BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bentuk pertanggungjawaban manajemen dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pihak yang berkepentingan akan laporan keuangan yaitu menyajikan informasi keuangan dalam bentuk laporan keuangan. Financial Accounting Standard Board (FASB) memberikan dua karakteristik penting yang harus dimiliki laporan keuangan agar memberikan manfaat dan informasi yang berguna bagi para pemakai informasi keuangan. Reliable (dapat dihandalkan) dan relevance (relevan) merupakan dua karakteristik yang harus dimiliki oleh laporan keuangan suatu entitas (Singgih dan Bawono, 2010). Apabila manajemen salah menyajikan laporan keuangan, maka akan mengakibatkan kerugian pada pihak yang berkepentingan terhadap informasi tersebut. Menghadapi situasi tersebut, auditor merupakan pihak ketiga yang dapat mengurangi dampak kesalahan yang ada pada laporan keuangan. Auditor memiliki tugas melakukan pemeriksaan dan memberikan pendapat atas laporan keuangan yang dihasilkan oleh entitas dengan standar auditing yang berlaku. DeAngelo (1981) dalam Wibowo dan Rossieta (2009) menyatakan bahwa kualitas audit dapat dilihat dari independensi dan kompetensi auditor. Pada saat melaksanakan pekerjaan profesionalnya, maka auditor harus menjaga kepercayaan yang diberikan dengan cara tidak memihak pada siapapun. Apabila auditor berlaku tidak independen sama saja dengan menyalahgunakan keahlian teknis 1
yang dimiliki. Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 4 menyatakan bahwa kepercayaan masyarakat akan menurun jika independensi auditor berkurang. Justinus Aditya Sidharta merupakan salah satu akuntan publik yang diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional,Tbk. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi penggelembungan akun penjualan, piutang dan aset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang. Berdasarkan investigasi tersebut, Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka. Menindaklanjuti hal tersebut Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River tahun 2003. Adanya permasalahan seperti itu, memunculkan pertanyaan apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan tersebut. Apabila yang terjadi adalah akuntan publik ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut, maka inti permasalahan adalah independensi yang dimiliki auditor tersebut (Elfarini, 2007). Penelitian terdahulu yang dilakukan DeAngelo (1981) menemukan bukti empiris bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit 2
(dalam Wibowo dan Rossieta, 2009). Hasil ini sejalan dengan penelitian Deis dan Giroux (1992), Mayangsari (2003), Carcello dan Nagy (2004), Francis (2004), dan Alim, dkk (2007). Namun, penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Sukriah, dkk (2009), Mabruri dan Winarna (2010), dan Tjun, dkk (2012) menghasilkan independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Tidak cukup dengan sikap independen agar auditor dapat menghasilkan kualitas audit yang baik, Yusuf (2010:53) menyatakan bahwa sikap skeptis merupakan sikap yang dapat menyebabkan seorang auditor menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama. Rusyanti (2010) juga menemukan bahwa sikap skeptis yang dimiliki oleh auditor memiliki pengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan. Semakin tinggi skeptis auditor, maka semakin kecil tingkat kesalahan dalam melakukan audit (Bell et al, 2005). Auditor yang kurang memiliki sikap skeptis akan menurunkan kualitas audit (Carpenter et al, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Suraida (2005) serta Marghfirah dan Syahril (2008) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara skeptisisme profesional audit dan ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik yang selanjutnya akan meningkatkan kualitas audit. Audit tenure juga merupakan suatu fenomena yang sering diperdebatkan akibatnya pada kualitas audit di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peraturan yang terus berkembang mengenai ketentuan lamanya masa perikatan audit. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 432/KMK.06/2002 mengenai Jasa Akuntan Publik menyatakan bahwa pemberian jasa audit oleh Kantor Akuntan 3
Publik kepada klien hanya boleh dilaksanakan paling lama 5 tahun berturut-turut, sedangkan bagi auditor dilaksanakan paling lama 3 tahun berturut-turut. Hal ini selanjutnya didukung dengan peraturan BAPEPAM No.VIII.A.2 (Kep.20/PM/2002). Peraturan tersebut kembali diperbaharui dengan dikeluarkannya PMK No. 17 tahun 2008 tentang Jasa Akuntan Publik yang mengatur bahwa pembatasan pemberian jasa KAP diperpanjang menjadi 6 tahun berturut-turut, sedangkan untuk auditor tetap selama 3 tahun berturut-turut. Terbentuknya peraturan yang sedemikian rupa, ternyata tidak berasal dari argumen yang sama. Hal ini dapat dilihat dari adanya hasil penelitian yang bertentangan mengenai masa perikatan audit pada kualitas audit. Argumen pertama merupakan argumen yang menyatakan hubungan positif masa perikatan audit dengan kualitas audit. Argumen ini memandang bahwa makin lama masa perikatan audit, maka akan semakin tinggi pula kualitas auditnya. Hal tersebut didasarkan pada alasan karena auditor akan lebih mengenal kondisi perusahaan klien dengan berjalannya waktu. Argumen kedua menganggap bahwa semakin panjang perikatan audit, maka akan menurunkan kualitas audit karena adanya kekhawatiran menurunnya independensi sebagai akibat dari semakin lama hubungan auditor akan menimbulkan keakraban diantara keduanya. Argumen hubungan positif didukung oleh Geiger dan Raghunandan (2002) yang menemukan bahwa kegagalan audit sering terjadi pada awal periode auditor melaksanakan tugasnya. Pierre dan Anderson (1984) juga menemukan adanya banyak kesalahan audit yang dilakukan auditor pada masa awal perikatan audit. Supriyono (1998) menyatakan bahwa penugasan audit yang lama dapat 4
