ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 %

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

KAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTODA DI KABUPATEN NGANJUK

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB VI PENUTUP. pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang (Nabila 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB V ANALISIS APBD. LP2KD Prov. Kaltara

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

BAB VI PENUTUP. 6.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari. penelitian ini adalah:

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Keywords : income, improvement, local, government, original, tax

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

PENDAHULUAN Pergantian kepemimpinan di pemerintahan Indonesia, sebagian besar banyak memberikan perubahan diberbagai bidang. Salah satu perubahan yang

STRUKTUR APBD DAN KODE REKENING

BAB VI PENUTUP adalah pada tahun 2009 proporsi untuk belanja operasi sebesar

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

FORMAT SURAT LAPORAN RENCANA DEFISIT APBD KOP SURAT PEMERINTAH PROV/KAB/KOTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

ANALISIS RASIO LAPORAN REALISASI ANGGARAN 2010 KOTA TANGERANG SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU. Afriyanto 1, Weni Astuti 2 ABSTRAK

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

Transkripsi:

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo) MERI IMELDA YUSUF 921 409 130 PROGRAM STUDI SRATA 1 AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2013 ABSTRAK Meri Imelda Yusuf. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Membiayai Belanja Daerah Di Kota Gorontalo. Skripsi. Gorontalo. Program Studi S1 Akuntansi, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo. 2013, dibawah bimbingan Ibu Nilawaty Yusuf SE, Ak. M.Si dan Bapak Lukman Pakaya, S.Pd, MSA masing-masing sebagai pembimbing I dan II. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kemampuan keuangan daerah dalam membiayai belanja daerah. Data yang digunakan berupa laporan keuangan yang diperoleh dari DPPKAD Kota Gorontalo periode 2007-2011. Tehnik analisis data yang digunakan adalah data kuantitatif deskriptif yang selanjutnya dianalisis menggunakan beberapa rasio yaitu Rasio Kemandirian, Rasio Desentralisasi Fiskal, Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah, Debt service Coverage Ratio, Rasio Keserasian dan Rasio Pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai belanja daerah di Kota Gorontalo ditinjau dari : a) Rasio kemandirian keuangan daerah masih memiliki kemandirian yang rendah dan tergolong pada pola hubungan instruktif karena peranan pemerintah pusat atau bantuan dari pihak eksteren lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah. b) Rasio derajat desentralisasi fiskal menunjukkan tingkat desentralisasi masih kurang dalam menyelenggarakan desentralisasi karena sumber PAD terhadap total penerimaan yang berupa pajak daerah dan retribusi daerah belum dioptimalkan bagi daerah. c) Rasio ketergantungan keuangan daerah menunjukkan persentase tiap tahunnya semakin menurun yang artinya pemerintah daerah semakin baik dalam mengelola kemampuan keuangannya. d) Debt service coverage ratio menunjukan bahwa nilai kemampuan keuangannya layak untuk mengadakan pinjaman karena pemerintah daerah tersebut masih memiliki kemampuan yang cukup dalam mengembalikan pinjaman. e) Rasio keserasian menunjukkan adanya ketidakserasian antara belanja operasi dan belanja modal karena belanja operasi lebih besar diperuntukkan untuk pembayaran gaji pegawai dan honorarium 6. Rasio pertumbuhan menunjukkan pertumbuhan yang positif 1

karena pertumbuhan PAD, pendapatan, pertumbuhan belanja operasi dan belanja modal mengalami peningkatan pada tiap tahun anggaran. Kata Kunci : pemerintah daerah, kemampuan keuangan daerah. PENDAHULUAN Implementasi kebijakan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah untuk dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal tersebut dimaksudkan agar daerah dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Pelaksanaan otonomi daerah identik dengan adanya tuntutan good governance dalam rangka efektifitas dan efisiensi pembangunan daerah dalam kerangka otonomi memerlukan prasyarat berupa tata pemerintahan yang baik dan bersih. Dengan adanya implementasi otonomi daerah, hal yang pasti adalah bertambahnya anggaran pembangunan di daerah baik dari PAD, DAU maupun DAK (Halim, 2004: 241). Salah satu ciri utama daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah pada kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerahnya dengan tingkat proporsi ketergantungan kepada pemerintah pusat yang semakin mengecil dan diharapkan bahwa pendapatan asli daerah harus menjadi alat utama dalam dana pembangunan daerah. Tujuan otonomi daerah serta Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang kemandirian daerah, dalam membiayai belanja pembangunan dan pemerataan daerah dapat diukur dengan adanya pendapatan asli daerah yang mencakup hasil Pajak daerah, hasil retribusi daerah dan hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Gorontalo adalah salah satu instansi pemerintahan daerah yang bertugas melaksanakan urusan rumah tangga daerah dibidang keuangan yang meliputi, pendapatan, pengeluaran, pengelolaan kas daerah dan pengendalian yang menjadi tanggung jawabnya. Salah satu masalah yang dihadapi pada pemerintah daerah Kota Gorontalo adalah pemerintah Kota Gorontalo belum 2

