BAB I PENDAHULUAN. Sebagai individu yang hidup di tengah masyarakat, seseorang ingin diakui sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. satu sama lain dalam kehadiran mereka dan masing- keduanya. Atas dasar itu, Shaw (1976:10) membedakan i nteraksi menjadi tiga

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan

HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL DALAM KELOMPOK TEMAN SEBAYA DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS IX SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 AIR TIRIS KABUPATEN KAMPAR

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional tujuan pendidikan adalah agar siswa secara aktif. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dalam aspek-aspeknya yaitu spiritual, moral, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. individu, individu dengan kelompok, ataupun kelompok dengan kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamis dalam diri (inner drive) yang mendorong seseorang. arti tidak memerlukan rangsangan (stimulus) dari luar dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. mereka mengubah dirinya sendiri (QS. Ar Ra du/13: 11).

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. berjalan dengan kondusif. Namun, tidak dapat dipungkiri sering terdapat. siswa tidak tuntas dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pendidikan sangat erat hubungannya dengan perkembangan suatu

MASALAH-MASALAH INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA DI SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal sekarang sudah merupakan bagian yang integral dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berwawasan, hal ini tentu dilatarbelakangi oleh mutu Pendidikan. yang terus berkembang sesuai tuntutan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar. dalam bentuk layanan bimbingan dan konseling.

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. kepada bagaimana peroses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. 1

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif

PERBEDAAN KONSEP DIRI SISWA BERPRESTASI TINGGI DENGAN BERPRESTASI RENDAH SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus

BAB I PENDAHULUAN. dalam banyak hal remaja sekarang dihadapkan pada lingkungan yang tidak. karena remaja adalah masa depan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun mental dalam diri manusia. Sehingga dengan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi. Pengajaran sebagai aktivitas operasional pendidikan. dilaksanakan oleh tenaga pendidik dalam hal ini guru.

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007), hlm. 86.

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

BAB I PENDAHULUAN. hanya manusia makhluk yang dikarunia akal dan hati oleh Allah SWT.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penyaluran dan penempatan siswa pada program peminatan. Program peminatan

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan profesionalisasi dan sistem menajemen tenaga kependidikan serta

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan bertindak sendiri. 1

BAB I PENDAHULUAN. sekolah-sekolah dengan dicantumkannya bimbingan dan konseling pada

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin modern seperti ini di dunia pendidikan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. didik), dan mengembangkan kemampuan yang meliputi masalah akademik

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran siswa, sebab tanpa ada pemahaman materi shalat fardhu

PENGARUH TEMAN SEBAYA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X DI MAN 1 RAJAGALUH KECAMATAN RAJAGALUH KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Nuansa Aulia. 2010), hlm Dadi Permadi, Daeng Arifin, The Smiling Teacher, (Bandung:

TINGKAT MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI DI SMA KOTA BANDUNG

I. PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan pembelajaran merupakan

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancang dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

Hubungan Konformitas dengan Motivasi Belajar Santri Puteri di Pondok Pesantren Nurul Islam Karang Cempaka Bluto Sumenep

BAB I. Pendahuluan. dimulai dari rumah tangga hendaknya dapat dilanjutkan kepada hal-hal yang positif. Para

BAB I PENDAHULUAN. Islam dimana norma-norma agama senantiasa dijadikan sumber pegangan. 1

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

1. PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 yang menyatakan tegas

I. PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, agar memperoleh prestasi harus dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang disusun di bawah bimbingan seorang dosen yang memenuhi kualifikasi

PEMENUHAN KEBUTUHAN PENGHARGAAN PADA MASA REMAJA (Studi terhadap Peserta Didik di Kelas X SMA Negeri 1 Kinali Pasaman Barat) ARTIKEL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi dalam pelaksanaan pembelajaran 1. belajar mengajar, agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 13.

