LINIER TREND ANALYSIS DAMPAK PENINGKATAN INVESTASI DI DAERAH TERHADAP PENGEMBANGAN PROPERTI KOMERSIAL

dokumen-dokumen yang mirip
M. Ikhsan Setiawan, Agus Sukoco, Agus Dwi Sasono Universitas Narotama

EXTENDED ABSTRACT. M. Ikhsan Setiawan, Agus Sukoco, Agus Dwi Sasono

RISALAH RAPAT. : Pembahasan tindak lanjut RATAS PSN di Provinsi Sumatera Utara

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Encyclopedia, 8 Oktober Artikel: Wikipedia Thre Free

PENGAMANAN FISKAL MELALUI POLA PEMBAGIAN RISIKO ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

KEYNOTE SPEECH Sosialisasi dan Pelatihan Aplikasi e-planning DAK Fisik

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI NTB. Sumbawa dan ratusan pulau-pulau kecil. Dari 280 pulau yang ada, terdapat 32

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

Indonesia Property Market Overview 4 th Quarter 2015

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

PENGEMBANGAN PUSAT BISNIS (CENTRAL BUSINESS DISTRICT) DENGAN POLA KERJASAMA PEMERINTAH-SWASTA (KASUS WILAYAH KAKI SURAMADU SISI SURABAYA)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang

2 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, BUMN Mantapkan Posisi Sebagai Akselerator Proyek Strategis Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

Kementerian PUPR Anggarkan Rp 80 Miliar Kembangkan Infrastruktur Kampung Wisata di Tanjung Lesung

Realisasi Investasi PMDN dan PMA Tahun 2017 Melampaui Target

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Materi USULAN KEBIJAKAN KHUSUS PRESIDEN R.I

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

MODEL INTEGRASI EKONOMI MARITIM DAN PARIWISATA DI DAERAH GUNA PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA TIMUR. I Nyoman Sudapet, Agus Sukoco, Ikhsan Setiawan

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW.

PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun

1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 3 TAHUN 2005 KAWASAN INDUSTRI JELITIK SUNGAILIAT B U P A T I B A N G K A,

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transportasi akan terus bertambah seiring dengan semakin tingginya

PERENCANAAN PROYEK KAWASAN INDUSTRI

SURVEI PROPERTI KOMERSIAL

GENERAL INSURANCE OUTLOOK 2016

RENCANA AKSI PENYELENGGARAAN KEK TANJUNG LESUNG

SI-40Z1 TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG TERMINAL BARANG BANDARA INTERNASIONAL JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor

PENGEMBANGAN PUSAT BISNIS (CENTRAL BUSINESS DISTRICT) DENGAN POLA KERJASAMA PEMERINTAH-SWASTA (KASUS WILAYAH KAKI SURAMADU SISI SURABAYA)

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Bangun Infrastruktur di Destinasi Wisata, Kementerian PUPR Mengacu Pada Rencana Induk

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

REALISASI INVESTASI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PADA TRIWULAN II TAHUN 2016

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pengembangan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, 2 Agustus 2012 Kamis, 02 Agustus 2012

Bendungan Teritip Akan Pasok Tambahan Air Baku 250 liter/detik Bagi Kota Balikpapan

PENGELOLAAN KEWAJIBAN KONTINJENSI TAHUN ANGGARAN 2011

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA KAWASAN INDUSTRI

Laporan Finalisasi PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA TANGERANG. Triwulan IV Kategori

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan umum pembangunan nasional adalah mempercepat

Sumber: Biro Pusat Statistik

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL OKTOBER 2013

KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Kementerian Perindustrian Jakarta, 31 Juli 2015

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL BULAN MEI 2004

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

SURVEI PROPERTI KOMERSIAL

JAKARTA INVESTOR DAILY (18/11/2014) : Pemerintah dalam lima t

RISALAH KESEPAKATAN PEMBAHASAN SIDANG KELOMPOK MUSRENBANG NASIONAL TAHUN 2010

APBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

SAMBUTAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN PADA ACARA GROUNDBREAKING PROYEK MP3EI DI KORIDOR EKONOMI SULAWESI

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL DESEMBER 2010

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

PELAYANAN PENANAMAN MODAL DI PTSP PUSAT-BKPM (Updating layanan izin investasi 3 jam)

