POLISI DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh: Suparman Marzuki

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Profesi sebagai polisi mempunyai nilai penting dalam menentukan tegaknya

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998,

BAB I PENDAHULUAN. Pemasyarakatan yang berperan penting dalam proses penegakan hukum. Untung S. Radjab (2000 : 22) menyatakan:

ARTI PENTING PENYUSUNAN KAMPANYE ANTI DISKRIMINASI * Oleh: Suparman Marzuki **

Disampaikan dalam TRAINING POLMAS DAN HAM BAGI TARUNA AKADEMI KEPOLISIAN DEN 47 TAHUN 2015 oleh PUSHAM UII Yogyakarta bekerjasama dengan AKPOL

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejak berpisahnya Polri dari tubuh organisasi Angkatan Bersenjata Republik

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu institusi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan aparatur yang profesional seiring. dengan reformasi birokrasi diperlukan langkah-langkah konkrit dalam

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

Advokasi Dan Pendampingan Terhadap Pelanggaran Hukum Dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan 1 Oleh: RB Sularto

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

BAB III PENUTUP. jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Senjata api boleh dipakai dalam keadaan-keadaan luar biasa

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI

Institute for Criminal Justice Reform

Mengetahui hak manusia yang melekat sejak lahir RINA KURNIAWATI, SHI, MH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tujuan dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi daerah, yang diatur dalam

Problem Pelaksanaan dan Penanganan

Materi Kuliah HAK ASASI MANUSIA

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dan ketertiban masyarakat,penegakan hukum,perlindungan,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENYELESAIAN KONFLIK DALAM PERSPEKTIF HAM

*40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan untuk menjaga dan mengawal hukum agar tetap tegak sebagai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM

Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

MAKALAH KEBIJAKAN KOMISI YUDISIAL UNTUK PENGADILAN YANG DAPAT DIAKSES

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN

2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Ada banyak sekagli pekerjaan,

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

Komitmen Dan Kebersamaan Untuk Memperjuangkan Hak Asasi Manusia diselenggarakan oleh Pusham UII bekerjasama dengan

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

PRESENTASI KEPALA PUSAT PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN. Dalam Rakornis BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2016

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB III PERANAN PIHAK POLDA SUMATERA UTARA DALAM MENAGGULANGI PENCURIAN KENDARAAN NERMOTOR YANG DILAKUKAN SECARA TERORGANISIR

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. dalam segala bidang kehidupan, termasuk perubahan di dalam sistem

Trio Hukum dan Lembaga Peradilan

Pembatasan HAM. Oleh: Johan Avie, S.H.

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

MAKALAH. Pengembangan Praktek dan Pola Pengasuhan AKPOL Menuju Democratic Learning

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

Transkripsi:

POLISI DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh: Suparman Marzuki Pendahuluan Upaya banyak pihak, terutama Polisi sendiri dalam membenahi peran, tugas dan tanggungjawab profesinya yang baru dan berbeda dibanding masa lalu masih terus berlangsung (dalam proses). Citra buruk di satu sisi, serta tuntutan akan peran baru di sisi lain, membuat pekerjaan membenahi Polisi relatif sulit. Tetapi apapun keadaannya upaya pembenahan harus terus berjalan; sebagaimana proses demokrasi yang juga tak pernah mengenal kata akhir. Sebagai institusi penegak hukum yang langsung berhadapan dengan perubahan masyarakat, Polisi nyaris tidak punya waktu untuk mencerna perubahan tersebut secara tenang dan hati-hati seperti misalnya dilakukan di lingkungan akademis. Sebagian Polisi mungkin tidak sempat dapat pelajaran tentang demokrasi, HAM dan sebagainya. Ia langsung berhadapan dengan perilaku anggota masyarakat yang muncul dari kesadaran baru tersebut. Polisi mungkin saja agak tersentak dengan perubahan sosial politik dan psikologis masyarakat kita yang begitu cepat semenjak 1998 yang lalu, terutama tuntutan akan Disampaikan dalam Workshop penyusunan kurikulum pengajaran HAM di Akpol dan SPN, 25 April 2006, diselenggarakan oleh Pusham UII Yogyakarta. Direktur Pusham-UII, Dosen FH. UII, Pengajar HAM dan COP di Magister Konflik dan Perdamaian UGM. 1

peran Polisi yang baru, yang menempatkan HAM sebagai paradigma penegakan hukum oleh Polisi. Dukungan pelbagai kekuatan masyarakat terhadap Polisi diharapkan dapat mempercepat proses perubahan, baik perubahan di level struktur (institusi polisi), substansi (pelbagai aturan, kode etik, dst) maupun kultur (budaya kerja) Polisi. Kegiatan yang sudah, sedang dan akan dilakukan, adalah wujud peran serta lembaga di luar Polisi untuk membenahi Polisi. Apakah polisi dapat menjadi polisi sipil? Adalah pertanyaan kita semua. Rentan Melanggar HAM Konteks struktural dan fungsional polisi memang sulit dan rentan terhadap pelanggaran HAM. Kedudukan polisi sebagai institusi terdepan penegak Kamtibmas tidak bisa tidak membuat mereka berada dalam posisi dilematis ketika tuntutan on the job trouble dan within the job trouble bertemu. Di satu sisi mereka dihadapkan pada masalah bagaimana harus patuh pada perintah atasan yang menuntut kerja efektif, efisien dengan target-target dan prioritas-prioritas. Keberhasilan atau kegagalan mengemban perintah atasan berkaitan langsung dengan kondite dan karir. Keadaan ini merupakan faktor situasional dalam internal polisi yang potensial mengabaikan HAM, karena bagaimanapun kerja prosedural sesuai aturan hukum jelas tidak akan "pas" dengan tuntutan efektifitas dan efisiensi. 2

