PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN PADA PROSES SUGU DAN PROSES AMPELAS TERHADAP PENDENGARAN TENAGA KERJA DI BENGKEL KAYU X

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gangguan kesehatan berupa ganngguan pendengaran (auditory) dan extrauditory

BAB I PENDAHULUAN. modern. Seiring dengan adanya mekanisasi dalam dunia industri yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemajuan di bidang industri dari industri tradisioal menjadi industri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan

PENGARUH LAMA DAN MASA KERJA TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN PADA PEKERJA INDUSTRI RUMAHAN (Suatu Studi di Industri X Tahun 2014)

BAB I PENDAHULUAN. guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT

Program Konservasi Pendengaran (1) Hearing Conservation Program (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah penyebab utama dari penurunan pendengaran. Sekitar 15 persen dari orang

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. finishing yang terdiri dari inspecting dan folding. Pengoperasian mesinmesin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesehatan, aktivitas karyawan perlu dipertimbangkan berbagai potensi

BAB I PENDAHULUAN. proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KEJADIAN KURANG PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN MESIN KERETA API PADA PEMUKIM PINGGIR REL DI KELURAHAN GEBANG KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (UU) No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),

PENGARUH BISING TERHADAP AMBANG PENDENGARAN PADA KARYAWAN YANG BEKERJA DI TEMPAT MAINAN ANAK MANADO TOWN SQUARE

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan. Dalam jangka panjang bunyibunyian

BAB I PENDAHULUAN. Tekologi modern memberikan hasil yang positif dan juga memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINGKAT REDAM BUNYI SUATU BAHAN (TRIPLEK, GYPSUM DAN STYROFOAM)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ditandai dengan semakin banyaknya industri yang

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,

BAB I PENDAHULUAN. contoh adalah timbulnya masalah kebisingan akibat lalu lintas.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dapat

Tabel 2.1 Tangga Intensitas dari Kebisingan Skala Intensitas Desibels Batas Dengar Tertinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara tersebut ikut bergetar (Harnapp dan Noble, 1987). dirasakan sebagai gangguan (Mangunwijaya, 1988).

BAB I PENDAHULUAN. rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya proses mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi serta transformasi

I. PENDAHULUAN. serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui undang- undang No. 13

GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident

BAB I PENDAHULUAN. Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. gelombang suara (Hadinoto, 2014). Alat ini biasanya digunakan untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dapat bersumber dari suara kendaraan bermotor, suara mesin-mesin

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN DAN LAMA TINGGAL TERHADAP DERAJAT GANGGUAN PENDENGARAN MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN PLTD TELAGA KOTA GORONTALO

Suma mur (2009) dalam bukunya menyatakan faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi. memenuhi kebutuhan hidup layak sehari-hari sehingga tingkat

Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik Kerja Terhadap Waktu Penyelesaian Pekerjaan:Studi Laboratorium

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT.INKA (PERSERO) MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi 6,4 sampai dengan 7,5 persen setiap

STUDI KEJADIAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA MASINIS UPT CREW KERETA API SOLO BALAPAN TAHUN 2012

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL KONDISI LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam

hidup yang ada disekitarnya termasuk manusia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ( X Print) B-101

Lobes Herdiman 1, Ade Herman Setiawan 2 Laboratorium Perencanaan & Perancangan Produk (P3) Jurusan Teknik Industri-UNS 1

Kesehatan Lingkungan Kerja By : Signage16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan.

HUBUNGAN ANTARA KEBISINGAN DENGAN FUNGSI PENDENGARAN PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI COLOMADU KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. rangka menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat

Erman, D., Sukendi., Suyanto 2014:8 (2)

BAB I PENDAHULUAN. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber. Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Temperature merupakan keadaan udara pada waktu dan tempat. pertukaran panas diantara tubuh dan lingkungan sekitar.