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA. Rencana Proyek Infrastruktur di Indonesia BUKU PPP 2011 PROYEK SIAP UNTUK DITAWARKAN. Angkutan Udara

Jalan Lintas Selatan Pulau Jawa Terus Dipercepat

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI NASIONAL NOVEMBER 2009

Siaran Pers. Realisasi Investasi Januari-September 2016 Mencapai Rp 453 Triliun

Pembangunan Infrastruktur Untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi dan Mengurangi Kesenjangan

Transkripsi:

LINIER TREND ANALYSIS DAMPAK PENINGKATAN INVESTASI DI DAERAH TERHADAP PENGEMBANGAN PROPERTI KOMERSIAL M. Ikhsan Setiawan ikhsan.setiawan@narotama.ac.id Agus Sukoco agus.sukoco@narotama.ac.id Santirianingrum S santirianingrum@narotama.ac.id Universitas Narotama ABSTRAK Kuatnya pertumbuhan kelas menengah dan daya beli konsumen domestik, mendorong peningkatan bisnis properti di beberapa wilayah Indonesia. Investasi PMDN/PMA sektor Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran bulan JanuariSeptember 2015 mencapai Rp. 5,888.02 milyar plus US$ 1,481.3 juta. Tingginya investasi sektor properti sesuai dengan program pemerintah yang fokus pada 35 Wilayah Pengembangan Strategis seindonesia dengan dukungan pendanaan APBN, APBD maupun PMN, sesuai Rencana Kerja Pemerintah tahun 2016 Mempercepat Pembangunan Infrastruktur untuk Memperkuat Fondasi Pembangunan yang Berkualitas. Berdasarkan Linier Trend Analysis untuk Investasi Dalam Negeri dan Luar Negeri sepanjang periode tahun 20142015 terjadi trend peningkatan investasi yang signifikan di wilayah Jawa Barat, berdampak pada trend peningkatan indeks harga properti komersial periode Triwulan ketiga tahun 2015, dengan peningkatan tertinggi pada properti Apartemen (69,15%) dan properti Ritel (58,42%). Kuatnya investasi Dalam Negeri di wilayah Sulawesi Selatan (Makassar dan sekitarnya) berdampak pada trend peningkatan indeks harga properti komersial periode Triwulan ketiga tahun 2015, dengan peningkatan tertinggi pada properti Hotel (59,29%) dan properti Lahan Industri (59,29%). Kuatnya investasi Luar Negeri di wilayah Banten berdampak pada trend peningkatan indeks harga properti komersial periode Triwulan ketiga tahun 2015, dengan peningkatan tertinggi pada properti Lahan Industri (104,48%) dan properti Apartemen (86,91%) Kata Kunci: Investasi, Properti Komersial, Linier Trend Analysis 1. PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi yang stabil, politikkeamanan yang relatif terkendali, sumber daya alam yang kaya dan iklim investasi yang kuat telah meningkatkan jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia. Peningkatan penduduk kelas menengah membawa gelombang belanja konsumen salah satunya dalam bentuk pemilikan/investasi properti (BCG, 2013). Kuatnya pertumbuhan kelas menengah dan daya beli konsumen domestik, mendorong peningkatan bisnis properti di beberapa wilayah Indonesia (Setiawan, et al, 2014). Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat bulan JanuariSeptember 2015 investasi sektor Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp. 5,888.02 milyar sedikit menurun dibandingkan investasi tahun 2014 senilai 13,111.8 milyar, sedangkan untuk Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai US$ 1,481.3 juta meningkat tinggi dibandingkan investasi tahun 2014 senilai US$ 1,168 juta (BKPM, 2015). 82

