BAB I PENDAHULUAN. yang terikat di dalamnya. Menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit.

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BERITA NEGARA. No.419, 219 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Jaminan Fidusia. Pendaftaran. Elektronik. Tata Cara.

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidus

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menyebar ke bagian Asean lainnya termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

*Febriyanti Valensia Katili, NIM **Weny A. Dungga,SH.MH***Ismail Tomu,SH.MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Fakultas Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota Surabaya dengan luas wilayah sebesar 326,36 km² merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diakses pada tanggal 11 Agustus 2009 pukul WIB.

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dana merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

RISALAH LELANG SEBAGAI AKTA OTENTIK PENGGANTI AKTA JUAL BELI DALAM LELANG

BAB I PENDAHULUAN. tergiur untuk memilikinya meskipun secara financial dana untuk

Imma Indra Dewi Windajani

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan disertai berbagai tantangan dan resiko yang dihadapi.

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB I PENDAHULUAN. law, zakerheidsstelling, atau zakerheidsrechten 1. Lembaga jaminan diperlukan. kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan 2.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

07/11/2016 SYARAT DALAM CESSIE. Pengalihan Hak dalam Kontrak (cessie) & Pengalihan Kewajiban (delegasi) CESSIE

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini jasa dalam kehidupan bermasyarakat telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta telah melaksankan ketentuan-ketentuan aturan hukum jaminan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Notaris sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat terlebih

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

Pembebanan Jaminan Fidusia

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan hakikat pembangunan nasional adalah untuk. menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tercantum

PERAN DAN FUNGSI COVERNOTE NOTARIS PADA PERALIHAN KREDIT (TAKE OVER) PADA BANK

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Bank selaku badan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di persidangan mengakibatkan setiap perbuatan hukum masyarakat yang menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki kekuatan hukum. Jika sesuatu tulisan secara khusus dibuat demikian rupa supaya jadi alat bukti, maka surat/tulisan itu merupakan/disebut akta (acte). Dengan lain perkataan akta itu adalah sesuatu tulisan khusus yang dibuat supaya jadi bukti tertulis 1. Akta sebagai alat bukti tertulis dalam hal-hal tertentu adalah alat bukti kuat bagi pihakpihak yang terikat di dalamnya. Menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Akta-akta yang harus dibuat secara otentik ditentukan oleh undang-undang sendiri. Masyarakat yang memahami akan kekuatan akta sebagai alat bukti tertulis akan memilih akta otentik. Salah satu pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik adalah Notaris. Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang 1 Komar Andasasmita, 1981, Notaris I, Penerbit Sumur Bandung, Bandung, hlm 47 1

2 Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, menyebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Kewenangan Notaris dalam membuat akta tertuang dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan, dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang dituangkan dalam suatu akta otentik akan memiliki kekuatan hukum dalam pembuktian apabila suatu saat nanti menjadi perkara hukum. Notaris dapat memberikan nasehat-nasehat dan bantuan dalam pembuatan akta. Akta yang dibuat oleh Notaris memiliki sifat otentik. Lembaga kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat ini timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan hukum keperdataan yang ada dan/atau terjadi diantara mereka; suatu lembaga dengan para pengabdinya yang ditugaskan oleh kekuasaan umum (openbaar gezag) untuk dimana dan apabila undang-undang mengharuskan sedemikian atau dikehendaki