KEBISINGAN (NOISE) Dr. Ir. Katharina Oginawati, MS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan teknologi disamping dampak positif, tidak jarang

PENGARUH KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI DUSUN JAGALAN TEGALTIRTO BERBAH SLEMAN ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan industri ke arah

Dampak kebisingan akibat pembangunan jalan layang

BAB I PENDAHULUAN. makin terangkat ke permukaan, terutama sejak di keluarkannya Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kedokteran beserta

asuhan keperawatan Tinnitus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Ergonomics. Human. Machine. Work Environment

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN PADA PABRIK KELAPA SAWIT PT TASMA PUJA KECAMATAN KAMPAR TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. akibat buatan manusia itu sendiri. Dalam abad modern ini, tanpa disadari manusia

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN

Transkripsi:

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN PADA PROSES SUGU DAN PROSES AMPELAS TERHADAP PENDENGARAN TENAGA KERJA DI BENGKEL KAYU X Ch. Desi Kusmindari Dosen Universitas Bina Darma, Palembang Jalan Jenderal Ahmad Yani No.2, Palembang Pos-el : desi_chirstofora@yahoo.com Abstract : Workshop X is one of peripatetic industry at industrial area of furniture like cupboard; locker making, desk, chair, and others. At process of the product, a lot of yielding noise intensity which high enough like at machine of sugu and machine sandpaper, can make the hearing trouble of all worker. From result analyze to result of measurement of noise intensity known that by the mean of noise intensity at process sugu that is 92,538 db and at abrasion process that is 90,92 db of while auditory threshold labour of process sugu that is: 36,209 db and auditory threshold labors of abrasion process that is: 36,347 db. height of noise Intensity which is in yielding at process of sugu and abrasion process in Workshop X cause the labors experience of light deaf pursuant to ISO where about maximal normal auditory threshold 25 db. Keyword: noise, hearing trouble, health and working safety. Abstrak : Bengkel Kayu X adalah salah satu industri yang bergerak pada bidang industri furniture seperti pembuatan lemari, meja, kursi, dan lain-lain. Pada proses pembuatan produk tersebut banyak menghasilkan intensitas kebisingan yang cukup tinggi seperti pada mesin sugu dan mesin ampelas, hal ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada para pekerja. Dari hasil analisis terhadap hasil pengukuran intensitas kebisingan diketahui bahwa rata-rata intensitas kebisingan pada proses sugu yaitu 92,538 db dan pada proses ampelas yaitu 90,92 db sedangkan ambang dengar tenaga kerja pada proses sugu yaitu: 36,209 db dan ambang dengar tenaga kerja pada proses ampelas yaitu: 36,347 db. Tingginya intensitas kebisingan yang di hasilkan pada proses sugu dan proses ampelas di Bengkel X menyebabkan tenaga kerja mengalami tuli ringan sesuai dengan ketentuan ISO di mana ambang dengar normal maksimal 25 db. Kata kunci: kebisingan, gangguan pendengaran, kesehatan dan keselamatan kerja.. PENDAHULUAN Kebisingan dapat menyebabkan kerusakan pendengaran, baik yang sifatnya sementara ataupun permanen. Hal ini sangat dipengaruhi oleh intensitas dan lamanya pendengaran terpapar kebisingan. Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan, tahun 988 terdapat 8 2% penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk. Kondisi lingkungan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah faktor kebisingan, Sedangkan kebisingan adalah suatu polusi bagi telinga karena menghasilkan bunyibunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Polusi tersebut dalam jangka panjang dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran dan dapat menimbulkan kesalahan komunikasi. Hal ini akan memberikan dampak yang kurang baik terhadap kesehatan, keselamatan dan kenyamanan bekerja karena intensitas kebisingan yang melebihi 85 db secara Pengaruh intensitas Kebisingan pada proses sugu dan ampelas terhadap pendengaran ( Ch. Desi K) 87