secara maksimal mampu membiayai keuangan suatu daerah yang disebabkan oleh adanya anggaran belanja daerah lebih besar dari anggaran pendapatan daerah. KAJIAN TEORI A. Akuntansi Pemerintahan Menurut Hafiz, (2008:35) bahwa akuntansi pemerintahan adalah proses pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk pelaporan hasilhasilnya dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip ekonomi seluas-luasnya dalam sistim dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. B. Kemampuan Keuangan Daerah Kemampuan daerah dimaksud dalam arti seberapa jauh daerah dapat menggali sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai kebutuhannya tanpa harus selalu menggantungkan diri pada bantuan pemerintah pusat. Kemampuan daerah untuk dapat membiayai keuangan daerahnya antara lain dapat dilihat dari besarnya pendapatan asli daerah yang meningkat, dibandingkan dana perimbangan, semakin besar PAD maka ketergantungan terhadap pusat akan semakin kecil dan penggunaan surplus angggaran kepada alokasi belanja (terutama belanja untuk pengembangan infrastruktur umum) dari pada pengeluaran pembiayaan untuk rekening pemegang kas daerah. Pemerintah di daerah dapat terselenggara karena adanya dukungan berbagai faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya roda organisasi pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan. C. Penerimaan Daerah Sumber-sumber pendapatan daerah dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1.1 Pendapatan Asli Daerah PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. 3

1.2 Pendapatan Transfer Menurut Deddi (2007:181) pendapatan transfer merupakan pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintahan pusat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dalam pendapatan jenis ini adalah dana peribangan yang terdiri dari : Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil SDA, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. 1.3 Lain-lain Pendapatan Yang Sah Menurut Deddi (2007:181) lain-lain pendapatan yang sah merupakan pendapatan yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam pendapatan asli daerah dan pendapatan transfer. Termasuk pendapatan jenis ini adalah hibah, dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan bencana, bagi hasil pajak dari pemerintah provinsi, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan pemerintah, dan bantuan keungan dari provinsi atau Pemda lainnya. D. Belanja Daerah Belanja daerah terbagi menjadi dua yaitu : 1.1 Belanja Rutin Belanja rutin adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak menambah aset kekayaan daerah. Belanja rutin terdiri dari : belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan dinas, belanja pemeliharaan dan belanja operasi dan prasarana umum. 1.2 Belanja Pembangunan Menurut Baswir (2002:45) belanja pembangunan adalah belanja pemerintahan yang bersifat investasi dan ditujukkan untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sebagai salah satu pelaku pembangunan. E. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Menurut Syamsudin (2006:12) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Proses penyusunan APBD diawali dengan penetapan 4

tujuan, target dan kebijakan, kesamaan dan persepsi antar berbagai pihak tentang apa yang akan dicapai dan keterkaitan tujuan dengan berbagai program yang akan dilakukan, sangat krusial bagi kesuksesan anggaran. F. Analasis Rasio Keuangan Yang Digunakan Untuk Mengukur Kemampuan Pendapatan Daerah Berdasarkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Beberapa rasio yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan pendapatan daerah berdasarkan APBD diuraikan berikut ini: 1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio kemandirian = Pendapatan Asli Daerah Sumber Pendapatan Dari Pihak Eksteren Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksteren, semakin tinggi resiko kemandirian, bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksteren semakin rendah, begitu pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. 2. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal xbnxbcdbc Rasio ini mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah guna membiayai pembangunan. Mahmudi (2010 : 142) rasio keuangan daerah dihitung dengan cara memandingkan jumlah penerimaan pendapatan asli daerah dibagi dengan total pendapatan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD, maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi DDF = 3. Rasio ketergantungan Keuangan Daerah Pendapatan Asli Daerah ( PAD) Total Penerimaan Derah ( TPD ) Menurut Mahmudi (2010 : 142) rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan daerah dengan total penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar tingkat 5

ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan / atau pemerintah provinsi. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah = 4. Debt Service Coverage Ratio Pendapatan Transfer Total Penerimaan Derah ( TPD ) DSCR merupakan rasio untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam membayar kembali pinjaman daerah (Mahmudi, 2010 : 145) DSCR = 5. Rasio Keserasian ( PAD + (DBH DBHR) + DAU ) Belanja Wajib Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain Rasio ini menggambarkan kemampuan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja pembangunan yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Berikut adalah rumus rasio keserasian menurut Mahmudi (2010 : 164) Rasio Belanja Operasi thd Total Belanja = Realisasi Belanja Operasi Total Belanja Daerah 6. Rasio Pertumbuhan Rasio Belanja Modal thd Total Belanja = Realisasi Belanja Modal Total Belanja Daerah Menurut Halim (2007:241) rasio pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapainya dari periode ke periode berikutnya. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung rasio pertumbuhan adalah : r = Pn Po Po 6

G. Kerangka Berpikir Alat analisis yang digunakan berdasarkan teori dan penelitian terdahulu yang mempengaruhi keuangan suatu daerah berikut merupakan kerangka berpikir untuk Kota Gorontalo. Gambar 1 Kerangka Berpikir Teori Menurut Darise (2008 : 133-134) APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Selisish antara anggaran pendapatan dengan anggaran belanja daerah mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit APBD. Surplus anggaran, terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih besar dari angggarann belanja daerah. Defisit anggaran terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih kecil dari anggaran belanja daerah. Penelitian terdahulu 1. Analisis kemampuan keuangan daerah sebelum dan dan sesudah otonomi daerah pada kabupaten/kota di Propinsi Lampung (Charles Djohan P : 2011) 2. Analisis Kinerja Anggaran Pemerintah Daerah Mohamad Adhim : 2008), 3. Analisis kemampuan pendapatan asli daerah terhadap belanja Laporan Keuangan Realisasi APBD Kota Gorontalo Analisis Kemampuan Keuangan Daerah ditinjau dari : 1. Rasio kemandirian 2. Derajat desentralisasi fiskal 3. Ketergantungan keuangan daerah 4. Debt service coverage ratio 5. Rasio keserasian 6. Rasio pertumbuhan METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 7

Lokasi penelitian dalam penulisan ini adalah pada pemerintah daerah Kota Gorontalo tepatnya di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Kota Gorontalo. Sedangkan waktu penelitian yang direncanakan selama 4 bulan dari bulan Maret 2013 sampai dengan juli 2013. B. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yakni laporan keuangan yang berupa laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah di Kota Gorontalo diperoleh dari DPPKAD kota Gorontalo untuk 5 tahun terakhir yakni periode 2007-2011. C. Teknik Analisis Data Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yang selanjutnya di analisis dengan menggunakan beberapa rasio yaitu Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah, Debt Service Coverage Ratio, Rasio Keserasian dan Rasio Pertumbuhan. Berikut uraian dari masing-masing rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Analisis Data a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Hasil perhitungan analisis terhadap rasio kemandirian selama periode 2007-2011 adalah sebagai berikut : Tabel 6 Perhitungan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kota Gorontalo Periode Tahun Sumber PAD 2007 2011 Sumber Pendapatan Dari Pihak Eksteren Rasio Kemandirian % Keterangan 2007 35,053,377,209 290,282,943,573 0,120755896 12,07% Instruktif 2008 43,125,193,544 330,882,250,641 0,130333958 13,03% Instruktif 8

