BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial terdiri dari laki-laki dan perempuan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman modern seperti saat ini, kata globalisasi merupakan kata

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhinya kebutuhan hidup baik kebutuhan jasmani, kebutuhan rohani maupun

A. PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang handal guna mendukung pembangunan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja

Mutia Rahmi Pratiwi Pengantar Sosiologi Program Studi Ilmu Komunikasi. Pendekatan Sosiologi terhadap Masalah Sosial di Masyarakat dan Media Massa

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Manusia ditakdirkan oleh sang pencipta memiliki naluri dan hasrat atau

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N :

DINAMIKA KOGNISI SOSIAL PADA PELACUR TERHADAP PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda di setiap diri individu. Semuanya berkembang sesuai dengan apa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah perilaku yang menyimpang dari norma, selalu menjadi bahan yang

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB III TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DALAM UNDANG UNDANG NO. 44 TAHUN A. Pengertian Pornografi Menurut Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah moral merupakan masalah yang menjadi perhatian orang dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sesuatu yang bersifat biologis dan fisik, tetapi semata juga merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. manusia yang dicita-citakan tersebut harus dimulai pada usia anak-anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. mulia.manusia diciptakan sebaik-baik bentuk dan diberikan perlengkapan

I. PENDAHULUAN. kontra dalam masyarakat. Prostitusi di sini bukanlah semata-mata merupakan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB V PENUTUP. dalam arti dia memiliki penyesuaian sosial (social adjustment) yang tepat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra selain dapat dikatakan sebuah karya seni dalam bentuk tulisan

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menyediakan tempat atau memudahkan terjadinya praktek prostitusi. Dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tudingan sumber permasalahan dalam upaya mengurangi praktek prostitusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas manusia, hal ini. tidak lepas dari dua komponen yaitu siswa dan guru.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan bebas (free sex) yang semakin marak di Indonesia.

Lembar Fakta. Diskusi tentang Antara Perlindungan dan Pembatasan: Pengawasan Isi Siaran Bermuatan Seksualitas dan Perempuan Jakarta, 18 Desember 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa tidak hanya dilihat dari aspek fisik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang

SEMINAR BAHAYA PORNOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

Dampak Tindak Pidana Pornografi Terhadap Tindak Pidana Kesusilaan Lainnya

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

Islam memiliki tatanan sosial yang paripurna untuk menjaga seluruh lapisan masyarakat.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian dan saran untuk penelitian sejenisnya. maka dapat ditariklah suatu kesimpulan, yaitu :

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial terdiri dari laki-laki dan perempuan yang hidup bersama-sama di masyarakat dan berinteraksi satu sama lain karena kepentingan yang sama. Oleh karena itu, pergaulan antara laki-laki dan perempuan di tengah masyarakat merupakan suatu yang tidak dapat di hindari. Ini merupakan sebuah realitas dan tidak dapat pula pungkiri bahwa ketika terjadi interaksi, sering kali muncul rasa suka atau senang satu sama lain. Namun naluri ini sering disalahgunakan, dengan mengatasnamakan kebebasan, hubungan laki-laki dan perempuan yang semula merupakan hubungan tolong-menolong dan kerja sama antara sesama manusia berubah menjadi hubungan jinsiyah atau hubungan kejantanan dan kebetinaan. Muncul pengertian bahwa hubungan pria dan wanita hanyalah sebatas hubungan atas dasar kecintaan yang sebenarnya untuk memuaskan hawa nafsu (seksualitas) semata. Untuk mewujudkan itu, maka diciptakanlah sarana-sarana yang dapat membangkitkan naluri seksual, melalui media masa (media cetak maupun media elektronik) yang berpengaruh terhadap munculnya naluri tersebut. Bisa dilihat bagaimana tayangan iklan, mode busana, film dan sinetron yang semuanya menggambarkan perilaku pergaulan bebas muda-mudi dan secara jelas menjurus ke arah pornografi dan pornoaksi. Sementara di masyarakat, pacaran dan segala bentuk aktivitas (seperti duduk berduaan 1