terus menerus dapat menimbulkan hilang pendengaran sementara bahkan bisa menyebabkan tuna rungu. Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/ NIHL) adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar oleh bising antara lain, Intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar oleh bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian. Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang sifatnya permanen. Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena biaya ganti rugi. Oleh karena itu untuk mencegahnya diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja secara berkala. Bengkel Kayu X adalah salah satu industri yang bergerak pada bidang industri furniture seperti pembuatan lemari, meja, kursi, dan lain-lain. Pada proses pembuatan produk tersebut banyak menghasilkan intensitas kebisingan yang cukup tinggi seperti pada mesin sugu dan mesin Ampelas, hal ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada para pekerja. Dari pengamatan pendahuluan bunyibunyi yang di hasilkan pada proses tersebut mempunyai intensitas yang cukup tinggi, hal ini menyebabkan keluhan bagi pekerja. Dengan di ketahuinya intensitas kebisingan yang di hasilkan dapat diketahui pengaruh intensitas kebisingan terhadap gangguan pendengaran dari pekerja serta usaha penanggulangannya. Tujuan dari penelitian ini adalah : () mengetahui intensitas kebisingan pada proses sugu dan proses ampelas, (2) mengetahui apakah ada pengaruh jenis bahan terhadap tingkat kebisingan, (3) mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh perubahan perlakuan proses terhadap tingkat kebisingan, (4) mengetahui apakah ada interaksi perubahan proses dan perlakuan jenis bahan terhadap tingkat kebisingan, (5) mengetahui ambang dengar tenaga kerja pada proses sugu dan proses ampelas dan (6) mengetahui apakah intensitas kebisingan pada proses sugu dan proses ampelas mempengaruhi pendengaran tenaga kerja di Bengkel Kayu X 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada mesin sugu dan amplas di bengkel kayu X yang terletak di Jalan Suakrame Palembang. 2.2. Langkah langkah Penelitian 88 Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: 87-96

Langkah-langkah penelitian dimulai dengan mengambil data kebisingan dari dua mesintersebut dengan alat Sound Level Meter. Kemudian data di uji dengan uji kecukupan data dan kenormalan data agar dapat dimasukkan ke dalam desain eksperimen. Selajutnya dilakukan pengujian dengan desain eksperimen acak sempurna untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat kebisingan untuk masingmasing proses dan desiain eksperimen faktorial untuk mengetahui apakah ada pengaruh jenis produk atau bahan yang digunakan dan peroses terhadap tingkat kebisingan 2.2.. Desain eksperimen Desain eksperimen yaitu suatu rancangan percobaan (dengan tiap langkah tindakan yang betul-betul terdefinisikan) sedemikian sehingga informasi yang berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan yang sedang diteliti dapat dikumpulkan (Sudjana 99). Desain suatu eksperimen bertujuan untuk memperoleh atau mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang deperlukan dan berguna dalam melakukan penelitian persoalan yang akan dibahas. Ada tiga prinsip-prinsip dasar dalam eksperimen yaitu : () Replikasi atau pengulangan eksperimen dasar, dalam kenyataannya reflikasi ini diperlukan karena memberikan taksiran kekeliruan eksperimen yang dapat dipakai untuk menentukan panjang interval konfidens (selang kepercayaan) atau dapat digunakan sebagai satuan dasar pengukuran untuk menetapkan taraf signifikan daripada perbedaan-perbedaan yang diamati, menghasilkan taksiran yang lebih akurat untuk kekeliruan eksperimen dan memungkinkan kita untuk memperoleh taksiran yang lebih baik mengenai efek rata-rata suatu faktor; (2) Pengacakan derajat atau tingkat dapat di percayanya mengenai kebenaran kesimpulan sangatlah penting dan ini diukur dengan peluang. Pengukuran di mungkinkan oleh adanya pengacakan; (3)Kontrol lokal, sebagian daripada keseluruhan prinsip desain yang harus dilaksanakan. Biasanya merupakan langkahlangkah atau usaha-uasaha yang berbentuk penyeimbangan, pemblokan dan pengelompokan unit-unit eksperimen yang digunakan dalam desain. Jika replikasi dan pengacakan pada dasarnya akan memungkinkan berlakunya uji keberartian, maka kontrol lokal menyebabkan desain lebih efisien, yaitu menghasilkan prosedur pengujian dengan kuasa yang lebih tinggi. 2.2.2. Eksperimen faktorial Eksperimen faktorial adalah eksperimen yang semua taraf sebuah faktor tertentu dikombinasikan atau disilangkan dengan semua (hampir semua) taraf tiap faktor lainnya ada dalam eksperimen itu (Walpole, 2004). Berdasarkan adanya banyak taraf dalam tiap faktor, eksperimen ini sering di beri nama dengan menambahkan perkalian antara banyak taraf faktor yang satu dengan banyak taraf faktor atau faktor-faktor lainnya. Misalnya, apabila dalam eksperimen digunakan dua buah faktor, sebuah terdiri atas empat taraf dan sebuah lagi Pengaruh intensitas Kebisingan pada proses sugu dan ampelas terhadap pendengaran ( Ch. Desi K) 89