3 oleh masyarakat, membuat alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan otentik 2. Keberadaan Notaris di suatu daerah sangat diperlukan, hal tersebut dikarenakan banyak sekali perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang membutuhkan suatu pengesahan yang berkekuatan hukum. Begitu juga yang terjadi di Kabupaten Bojonegoro. Kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat diikuti dengan meningkatnya perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat. Salah satunya dengan melakukan kredit untuk mendapatkan modal usaha. Adanya suatu lembaga keuangan yang dapat membantu masyarakat untuk memperoleh kredit menjadi suatu keuntungan bagi masyarakat. Lembaga keuangan terdiri dari lembaga keuangan bank ataupun lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan tersebut dalam memberikan pinjaman kepada masyarakat menentukan adanya jaminan. Maksud dari adanya jaminan tersebut ialah demi keamanan modal dan kepastian hukumnya. Dari sudut perbankan, diperlukan jaminan dan persyaratan-persyaratan sebagai pengaman dalam pemberian kredit. Jaminan adalah terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie, yaitu kemampuan debitor untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditor, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitor terhadap kreditornya. Menurut Pasal 1131 KUH Perdata, 2 G.H.S. Lumban Tobing, 1992, Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement), Penerbit Erlangga, Jakarta, hlm 2

4 segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Pasal tersebut menjelaskan mengenai jaminan umum. Jaminan umum ditujukan kepada seluruh kreditor terhadap segala kebendaan debitor, setiap kreditor memiliki hak yang sama dalam hal mendapatkan pelunasan dari debitor, kedudukan kreditor demikian itu adalah kreditor konkuren. Disamping jaminan umum, muncul jaminan khusus. Jaminan khusus adalah jaminan yang diperjanjikan, diberikan secara khusus terhadap kreditor, baik yang bersifat kebendaan maupun perseorangan. Hak jaminan khusus yang bersifat kebendaan, diberikan atas benda tertentu yang dituangkan dalam perjanjian. Jaminan khusus yang bersifat kebendaan ini memberikan kedudukan yang lebih baik terhadap kreditor, kreditor demikian itu disebut kreditor preferent (hak terdahulu) yang artinya memperoleh pelunasan pembayaran lebih dahulu dari hasil penjualan dari benda yang dijadikan jaminan sebanyak utang yang harus dilunasi yang ditentukan dalam akta perjanjian yang tersebut. Salah satu jaminan khusus yang bersifat kebendaan adalah jaminan fidusia. Pengaturan mengenai jaminan fidusia terdapat dalam Undang- Undang No 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides, yang artinya kepercayaan, yaitu penyerahan hak milik atas benda secara kepercayaan sebagai jaminan (agunan) bagi pelunasan piutang kreditor. Penyerahan tersebut hanya sebagai agunan

5 bagi pelunasan utang tertentu, kreditor diberikan kedudukan yang utama terhadap kreditor lainnya. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang - Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, menyatakan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Dengan kata lain bahwa benda yang dijadikan jaminan tersebut tanda bukti kepemilikannya yang beralih sebagai jaminan sedangkan bendanya sendiri masih bisa dimanfaatkan oleh pemberi jaminan, hak atas kepemilikan benda tersebut akan kembali ke pemiliknya apabila debitor telah melunasi utangnya terhadap kreditor. Perjanjian jaminan fidusia adalah perjanjian accessoir dari suatu perjanjian pokok. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, yaitu Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok bukan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi, maka untuk menjaga kepastian hukumnya jaminan fidusia dituangkan dalam sebuah akta otentik. Pembebanan kebendaan dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam Bahasa Indonesia yang merupakan akta Jaminan Fidusia. Pengaturan mengenai pembebanan jaminan fidusia yang dituangkan dalam akta otentik tersebut tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yaitu, Pembebanan benda

6 dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Selain mencantumkan hari dan tanggal, dalam akta jaminan fidusia juga dicantumkan mengenai waktu (jam) pembuatan akta tersebut Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Pasal 11 ayat (1) menyatakan Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Pendaftaran tersebut adalah pendaftaran ikatan jaminan fidusia, di dalamnya meliputi rincian benda yang dibebani dengan jaminan fidusia. Permohonan pendaftaran fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan Pernyataan Pendaftaran Fidusia. Hal tersebut diatur dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia. Pendaftaran benda yang dibebani jaminan fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang menjadi bagian dari Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia, yang berada di tempat kedudukan pemberi fidusia. Dengan terbitnya sertifikat jaminan fidusia, maka asas publisitas dari jaminan fidusia tersebut telah terpenuhi dan penerima fidusia memiliki kedudukan yang preferen daripada kreditor yang lain. Fungsi dari adanya pendaftaran jaminan fidusia adalah untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak.