Gambar 1. Populasi Kelas Menengah Indonesia tahun 2012 & 2020 (sumber : BCG, 2013) Tahun 2016 Pemerintah telah mencanangkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Mempercepat Pembangunan Infrastruktur untuk Memperkuat Fondasi Pembangunan yang Berkualitas. Pengembangan Infrastruktur oleh Kementerian PU Pera melalui pendekatan Wilayah yang dituangkan dalam 35 Wilayah Pengembangan Strategis (WPS), dimana hal tersebut merupakan suatu pendekatan pembangunan yang memadukan antara pengembangan wilayah dengan market driven, mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta memfokuskan pengembangan infrastruktur pada suatu wilayah strategis dalam rangka mendukung percepatan pertumbuhan kawasan strategis dan mengurangi disparitas antar kawasan di dalam WPS. Keterpaduan Infrastruktur dalam pengembangan kawasan strategis dalam WPS berupa konektifitas pengembangan perkotaan, industri, dan maritim/ pelabuhan industri (BPIW, 2015). Pengembangan WPS didukung pendanaan yang sebagian bersumber dari APBN 2016, meliputi sebagian dari Anggaran Kementerian PU Pera 2016 Rp. 104,1 Trilyun, Kementerian Perhubungan Rp. 48,5 Trilyun, Kementrian KKP Rp. 13,8 Trilyun, Kementerian Pariwisata Rp. 5,4 Trilyun, Kementerian Perindustrian Rp. 3,3 Trilyun, serta transfer ke Daerah dan Dana Desa Rp. 770,2 Trilyun. Dalam APBN 2016 juga terdapat Pembiayaan non utang (Penyertaan Modal Negara) guna mendukung pembangunan infrastruktur baik sarana dan prasarana transportasi, pemukiman, air bersih dan sanitasi, serta infrastruktur energi melalui alokasi dana investasi pemerintah, dan kewajiban penjaminan, meliputi: (1) PT Sarana Multi Infrastruktur Rp 4,2, Trilyun, untuk berpartisipasi dalam pembiayaan proyekproyek infrastruktur strategis, (2) PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia Rp 1,0 Trilyun, untuk memperkuat struktur permodalan dan peningkatan kapasitas usaha PT PII untuk melakukan penjaminan dalam proyek infrastruktur, (3) PT Sarana Multigriya Finansial Rp 1,0 Trilyun, untuk memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha dalam rangka pengembangan pasar pembiayaan sekunder perumahan, (4) PT Jasa Marga Rp 1,3 Trilyun, untuk melaksanakan pembangunan proyek jalan tol baru, (5) PT Hutama Karya Rp 3,0 Trilyun, untuk melaksanakan penugasan Pemerintah dalam melakukan pengusahaan jalan tol di Sumatera, (6) PT Wijaya Karya Rp 4,0 Trilyun, untuk melaksanakan proyek infrastruktur antara lain pembangkit listrik, Kawasan Industri Kuala Tanjung, Pembangunan Water Treatment Plant serta jalan tol, (7) PT Pembangunan Perumahan Rp 2,3 Trilyun, untuk melaksanakan proyek di bidang infrastruktur berupa pelabuhan dan kawasan industri pelabuhan serta jalan tol, (8) Perum Perumnas Rp 250 Milyar (tunai) dan Rp 83

235,4 Milyar (konversi utang pokok RDI), untuk mempercepat pengadaan lahan dan penyediaan rumah, baik rumah tapak maupun rumah susun untuk masyarakat menengah ke bawah, (9) PT Pelni Rp 564,8 Milyar (konversi utang pokok SLA) untuk meningkatkan kemampuan perseroan dalam pendanaan investasinya, (10) PT Angkasa Pura II Rp 2,0 Trilyun, digunakan dalam rangka pembebasan lahan untuk pembangunan runway 3 Bandara SoekarnoHatta, (11) PT Amarta Karya Rp 32,1 Milyar (konversi utang pokok SLA) untuk meningkatkan kapasitas usaha dan percepatan program prioritas Pemerintah terkait infrastruktur energi, (12) PT Pelindo III Rp 1,0 Trilyun, untuk melaksanakan program pembangunan dan pengembangan aksesibilitas laut; pengembangan pelabuhan di Kawasan Timur Indonesia; serta pengembangan terminal penumpang, pelayaran rakyat dan fasilitas penunjang pelabuhan. (Kementerian Keuangan, 2015). 2. INVESTASI DI DAERAH Proyekproyek infrastruktur multiyears menjadi motor pertumbungan investasi di Sulawesi Selatan. Makassar sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan dan kota terbesar di Indonesia Timur berpenduduk 1,3 juta jiwa dan PDRB Rp. 12 juta/kapita. Didukung infrastruktur Bandara Hasanuddin (7,5 juta penumpang/tahun), Pelabuhan Soekarno Hatta (550 ribu TEUs) serta 3 Kawasan Industri yaitu Kawasan Industri Maros (Manufaktur), Gowa (Makanan, Minuman dan Tembakau) dan Takalar (Manufaktur) (BPIW, 2015). Pembangunan Makassar New Port telah dilaksanakan Groundbreaking oleh Presiden RI bulan Mei 2015, total investasi mencapai lebih dari Rp. 8 Triliun. Selain proyek Makassar New Port, beberapa proyek infrastruktur akan mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain proyek KA MakassarParepare, proyek PLTU Jeneponto, pembangunan tiga smelter di Bantaeng, dan rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (BI, 2015) Gambar 2. Pembangunan Makassar NewPort (sumber: BI, 2015) 84