2 berbicara sambil berpegangan tangan, jalan berdua, berciuman dan seterusnya) di anggap merupakan hal yang biasa dan sesuai dengan trend masa kini. Sebaliknya orang yang membatasi diri dalam bergaul dianggap kuper, kuno, tidak normal dan seterusnya. Akibatnya, terjadi kerusakan akhlak dan penurunan moral yang cukup parah dan sangat memprihatinkan terjadi di dalam masyarakat. Fenomena kumpul kebo dan pelacuran juga sampai pada dunia pendidikan (munculnya istilah ayam kampus, ayam abu-abu dan ABG pelajar SLTP) hingga pada perilaku seks menyimpang (lesbian dan homo) yang merupakan gejala patologi sosial yang ada di masyarakat, menggerogoti dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan keluarga dan masyarakat. Kasus hamil diluar nikah, pelecehan seksual, aborsi, penyakit kelamin dan yang paling parah penyakit HIV/AIDS, merupakan bukti yang menunjukan bahayanya masalah ini bagi tatanan sosial dalam masyarakat. Pada masa lalu eksploitasi terhadap wanita di kenal sebagai sebuah fenomena. Seiring perkembangan pengetahuan, diketahui bahwa ada bentukbentuk pekerja wanita yang bisa dikategorikan sebagai pekerjaan yang mudah dicari dan banyak menghasilkan keuntungan yang sekaligus sebagai pekerjaan yang tercela bagi seorang wanita. Satu bentuk pekerjaan tersebut yaitu pekerjaan yang terjun dalam dunia pelacuran. Tidak bisa ditolerir tindakan yang melibatkan wanita-wanita dalam pekerjaan yang tercela ini. Mereka melakukan pekerjaan tercela ini atau terjerumus ke dunia pelacuran ini karena adanya faktor ketidakmampuan keluarga dan ketidakmampuan masyarakat

3 melindungi mereka dan lain-lain. Faktor budaya dan pemahaman agama yang sempit yang menempatkan wanita dalam posisi inferior dan pria pada posisi superior merupakan juga salah satu penyebabnya. Sayangnya persoalan ini jarang sekali diangkat sebagai suatu prioritas utama. Hal yang sama, juga terjadi dalam hal peningkatan kesehatan terhadap wanita, maupun pekerjaan wanita. Pelacuran atau yang juga sering disebut prostitusi (berasal dari bahasa Latin pro-stituere) secara sederhana dapat diartikan membiarkan diri melakukan persundalan, perzinaan, percabulan, dan pergendakan. Pelacuran adalah penyerahan diri secara badaniah seorang wanita untuk pemuasan lakilaki siapapun yang menginginkannya dengan pembayaran. Pekerja seks komersial dan pelacuran pada dasarnya tidak dapat dipisahkan, hal tersebut dapat dilihat dari pengertian pelacuran yang dikemukakan oleh Tjahjo Purnomo dan Ashadi Siregar (1984:10-11) bahwa: Prostitusi atau pelacuran adalah suatu perbuatan seorang wanita memperdagangkan atau menjual tubuhnya, yang dilakukan untuk memperoleh bayaran dari laki-laki yang datang dan wanita tersebut tidak ada pencaharian yang lain kecuali yang diperolehnya dari perhubungan sebentar-sebentar dengan banyak orang. Pelacuran adalah pekerjaan paling tua di dunia dan fungsional dalam sistem sosial masyarakat selama berabad-abad. Sebenarnya, pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual dan komersial atas kaum perempuan, merendahkan harkat dan martabat perempuan. Ini sebenarnya justru menjadi pelanggaran hak azasi manusia (HAM). Di beberapa negara, undang-undang

4 anti pelacuran telah ditetapkan, karena dianggap sebagai salah satu eksploitasi seksual dan komersial atas perempuan. Exploitation de l homme par l homme adalah satu kata yang dibenci oleh setiap orang yang cinta akan kemerdekaan, namun, tanpa disadari eksploitasi manusia atas manusia itu dilaksanakan secara bersama-sama. Laki-laki mengeksploitasi perempuan, dan perempuan mengeksploitasi rekan sejawatnya. Mengapa perempuan paling banyak dieksploitasi? Ada suatu budaya yang sengaja dihembuskan sehingga perempuan adalah merupakan sesuatu obyek yang menarik. Budaya salah kaprah dengan dibungkus modernisasi itulah yang berhembus sehingga membuat perempuan ikut mengeksploitasi rekan sejenisnya. Memang hanya laki-laki yang tidak bertanggungjawab yang melakukan ekploitasi ini, akan tetapi selanjutnya perempuanlah yang asyik mengeksploitasi dirinya sendiri. Bergantung kepada "kelas"-nya, maka para pelacur punya "daerah operasi" yang berbeda. Di antara mereka ada yang beroperasi di jalan-jalan ramai (itulah: "lubang jalan-jalan"), ada yang di kompleks lokalisasi. Ada yang menunggu panggilan di rumah tertentu (karena dipanggil itulah, maka ada istilah call girl --wanita panggilan, atau bisa juga disebut taxi girl, karena datangnya dengan berkendaraan taksi). Dan mereka melakukan itu tentu memiliki sebab atau alasan kuat yang mendorong mereka untuk tetap berkerja pada pekerjaan yang menurut sebagian orang adalah pekerjaan yang tidak baik

