BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA. Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang secara harfiah berarti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA. Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. pengarang tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius yang kemudian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

di zaman Heian. Inilah yang ditunjukkan dalam novel THE DRAGON SCROLL lewat sebuah cerita fiksi. Begitu juga dengan novel THE DRAGON SCROLL yang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991:

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL, SETTING SOSIAL, SOSIOLOGI SASTRA DAN BIOGRAFI PENGARANG

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. sastra memiliki kekhasan dari pengarangnya masing-masing. Hal inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian tentang kajian struktural-genetik belum ada yang meneliti di Kampus

MODUL BAHASA INDONESIA CERITA PENDEK

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi atau

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1977:109) dalam bukunya Teori Kesusastraan berpendapat

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. penokohan, plot/alur, latar/setting, sudut pandang dan tema. Semua unsur tersebut

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP BIOGRAFI, SETTING BIOGRAFI THE SWORDLESS SAMURAI, SOSIOLOGI SASTRA, KEPEMIMPINAN, KARAKTER

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB I PENDAHULUAN. hal ini terbukti dengan banyaknya sastrawan sastrawan yang terkenal di dunia

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hasil dari imajinasi pengarang. Imajinasi yang dituangkan dalam karya sastra,

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan kelas dunia. Begitu banyak karya sastra Jepang yang telah di

Bagian 1 BATASAN SOSIOLOGI SASTRA Sajian Matakuliah Pengantar Sosiologi Sastra Dosen Pembina: Moh Badrih, S.Pd., M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Refleksi Kehidupan Masyarakat Palestina dalam novel Sognando Palestina belum

BAB I PENDAHULUAN. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah

BAB I PENDAHULUAN. sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat adalah novel. Menurut Esten (1993:

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa tulisan yaitu novel yang menceritakan tentang kehidupan tokohtokoh

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar sas instruksi atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan

Buku Teks Bahasa Indoneia Siswa Kelas VII SMP Negeri 11 Kota Jambi. Oleh Susi Fitria A1B1O0076

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, banyak sekali bermunculan karya-karya sastra yang nilai keindahannya

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan berdasarkan gagasan dan pandangan seorang

PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam karya sastra terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra)

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat dalam satu

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA 2.1 Defenisi Novel Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang secara harfiah berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Dalam bahasa Jerman novel disebut novella dan dalam bahasa Inggris disebut dengan novel, istilah inilah yang kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia. Novel merupakan jenis dan genre prosa dalam karya sastra. Prosa dalam kesusastraan juga disebut sebagai fiksi. Karya fiksi menyarankan pada suatu karya sastra yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (Nugiyantoro, 1995:2). Tokoh peristiwa dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa dan tempat yang bersifat imajiner. Menurut Jacob Sumardjo (1999:11), novel adalah genre sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan dicerna, juga kebanyakan mengandung unsur suspensi dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya. Walau bersifat imajiner namun ada juga karya fiksi atau novel yang berdasarkan dari pada fakta

2.1.1 Unsur-Unsur Pembangun Novel Novel merupakan sebuah totalitas, suatu panduan bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian atau unsur yang berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menguntungkan. Sehingga dengan unsurunsur tersebut keterpaduan sebuah novel akan terwujud. Secara garis besar unsur-unsur pembangun sebuah novel antara lain: 1. Unsur intrinsik Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang berada dalam karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai ketika orang-orang membaca sebuah karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Keterpaduan antar berbagai unsur inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, alur atau plot, penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, amanat dan lain-lain. a. Tema Istilah tema menurut Scarbach dalam Aminuddin (2000:91) berasal dari bahasa latin yang berarti tempat meletakkan suatu perangkat. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema adalah kaitan hubungan antara makna dengan tujuan

pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema pembaca harus terlebih dahulu memahami unsure signifikan yang membangun suatu cerita, menyimpulkan makna, yang dikandungnya, serta mampu menghubungkannya dengan tujuan penciptaan pengarangnya. b. Alur atau Plot Plot atau alur merupakan urutan kejadian dalam sebuah cerita, tiap kejadian tersebut dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lainnya. Alur terbagi dua bagian, yaitu alur maju yaitu apabila peristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur mundur yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung. c. Penokohan penokohan menggambarkan karakter untuk pelaku. Pelaku bisa diketahui karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, lingkungan tempat tinggal. Penokohan mencakup pada masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan atau karakter tokoh, dan bagaimana penempatan atau pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus mencakup pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

d. Latar Latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat terwujud dekor (tempat), dan juga terwujud waktuwaktu tertentu. Biasanya latar diketengahkan melalui baris-baris deskriptif. e. Sudut Pandang Menurut Aminuddin (2000 : 90) sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkanya. Cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk sebuah cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, Teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan ceritanya. f. Gaya Bahasa Gaya bahasa merupakan tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa dalam membuat karyanya. Gaya bahasa yang digunakan pengarang berbeda satu sama lain. hal ini dapat menjadi sebuah ciri khas seorang pengarang. g. Amanat Amanat merupakan pesan moral atau hikmah yang ingin disampaikan pengarang pada pembacanya. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikan pada pembacanya.