Tabel 1. Proyek Infrastruktur di Sulawesi Selatan (sumber: BI, 2015) Provinsi Banten menjadi salah satu wilayah dengan pembangunan infrastruktur terbesar di Indonesia Barat. Bandara Soekarno Hatta (420 ribu penerbangan) sebagai pintu masuk Internasional Ibukota DKI Jakarta dengan lokasi berada di Banten, otomatis mendongkrak investasi di wilayah Banten. Pengembangan Kawasan Industri Tangerang menopang Kota Tangerang dengan 1,9 juta penduduk dan PDRB Rp. 6,544 juta jiwa. Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung diatas lahan seluas 1.500 ha menjadi pusat eknomi Banten berbasis wisata. Tanjung Lesung didukung pembangunan infrastruktur Jalan Tol SerangPanimbang sepanjang 83.9 KM (tahun 2018 operasional), pembangunan airstrip (landasan udara sepanjang 1,2 KM), pembangunan Bandara Panimbang dan pembangunan Cruise Terminal/Kawasan Marina. Tanjung Lesung bersentuhan langsung dengan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Ujung Kulon seluas 122 ribu ha dengan daya tarik Internasional meliputi bentang alam, wisata laut dan taman nasional laut. Pembangunan infrastruktur lainnya adalah Bendungan Pasir Kopo, Karian (2.225 ha; 9,1 m3), Tanjung dan Talawan (BPIW, 2015) Kota Bandung sebagai Pusat Kegiatan Nasional di wilayah Jawa Barat dengan jumlah penduduk 2,46 juta jiwa, sangat strategis dan didukung sejumlah pembangunan infrastruktur. Selesainya infrastruktur strategis Waduk Jatigede dan Tol Cipali, serta pengembangan Kawasan Industri Gedebage (20 ha), Rancaekek (200 ha) (BPIW, 2015). Selain itu pembangunan Tol Cisumdawu (Rp. 10,158 Trilyun), Bandara Internasional Kertajati (Rp. 8,299 Trilyun), Tol Soroja (Rp. 1,43 Trilyun), TPA SarimuktiLeuwigajah (Rp. 561 Milyar), pengembangan Bandara Husein Sastranegara (Rp. 77 Milyar). Selain itu pembangunan skema public private partnership (PPP) yakni cable car, di senilai Rp. 20 triliun untuk koridor sepanjang 40 KM (Bappeda Jabar, 2015) 85

Gambar 3. Infrastruktur Kota Bandung dan sekitarnya (sumber: Bappeda Jabar, 2015) 3. PENGEMBANGAN PROPERTI KOMERSIAL DI DAERAH Perkembangan properti komersial semakin meningkat di akhir tahun 2015, khususnya pasokan apartemen dengan banyaknya apartemen yang melanjutkan pembangunan tower lanjutan seperti Majestic Point, Medina dan UResidence (Banten) dan sejumlah wilayah lainnya. Pasokan lahan industri di Banten akan bertambah melalui proyek Griya Idola Industrial Park (GIIP) seluas 50 ha yang dikembangkan PT Griya Tirta Asri, di Makassar pada proyek Kawasan Industri Makassar 2 dan Kawasan Industri Gowa semakin memperkuat posisi Makassar sebagai Pusat (Hub) Indonesia Timur. Tingkat okupansi perhotelan juga meningkat di akhir tahun 2015 dengan adanya pelonggaran penyelenggaraan MICE di Hotel, baik di wilayah Banten, Bandung maupun Makassar guna penyelenggaraan oleh instansi Pemerintah. Kenaikan permintaan lahan industri dan pergudangan berasal dari permintaan perusahaan yang memiliki share pemilikan asing, khususnya yang terkait dengan industri makanan maupun consumer goods. Kenaikan permintaan hunian apartemen khususnya di Banten akibat peralihan konsumen dari Jakarta ke Banten disebabkan faktor harga serta faktor lingkungan hunian yang lebih nyaman terintegrasi dengan pengembangan kota baru. Pelonggaran aturan LTV belum meningkatkan permintaan apartemen secara signifikan, namun kemudahan pembayaran melalui perpanjangan cicilan DP maupun sisa cicilan oleh Developer mampu mendorong peningkatan permintaan unit apartemen (BI, 2015). 86

