MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

MODUL PERPAJAKAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN

DEFINISI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011 NOMOR 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI MALUKU TENGGARA

1. BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak. 2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH,

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

Pertemuan 7 BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) & PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia

WALIKOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN BULELENG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

5/3/2011 DASAR HUKUM BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) OBJEK BEA PEROLEHAN HAK ATAS PENGERTIAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

BUPATI POLEWALI MANDAR

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut:

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 12 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR TAHUN 2010 NOMOR 25 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAJENE dan BUPATI MAJENE MEMUTUSKAN:

BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 12

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI NGAWI BUPATI NGAWI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 08 TAHUN 2012 TLD NO : 08

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

TENTANG` BUPATI PATI,

BUPATI KONAWE UTARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU,

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KOTA TENTANG. dan. Perkotaan. Republik. Nomor 28. Negara. Lembaran. Negara SERI : NOMOR

PEMERINTAH KABUPATEN MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

Transkripsi:

MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT Budi Lazarusli* ABSTRAK Pada tanggal 15 September 29 diundangkan undang-undang baru yakni UU No. 28 Tahun 29 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Undang-Undang ini menetapkan kebijakan yang baru berupa perluasan basis pajak Daerah yang dilakukan dengan memperluas basis pajak yang sudah ada, mendaerahkan pajak pusat dan menambah jenis Pajak baru. Berdasarkan UU tersebut di atas, ada dua jenis pajak pusat yang didaerahkan, yaitu : Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Subjek dan Wajib PBB Perdeskot adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan. Subjek dan Wajib Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Dari penelitian yang penulis lakukan ternyata sampai sekarang masih banyak daerah kabupaten/kota yang belum memiliki Peraturan Daerah untuk mengimplementasikan kebijakan pendaerahan pajak ini. Kata Kunci: Pajak, Pajak Pusat A. PENDAHULUAN Berdasarkan kewenangan pemungutannya, pajak digolongkan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat, yaitu pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada pemerintah pusat ; Sedangkan Pajak Daerah, yaitu pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada pemerintah daerah, baik Daerah Provinsi maupun Daerah Kabupaten /. Selama ini, pungutan Daerah yang berupa Pajak dan Retribusi diatur dengan UU No 18/1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No 34 / 20. Berdasarkan UU tersebut, Daerah diberi kewenangan untuk memungut 11 jenis Pajak, yaitu 4 jenis Pajak provinsi dan 7 jenis Pajak kabupaten/kota. Pada tanggal 15 September 29 diundangkan undang-undang baru yakni UU No. 28 Tahun 29 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Undang-Undang ini menetapkan kebijakan yang baru berupa perluasan basis pajak Daerah yang dilakukan dengan memperluas basis pajak yang sudah ada, mendaerahkan pajak pusat dan menambah jenis Pajak baru. Dalam artikel ini, penulis akan membahas salah satu kebijakan yang baru yaitu kebijakan pendaerahan pajak pusat. Berdasarkan kebijakan ini, beberapa jenis pajak yang semula merupakan pajak pusat dialihkan 588

kewenangan pemungutannya kepada daerah sehingga menjadi pajak daerah. Berdasarkan UU tersebut di atas, ada dua jenis pajak pusat yang didaerahkan, yaitu : Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Berikut ini akan dijelaskan kedua jenis Pajak Daerah tersebut. Sumber yang dipergunakan untuk menulis artikel ini adalah UU No. 28 Tahun 29 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan beberapa Peraturan Daerah dari berbagai kabupaten/kota dan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta. B. TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN 1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan : Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan (Perdeskot) adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. PBB untuk kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan masih tetap merupakan pajak pusat. Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah: jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks Bangunan tersebut; jalan tol; kolam renang; pagar mewah; tempat olahraga; galangan kapal, dermaga; taman mewah; tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan menara. Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB Perdeskot adalah objek pajak yang: a. digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan; b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; d. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak; e. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan f. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. 2. Subyek PBB, Wajib PBB dan Dasar pengenaan PBB Subjek dan Wajib PBB Perdeskot adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan. Dasar pengenaan PBB Perdeskot adalah NJOP, yang besarnya ditetapkan setiap 3 tahun, kecuali untuk objek 589

pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Penetapan besarnya NJOP dilakukan oleh Kepala Daerah. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan dengan Perda, paling rendah sebesar Rp10.0.0, (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Tarif PBB Perdeskot ditetapkan dengan Perda, paling tinggi sebesar 0,3%. Besaran pokok PBB Perdeskot yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi NJOPTKP. 3. Gambaran penetapan NJOPTKP dan Tarif PBB berbagai daerah Dari beberapa Peraturan Daerah yang diteliti dapatlah dikemukakan penetapan NJOPTKP dan Tarif PBB berbagai daerah, sebagai berikut : Tarif PBB Perdeskot berbagai daerah Daerah NJOP-TKP Besarnya NJOP dan Tarif Batam Palembang Banyumas Kendal Medan Rp.15.0.0, Rp.10.0.0, Rp.10.0.0, Rp.10.0.0, Rp.15.0.0, 1.0.0.0, = 0,12 % 1.0.0.0, = 0,215 % Tarif tunggal = 0,3 % 1.0.0.0, = 0,15 % 1.0.0.0, = 0,25 % Tarif tunggal = 0,1 % 1.0.0.0, Gresik Temanggu ng Surabaya Provinsi DKI Jakarta Rp.10.0.0, Rp.10.0.0, Rp.15.0.0, Rp.15.0.0, = 0,2 % 1.0.0.0, = 0,3 % 1.0.0.0, = 0,101 % 1.0.0.0, = 0,201 % dibawah 1.0.0.0, = 0,1 % 1.0.0.0, ke atas = 0,2 % 1.0.0.0, = 0,1 % 1.0.0.0, = 0,2 % Kurang dari 2.0.0,0 0 = 0,01 % 2.0.0,- smp 2.0.0.0, - = 0,1 % 2.0.0.0, - smp 10.0.0. 0,-= 0,2 % 10.0.0. 0,- ke atas = 0,3 % Catatan : pengenaan tarif dengan cara Flat rate. Dari Tabel tersebut di atas, nampaklah bahwa NJOPTKP yang ditetapkan oleh berbagai daerah tidak sama namun berkisar pada jumlah Rp.10 juta sampai dengan Rp.15 juta; Sedangkan tarifnya ada yang menetapkan Tarif Tunggal ( Palembang dan Kabupaten Kendal) dan 590

pada umumnya Tarif Progresif yaitu ada beberapa lapisan tarif sesuai besarnya NJOP. Contoh penghitungan PBB dalam kasus pajak sebagai berikut. Cara menghitung besarnya PBB juga mengalami perubahan. Berikut ini diberikan contoh penghitungan PBB sebagai berikut : Wajib pajak A mempunyai objek pajak berupa: 1.Tanah seluas 8 m2 dengan harga jual Rp3.0,/m2; 2.Bangunan seluas 4 m2 dengan nilai jual Rp350.0,/m2; 3.Taman seluas 2 m2 dengan nilai jual Rp50.0,/m2; 4.Pagar panjang 120 m dan tinggi ratarata pagar 1,5 m dengan nilai jual Rp175.0,/m2. Besarnya pokok pajak yang terutang adalah sebagai berikut: 1. NJOP Bumi: 8 x Rp3.0, = Rp 240.0.0, 2. NJOP Bangunan a. Rumah dan garasi : 4 x Rp350.0, = Rp140.0.0, b. Taman : 2 x Rp50.0, = Rp 10.0.0, c. Pagar : (120 x 1,5) x Rp175.0, = Rp 31.5.0, + Total NJOP Bangunan Rp 181.5.0, Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak = Rp 10.0.0, - Nilai Jual bangunan Kena Pajak = Rp 171.5.0, + 3. Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak = Rp411.5.0 4. Tarif pajak efektif yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah (misalnya) 0,2%. 5. PBB terutang: 0,2% x Rp411.5.0, = Rp823.0, 4. Pendataan obyek pajak bumi dan bangunan : Pendataan dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak(SPOP) yaitu surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek PBB Perdeskot sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. SPOP harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada Kepala Daerah yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambatlambatnya 30 hari kerja setelah tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak. Berdasarkan SPOP, Kepala Daerah menerbitkan SPPT. Kepala Daerah dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) dalam hal-hal sebagai berikut: a. SPOP tidak disampaikan dan setelah Wajib Pajak ditegur secara tertulis oleh Kepala Daerah sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; b. berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak. 5. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan / BPHTB : Berikut ini akan dijelaskan beberapa hal menyangkut BPHTB sebagai berikut. a. Obyek Pajak BPHTB Objek Pajak BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. 591

Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan meliputi: 1. pemindahan hak karena: jual beli; tukar menukar; hibah; hibah wasiat; waris; pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain; pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; 2. penunjukan pembeli dalam lelang; pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; penggabungan usaha; peleburan usaha; pemekaran usaha; atau hadiah. 3. pemberian hak baru karena: kelanjutan pelepasan hak; atau di luar pelepasan hak. Hak atas tanah yang dimaksud disini meliputi : a. hak milik; b. hak guna usaha; c. hak guna bangunan; d. hak pakai; e. hak milik atas satuan rumah susun; dan f. hak pengelolaan. b. Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh: a. perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; b. negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum; c. badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut; d. orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama; e. orang pribadi atau Badan karena wakaf; dan f. orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah. c. Subyek Pajak dan Wajib Pajak BPHTB Subjek dan Wajib Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Dalam hal jual beli NPOP nya adalah harga transaksi; sedangkan dalam hal tukar menukar, hibah, waris, hadiah NPOP nya adalah nilai pasar; Jika NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP PBB. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah, paling rendah sebesar Rp 60.0.0, (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp3.0.0, (tiga ratus juta rupiah). Tarif BPHTB juga ditetapkan dengan Peraturan Daerah paling tinggi sebesar 5%. Berikut ini diberikan contoh penetapan besarnya Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak dan Tarif BPHTB berbagai daerah : - Semarang, Palembang & Kabupaten Banyumas menetapkan besarnya Nilai 592

Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak BPHTB sebesar Rp 60.0.0, (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak BPHTB. Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak BPHTB ditetapkan sebesar Rp 3.0.0, (tiga ratus juta rupiah). Sedangkan Tarif BPHTB sebesar 5 % (lima persen) - DKI Jakarta menetapkan besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebesar Rp 80.0.0 (delapan puluh juta rupiah). Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat atau waris termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp 350.0.0, (tiga ratus lima puluh juta rupiah). Sedangkan Tarif BPHTB sebesar 5 %. Besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas berikut ini dikemukakan Contoh penghitungan Pajak BPHTB, sebagai berikut : Wajib Pajak A membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan Objek Pajak = Rp 65.0.0, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak = Rp 60.0.0, (-) Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak = Rp 5.0.0, Pajak Yang Terutang = 5% x Rp5.0.0, = Rp 250.0, Untuk menjamin kepatuhan pembayaran Pajak BPHTB ini, UU menentukan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak BPHTB yang bersangkutan ; PPAT/Notaris yang melanggar ketentuan tersebut di atas dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp7.5.0, (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran. Demikianlah gambaran singkat tentang dua jenis pajak yang semula merupakan Pajak Pusat dan sekarang menjadi Pajak Daerah. Dari penelitian yang penulis lakukan ternyata sampai sekarang masih banyak daerah kabupaten/kota yang belum memiliki Peraturan Daerah untuk mengimplementasikan kebijakan pendaerahan pajak ini. Daftar Pustaka UU No. 28 Tahun 29 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan Daerah dari beberapa kabupaten/kota dan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta. * Budi Lazarusli, Dosen PPKn Universitas PGRI Semarang 593