihak yang independen yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Arens dan Loebbecke (1991) menyatakan pemeriksaan adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria yang telah ditetapkan. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Salah satu pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK adalah pemeriksaan keuangan. Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan. Pemeriksaan keuangan tersebut bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (Standar Pemeriksaan BPK, 2007). AICPA (1988) dalam Bastian (2010) menyatakan tujuan pengujian atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah ekspresi suatu opini secara jujur tentang posisi keuangan, hasil operasi, dan arus kas yang disesuaikan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum. Laporan auditor merupakan media yang mengekspresikan opini auditor atau dalam kondisi tertentu menyangkal suatu opini. Hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan pemerintah diwujudkan dalam bentuk opini audit. Opini audit tejadi dari lima jenis opini (Arens dan Loebecke, 1991). Kelima opini audit tersebut adalah 1. Wajar tanpa pengecualian (WTP). Auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar. 2. Wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan (WTP-DPP). Auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, tetapi auditor merasa perlu untuk memberikan sejumlah informasi tambahan. 3. Wajar dengan pengecualian (WDP). Auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, kecuali untuk pos tertentu. 4. Tidak memberikan pendapat (TMP). Auditor tidak menyimpulkan apakah laporan keuangan disajikan secara wajar. 5. Tidak wajar (TW). Auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar. 3

LAKIP K/L Laporan kinerja unit organisasi pemerintah diwujudkan dalam bentuk laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah kementerian negara/lembaga (LAKIP K/L). Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 menyatakan laporan akuntabilitas kinerja adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi. Laporan ini berisi ikhtisar pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja dan dokumen perencanaan. LAKIP K/L dihasilkan dari sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP). SAKIP diimplementasikan secara self assesment oleh masing-masing instansi pemerintah. Dengan demikian, berarti instansi pemerintah secara mandiri merencanakan, melaksanakan, mengukur, dan memantau kinerja serta melaporkan kepada instansi yang lebih tinggi. Evaluasi atas LAKIP Pelaksanaan SAKIP pada suatu instansi memerlukan adanya evaluasi dari pihak independen untuk memperoleh umpan balik dalam rangka meningkatkan akuntabilitas dan kinerja instansi pemerintah. Tujuan evaluasi akuntabilitas instansi pemerintah menurut PerMenpan dan RB Nomor 20 Tahun 2013 tentang Perubahan Lampiran PerMenpan dan RB Nomor 25 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah meliputi empat hal. Pertama, memperoleh informasi tentang implementasi sistem AKIP. Kedua, menilai akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Ketiga, memberikan saran perbaikan untuk peningkatan kinerja dan penguatan akuntabilitas instansi pemerintah. Keempat, memonitor tindak lanjut rekomendasi hasil evaluasi periode sebelumnya. Evaluasi ini mencakup evaluasi atas penerapan SAKIP dan evaluasi atas pencapaian kinerja. Evaluasi LAKIP K/L dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Evaluasi ini meliputi evaluasi atas komponen AKIP dan penilaian dan penyimpulan. Evaluasi atas komponen AKIP terdiri dari perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja internal, dan pencapaian kinerja. Penilaian komponen aspek meliputi aspek perencanaan dengan bobot 35%, pengukuran kinerja dengan bobot 20%, pelaporan kinerja