4. METODOLOGI Metode penelitian kuantitatif. Data bersumber pada data sekunder Investasi di Badan Koordinasi Penanaman Modal tahun 20142015 dan data sekunder indeks harga properti komersial di Bank Indonesia tahun 20142015. Data disajikan per Triwulan (Tiga Bulan). Lokasi penelitian di Banten, Bandung dan Makassar. Teknik analisis menggunakan metode Trend Analysis. Tabel 2. Perkembangan Indeks Harga Properti Komersial di wilayah Banten, Bandung dan Makasar per Triwulan tahun 20142015 (sumber: BI, 2015) MAKASSAR perkantoran 95.03 99.04 105.93 112.43 119.12 119.5 perkantoran sewa 95.03 99.04 105.93 112.3 119.12 119.5 ritel 96.86 101.16 101.98 114.88 120.64 127.77 ritel sewa 96.86 101.16 101.98 114.88 120.64 127.77 apartemen 94.65 98.88 106.48 110 112.41 115.88 apartemen jual 94.65 98.88 106.48 110 112.41 115.88 hotel 99.16 100.38 100.47 79.99 78.73 83.62 lahan industri 93.86 101.53 104.61 124.75 143.94 159.29 BANDUNG perkantoran 124.41 127.96 129.43 134.45 136.89 138.09 perkantoran sewa 124.41 127.96 129.43 134.45 136.89 138.09 ritel 180.14 180.73 180.77 191.52 197.29 200.66 ritel sewa 141.07 142.06 143.29 147.77 155.36 156.82 apartemen 183.6 184.16 184.42 195.51 201.04 204.62 apartemen sewa 116.57 115.74 114.63 125.78 129.6 133.68 apartemen jual 151.33 169.65 202.27 216.96 200.4 244.98 hotel 116.56 115.72 114.59 125.74 129.57 133.63 lahan industri 143.23 145.77 136.24 117.88 101.68 125.56 ritel 130.39 133.11 133.82 154.7 155.71 155.7 ritel sewa 112.73 114.55 115.17 116.08 117.67 119.19 ritel jual 130.79 133.54 134.25 155.48 156.73 156.74 apartemen 147.27 148.65 150.27 174.88 185.06 186.91 apartemen jual 147.27 148.65 150.27 174.88 185.06 186.91 hotel 100.33 95.47 106.09 75.45 70.71 121.06 lahan industri 166.3 177.06 177.06 185.34 202.09 204.48 Tabel 3. Perkembangan Realisasi Investasi Dalam Negeri dan Luar Negeri di wilayah Banten, Bandung dan Makasar per Triwulan tahun 20142015 (sumber: BI, 2015) INVESTASI PMDN (Rp. Milyar) / West Java 2,443.00 3,306.90 4,889.00 10,618.40 4,801.27 8,614.66 / Banten 4,901.30 1,395.40 1,412.00 801.70 4,209.40 2,951.50 / South Sulawesi 189.30 1,890.90 2,513.00 69.60 2,697.31 2,062.40 INVESTASI PMA (US$ Juta) / West Java 1,463.90 1,434.40 1,896.30 1,942.50 1,701.91 1,544.26 / Banten 482.40 448.60 512.60 490.50 518.84 606.75 / South Sulawesi 121.00 65.20 47.50 41.70 77.15 45.51 87