Di sisi lain dalam konteks within the job trouble, polisi dituntut kecakapan kerja, ketelitian dan sikap adaptif terhadap dan di dalam masyarakat. Prosedur-prosedur penyelidikan dan penyidikan standar (hukum) jelas membuat kerja Polisi menjadi lebih lamban, tidak efektif dan efisien dihadapan atasan, bahkan dalam pandangan masyarakat sendiri. Untuk jenis kejahatan yang meresahkan seperti kasus narkotika, kejahatan dengan kekerasan misalnya, masyarakat justru menuntut Polisi secepat mungkin menangkap dan memenjarakan pelaku. Kondisi riil masyarakat dimana seorang Polisi bertugas seringkali ikut menentukan kecenderungan-kecenderungan bertindaknya Polisi. Pada masyarakat yang tingkat kejahatannya rendah-terkendali polisi bisa bekerja dalam kerangka within the job trouble, tetapi sebaliknya pada masyarakat yang kuantitas dan kualitas kejahatannya tinggi ada kemungkinan kerangka on the job trouble lebih mewarnai Barangkali menarik menuliskan pengalaman seorang kriminolog bernama Kirkham. Ketika ia sebagai dosen melakukan penelitian mengenai efektifitas pidana mati, ia berpendapat bahwa pidana mati sama sekali tidak efektif mengerem kejahatan, karena itu ia berkesimpulan apa gunanya pidana mati dipertahankan sebagai salah satu jenis pidana. Sebagian pengamat mengatakan bahwa dilema diantara within the job trouble dan on the job trouble pada keadaan tertentu bisa diatasi dengan kebijakan diskresi (oleh polisi di lapangan), meski tidak jarang penggunaan kebijakan ini potensial juga mengabaikan HAM. 3

Tetapi sebagai seorang ilmuan ia tidak puas dengan kesimpulan itu. Ia lalu mengambil cuti sebaagai dosen, mendaftarkan diri di akademi kepolisian dan diterima. Dia pun menjadi anggota polisi biasa dan ditempatkan di suatu wilayah yang terkenal rawan. Sikapnya yang semula luwes terhadap pemberantasan kejahatan berubah sama sekali, terutama setelah bersama anggota polisi yang lain mengalami pelbagai situasi yang sangat membahayakan dirinya. George Kirkham menjadi orang yang senantiasa diliputi kecurigaan terhadap orang-orang yang mempunyai ciri-ciri sebagai penjahat. Dia juga bersikap sinis terhadap pengadilan yang menjatuhkan hukuman yang terlalu ringan pada penjahat yang dengan susah payah serta dengan mempertaruhkan nyawa polisi untuk menangkapnya. Dia cenderung bersikap keras dalam memberantas kejahatan. Sikap yang lunak pada dirinya hanya akan membahayan seluruh korps. Setelah satu tahun mengalami peranan sebagai anggota polisi yang ditempatkan di daerah rawan; Kirkham kembali ke perguruan tinggi untuk menuliskan hasil penelitiannya. Tetapi ia kembali belum puas, dan merasa masih ada yang belum lengkap, akhirnya ia memutuskan bertugas kembali sebagai polisi dan kali ini ia ditempatkan di satu wilayah yang relatif aman, dimana warga masyarakat hidup dengan tenang. Sikapnya yang semula keras, lama kelamaan menyesuaikan diri dengan ketentraman yang ada di daerah itu, dan setiap kali ia pulang ke rumah, ada rasa puas dan tentram pada diri Kirkham. 4

Pengalaman Kirkham itu menunjukkan bahwa sikap seseorang dapat terbentuk oleh peristiwa yang dialaminya, meski tentu saja hal yang bersifat subyektif dan lokalitas itu tidak bisa merekomendasi kapan HAM ditegakkan, kapan boleh dilanggar, karena HAM adalah sesuatu yang bersifat mendasar dan kodrati yang harus dihormati dan ditegakkan meski seorang polisi bertugas di tempat rawan sekalipun. Sekarang masalahnya terpulang kepada Polisi untuk melakukan segala upaya agar dalam tugas-tugasnya menghormati dan menegakkan HAM. Oleh sebab itu baik diingatkan kembali kepada pemerintah, terutama pada Kepolisian akan dua hal. Pertama, agar secara konsisten dan konsekuen menjalankan paradigma baru Polisi sehingga seirama dengan tuntutan masyarakat supaya Polisi berwatak sipl, berada dan menjadi bagian dari nafas masyarakatnya (protogonis), dan bukan berada jauh di luar masyarakat (antagonis). Lebih-lebih soal HAM di masa-masa mendatang akan jauh lebih kompleks, memperoleh perhatian dan tuntutan yang lebih terbuka mengingat interaksi masyarakat, termasuk Polisi tidak lagi berskala lokal atau nasional, tapi global. Pelbagai suku bangsa dengan aneka ragam kepentingan akan langsung berhadap-hadapan sehingga dibutuhkan satu struktur Kepolisian yang kondusif dan tidak tergantung dengan kekuatan lain untuk merancang pelbagai perubahan substantif dan prosedural di dalam tubuh Kepolisian itu sendiri. 5