2.Unsur Ekstrinsik Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra itu sendiri, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra tersebut. Secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra. Unsur ekstrinsik karya sastra cukup berpengaruh terhadap totalitas keterpaduan cerita yang dihasilkan. Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur intrinsik juga memiliki beberapa unsur diantaranya subjektifitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya yang ditulisnya. Unsur ekstrinsik merupakan segala faktor yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra, yang merupakan milik subjektif pengarang yang berupa kondisi sosial, motivasi, tendensi yang mendorong dan mempengaruhi kepengarangan seseorang. Unsur-unsur ekstrinsik meliputi tradisi dan nilai-nilai, struktur kehidupan sosial, keyakinan dan pandangan hidup, suasana politik, lingkungan hidup, agama dan sebagainya. 2.1.2 Klasifikasi Novel Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Novel merupakan dunia dalam sekala yang lebih besar dan kompleks, mencakup berbagai pengalaman kehidupan yang dipandang aktual, namun semuanya tetap saling berkaitan.

Menurut Jacob Sumardjo dalam Suroto (1989:27), novel terdiri dari dua jenis yaitu novel pop (novel populer) dan novel serius. 1. Novel populer Novel popular adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja. Ia menampilkan masalah yang aktual dan menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara intens dan tidak berusaha meresapi masalah kehidupan, karena akan dapat membuat novel menjadi berat dan dapat berubah menjadi novel serius. Ciri-ciri novel populer yaitu : 1. Temanya selalu menceritakan kisah asmara belaka tanpa masalah lain yang lebih serius. 2. Novel populer terlalu menekankan plot cerita sehingga mengabaikan karakterisasi, problem kehidupan dan unsurunsur novel lainnya. 3. Biasanya cerita disampaikan dengan gaya emosional, cerita disusun dengan tujuan meruntuhkan air mata pembaca, akibatnya novel demikian hanya mengungkapkan permukaan kehidupan, dangkal tanpa pendalaman. 4. Masalah yang dibahas kadang-kadang juga artifisial, tidak nyata dalam kehidupan. Isi cerita hanya mungkin terjadi dalam cerita itu sendiri, tidak dalam kehidupan nyata.

5. Karena cerita ditulis untuk konsumsi massa, maka pengarang rata-rata tunduk pada hukum konvensional. 6. Bahasa yang dipakai adalah bahasa aktual, yang hidup dikalangan muda-mudi kontemporer, dan Indonesia pengaruh gaya berbicara serta bahasa sehari-hari Jakarta sangat berpengaruh dalam novel jenis populer ini. 2. Novel Serius (novel sastra) Novel serius atau novel sastra harus sanggup memberikan serba kemungkinan. Jika ingin memahami novel sastra diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan disertai kemauan untuk itu. Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Ciri-ciri novel serius yaitu : 1. Dalam tema : karya sastra tidak hanya berputar-putar dalam masalah cerita asmara muda-mudi belaka, ia membuka diri terhadap semua masalah yang penting untuk menyempurnakan hidup manusia. Masalah cinta dalam karya sastra kadang hanya penting untuk menyusun plot cerita, sedang masalah yang sebenarnya berkembang diluar itu. 2. Jalan cerita memang penting, tetapi bukan merupakan daya tarik utamanya. Cerita itu selalu diimbangi bobot yang lain, seperti karakterisasi, setting cerita, tema, dan sebagainya.