meningkatkan independensi karena akuntan publik sudah familiar dengan pekerjaan yang dilaksanakan sehingga dapat dikerjakan secara efisien dan lebih tahan terhadap tekanan klien. Carcello dan Nagy (2004) menemukan bahwa kecurangan dalam laporan keuangan seringkali terjadi dalam tahun awal pelaksanaan audit. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan khusus tentang klien di awal perikatan dengan auditor sehingga mengakibatkan rendahnya kemampuan dalam mendeteksi salah saji material. Perikatan yang lama akan membantu auditor mengembangkan pengetahuan khusus tentang klien dan pemahaman mendalam tentang bisnis serta risiko bisnis klien. Bertolak belakang dengan argumen positif, Mautz dan Sharaf (1993) menyatakan bahwa auditor harus menyadari berbagai tekanan yang bermaksud memengaruhi perilakunya dan berangsur-angsur mengurangi independensinya. Auditor harus selalu berhati-hati dan menjaga jarak dengan klien agar tidak terjadi hubungan yang terlalu akrab sehingga memengaruhi independensi dan objektivitas auditor. Carey dan Simmnet (2006) menyatakan bahwa kondisi yang paling ekstrim adalah timbulnya familiaritas berlebihan yang mendorong terjadinya kolusi diantara auditor dan klien. Tingginya tingkat kepuasan, kurangnya intervensi, kurang kuatnya prosedur audit, dan munculnya rasa percaya diri yang berlebihan terhadap klien cenderung muncul akibat auditor memiliki hubungan yang lama dengan klien. Kurangnya intervensi dan kurang kuatnya prosedur audit menunjukkan bahwa sikap skeptis yang dimiliki auditor semakin berkurang. 5
Adanya hubungan audit tenure pada kualitas audit menyebabkan audit tenure diduga dapat memoderasi hubungan independensi dan skeptisisme auditor dalam memengaruhi kualitas audit. Selama ini, penelitian mengenai kualitas audit telah banyak dilakukan. Namun, pada kenyataannya penelitian mengenai kualitas audit masih sangat penting untuk diteliti karena berhubungan dengan kesesuaian pelaksanaan audit yang dilakukan auditor dengan standar auditing yang telah ditetapkan sehingga pada akhirnya akan menghasilkan kualitas audit yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini mengangkat judul Audit Tenure sebagai Pemoderasi Pengaruh Independensi dan Skeptisisme Auditor pada Kualitas Audit. Keistimewaan penelitian ini terletak pada dugaan bahwa audit tenure memoderasi pengaruh independensi dan skeptisisme auditor pada kualitas audit. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1.2.1 Apakah independensi auditor berpengaruh pada kualitas audit? 1.2.2 Apakah skeptisisme auditor berpengaruh pada kualitas audit? 1.2.3 Apakah audit tenure memoderasi pengaruh independensi auditor pada kualitas audit? 1.2.4 Apakah audit tenure memoderasi pengaruh skeptisisme auditor pada kualitas audit? 6
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain: 1.3.1 Untuk mengetahui pengaruh independensi auditor pada kualitas audit. 1.3.2 Untuk mengetahui pengaruh skeptisisme auditor pada kualitas audit. 1.3.3 Untuk mengetahui pengaruh audit tenure dalam memoderasi hubungan independensi auditor pada kualitas audit. 1.3.4 Untuk mengetahui pengaruh audit tenure dalam memoderasi hubungan skeptisisme auditor pada kualitas audit. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan teoritis Penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan teori dan pengetahuan di bidang akuntansi yang berkaitan dengan auditing, khususnya dalam bidang peningkatan kualitas audit. 1.4.2 Kegunaan praktis Kegunaan praktis dari penelitian ini yaitu sebagai pertimbangan bagi auditor dalam meningkatkan kualitas audit yang dihasilkan. 1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ini tersusun menjadi lima bab yang memiliki keterkaitan hubungan satu dengan lainnya. Gambaran dari masing-masing bab adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini menjabarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan. 7
Bab II Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Bab ini menjabarkan teori-teori penunjang terhadap masalah yang diangkat dalam skripsi ini dan rumusan hipotesis. Bab III Metode Penelitian Bab ini menjabarkan desain penelitian, lokasi penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian. Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menjabarkan gambaran umum kantor akuntan publik, deskripsi dan karakteristik responden, deskripsi dari masingmasing variabel yang diteliti, hasil penelitian, serta pembahasan hasil dalam penelitian. Bab V Simpulan dan Saran Bab ini menjabarkan simpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan penelitian beserta saran-saran yang dianggap perlu bagi para peneliti selanjutnya dan auditor di KAP Provinsi Bali pada khususnya. 8