Kedua, berkaitan dengan point satu di atas, diperlukan satu protipe polisi yang oleh Sulivan memenuhi lima syarat, yaitu: well motivated (memiliki motivasi yang baik); well educated (pendidikan yang baik); well trained (pengalaman yang baik); well equipped (sarana atau perlengkapan yang baik); dan well paid (kesejahteraan yang baik). Semua itu tentunya membutuhkan keleluasaan Policy program dan keuangan bagi Polisi sehingga tidak tergantung. Dengan kata lain, untuk bisa melayani masyarakat dengan baik, polisi harus bersikap responsif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Harus ada kesungguhan untuk menjadi kekuatan yang mengalami pencerahan karena seperti digambarkan Toffler, bahwa segala pekerjaan di dunia ini mulai bergeser dari dominasi penggunaan otot ke otak (from brawn to brain). Penggunaan kekerasan telanjang adalah kualitas kekuasaan yang paling rendah, disusul oleh kualitas medium dalam bentuk kekayaan, sedang kekuasaan dengan kualitas terbaik adalah pengetahuan. Polisi dan isu HAM ke Depan Aspek hak asasi manusia yang akan menonjol ke depan bukan lagi hak sipil politik, tetapi justru hak ekonomi, sosial, dan budaya. Persinggungan Polisi dengan problem hak sipil Politik akan makin berkurang sejalan dengan menguatnya isnstitusiinstitusi demokrasi, termasuk perubahan di tingkat internal kepolisian sendiri. 6

Tindakan penyiksaan, kesewenang-wenangan dalam penangkapan dan penahanan akan dengan sendirinya berkurang secara signifikan karena faktor eksternal dan internal Polisi yang makin kuat mengkontrol atau memproteksi kemungkinankemungkinan tersebut. Yang justru akan mengemuka ke depan adalah hak sosial, eknomi dan budaya. Pelaku pelanggaran ham di atas jauh lebih kompleks dan variatif (bisa negara, agen-agen negara, bisa korporasi). Dampak pelanggaran hak ekosob, bisa melahirkan pelbagai dimensi kekerasan dalam masyarakat. Seiring dengan visi baru Polisi sebagai Polisi sipil yang protogonis, dengan dan bersama masyarakat, maka perhatian Polisi pada hak-hak ini harus lebih menonjol. Oleh sebab itu, fokus capacity building polisi hendaknya mulai diarahkan kemampuan mengerti dan memahami hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, dalam lingkup: (a) apa saja cakupan hak-hak sosial, hak-hak ekonomi, dan hak-hak budaya; (b) mana diantara hak-hak itu yang potensial memicu masalah; (c) dari pihak mana saja kemungkinan pelaku pelanggaran; (d) apa dampak sosialnya; (e) apa antisipasinya. Jawaban atas pertanyaan itu bisa berbeda antara satu daerah atau wilayah dengan daerah atau wilayah lain. Dan karena itu pula pendekatan penanganan juga bisa berbeda. Agar Polisi dapat melakukan pencegahan dan penanggulangan yang tepat, Polisi 7

mulai membiasakan diri bekerja dengan konsep yang disusun berdasarkan realitas (temuan riset) dimana wilayah kerja Polisi. Penutup Tantangan penegakan HAM oleh Polisi ke depan akan mengarah pada tuntutan pemenuhan hak Ekosob. Pemenuhan hak ini (Ekosob) pada bagian tertentu memang menjadi tanggungjawab negara, tetapi karena pengabaian hak-hak ini dapat menimbulkan dampak sosial, maka Polisi wajib melakukan upaya-upaya prevensi dalam bentuk pemetaan masalah sosial, ekonomi dan budaya, sebagai semacam security audit secara periodik. Temuan-temuan disampaikan kepada DPRD, Pemerintah dan masyarakat umum. Jika peran itu bisa dilakukan, maka polisi akan tampil sebagai pemecah masalah masyarakat (community problem solver). Tugas dan peran Polisi sebagai pemecah masalah atas masalah-masalah sosial masyarakat adalah juga pemenuhan hak asasi manusia. Tugas itu jauh lebih berat dan kompleks, ketimbang menghindarkan diri untuk tidak melakukan penyiksaan atau penangkapan dan penahanan sewenang-wenang. 8