5. ANALISIS DATA Trend pertumbuhan indeks harga properti komersial di wilayah Banten, Bandung dan Makasar, dikelompokan meliputi properti Ritel, properti Apartemen, properti Hotel dan properti lahan industri. Tabel 4. Trend Indeks Harga Properti Komersial di Banten per Triwulan Tahun 20142015 (sumber: BI, 2015) PROPERTI KOMERSIAL RITEL 24,64% 27,07% 27,75% 42,09% 43,37% 43,88% APARTEMEN 47,27% 48,65% 50,27% 74,88% 85,06% 86,91% HOTEL 0,33% 4,53% 6,09% 24,55% 29,29% 21,06% LAHAN INDUSTRI 66,30% 77,06% 77,06% 85,34% 102,09% 104,48% 120.00% 100.00% 102.09% 104.48% 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 77.06% 77.06% 66.30% 47.27% 48.65% 50.27% 24.64% 27.07% 27.75% 85.34% 85.06% 86.91% 74.88% 42.09% 43.37% 43.88% 21.06% RITEL APARTEMEN HOTEL LAHAN INDUSTRI 0.00% 20.00% 6.09% 0.33% 2014(2) 2014(3) 4.53% 2014(4) 2015(1) 2015(2) 2015(3) 24.55% 29.29% 40.00% Gambar 4. Pertumbuhan Indeks Harga Properti Komersial di Banten per Triwulan Tahun 20142015 (sumber: BI, 2015) Trend pertumbuhan indeks harga properti komersial di wilayah Banten meliputi properti Ritel, properti Apartemen, properti Hotel dan properti Lahan Industri, berdasarkan data per Triwulan selama tahun 20142015 menunjukkan Trend yang meningkat pada semua properti di periode Triwulan ketiga tahun 2015, dengan pertumbuhan tertinggi pada properti Lahan Industri (104,48%) dan properti Apartemen (86,91%) 88

Tabel 5. Trend Indeks Harga Properti Komersial di Bandung per Triwulan Tahun 20142015 (sumber: BI, 2015) PROPERTI KOMERSIAL RITEL 42,51% 44,68% 45,73% 52,05% 56,61% 58,42% APARTEMEN 50,09% 49,95% 49,53% 60,65% 65,32% 69,15% HOTEL 16,56% 15,72% 14,59% 25,74% 29,57% 33,63% LAHAN INDUSTRI 43,23% 45,77% 36,24% 17,88% 1,68% 25,56% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 50.09% 49.95% 49.53% 44.68% 45.77% 45.73% 42.51% 43.23% 36.24% 16.56% 15.72% 14.59% 60.65% 52.05% 25.74% 17.88% 65.32% 56.61% 29.57% 69.15% 58.42% 33.63% 25.56% RITEL APARTEMEN HOTEL LAHAN INDUSTRI 10.00% 0.00% 1.68% Gambar 5. Pertumbuhan Indeks Harga Properti Komersial di Bandung per Triwulan Tahun 20142015 (sumber: BI, 2015) Trend pertumbuhan indeks harga properti komersial di wilayah Bandung meliputi properti Ritel, properti Apartemen, properti Hotel dan properti Lahan Industri, berdasarkan data per Triwulan selama tahun 20142015 menunjukkan Trend yang meningkat pada semua properti di periode Triwulan ketiga tahun 2015, dengan pertumbuhan tertinggi pada properti Apartemen (69,15%) dan properti Ritel (58,42%) 89