3. Karya sastra tidak hanya berhenti di gejala permukaan saja, tetapi selalu mencoba memahami secara mendalam dan mendasar suatu masalah. 4. Kejadian atau pengalaman yang diceritakan dalam karya sastra bisa dialami atau sudah dialami dan akan terus dialami oleh manusia mana saja dan kapan saja. Karya sastra membicarakan hal-hal yang universal dan nyata, bukan kejadian yang artifisial dan bersifat kebetulan. 5. Sastra selalu bergerak, selalu segar dan baru. Ia tidak mau berhenti pada konvensialisme. Penuh inovasi. 6. Bahasa yang dipakai adalah bahasa standar, dan bukan slang atau mode sesaat. Dilihat dari penggolongannya, maka penulis memasukkan novel Rashomon Gate ini kedalam novel serius karena dalam novel ini menceritakan tentang kehidupan nyata pada masa di zaman Heian-kyo Jepang. 2.2 Setting Novel Rashomon Gate Setiap peristiwa dalam kehidupan pada dasarnya juga selalu berlangsung di tempat-tempat tertentu yang berhubungan dengan daerah, misalnya kota atau desa, lokal, misalnya rumah, bunga-bungaan, dan yang lainnya. Pada sisi lain, kegiatan tersebut juga selalu berada dalam waktu tertentu serta dilatar belakangi peristiwa tertentu pula, mungkin kegiatan kerja kantor, universitas, keluarga, maupun masyarakat.

Dengan paparan di atas, berlaku juga dalam cerita fiksi karena peristiwaperistiwa dalam cerita fiksi juga dilatarbelakangi oleh tempat, waktu, maupun situasi tertentu. Akan tetapi dalam karya fiksi, setting bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat suatu cerita menjadi logis. Ia juga memiliki fungsi psikologis sehingga setting pun mampu menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya (Aminuddin, 2000:67). Jadi dengan demikian setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan psikologis. Unsur-unsur setting dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu: 2.2.1 Latar Tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. unsur tempat yang digunakan mungkin berupa nama tempat dengan nama-nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Dalam novel Rashomon Gate mengambil latar tempat berada di beberapa tempat di Kyoto- Jepang. Peristiwa yang peristiwa tersebut terjadi di tempat-tempat seperti di universitas, kantor, rumah, kuil dan lain-lain. 2.2.2. Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Oleh sebab itu dalam kaitannya sebagai latar

waktu maka dalam novel Rashomon Gate mengakat cerita pada abad ke-11 yang pada zaman itu masih banyak tradisi, takhayul dan lain-lain. 2.2.3. Latar Sosial Budaya Latar sosial menyaran kepada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi maupun nonfiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, dan bersikap, dan lain-lain. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial, konflik sosial yang terjadi pada masyarakat. Demikian juga pada novel Rashomon Gate terdapat ruang lingkup tempat waktu sebagai wahana para tokohnya mengalami berbagai pengalaman dalam hidupnya. Peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam novel Rashomon Gate ini terjadi di Jepang. Novel yang berlatar belakang kebudayaan dan strata sosial yang ada di jepang pada abad ke-11 yang membawa kita seakanakan hidup di Zaman Heian. Strata sosial dan kebudayaan yang berbeda. Yang membuat novel ini lebih seru dan menarik untuk dibaca. Rashomon gate adalah pintu gerbang besar di selatan ibukota Kyoto-Jepang. Pada saat itu semua orang tahu bahwa kalangan miskin disana yang tidak sanggup mengupayakan pemakaman meninggalkan mayat disana. Dan pihak berwenang akan mengumpulkannya untuk kemudian membakarnya bersama mayat-mayat yang lain. Oleh karena itu selain penjahat, tidak ada seorangpun yang datang setelah malam.

Dengan kondisi demikian Hal ini juga membuat keadaan masyarakat jepang semakin kacau dan banyak terjadinya pembunuhan dan kasus- kasus lainnya. 2.3 Biografi Pengarang Iggrid.J. Parker adalah salah satu penulis yang paling dihormati di Virginia. Dia lahir di Jerman 1958. Inggrid merupakan peraih shamus award pada untuk cerita pendek Akitada s First Case dan novel The Dragon Scroll, Rashomon Gate dan Hell screen. Dan saat ini ia tinggal di Virginia beach, Virginia. Inggrid.J. Parker seorang penulis yang tidak begitu ingin kehidupan pribadinya diekspos karena bagi beliau tulisan-tulisan nyag lebih penting di ekspos dari pada kehidupan pribadinya. 2.4 Sosiologi dalam Kajian Sastra Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar kata sosio/socius (Yunani) yang berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional dan empiris. Sastra dari akar kata (sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dan intruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Makna kata sastra bersifat lebih spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian, yaitu kesusastraan, artinya kumpulan hasil karya sastra yang baik (Nyoman, 2003:1).