dengan bobot 15%, evaluasi kinerja dengan bobot 10%, dan capaian kinerja dengan bobot 20%. Penyimpulan atas hasil evaluasi LAKIP dilakukan dengan menjumlahkan semua komponen. Nilai akhir dari penjumlahan komponen akan digunakan untuk menentukan tingkat akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dengan kategori sebagai berikut: 1. AA (Memuaskan) dengan nilai >85 100 2. A (Sangat Baik) dengan nilai >75 85 3. B (Baik, perlu sedikit perbaikan) dengan nilai >65 75 4. CC (Cukup/Memadai, perlu banyak perbaikan yang tidak mendasar) dengan nilai >50 65 5. C (Kurang, Perlu banyak perbaikan, termasuk perubahan yang mendasar) dengan nilai >30 50 6. D (Sangat Kurang, perlu banyak sekali perbaikan & perubahan yang sangat mendasar) dengan nilai 0 30. Korelasi Antara Opini Audit BPK atas LKKL dengan Hasil Evaluasi LAKIP K/L Setiap tahun, K/L wajib menyusun LKKL dan LAKIP. LKKL disusun dengan menggunakan sistem akuntansi instansi (SAI), sedangkan LAKIP K/L disusun dengan menggunakan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP). LKKL diaudit oleh BPK dan mendapatkan hasil berupa opini audit. LAKIP K/L dievaluasi oleh Kemenpan dan RB dan mendapatkan hasil evaluasi atas LAKIP K/L tersebut. Opini audit BPK atas LKKL berhubungan dengan penilaian kewajaran laporan keuangan K/L, sedangkan evaluasi LAKIP K/L berhubungan dengan penilaian penerapan SAKIP dan capaian kinerja K/L. Capaian kinerja K/L tentunya tidak dapat dilepaskan dengan proses pengelolaan keuangan yang dilakukan selama melakukan kegiatan pencapaian target kinerjanya. Walaupun kedua jenis hasil penilaian ini dihasilkan dari proses yang berbeda dan dilakukan oleh pihak yang berbeda seharusnya K/L memperoleh hasil yang sejalan. Apabila laporan keuangannya dinilai baik seharusnya pengelolaan 4

SAKIP dan capaian kinerjanya juga baik. Hal ini disebabkan komponen penilaian evaluasi LAKIP yang bobotnya tinggi adalah perencanaan kinerja dan capaian kinerja. Kedua hal ini mempunyai hubungan yang kuat dengan pengelolaan keuangan dan anggaran. Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk membuktikan bahwa opini audit mempunyai korelasi dan mempengaruhi capaian kinerja terutama kinerja keuangan organisasi. Penelitian tersebut banyak dilakukan pada organisasi di sektor swasta. Berdasarkan uraian ini, maka pertanyaan penelitian yang dikembangkan adalah Apakah terdapat korelasi antara opini audit BPK atas LKKL dengan hasil evaluasi LAKIP K/L? METODOLOGI Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatory research). Penelitian ini akan menjelaskan hubungan antar variabel yang diteliti. Hubungan yang diteliti adalah hubungan antara opini audit BPK atas LKKL dengan hasil evaluasi LAKIP K/L. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang dikuantitatifkan. Selain itu juga digunakan pendekatan deskriptif untuk menggambarkan kondisi opini audit BPK atas LKKL dan hasil evaluasi LAKIP K/L. Populasi penelitian ini adalah kementerian negara/lembaga pada Pemerintah Pusat di Indonesia. Sampel penelitian mengambil sebagian dari populasi K/L tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari publikasi K/L. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data atas variabel yang diteliti dari keseluruhan K/L yang ada di Indonesia. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah opini audit BPK atas LKKL dan hasil evaluasi LAKIP K/L. Variabel opini audit BPK atas LKKL adalah pendapat yang diberikan oleh auditor BPK setelah melaksanakan pemeriksaan atas LKKL. Variabel opini audit BPK atas LKKL ini diukur dengan menggunakan skala 5 poin dengan rincian pengukuran sebagai berikut: Opini audit BPK atas LKKL Skala pengukuran Wajar Tanpa Pengecualian 5 Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf 4 Penjelas Wajar Dengan Pengecualian 3 Tidak Memberikan Pendapat 2 Tidak Wajar 1 Variabel hasil evaluasi LAKIP K/L adalah hasil evaluasi atas LAKIP kementerian negara/lembaga oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi setelah melaksanakan evaluasi atas LAKIP K/L. Variabel hasil evaluasi LAKIP K/L ini diukur dengan menggunakan skala 6 poin dengan rincian pengukuran sebagai berikut: Hasil Evaluasi LAKIP K/L Skala pengukuran AA 6 A 5 B+ 4.5 B 4 CC 3 C 2 D 1 Setelah data-data dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah analisis atas data tersebut. Analisis data dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dikembangkan. Untuk menjawab 5

pertanyaan penelitian pertama dan kedua, penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Berdasarkan data deskriptif selama beberapa tahun dilakukan analisis untuk melihat tren yang terjadi. Pertanyaan penelitian yang ketiga akan dijawab dengan menggunakan analisis korelasi. Analisis korelasi ini untuk menjawab pertanyaan apakah terdapat korelasi antara opini audit BPK atas LKKL dengan hasil evaluasi LAKIP K/L. Batasan signifikansi yang digunakan sebesar 5% artinya penelitian ini menggunakan tingkat keyakinan sebesar 95%. Perkembangan Opini Audit BPK atas LKKL HASIL ANALISIS Untuk menjawab pertanyaan penelitian pertama, penulis menyajikan data statistika deskriptif mengenai variabel opini audit atas LKKL. Data lengkap opini audit BPK atas LKKL terdapat di Lampiran I. Ringkasan perkembangan rincian opini audit BPK atas LKKL selama lima tahun (2009-2013) dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Perkembangan Rincian Opini Audit BPK atas LKKL Tahun 2009-2013 Opini Audit BPK atas LKKL Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 36 39 53 51 54 Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf 9 14 14 19 11 Penjelasan (WTP-DPP) Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 26 29 18 21 19 Tidak Memberikan Pendapat (TMP) 8 2 2 3 2 Tidak Wajar (TW) 0 0 0 0 0 Jumlah 79 84 87 94 86 Sumber: Diolah dari LKPP Tahun 2013 Statistika deskriptif untuk opini audit BPK atas LKKL selama lima tahun (2009 2013) disajikan pada Tabel 2 berikut: Tabel 2 Statistika Deskriptif Opini Audit BPK atas LKKL Tahun Nilai Minimum Nilai Maksimum Mean Deviasi Standar 2009 2 5 3.9241 1.0951 2010 2 5 4.0714 0.9542 2011 2 5 4.3563 0.8889 2012 2 5 4.2553 0.9150 2013 2 5 4.3605 0.9063 Data statistika di atas menunjukkan mean selama lima tahun rata-rata di atas 4. Hal ini menunjukkan opini audit BPK atas LKKL sebagian besar sudah mencapai tingkat WTP-DPP. Tren selama lima tahun dari tahun 2009 sampai dengan 2013 memperlihatkan adanya kenaikan mean. Pengecualian terjadi di Tahun 2012, mean menurun dari 4,3563 menjadi 4,2553. Berdasarkan data selama lima tahun tersebut dapat disimpulkan terjadi kemajuan dalam hasil opini audit BPK atas LKKL menuju opini audit yang lebih baik. 6

Perkembangan Hasil Evaluasi LAKIP K/L Untuk menjawab pertanyaan penelitian kedua, penulis menyajikan data statistika deskriptif mengenai variabel hasil evaluasi LAKIP K/L. Data hasil evaluasi LAKIP K/L diambil dari hasil evaluasi 3 tahun terakhir yaitu Tahun 2011 sampai dengan Tahun 2013. Data ini diambil hanya selama tiga tahun karena penilaian evaluasi LAKIP K/L ini baru diterapkan mulai Tahun 2011. Data lengkap hasil evaluasi LAKIP K/L terdapat di Lampiran II. Ringkasan perkembangan rincian hasil evaluasi LAKIP K/L selama tiga tahun (2011-2013) dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3 Perkembangan Rincian Hasil Evaluasi LAKIP K/L Tahun 2011-2013 Hasil Evaluasi LAKIP K/L Tahun 2011 2012 2013 AA 0 0 0 A 2 3 6 B+ 0 0 13 B 17 26 20 CC 48 46 39 C 12 4 3 D 0 0 2 Jumlah 79 79 83 Sumber: Diolah dari www.menpan.go.id Statistika deskriptif untuk hasil evaluasi LAKIP K/L selama tiga tahun (2011 2013) disajikan pada Tabel 4 