2009 53,590,516,884 363,975,280,809 0.147236694 14,72% Instruktif 2010 25,284,859,751 357,458,301,137 0.070735131 7,07% Instruktif 2011 74,646,796,347 419,015,201,977 0.178148182 17,81% Instruktif Sumber : Olahan Data, 2013 Berdasarkan penjelasan di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa struktur APBD Kota Gorontalo lebih didominasi oleh penerimaan pendapatan transfer pemerintah pusat atau provinsi sedangkan kontribusi dari PAD masih sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pembangunan masih sangat tergantung pada pihak eksteren atau pemerintah pusat maupun provinsi. Hal ini dapat dilihat dari rasio kemandirian keuangan daerah Kota Gorontalo masih sangat rendah dari tahun 2007-2010. b. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Perhitungan analisis terhadap rasio derajat desentralisasi fiskal selama periode 2007-2011 adalah sebagai berikut Kontribusi PAD terhadap Total Pendapatan Daerah Kota Gorontalo Periode 2007 2011 Tahun PAD TPD % Kemampuan Keuangan 2007 35,053,377,209 325,336,320,782 10,77% Kurang 2008 43,125,193,544 387,947,444,185 11,11% Kurang 2009 53,590,516,884 417,715,697,693 12,82% Kurang 2010 25,284,859,751 466,532,321,745 5,41% Sangat Kurang 2011 74,646,796,347 573,532,321,745 13,01% Kurang Sumber :Olahan, 2013 Tabel di atas memperlihatkan bahwa kontribusi pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan daerah Kota Gorontalo mengalami penurunan dan kenaikan walaupun relatif kecil. Tahun 2007 rasio derajat desentralisasii fiskal adalah mencapai 10.77% dan tahun 2008 naik mencapai 11,11% dan tahun 2009 meningkat lagi menjadi 12,82%, kemudian 9

pada tahun 2010 turun menjadi 5,41%. Dan tahun 2011 kembali mengalami peningkatan 13,01%,sehingga rata-rata derajat desentralisasi fiskal hanya dibawah 15% dengan kemampuan keuangan daerah yang masih kurang. c. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Berikut hasil perhitungan terhadap rasio ketergantungan keuangan daerah selama periode 2007-2011 adalah sebagai berikut Perhitungan Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Kota Gorontalo Periode 2007 2011 Tahun Pendapatan Transfer TPD % 2007 290,282,943,573 325,336,320,782 89,22% 2008 330,882,250,641 387,947,444,185 85,29% 2009 363,975,280,809 417,715,697,693 87,13% 2010 357,458,301,137 466,532,321,745 76,62% 2011 419,015,201,977 573,532,321,745 73,05% Sumber : Olahan, 2013 Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa Penerimaan Pendapatan Transfer dari Pemerintah Pusat atau Provinsi terhadap Total Pendapatan Daerah mengalami penurunan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Tahun 2007 mencapai 89,22% menurun menjadi 85,29% pada tahun 2008, kemudian tahun 2009 naik menjadi 87,13%, dan tahun 2010 menurun menjadi 76,62% sampai dengan tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 73,05% dari tahun 2010. Sehingga dapat dikatakan bahwa persentase ketergantungan keuangan daerah dari tahun 2007-2011 mengalami penurunan, dengan menunjukkan ketergantungan terhadap pemerintah pusat semakin rendah. d. Debt Service Coverage Ratio Hasil perhitungan terhadap rasio Debt Service Coverage Ratio selama periode 2007-2011 adalah sebagai berikut : 10

DSCR 2007 = (35,053,377,209 + 17,183,488,285 + 230,813,000,000) 155,661,478,451 307,280,168 = 283,049,865,494 155,661,478,451 307,280,168 =,,, = 414.5675521 = 414%,, DSCR 2008 = = (43,125,193,544 + 21,690,603,867 + 256,963,926,000) 219,821,167,7031 33,385,625,427 321,779,723,411 219,821,167,7031 33,385,625,427 =,,, = 3,05%,,, DSCR 2009 = = (53,590,516,884 + 20,809,967,277 + 261,090,002,000) 250,802,929,160 23,220,100,992 335,490,486,161 250,802,929,160 23,220,100,992 =,,, = 3,64%,,, DSCR 2010 = (25,284,859,7514 + 21,670,160,342 + 264,392,757,000) 283,954,145,237 15,445,876,511 = 311,347,777,093 283,954,145,237 15,445,876,511 = 27,393,631,856 = 1,77% 15,445,876,511 DSCR 2011 = = (74,646,796,347 + 19,773,258,791 + 296,472,833,000) 344,223,072,795 604,413,700,,,,,,,, =,,, = 77,21%,, Perhitungan menunjukkan bahwa rasio DSCR untuk Kota Gorontalo selama periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 mengalami penurunan. Berdasarkan hasil perhitungannya diperoleh nilai DSCR tahun 2007 sebesar 414% yang berarti bahwa pemerintah daerah dilihat dari kemampuan keuangannya layak untuk mengadakan pinjaman karena pemerintah daerah tersebut masih memiliki kemampuan yang cukup. e. Rasio Keserasian 11