terdiri atas tiga taraf, maka diperoleh eksperimen faktorial 4 x 3; sehingga untuk ini akan diperlukan 2 kondisi eksperimen (atau sering pula disebut kombinasi perlakuan) yang berbedabeda. Kecermatan pengamat terhadap pengaruh-pengaruh perlakuan yang diberikan dalam percobaan dapat dicapai pada taraf yang maksimal tertentu, apabila dalam percobaan semua faktor dapat dikendalikan dengan seksama kecuali variabel-variabel eksperimen itu sendiri. Pola eksperimen faktorial adalah suatu pola yang menyediakan kemungkinan bagi penyelidik untuk sekaligus menyelidiki pengaruh dari dua jenis variabel eksperimen atau lebih. Mengingat penelitian ini hanya melibatkan dua perlakuan yang melibatkan dua kombinasi dari kebisingan pada proses sugu dan proses ampelas dengan berbagai jenis kayu (bahan) yang digunakan maka eksperimen faktorial yang digunakan adalah eksperimen faktorial dua faktor. 2.3. Kebisingan di tempat kerja Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki terutama jika kebisingan berlangsung dalam jangka panjang dan bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Bagi pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu (Sutalaksana,979): () lama waktu bunyi tersebut terdengar, (2) intensitas yang biasanya diukur dengan desibel (db) yang menunjukkan besarnya arus energi persatuan luas dan (3) frekuensi suara yang menunjukkan jumlah gelombang suara yang sampai di telinga seseorang setiap detik (jumlah getaran perdetik atau Herz). Dalam lingkungan kerja dengan tingkat bising diatas 60 db daya konsentrasi akan berkurang, demikian juga kemampuan menghitung, mengetik dan daya reaksi atas rangsangan, sehingga dengan demikian prestasi kerja akan menurun. Sistem saraf autonom akan sangat terkesiap oleh bising, sehingga akan menaikkan tekanan darah, mempercepat denyut jantung, mengecilkan saluran darah dikulit, mengendorkan kegiatan pencernaan dan sebagainya. Kebisingan ada kalanya dapat di adaptasikan oleh telinga, tetapi sampai seberapa tinggi kebisingan dapat dianggap tidak mengganggu masih sulit di tetapkan. Perlu dijaga agar tingkat kebisingan tidak sampai mengakibatkan hilangnya kesempatan istirahat, karena akan menyebabkan lelah kronis. Tindakan yang paling efektif untuk mengatasi bising ialah menghentikan sumber bising, misalnya: dengan menempatkan sumber bising itu jauh dari tempat kerja yang memerlukan 90 Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: 87-96