berikut: Tabel 4 Statistika Deskriptif Hasil Evaluasi LAKIP K/L Tahun Nilai Minimum Nilai Maksimum Mean Deviasi Standar 2011 2 5 3.1139 0.6791 2012 2 5 3.3544 0.6412 2013 1 5 3.5361 0.8582 Data statistika di atas menunjukkan mean selama tiga tahun rata-rata di atas 3. Hal ini menunjukkan hasil evaluasi LAKIP K/L rata-rata memperoleh penilaian CC. Hasil penilaian CC ini berarti masih berada pada kategori sedang dan masih perlu banyak perbaikan terhadap pelaporan LAKIP K/L. Tren selama tiga tahun dari tahun 2011 sampai dengan 2013 memperlihatkan adanya kenaikan mean. Berdasarkan data selama tiga tahun tersebut dapat disimpulkan terjadi kemajuan dalam hasil evaluasi LAKIP K/L. Korelasi Opini Audit BPK atas LKKL dengan Hasil Evaluasi LAKIP K/L Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang ketiga dilakukan pengujian relasional antar variabel. Variabel yang diuji adalah opini audit BPK atas LKKL dan hasil evaluasi LAKIP K/L. Pengujian relasional ini menggunakan analisis korelasi bivariat. Analisis korelasi bivariat yang digunakan adalah koefisien korelasi Pearson. Hasil pengujian korelasi bivariat antara variabel opini audit BPK atas LKKL Tahun 2011 dengan hasil evaluasi LAKIP K/L Tahun 2011 disajikan pada Tabel 1 berikut. 7

Tabel 1 Koefisien Korelasi antara Opini Audit BPK atas LKKL Tahun 2011 dengan Hasil Evaluasi LAKIP K/L Tahun 2011 Correlations lk2011 lkp2011 lk2011 Pearson Correlation 1.113 Sig. (2-tailed).330 N 76 76 lkp2011 Pearson Correlation.113 1 Sig. (2-tailed).330 N 76 76 Tabel 1 menunjukkan koefisien korelasi antara varibel opini audit BPK atas LKKL Tahun 2011 dengan hasil evaluasi LAKIP K/L Tahun 2011 adalah 0,113 dengan signifikansi p value sebesar 0,33 atau p > 0,05. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa variabel opini audit BPK atas LKKL terbukti belum berkorelasi dengan variabel hasil evaluasi LAKIP K/L. Hasil pengujian korelasi bivariat antara variabel opini audit BPK atas LKKL Tahun 2012 dengan hasil evaluasi LAKIP K/L Tahun 2012 disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Koefisien Korelasi antara Opini Audit BPK atas LKKL Tahun 2012 dengan Hasil Evaluasi LAKIP K/L Tahun 2012 Correlations lk2012 lkp2012 lk2012 Pearson Correlation 1.047 Sig. (2-tailed).679 N 79 79 lkp2012 Pearson Correlation.047 1 Sig. (2-tailed).679 N 79 79 Tabel 2 menunjukkan koefisien korelasi antara varibel opini audit BPK atas LKKL Tahun 2012 dengan hasil evaluasi LAKIP K/L Tahun 2012 adalah 0,047 dengan signifikansi p value sebesar 0,679 atau p > 0,05. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa variabel opini audit BPK atas LKKL terbukti belum berkorelasi dengan variabel hasil evaluasi LAKIP K/L. 8

Hasil pengujian korelasi bivariat antara variabel opini audit BPK atas LKKL Tahun 2013 dengan hasil evaluasi LAKIP K/L Tahun 2013 disajikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3 Koefisien Korelasi antara Opini Audit BPK atas LKKL Tahun 2013 dengan Hasil Evaluasi LAKIP K/L Tahun 2013 Correlations lk2013 lkp2013 lk2013 Pearson Correlation 1.115 Sig. (2-tailed).305 N 82 82 lkp2013 Pearson Correlation.115 1 Sig. (2-tailed).305 N 82 82 Tabel 3 menunjukkan koefisien korelasi antara varibel opini audit BPK atas LKKL Tahun 2013 dengan hasil evaluasi LAKIP K/L Tahun 2013 adalah 0,115 dengan signifikansi p value sebesar 0,305 atau p > 0,05. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa variabel opini audit BPK atas LKKL terbukti belum berkorelasi dengan variabel hasil evaluasi LAKIP K/L. Berdasarkan hasil pengujian relasional antara variabel opini audit BPK atas LKKL dengan variabel hasil evaluasi LAKIP K/L selama tiga periode yaitu Tahun 2011 sampai dengan 2013 menunjukkan nilai p value yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan belum terdapat korelasi antara variabel opini audit BPK atas LKKL dengan hasil evaluasi LAKIP K/L. SIMPULAN Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan. Pertama, hasil opini audit BPK atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga rata-rata mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan (WTP-DPP). Hasil opini audit BPK atas LKKL ini memperlihatkan adanya perkembangan ke arah hasil opini yang lebih baik selama lima tahun terakhir (2009 sampai dengan 2013). Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya K/L yang mendapatkan opini WTP-DPP. Kedua, hasil evaluasi LAKIP K/L oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi rata-rata mendapatkan nilai kategori CC. Hasil evaluasi LAKIP K/L selama tiga tahun terakhir (2011 sampai dengan 2013) menunjukkan adanya kemajuan ke arah hasil evaluasi LAKIP yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyak K/L yang mendapatkan hasil evaluasi di atas C. Ketiga, belum terdapat hubungan antara opini audit BPK atas LKKL dengan hasil evaluasi LAKIP K/L. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi yang tidak signifikan. 9

IMPLIKASI Implikasi dari simpulan di atas adalah pertama, K/L harus terus meningkatkan hasil opini audit BPK. Rata-rata opini audit harus terus ditingkatkan menuju opini audit wajar tanpa pengecualian (WTP). Kedua, K/L juga harus terus memperbaiki penerapan SAKIP dan capaian kinerja untuk meningkatkan hasil evaluasi atas LAKIP. Rata-rata hasil evaluasi LAKIP harus terus ditingkatkan apalagi rata-rata capaian hasil evaluasi masih CC. Ketiga, belum adanya korelasi antara opini audit BPK dengan hasil evaluasi LAKIP K/L menunjukkan belum terintegrasinya antara sistem akuntansi instansi yang menghasilkan LKKL dengan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang menghasilkan LAKIP K/L. Oleh karena itu perlu adanya koordinasi dan integrasi sistem pengelolaan keuangan dan kinerja ini sehingga nantinya laporan yang dihasilkan akan sejalan. KETERBATASAN Penelitian ini menganalisis laporan keuangan kementerian negara/lembaga dan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pada kementerian negara/lembaga. Analisis dilakukan dengan mencari hubungan antara kedua jenis laporan tersebut. Penelitian ini tidak menelusuri lebih jauh penyebab belum sejalannya antara kedua laporan ini. Penelitian selanjutnya dapat memperdalam analisis hubungan antara kedua jenis laporan ini. DAFTAR PUSTAKA Arens, Alvin A. Dan James K. Loebbecke. 1991. Auditing Pendekatan Terpadu. Edisi Terjemahan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Bastian, Indra. 2010. Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar. Penerbit Erlangga. Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi, Yogyakarta. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Keuangan Negara. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 tahun 2013 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. http//www.menpan.go.id 10

11

Lampiran I Opini Audit BPK atas LKKL No. Kementerian Negara/Lembaga Opini atas Laporan KeuanganK/L 2009 2010 2011 2012 2013 1 Majelis Permusyawaratan Rakyat WTP WTP WTP WTP WTP 2 Dewan Perwakilan Rakyat WTP WTP WTP WTP WTP 3 Badan Pemeriksa Keuangan WTP WTP WTP WTP WTP 4 Mahkamah Agung TMP WDP WDP WTP WTP 5 Kejaksaan Agung WDP WDP WTP-DPP WTP-DPP WTP 6 Sekretariat Negara WDP WTP WTP WTP WTP-DPP 7 Kementerian Dalam Negeri WDP WTP-DPP WTP-DPP WTP-DPP WDP 8 Kementerian Luar Negeri TMP WDP WTP-DPP WTP WTP 9 Kementerian Pertahanan WDP WDP WDP WTP-DPP WTP 10 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia WTP-DPP WTP-DPP WTP WTP-DPP WTP 11 Kementerian Keuangan WDP WDP WTP WTP WTP 12 Kementerian Pertanian WDP WDP WDP WDP WTP-DPP 13 Kementerian Perindustrian WTP WTP WTP WTP WTP 14 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral WDP WTP-DPP