7 Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Pasal 14 ayat (3) menyatakan bahwa Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia. Ketentuan mengenai pendaftaran Fidusia diatur dalam Peraturan Pemerintah No 86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah tersebut menyatakan bahwa, Dalam hal kelengkapan persyaratan permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia telah dipenuhi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pejabat mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Berkaitan dengan hal tersebut, apabila pembebanan jaminan fidusia tidak dituangkan dalam suatu bentuk akta otentik bagaimanakah dengan kepastian hukumnya. Ketentuan pendaftaran yang sudah diatur dalam undang-undang Jaminan Fidusia pada kenyataannya tidak semua jaminan fidusia didaftarkan di kantor pendaftaran jaminan fidusia. Penerima Jaminan fidusia di Kabupaten Bojonegoro kadang enggan untuk mendaftarkan pembebanan jaminan fidusia disebabkan karena berbagai alasan, salah satunya faktor kepercayaan, sedangkan dalam Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, telah ditegaskan bahwa jaminan fidusia lahir setelah didaftarkan. apabila tidak didaftarkan bagaimana dengan perlindungan hukum bagi kreditor jika debitor cidera janji.

8 Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian hukum dengan judul: Peranan Notaris Bagi Kreditor Penerima Fidusia di Kabupaten Bojonegoro Atas Perjanjian Pembebanan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan Pada Kantor Pendaftaran Fidusia B. Rumusan Masalah Berdasarkan Latar Belakang Masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana peranan Notaris bagi kreditor penerima fidusia di Kabupaten Bojonegoro atas perjanjian pembebanan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis peranan Notaris bagi kreditor penerima fidusia di Kabupaten Bojonegoro atas perjanjian pembebanan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan bagi bidang hukum perdata pada khususnya, terutama dapat memberikan masukan-masukan baru dalam bidang kenotariatan dan jaminan fidusia.

9 2. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai peranan Notaris dalam jaminan fidusia. 3. Bagi Penulis Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Stata 1 (S1) Ilmu Hukum. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan hasil karya asli dari penulis dan bukan merupakan plagiat dari hasil karya orang lain. Penulis dalam penelitian ini mengkaji tentang peranan Notaris bagi kreditor penerima jaminan fidusia di Kabupaten Bojonegoro atas perjanjian pembebanan fidusia yang tidak didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia. F. Batasan Konsep 1. Peranan Notaris adalah tindakan yang dilakukan oleh Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lain sebagaimana diatur dalam undang-undang. 2. Kreditor Penerima Fidusia adalah perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang karena perjanjian yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.

10 3. Perjanjian Pembebanan Jaminan Fidusia adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri dengan satu orang atau lebih lainnya untuk membebankan suatu hak jaminan atas benda bergerak. 4. Kantor Pendaftaran Fidusia adalah Kantor pendaftaran Fidusia yang selanjutnya disebut Kantor adalah kantor yang menerima permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia, menerbitkan, dan menyerahkan Sertifikat Jaminan Fidusia G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian hukum ini adalah penelitian hukum empiris, yaitu penelitian yang titik fokusnya pada perilaku masyarakat hukum yang hasilnya berupa fakta sosial. Penelitian hukum empiris menggunakan data primer sebagai data utama dan bahan hukum yang menjadi bahan hukum sekunder sebagai pendukung. Data primer diperoleh menggunakan metode wawancara sebagai sumber utama 2. Sumber Data Penelitian hukum empiris ini, data yang diperlukan adalah data primer sebagai sumber data utama disamping data sekunder yang berupa bahan hukum sebagai sumber data pendukung