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana proses belajar yang dialami siswa sebagai anak didik. Tugas

DINAMIKA MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA MANDIRI DI SMPN 10 BANDA ACEH

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH DAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. bawaan dari lahir tetapi berkembang dari beribu-ribu pengalaman secara

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah siswa, personel yang terlibat, harga bangunan, dan fasilitas yang

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghasilkan sumber daya manusia yang benar-benar berkulitas guna

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, diharapkan siswa akan mendapatkan hasil yang maksimal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Kota Bengkulu berdiri sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia remaja. Pada jenjang ini, remaja berada pada masa untuk

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

MANFAAT LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PRIBADI SISWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam memahami Psikologi anak Usia SD, SMP, dan SMA, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 219.

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya belajar merupakan suatu proses yang dilalui oleh individu untuk

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan Disiplin Belajar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berdampingan, manusia membutuhkan adanya interaksi sosial.

BAB I PENDAHULUAN. akan ditentukan oleh keadaan pendidikan yang dijalani bangsa itu. 1. Pendidikan sebagai identitas mutlak dalam rangka pelaksanaan

PELAKSANAAN DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR SISWA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 12 PEKANBARU

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. 1. Ada hubungan negatif antara bimbingan sosial dengan tingkat kenakalan

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah lajunya proses pendidikan dasar sembilan tahun, yakni enam

BAB I PENDAHULUAN. Bimo Walgito. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar Edisi Ke Dua). Yogyakarta, 1999, Andi Offset hlm.57

1. PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA KELAS AKSELERASI DI SMP N 7 KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidak lepas dari permasalahan, di

BAB I PENDAHULUAN. dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari yang tidak bisa menjadi bisa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk individu. Dalam kehidupannya, manusia selain sebagai makhluk

BAB V PENUTUP. dengan agresivitas siswa, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian menggambarkan bahwa siswa di SMP Negeri 5 gunung

BAB I PENDAHULUAN. di manapun dan kapanpun. Berhasil tidaknya tujuan pendidikan banyak. prestasi belajar yang diperoleh peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. spiritual, moral, sosial, intelektual, fisik dan sebagainya. 1 Sekolah merupakan

Tujuan Penelitian. Kajian Teori. Rumusan Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai individu yang hidup di tengah masyarakat, seseorang ingin diakui sebagai salah satu bagian dari masayarakat tersebut. Keinginan itu timbul dari kebutuhan akan pengakuan. Demikian juga pengakuan dari lingkungan berpangkal pada keadaan individu itu sendiri. Misalnya, pribadinya, kemampuan yang dimilikinya dan prestasinya. Pendapat dan evaluasi dari pihak lain merupakan suatu refleksi objektif dan harga diri pribadi dan dinamika pengakuannya ditentukan oleh adanya hubungan yang bersifat instrinsik dengan kebutuhan. Untuk memperoleh pengakuan tersebut setiap orang melakukan interaksi sosial. Interaksi sosial menurut Shaw dalam Ali merupakan suatu pertukaran antar pribadi yang masing- masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka dan masing- masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. 1 Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu interaksi merupakan stimulus bagi individu lain yang menjadi pasangannya. Lebih tegas Suparno dalam Ary menjelaskan bahwa interaksi sosial, terlebih interaksi dengan teman-teman sekelompok, mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan pemikiran anak. Dengan interaksi ini, seorang anak dapat membandingkan pemikiran dan pengetahuan yang telah dibentuknya dengan pemikiran dan pengetahuan orang lain. Ia tertantang untuk semakin memperkembangkan pemikiran dan pengetahuannya sendiri. Tantangan kelompok akan membantu anak melakukan asimilasi dan akomodasi terhadap skema pengetahuan yang telah dimilikinya. 2 1 Ali, Psikologi Remaja, 2004, Jakarta: Bumi Aksara, h. 87 2 Ary Gunawan, Sosiologi Pendidikan, 2000, Jakarata: Rineka Cipta, h. 107