WTP WTP WTP 15 Kementerian Perhubungan WDP WDP WDP WDP WTP 16 Kementerian Pendidikan dan kebudayaan WDP TMP TMP WDP WTP 17 Kementerian Kesehatan TMP TMP WDP WTP-DPP WTP 18 Kementerian Agama WDP WDP WTP-DPP WTP-DPP WTP-DPP 19 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi WDP WDP WDP WDP WDP 20 Kementerian Sosial WDP WDP WTP-DPP WTP-DPP WTP-DPP 21 Kementerian Kehutanan WDP WDP WTP-DPP WTP-DPP WTP 22 Kementerian Kelautan dan Perikanan WDP WTP-DPP WTP-DPP WTP-DPP WTP-DPP 23 Kementerian Pekerjaan Umum WDP WDP WDP WTP-DPP WTP 24 Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan K WTP WTP WTP WTP WTP 25 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian WTP WTP WTP WTP WTP 26 Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat WTP WTP WTP WTP WTP 27 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif WDP WDP WDP WDP TMP 28 Kementerian Badan Usaha Miliki Negara WTP WTP WTP WTP WTP 29 Kementerian Riset dan Teknologi WTP WTP WTP WTP WDP 30 Kementerian Lingkungan Hidup TMP WDP WTP-DPP WTP-DPP WTP 31 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah WDP WTP WTP WTP-DPP WDP 32 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindu WTP WTP WTP WTP WTP 33 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Re WTP WTP WTP WDP WTP-DPP 34 Badan Intelijen Negara WTP WTP WTP WTP WTP 35 Lembaga Sandi Negara WDP WTP-DPP WTP-DPP WTP WTP-DPP 36 Dewan Ketahanan Nasional WTP WTP WTP WTP WTP 37 Badan Pusat Statistik WDP WDP WTP WTP WTP 38 Kementerian Negara PPN/Bappenas WTP WTP WTP WTP WTP 39 Badan Pertanahan Nasional TMP WDP WDP WTP-DPP WTP 40 Perpustakaan Nasional WDP WTP WTP WTP WDP 41 Kementerian Komunikasi dan Informatika WDP WDP WDP WDP WDP 42 Kepolisian Negara RI WTP-DPP WTP-DPP WTP-DPP WTP-DPP WTP 43 Badan Pengawasan Obat dan Makanan WDP WTP-DPP WTP TMP WDP 12

Lampiran II Hasil Evaluasi LAKIP K/L No. Kementerian Negara/Lembaga Hasil Evaluasi LAKIP K/L 2011 2012 2013 1 Majelis Permusyawaratan Rakyat CC CC CC 2 Dewan Perwakilan Rakyat CC CC CC 3 Badan Pemeriksa Keuangan A A A 4 Mahkamah Agung CC CC CC 5 Kejaksaan Agung C CC CC 6 Sekretariat Negara B B B+ 7 Kementerian Dalam Negeri B B B+ 8 Kementerian Luar Negeri CC CC CC 9 Kementerian Pertahanan CC CC CC 10 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia B B B 11 Kementerian Keuangan B A A 12 Kementerian Pertanian B B B+ 13 Kementerian Perindustrian CC B B+ 14 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral B B B+ 15 Kementerian Perhubungan CC B B 16 Kementerian Pendidikan dan kebudayaan B B B+ 17 Kementerian Kesehatan CC B B 18 Kementerian Agama CC CC CC 19 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi CC CC CC 20 Kementerian Sosial CC CC B 21 Kementerian Kehutanan CC B B 22 Kementerian Kelautan dan Perikanan B B A 23 Kementerian Pekerjaan Umum B B B+ 24 Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamana CC CC B 25 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian B B B 26 Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat CC CC B 27 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif B B B+ 28 Kementerian Badan Usaha Miliki Negara CC CC CC 29 Kementerian Riset dan Teknologi CC B B 30 Kementerian Lingkungan Hidup CC CC CC 31 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah CC CC CC 32 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan A CC CC B 33 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformas B B A 34 Badan Intelijen Negara C CC CC 35 Lembaga Sandi Negara CC CC CC 36 Dewan Ketahanan Nasional C C C 37 Badan Pusat Statistik CC CC B 38 Kementerian Negara PPN/Bappenas B B B+ 39 Badan Pertanahan Nasional C CC CC 40 Perpustakaan Nasional CC CC CC 41 Kementerian Komunikasi dan Informatika CC CC B 42 Kepolisian Negara RI CC CC CC 43 Badan Pengawasan Obat dan Makanan CC CC CC 13