Sesungguhnya kedua ilmu tersebut yaitu sosiologi dan sastra memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meskipun demikian, hakikat sosiologi dan sastra berbeda, bahkan bertentangan secara diametral. Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang sastra sosiologi merupakan perbedaan hakikat, sebagai perbedaan ciri-ciri, sebagaimana ditunjukkan melalui perbedaan antara rekaan dan kenyataan, fiksi dan fakta (Nyoman, 2003:2). Menurut Ratna (2003: 2) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan antara karya sastra dengan masyarakat, antara lain: 1. Pemahaman terhadap karya sastra dengan pertimbangan aspek kemasayarakatannya. 2. Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya. 3. Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatarbelakangi. 4. Sosiologi sastra adalah hubungan dua arah antara sastra dengan masyarakat, dan 5. Sosiologi sastra berusaha menemukan kualitas interdepedensi antara sastra dan masyarakat.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra tidak terlepas dari manusia dan masyarakat yang bertumpu pada karya sastra sebagai objek yang dibicarakan. Sosiologi sebagai suatu pendekatan terhadap karya sastra yang masih mempertimbangkan karya sastra dan segi-segi sosial. Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan moral. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang sukses yaitu karya sastra yang dapat merefleksikan zamannya. Hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Kendati demikian, sastra tetap diakui sebagai ilusi atau khayalan dari kenyataan. Dari sini, tentu sastra tidak akan semata-mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan sekedar copy kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan. Kenyataan tersebut bukan jiplakan yang kasar, melainkan sebuah refleksi halus dan estetis. Didalam genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama, genre prosalah yang dianggap paling diminati dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat dikemukakan, diantaranya adalah novel menampilkan unsurunsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang juga paling luas, bahasa novel juga cenderung merupakan bahasa sehari-hari.

Bahasa yang umum digunakan dalam masyarakat. Oleh karena itulah dikatakan bahwa novel merupakan genre yang paling sosiologis dan responsive sebab sangat peka terhadap fluktuasi sosiohistoris. Oleh karena itu lah, menurut Nyoman (2004:336) karya sastra lebih jelas mewakili ciri-ciri zamannya. Seperti pada novel Rashomon Gate yang menunjukkan kehidupan masyarakat Jepang pada zaman Heian pada abad ke-11 mencerita kan tentang strata sosial yang berbeda di Jepang yang membawa kita seakan-akan hidup di zaman tersebut. Cara-cara penyajian yang berbeda dibandingkan sengan ilmu sosial dan humaniora jelas membawa ciri-ciri tersendiri terhadap sastra. Penyajian secara tidak langsung, dengan menggunakan bahasa metaforis konotatif, memungkinkan untuk menanamkan secara lebih intern masalah-masalah kehidupan terhadap pembaca. Artinya ada kesejajaran antara ciri-ciri karya satra dengan hakikat yaitu imajinasi dan kreativitas adalah kemampuannya dalam menampilkan dunia kehidupan yang lain yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari. Inilah aspekaspek sosial karya sastra. Dimana karya sastra diberikan kemungkinan yang luas untuk mengakses emosi, obsesi, dan berbagai kecendrungan yang tidak mungkin tercapai dalam kehidupan sehari-hari. selama pembaca karya sastra pembaca secara bebas menjadi raja, dewa, perampok, dan berbagai sublimasi lain. Sebagai multidisiplin, maka ilmu-ilmu yang terlibat dalam sosiologi sastra adalah sastra dan sosiologi. Dengan pertimbangan bahwa karya sastra juga memasukkan aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka ilmu-ilmu yang terlibat adalah sejarah, filsafat, agama, ekonomi,dan politik. Yang perlu diperhatikan

dalam penelitian sosiologi sastra adalah dominasi karya sastra, sedangkan ilmuilmu yang lain berfungsi sebagai pembantu. Dengan pertimbangan bahwa sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, maka model analisis yang dilakukan menurut Nyoman (2004:339-340) meliputi tiga macam, yaitu: 1. Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung didalam karya sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi. Pada umumnya disebut sebagai aspek intrinsik, model hubungan yang terjadi disebut refleksi. 2. Sama dengan diatas, tetapi dengan cara menemukan hubungan antarstruktur, bukan aspek-aspek tertentu, dengan model hubungan yang bersifat dialetika. 3. Menganalisis karya sastra dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu, dilakukan dengan disiplin tertentu. Model analisis inilah yang pada umumnya menghasilkan karya sastra sebagai gejala kedua. Di dalam menganalisis dengan menggunakan sosiologi sastra, masyarakatlah yang harus lebih berperan. Masyarakatlah yang mengkondisikan karya sastra, bukan sebaliknya.