Tabel 6. Trend Indeks Harga Properti Komersial di Makassar per Triwulan Tahun 20142015 (sumber: BI, 2015) PROPERTI KOMERSIAL RITEL 4,06% 0,10% 3,96% 13,62% 19,88% 23,64% APARTEMEN 5,35% 1,12% 6,48% 10,00% 12,41% 15,88% HOTEL 6,14% 1,53% 4,61% 24,75% 43,94% 59,29% LAHAN INDUSTRI 6,14% 1,53% 4,61% 24,75% 43,94% 59,29% 70.00% 60.00% 59.29% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% 10.00% 43.94% 24.75% 23.64% 19.88% 15.88% 13.62% 12.41% 10.00% 6.48% 3.96% 4.61% 1.12% 0.10% 1.53% 2014(2) 4.06% 5.35% 2014(3) 2014(4) 2015(1) 2015(2) 2015(3) 6.14% RITEL APARTEMEN HOTEL LAHAN INDUSTRI Gambar 6. Pertumbuhan Indeks Harga Properti Komersial di Makassar per Triwulan Tahun 20142015 (sumber: BI, 2015) Trend pertumbuhan indeks harga properti komersial di wilayah Makassar meliputi properti Ritel, properti Apartemen, properti Hotel dan properti Lahan Industri, berdasarkan data per Triwulan selama tahun 20142015 menunjukkan Trend yang meningkat pada semua properti di periode Triwulan ketiga tahun 2015, dengan pertumbuhan tertinggi pada properti Hotel (59,29%) dan properti Lahan Industri (59,29%) 90

1 10,000.00 8,000.00 6,000.00 4,000.00 10,618.40 8,614.66 4,901.30 4,889.00 4,801.27 4,209.40 3,306.90 2,951.50 2,443.00 2,513.00 2,697.31 1,890.90 2,062.40 1,395.40 1,412.00 801.70 189.30 69.60 1 10,000.00 8,000.00 6,000.00 4,000.00 10,618.40 8,614.66 4,901.30 4,889.00 4,801.27 4,209.40 3,306.90 2,951.50 2,443.00 2,513.00 2,697.31 1,890.90 2,062.40 1,395.40 1,412.00 801.70 189.30 69.60 Linear () 1 10,000.00 8,000.00 6,000.00 4,000.00 10,618.40 8,614.66 4,901.30 4,889.00 4,801.27 4,209.40 3,306.90 2,951.50 2,443.00 2,513.00 2,697.31 1,890.90 2,062.40 1,395.40 1,412.00 801.70 189.30 69.60 Linear () 1 10,000.00 8,000.00 6,000.00 4,000.00 10,618.40 8,614.66 4,901.30 4,889.00 4,801.27 4,209.40 3,306.90 2,951.50 2,443.00 1,890.90 2,513.00 2,697.31 2,062.40 1,395.40 1,412.00 801.70 189.30 69.60 Linear () Gambar 7. Linier Trend Analysis Investasi Dalam Negeri (Rp. Milyar) di Jawa Barat, Banten dan Sulawesi Selatan per Triwulan Tahun 20142015 (sumber: BKPM, 2015) 91

1,800.00 1,600.00 1,400.00 1,200.00 1,000.00 800.00 1,463.90 1,434.40 1,896.30 1,942.50 1,701.91 1,544.26 600.00 400.00 482.40 448.60 512.60 490.50 518.84 606.75 200.00 121.00 65.20 47.50 41.70 77.15 45.51 1,800.00 1,600.00 1,400.00 1,463.90 1,434.40 1,896.30 1,942.50 1,701.91 1,544.26 1,200.00 1,000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 606.75 482.40 448.60 512.60 490.50 518.84 121.00 65.20 47.50 41.70 77.15 45.51 Linear () 1,800.00 1,600.00 1,400.00 1,463.90 1,434.40 1,896.30 1,942.50 1,701.91 1,544.26 Linear () 1,200.00 1,000.00 800.00 600.00 400.00 482.40 448.60 512.60 490.50 518.84 606.75 200.00 121.00 65.20 47.50 41.70 77.15 45.51 1,800.00 1,600.00 1,400.00 1,463.90 1,434.40 1,896.30 1,942.50 1,701.91 1,544.26 Linear () 1,200.00 1,000.00 800.00 600.00 400.00 482.40 448.60 512.60 490.50 518.84 606.75 200.00 121.00 65.20 47.50 41.70 77.15 45.51 Gambar 6. Linier Trend Analysis Investasi Luar Negeri (US$ Juta) di Jawa Barat, Banten dan Sulawesi Selatan per Triwulan Tahun 20142015 (sumber: BKPM, 2015) 92