Remaja sangat ingin diterima dan dipandang sebagai anggota kelompok teman sebaya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Oleh karenanya, mereka cenderung bertingkah laku seperti tingkah laku kelompok sebayanya. Jika teman sebayanya adalah mereka yang memiliki prestasi belajar yang baik, mereka pun berusaha meraih prestasi belajar yang tidak jauh berbeda dari teman-teman sebayanya. Bagi remaja Sekolah Menengah Pertama motivasi afiliasi, untuk diterima sebagai teman sebaya dalam belajar sangat menonjol. Untuk itu guru diharapkan mampu memanfaatkan kelompok untuk memotivasi siswa dalam belajar yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar siswa. 3 Sedangkan menurut prinsip motivasi dari teori behavioristik menyatakan seorang siswa yang duduk di Sekolah Menengah Pertama lebih termotivasi dalam belajar sehingga memiliki prestasi belajar yang baik kalau mendapatkan penguatan dari teman sebaya dari pada guru sendiri. 4 Dengan adanya motivasi, akan memberi arah pada tingkah laku remaja. Siswa mampu menyalurkan energinya untuk menyelesaikan tugas-tugas akademis, mengembangkan hubungan sosialnya, memperoleh penghargaan (penerimaan) dari lingkungan sosialnya serta meningkatkan rasa mampu, karena siswa termotivasi untuk memenuhi kekurangan dalam dirinya. Menurut Santosa, di dalam kelompok teman sebaya tidak dipentingkan adanya struktur organisasi, namun diantara anggota kelompok merasakan adanya tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya. 5 Menurut Asher dkk dalam Jhon W Santrock Murid yang lebih diterima oleh teman sebayanya dan punya keahlian sosial yang baik sering kali lebih bagus belajarnya di sekolah dan punya motivasi akademik yang positif. Sebaliknya murid yang ditolak oleh temannya, terutama 3 Prayitno dan Elida, Motivasi dalam Belajar. 1989, Jakarta: FKIP IKIP Padang, h. 75 4 Ibid., h. 54 5 Slamet Santosa, 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara, h. 82

yang sangat agresif, beresiko mengalami problem belajar, seperti mendapat nilai buruk, keluar atau dikeluarkan dari sekolah. 6 Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan interaksi sosial yang baik sangat berpeluang untuk memperoleh prestasi belajar yang baik. Sebaliknya mereka yang kemampuan interaksi sosial yang tidak baik, prestasi belajar mereka cenderung buruk atau tidak baik. Fenomena yang terjadi di lapangan siswa-siswa yang sedang berada pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) biasanya telah memiliki kelompok teman sebayanya sendiri-sendiri, yang dalam pemilihannya tidak ditentukan oleh jenjang kelas (sekolah) dan tidak harus dalam satu kelas. Selain itu, rata- rata dalam satu kelompok memiliki minat atau kesenangan serta pola tingkah laku yang sama. Sehingga jika dalam suatu kelompok, ada anggota kelompok yang memiliki prestasi yang baik maka anggota yang lainnya akan termotivasi untuk menjadi identik atau berusaha untuk meraih hasil yang tidak jauh beda. Hal ini dikarenakan remaja butuh pengakuan dari guru dan temantemannya. Seperti halnya terjadi di Sekolah Menengah Pertama (SMP) N egeri 5 Dumai, menurut informasi dari guru pembimbing dan hasil observasi penulis di lapangan, siswasiswi di sini pun telah memiliki kelompok teman sebanyanya sendiri-sendiri yang di dalamnya mereka saling berinterksi. Namun penulis menemukan gejala-gejala sebagai berikut: 1. Ada sebagian siswa anggota kelompok teman sebaya yang rata-rata tergolong berprestasi baik, mereka berusaha agar prestasi mereka tidak jauh beda dari anggota kelompok lainnya. Tetapi ada pula sebagian anggota lainnya belum berusaha menyamai prestasi kelompoknya. 6 John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Prenada Media Group, Jakarta, 2007, h. 533