11 a. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari nara sumber tentang objek yang diteliti. Data ini diperoleh melalui wawancara langsung dengan narasumber. Data primer terbagi atas: 1) Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian adalah bertempat di Kantor Notaris Petrus Dibyo Yuwono, SH, M.Kn; Kantor Notaris Eni Zubaidah, SH; Kantor Notaris Winarni, SH; Kantor Sinar Mitra Sepadan Finance Cabang Bojonegoro; Kantor Bank BRI Cabang Bojonegoro, Kantor Koperasi Citra Abadi Cabang Bojonegoro. 2) Responden dan Nara sumber Responden adalah subyek yang memberikan jawaban atas pertanyaan peneliti dalam wawancara maupun kuesioner yang berkaitan langsung dengan permasalahan hukum yang diteliti. Dalam penelitian hukum ini yang menjadi responden adalah Notaris-Notaris di Bojonegoro yaitu Notaris Petrus Dibyo Yuwono, SH, M.Kn; Notaris Eni Zubaidah, SH; Notaris Winarni, SH; dan Kepala Sinar Mitra Sepadan Finance Cabang Bojonegoro; Kepala Bank BRI Cabang Bojonegoro dan Kepala Koperasi Citra Abadi Cabang Bojonegoro.

12 Nara sumber adalah subyek yang memberikan jawaban atas pertanyaan peneliti yang berupa pendapat hukum berkaitan dengan permasalahan hukum yang diteliti. Dalam penelitian hukum ini yang menjadi narasumber adalah Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah Lamongan, Tuban, dan Bojonegoro Notaris Bambang Eko Muljono, S.H., M.Hum, MMA. b. Data sekunder adalah berupa bahan hukum primer yang meliputi peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku sebagai literatur. 1) Bahan Hukum primer Bahan hukum primer meliputi peraturan perundangundangan yaitu: a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; c) Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No 168; d) Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117;

13 e) Peraturan Pemerintah No 86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 No 170; f) Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1999 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehakiman, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 171; g) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.01.-HT.03.01 tahun 2006 Tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan dan Pemberhentian Notaris h) Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.UM.01.06 Tahun 2000 Tentang Bentuk Formulir dan Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia. i) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia 2) Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder berupa makalah dan buku-buku yang menunjang penulisan hukum.

14 3. Metode Analisis Data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan dianalisis dengan menggunakan metode analisis secara deskriptif kualitatif yaitu suatu metode analisis yang dilakukan dengan mengolah dan menganalisis secara sistematis, kemudian disajikan dalam bentuk uraian kalimat yang logis, selanjutnya untuk memperoleh kesimpulan yang dimulai dari pernyataan atau fakta-fakta khusus menuju pada kesimpulan yang bersifat umum kemudian ditarik menjadi suatu kesimpulan. H. Sistematika Penulisan Hukum Penulisan hukum ini disusun secara sistematis dalam bab per bab yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Pembagian bab per bab ini dimaksudkan agar dihasilkan keterangan yang jelas dan sistematis. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah: BAB 1 : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang masalah, Rumusan Masalah, Tujuan penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Batasan Konsep, dan Metode yang digunakan dalam penulisan hukum ini. BAB 2 : PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tentang A. Tinjauan Umum Tentang Notaris 1. Pengertian Notaris

15 2. Tugas dan Kewajiban Notaris 3. Kewenangan Notaris 4. Akta Notaris B. Tinjauan Umum Tentang Fidusia 1. Keberadaan Lembaga Jaminan Fidusia 2. Perjanjian Fidusia a. Subjek Jaminan Fidusia b. Objek Jaminan Fidusia 3. Pembebanan Jaminan Fidusia 4. Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Akibat Hukumnya a. Pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia b. Akibat Pendaftaran Jaminan Fidusia C. Peranan Notaris Bagi Kreditor Penerima Fidusia di Kabupaten Bojonegoro Atas Perjanjian Pembebanan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan Pada Kantor Pendaftaran Fidusia BAB 3 : PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan yang berkaitan dengan hal-hal yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya dan penulis juga akan memberikan saran yang relevan untuk menyelesaikan masalah yang ada.