Perbandingan antara rasio belanja opearasi dan belanja modal untuk Kota Gorontalo tahun 2007-2011 dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut : Gambar Grafik Perbandingan Rasio Belanja Operasi dengan Rasio Belanja Modal Kota Gorontalo Periode 2007-2011 100 50 0 81 79 72 80 78 18 19 25 19 22 2007 2008 2009 2010 2011 Rasio Belanja Operasi Rasio Belanja Modal Grafik di atas menunjukkan bahwa rasio belanja operasi lebih besar dibandingkan dengan belanja modal, sebab pada kenyataanya alokasi belanja daerah untuk Kota gorontalo diperuntukkan untuk membiayai belanja operasi, dimana belanja operasi ini sebagian besar berupa pembayaran gaji dan honorarium pegawai. e. Rasio Pertumbuhan Berikut adalah hasil perhitungan rasio pertumbuhan PAD Kota Gorontalo tahun 2007-2011 adalah sebagai berikut : Rasio Pertumbuhan PAD Kota Gorontalo Periode 2007 2011 Tahun Realisasi PAD Rasio Pertumbuhan 2007 35,053,377,209 33.63% 2008 43,125,193,544 23.02% 2009 53,590,516,884 24.26% 2010 25,284,859,751-52.81% 2011 74,646,796,347 195.22% Sumber : Olahan, 2013 12

Tabel di atas menunjukkan bahwa rasio pertumbuhan PAD Kota Gorontalo mengalami peningatan setiap tahunnya.untuk menghitung rasio pertumbuhan pendapatan melalui perbandingan selisih antara pendapatan yang berhasil diterima pada tahun tertentu dan tahun sebelumnya dengan nilai pendapatan tahun sebelumnya adalah sebagai berikut : Rasio Pertumbuhan Pendapatan Kota Gorontalo Periode 2007 2011 Tahun Realisasi Pendapatan Rasio Pertumbuhan 2007 325,336,320,782 17.47% 2008 387,947,444,185 19.24% 2009 417,715,697,693 7.67% 2010 466,532,321,745 11.68 2011 573,569,646,515 22.94% Sumber : Olahan, 2013 Tabel hasil analisis terhadap rasio pertumbuhan pendapatan Kota Gorontalo untuk tahun sebesar 17.47% begituun sebalinya. Kemudian untuk menghitung rasio pertumbuhan untuk belanja operasi dapat dilihat dari perbandingan selisih antara belanja operasi yang berhasil diterima pada tahun tertentu dan tahun sebelumnya dengan nilai belanja operasi tahun sebelumnya adalah sebagai berikut : Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi Kota Gorontalo Periode 2007 2011 Tahun Realisasi Belanja Operasi Rasio Pertumbuhan 2007 239,526,837,917 21.37% 2008 324,859,400,078 35.62% 2009 328,996,477,827 1.27% 2010 362,618,894,755 10.21% 2011 451,148,230,482 24.41% Sumber : Olahan, 2013 Tabel di atas menunjukkan rasio pertumbuhan belanja operasi Kota Gorontalo untuk tahun 2007 sebesar 21.37% mengalami peningatan tiap tahunnya. Begitupun 13

sebalinya.selanjutnya rasio pertumbuhan belanja modal Kota Gorontalo dapat dihitung dengan membandingkan selisih antara belanja modal yang berhasil diterima pada tahun tertentu dan tahun sebelumnya dengan nilai belanja modal tahun sebelumnya adalah sebagai berikut : Rasio Pertumbuhan Belanja Modal Kota Gorontalo Periode 2007 2011 Tahun Realisasi Belanja Modal Rasio Pertumbuhan 2007 53,834,700,334-21.72% 2008 81,204,142,262 50.83% 2009 111,013,078,790 36.70% 2010 87,677,567,236-21.02% 2011 117,149,692,686 33.61% Sumber : Olahan, 2013 Hasil analisis terhadap rasio pertumbuhan belanja modal Kota Gorontalo tahun 2007 sebesar -21.72% dan tahun 2008 mengalami peningkatan mencapai 50,83%, begitupun sebalinya pada tahun tahun beriutnya. Berdasarkan perhitungan rasio pertumbuhan PAD, rasio pertumbuhan pendapatan, rasio pertumbuhan belanja operasi dan rasio pertumbuhan belanja modal dapat disimpulkan bahwa selama periode 2008-2011 Kota Gorontalo menunjukkan pertumbuhan yang positif, meskipun pertumbuhannya semakin berkurang. 2. Pembahasan Berdasarkan hasilnya dapat disimpulkan bahwa rasio kemandirian Kota Gorontalo selama perode 2007-2011 masih memiliki kemandirian yang rendah dalam kategori kemampuan keuangan kurang. Untuk rasio derajat desentralisasi fiskal yaitu selama periode tahun 2007-2011 rasio derajat desentralisasi fiskal menunjukkan bahwa Kota Gorontalo dengan tingkat desentralisasi masih rendah atau sangat kurang hanya dibawah 15% dengan kriteria derajat desentralisasi fiskal 10-20. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan indikator rasio ketergantungan keuangan dapat disimpulkan bahwa selama lima tahun pada 14