2. Ada sebagian anggota kelompok teman sebaya yang prestasi belajarnya rata-rata tergolong biasa-biasa saja bahkan cenderung rendah, juga memiliki prestasi belajar yang rendah, namun ada pula sebagian anggotanya memiliki prestasi belajar yang tinggi. Memperhatikan gejala-gejala di atas, penulis tertarik meneliti lebih lanjut untuk mengetahui dengan pasti ada tidaknya hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan prestasi belajar. Karena itu penelitian ini berjudul Hubungan Interaksi Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya dengan Prestasi Belajar Siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Dumai. B. Penegasan Istilah 1. Hubungan interaksi sosial Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakukan individu yang lain atau sebaliknya. 7 2. Kelompok teman sebaya Kelompok teman sebaya adalah kelompok individu yang tingkat kematangan dan umurnya kurang lebih sama. 8 Adapun yang dianggap sebagai kelompok teman sebaya ( peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Adapun yang dimaksud dengan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dalam penelitian ini adalah hubungan antar siswa SMP Negeri 5 Dumai dalam kelompok-kelompok teman sebayanya yang saling mempengaruhi anggota dalam kelompok tersebut. 3. Prestasi belajar 7 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991, h.54 8 John W. Santrock. 2003. Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. h. 232

Prestasi belajar adalah apa yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. 9 Prestasi belajar yang penulis maksud adalah nilai rata-rata siswa SMP Negeri 5 Dumai yang di perolehnya pada saat kelas VII semester 1 dan kelas VII semester dua yang termuat di dalam buku rapor. C. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini, maka masalahmasalah yang memerlukan jawaban penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut: a. Bagaimanakah interaksi sosial siswa dalam kelompok teman sebaya di SMP Negeri 5 Dumai? b. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi interaksi sosial siswa dalam kelompok teman sebaya di SMP Negeri 5 Dumai? c. Bagaimanakah prestasi belajar siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Dumai?. d. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi prestasi belajar siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Dumai?. e. Apa saja usaha guru pembimbing untuk meningkatkan interaksi sosial dan prestasi belajar siswa di SMP Negeri 5 Dumai? f. Apakah ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dalam kelompok sebaya dengan prestasi belajar siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Dumai? 2. Batasan Masalah Mengingat keterbatasan waktu, dana, tenaga, dan kemampuan penulis, maka tidak semua masalah diatas akan diteliti. Oleh karena itu penulis membatasi hlm. 140 9 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005,

permasalahan yang akan diteliti yaitu hanya pada masalah hubungan interaksi sosial siswa dalam kelompok sebaya dengan prestasi belajar siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Dumai. 3. Rumusan masalah a. Bagaimanakah interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Dumai? b. Bagaimanakah prestasi belajar siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Dumai? c. Apakah ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dalam kelompok sebaya dan prestasi belajar siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Dumai? D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya di SMP Negeri 5 Dumai. b. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa dalam kelompok teman sebaya di SMP Negeri 5 Dumai. c. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dalam kelompok sebaya dan prestasi belajar siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Dumai. 2. Kegunaan Penelitian a. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan terutama bagi pihak konselor sekolah untuk melakukan bimbingan dalam bidang sosial guna meningkatkan kemampuan siswa dalam melakuan interaksi sosial. b. Bagi pengembangan keilmuan khususnya Bimbingan Konseling, sebagai salah satu sumbangan informasi tentang intensitas interaksi sosial dalam kelompok

teman sebaya dan hubungannya dengan motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP Negeri 5 Dumai. c. Bagi penulis, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan perkuliahan program sarjana strata satu (S1) pada Konsentrasi Bimbingan dan Konseling Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sultan Syarif Kasim Riau dan sekaligus sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarajana Pendidikan Islam (S.Pd.I).