Berdasarkan Linier Trend Analysis untuk Investasi Dalam Negeri sepanjang periode tahun 2014 2015 di wilayah Jawa Barat, Banten dan Sulawesi Selatan, terlihat wilayah Jawa Barat dominan mendapatkan nilai investasi, terjadi trend peningkatan investasi yang signifikan di wilayah Jawa Barat (Bandung dan sekitarnya), juga terjadi trend peningkatan di wilayah Sulawesi Selatan (Makassar dan sekitarnya), namun sedikit terjadi trend penurunan di wilayah Banten. Berdasarkan Linier Trend Analysis untuk Investasi Dalam Negeri sepanjang periode tahun 2014 2015 di wilayah Jawa Barat, Banten dan Sulawesi Selatan, terlihat wilayah Jawa Barat dominan mendapatkan nilai investasi, terjadi trend peningkatan investasi yang signifikan di wilayah Jawa Barat (Bandung dan sekitarnya), juga terjadi trend peningkatan di wilayah Banten, namun sedikit terjadi trend penurunan di wilayah Sulawesi Selatan (Makassar dan sekitarnya). 5. KESIMPULAN a) Berdasarkan Linier Trend Analysis untuk Investasi Dalam Negeri dan Luar Negeri sepanjang periode tahun 20142015 terjadi trend peningkatan investasi yang signifikan di wilayah Jawa Barat. Hal tersebut berdampak pada trend peningkatan indeks harga properti komersial periode Triwulan ketiga tahun 2015, dengan peningkatan tertinggi pada properti Apartemen (69,15%) dan properti Ritel (58,42%) b) Berdasarkan Linier Trend Analysis untuk Investasi Dalam Negeri dan Luar Negeri sepanjang periode tahun 20142015 di wilayah Sulawesi Selatan (Makassar dan sekitarnya), terjadi trend peningkatan investasi Dalam Negeri namun sedikit terjadi trend penurunan investasi Luar Negeri. Kuatnya investasi Dalam Negeri tersebut berdampak pada trend peningkatan indeks harga properti komersial periode Triwulan ketiga tahun 2015, dengan peningkatan tertinggi pada properti Hotel (59,29%) dan properti Lahan Industri (59,29%) c) Berdasarkan Linier Trend Analysis untuk Investasi Dalam Negeri dan Luar Negeri sepanjang periode tahun 20142015 di wilayah Banten, terjadi trend peningkatan investasi Luar Negeri namun sedikit terjadi trend penurunan investasi Dalam Negeri. Kuatnya investasi Luar Negeri tersebut berdampak pada trend peningkatan indeks harga properti komersial periode Triwulan ketiga tahun 2015, dengan peningkatan tertinggi pada properti Lahan Industri (104,48%) dan properti Apartemen (86,91%) REFERENSI Setiawan, M. Ikhsan, Sukoco, Agus & Sasono, Agus D, 2014, Peluang Wirausaha Bisnis Properti di Pusat Bisnis (Central Business District) dengan pola Kerjasama Pemerintah Swasta (Kasus Wilayah Kaki Suramadu Sisi Surabaya), Proceeding Seminar Nasional Kewirausahaan, Program Doktor Ilmu Manajemen FEB Universitas Brawijaya, Malang BCG, 2013, Asia's Next Big Opportunity: Indonesia's Rising MiddleClass and Affluent Consumers, Boston Consulting Group, bcg.com BKPM, 2015, Realisasi Penanaman Modal PMDNPMA Q32015, Jakarta, bkpm.go.id BI, 2015, Perkembangan Properti KomersialTriwulan III 2015, Jakarta, bi.go.id BI, 2015, Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa BaratTriwulan III 2015, Jakarta, bi.go.id BI, 2015, Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi SelatanTriwulan III 2015, Jakarta, bi.go.id 93

BI, 2015, Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi BantenTriwulan III 2015, Jakarta, bi.go.id BPIW, 2015, Wilayah Pengembangan Strategis, Badan Pengelola Infrastruktur Wilayah, Kementerian PU Pera, Jakarta, 2015 BPS, 2015, Indikator EkonomiNovember 2015, Biro Pusat Statistik, Jakarta BPS, 2014, Indikator EkonomiNovember 2014, Biro Pusat Statistik, Jakarta Nasihien, Ronny D, Dhaniarti, Iswachyu & Setiawan, M. Ikhsan, The Development of the Central Business District (CBD) based on PublicPrivate Partnership, 1st Narotama International Conference on Civil Engineering, ISSN 94