5 atau benar baik secara moralitas dipandang dari norma masyarakat yang berlaku dan norma agama. Pelacuran diciptakan oleh struktur masyarakat, yang mendesak kaum perempuan maupun lelaki, untuk memilih pekerjaan ini sebagai jalan keluar dari kesulitan ekonomi yang dihadapinya. Selain itu pelacuran disebabkan oleh rendahnya pendidikan dan peluang kerja. Kemiskinan juga membuka peluang terjadinya kekerasan terhadap perempuan, baik secara fisik, psikis maupun seksual yang menyebabkan terjadinya cedera, perceraian, kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang pada gilirannya membuat perempuan terjerumus dalam prostitusi. Belum lagi dengan merebaknya pornografi dan gaya hidup bebas yang membuat semakin banyak saja terjadi kasus kehamilan di luar nikah, dengan minimnya tingkat pendidikan sementara ia punya tanggung jawab untuk mengasuh anaknya maka menjadi PSK adalah solusi yang termudah. (http://www.pikiran-rakyat.com) Pelacuran menyimpan kompleksitas yang tidak mudah diurai dan memendam persoalan dilematis yang gawat. Tidak ada orang yang benar-benar bercita-cita dan memilih menjadi pelacur, meski juga tidak jarang yang gampang menjalani pekerjaan sebagai PSK secara sadar dan profesional karena desakan hidup yang tidak terhindarkan. Tetapi tidak gampang menemukan jawaban yang sebenarnya mengapa seseorang menjadi PSK. Menghapuskan sama sekali kegiatan para PSK seperti rencana penutupan lokalisasi atau operasi penertiban tampaknya tidak mungkin. Justru ini akan menimbulkan dampak lain dan tidak menyelesaikan masalah. Barangkali yang

6 paling mungkin adalah tindakan agar dampak negatif yang ditimbulkannya tidak meluas ke masyarakat, misalnya dampak kesehatan yaitu munculnya PMS termasuk HIV-AIDS. Untuk itu perlu dipahami latar belakang dan motivasi mereka menjadi PSK; apakah oleh faktor ekonomis, faktor psikologis, biologis, bahkan mungkin politis. Penulis mencoba meneliti permasalahan mengenai pelacuran dari sudut pandang ilmu sosial dengan lebih memfokuskan pada masalah kehidupan seorang wanita yang menggeluti pekerjaan menjadi pekerja seks komersial dan mencoba mengambil judul penelitian mengenai: Memahami Kehidupan Pekerja Seks Komersial Dalam Lingkungan Sosio-Kultural Mereka (Kajian Tentang Wanita Pekerja Seks Komersial Di Kotamadya Bandung) B. Rumusan Masalah Masalah yang akan dijadikan topik penelitian secara umum difokuskan pada kajian terhadap persoalan Memahami Kehidupan Pekerja Seks Komersial Dalam Lingkungan Sosio-Kultural Mereka (Kajian Tentang Wanita Pekerja Seks Komersial Di Kotamadya Bandung) Secara khusus masalah yang akan diteliti difokuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah keadaan lingkungan sosio-kultural PSK, yang meliputi latar belakang tingkat pendidikan, ekonomi, dan masalah-masalah yang terkait dalam kehidupan keseharian? 2. Bagaimana dan apa yang melatar belakangi pengambilan keputusan untuk memasuki pekerjaan sebagai penjaja seks?

7 3. Faktor-faktor apakah yang mendukung dan menghambat program penanggulangan masalah PSK? Penelitian ini khusus dilakukan pada kasus tertentu, yaitu para wanita pekerja seks komersial (PSK) yang berada di beberapa lingkungan jalan Kodya Bandung. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip-prinsip penelitian kualitatif, hasil-hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan pada populasi lain, tetapi lebih ditujukan untuk menggambarkan kebenaran yang terjadi di lapangan saat ini. C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban dari permasalahan yang dikemukakan di atas, dan secara umum untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kehidupan pekerja seks komersial dalam lingkungan sosio-kultural mereka. Secara khusus penelitian ini bertujuan: 1. Memperoleh informasi dan data yang mendeskripsikan tentang keadaan lingkungan sosio-kultural PSK, yang meliputi latar belakang tingkat pendidikan, ekonomi, dan masalah-masalah yang terkait dalam kehidupan keseharian. 2. Mengetahui dan mendeskripsikan latar belakang pengambilan keputusan untuk memasuki pekerjaan sebagai pejaja seks. 3. Mencoba memperoleh informasi faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penanggulangan masalah ini.

8 D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut tujuan-tujuan penelitian yang diperoleh. Manfaat-manfaat ini dapat dibagi menjadi: 1. Manfaat Teoritik Memberikan masukan-masukan (input) yang dapat memberikan pemahaman bagi orang-orang yang mengajarkan pendidikan ilmu sosial dan orang-orang yang mengkaji permasalahan sosial mengenai kompleksnya permasalahan yang menyebabkan seseorang memilih dan memutuskan suatu pekerjaan yang kadang disadarinya dapat merugikan dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya. 2. Manfaat Praktis Mencoba memberikan rekomendasi atau pertimbangan bagi praktisi pendidikan dan praktisi yang bergerak dalam bidang penanggulangan masalah-masalah sosial terutama pelacuran wanita untuk dapat menentukan kebijakan dan pengembangan suatu program yang dapat menanggulangi masalah-masalah sosial yang terjadi.