pemerintah Kota Gorontalo yaitu dengan menunjukkan tingkat ketergantungan dari pemerintah pusat selalu menurun yaitu tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Untuk analisis Rasio DSCR menunjukkan bahwa rasio DSCR untuk Kota Gorontalo selama periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 mengalami penurunan sekitar 414% yang berarti bahwa pemerintah daerah dilihat dari kemampuan keuangannya layak untuk mengadakan pinjaman karena pemerintah daerah tersebut masih memiliki kemampuan yang cukup. Untuk hasil analisis kinerja/kemampuan keuangan pemerintah daerah yang dilakukan dengan menggunakan indikator rasio keserasian yaitu dengan menunjukkan perbandingan antara rasio belanja operasi dengan belanja modal. Untuk hasil analisis kinerja/kemampuan keuangan pemerintah daerah yang dilakukan dengan menggunakan indikator Rasio Pertumbuhan yaitu rasio pertumbuhan pada APBD Kota Gorontalo dapat diambil kesimpulan bahwa rasio pertumbuhan ini menunjukkan pertumbuhan yang baik walapun kecenderungan pertumbuhannya masih kurang. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dapat diperoleh kesimpulan bahwa tingkat kemampuan keuangan daerah dalam membiayai belanja daerah di Kota Gorontalo dilihat dari rasio kemandirian menunjukkan bahwa keuangan daerah masih memiliki kemandirian yang rendah dan tergolong pada pola hubungan instruktif karena peranan pemerintah pusat atau bantuan dari pihak eksteren lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah. Sedangkan untuk rasio ketergantungan keuangan daerah menunjukkan persentase tiap tahunnya semakin menurun yang artinya bahwa pemerintah daerah semakin baik dalam mengelola kemampuan keuangannya. b. Saran 15

Berdasarkan hasil dan kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Bagi Pemerintah Kota Gorontalo untuk dapat meningkatkan kemandiriannya yaitu dilakukan dengan cara meningkatkan sumber PAD yang berupa pemungutan pajak dan pembayaran retribusi sehingga dapat membiayai belanja daerah serta dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat. 2. Peneliti ini hanya menganalisis beberapa komponennya saja untuk itu peneliti diharapkan dapat menganalisis seluruh komponen yang terdapat dalam APBD sehingga akan lebih lengkap. Referensi Bahtiar Arif. 2002. Akuntansi Pemerintahan Daerah, Jakarta : Salemba Empat. Baswir Revrisond. 2002. Akuntansi Pemerintahan Daerah, BPFE Yogyakarta. Darise Nurlan, 2008. Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta : PT Indeks. Deddi Nordiawan, 2007.Akuntansi Sektor Publik, Salemba Empat Hafiz Tanjung. Abdul, 2008. Akuntansi Pemerintahan Daerah, Bandung : Alfabeta bandung Halim Abdul. (2001). Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Jogyakaarta : UPP AMP YKPN. Halim Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarata : Salemba Empat. Halim, Abdul. Damayanti Thersia, 2002. Pengelolaan Keuangan Daerah, Mahmudi, 2010. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Mursyidi, 2009, Akuntansi Pemerintahan di Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Sekaran Uma. 2011. Research Methods For Business. Salemba Empat. Sugiyono, 2013. Metodologi Penelitian Bisinis, Bandung : Alfabeta. Syamsudin Syamsiar.2006. Manajemen Keuangan Daerah dan Anggaran Kepemerintahan Daerah, Malang : Universitas Brawijaya. Syamsuri Rahim. 2004. Analisis Kemampuan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Maros. Thesaurianto Kuncoro. 2007. Analisis Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kemandirian Daerah. Tipani O.A 2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal. Bandung UU RI. 2004 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan antara Pusat Dan Daerah. 16