konsentrasi/ keterampilan mental, memakai bahan yang tidak menimbulkan bunyi nyaring, menyelubungi sumber suara, memekai bahan penyerap suara pada ruangan, dan sebagainya. Bila sumber bising tidak dapat dihilangkan maka telinga harus dilindungi dengan memakai sumbat kapas atau headphone. Dengan melakukan pengukuran kebisingan, memberikan kemungkinan melakukan analisis ilmiah terhadap gangguangangguan yang di timbulkan oleh kebisingan dan untuk mendapatkan informasi-informasi yang di perlukan serta melakukan pengendalian/ penanggulangan kebisingan secara lebih tepat. Peraturan Menteri Kesehatan No. 78 tahun 987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam empat Zona. Zona A adalah Zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial, tingkat kebisingannya berkisar 35-45 db. Zona B untuk perumahan, tempat pendidikan dan rekreasi. Angka kebisingannya antara 45-55 db. Zona C, antara lain perkantoran, pertokohan, perdagangan, pasar, dengan kebisingan sekitar 50-60 db. Zona D bagi lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api, dan terminal bus. Tingkat kebisingan 60-70 db. Namun demikian harus disadari adanya perbedaan-perbedaan fisiologi pada masingmasing individu sehingga tingkat gangguan tidak dapat ditentukan secara eksak untuk setiap orang. Berikut Ambang Batas kebisingan yang di perkenankan sesuai dengan keputusaan Menteri Tenaga Kerja tahun 999. Tabel 2. Batas Pajanan Kebisingan Yang di Perkenankan Sesuai keputusan Menteri Tenaga Kerja 999 Tingkat Kebisingan db-a) Lama Perhari (jam) 80 24 82 6 85 8 88 4 9 2 94 97 0,5 00 0,25 03 0,25 06 0,0625 Sumber : kepmenaker 999 2.4 Indera pendengaran Telinga merupakan organ pengindera penting kedua sesudah mata, karena dengan telinga seseorang dapat berkomunikasi lisan dengan dunia luar. Oleh sebab itu telinga perlu dijaga agar jangan sampai rusak, bahkan hendaknya diupayakan agar dapat menikmati kondisi nyaman demi tingginya efesiensi daya pendengaran. Bahaya yang mengancam kelestarian daya pendengaran dan kemampuan komunikasi lisan adalah kebisingan. Telinga akan mulai dapat menangkap suara sebagai bisikan lembut pada frekwensi 000 HZ. Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau ke tulang koklea. Pada dasarnya telinga terbagi dalam tiga bagian, yaitu: telinga bagian luar, telinga bagian tengah dan telinga bagian dalam. Berikut derajat ketulian menurut ISO 964 (Rambe,2007): Tabel 2.2 Pengaruh intensitas Kebisingan pada proses sugu dan ampelas terhadap pendengaran ( Ch. Desi K) 9

Derajat ketulian Derajat Ketulian ISO 964 Keterangan 0 25 db Normal 26 40 db Tuli ringan 4 60 db Tuli Sedang 6 90 db Tuli berat > 90 Sangat tuli Sumber : Rambe,2007 2.5. Pengaruh kebisingan pada pendengaran Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi bunyi, intensitas dan lamanya waktu paparan, dapat berupa: ()Adaptasi, bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan terasa terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lamakelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena suara tidak terasa begitu keras seperti pada awal pemaparan, (2) Peningkatan ambang dengar sementara yang terjadi karena ambang pendengaran sementara yang secara perlahanlahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini akan berlangsung sampai beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang pendengaran ini mula-mula terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila pemaparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan makin tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan dan makin besar nilai ambang pendengarannya. (3) peningkatan ambang dengar menetap, kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen tidak dapat disembuhkan. Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 0 5 tahun setelah terjadi pemaparan penderita mungkin tidak menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan Audiogram. Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh setelah istirahat beberapa jam ( 2 jam). Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama (0 5 tahun) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ corti sampai terjadi distruksi total organ corti. Proses ini belum jelas terjadinya, tetapi mungkin karena rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel rambut organ corti. Akibatnya terjadi kehilangan pendengaran yang permanen. Umumnya frekwensi pendengaran yang mengalami intensitas adalah 3000 6000 Hz. Alat corti untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada frekwensi 4000 Hz (4 K notch). Ini merupakan proses yang lambat dan tersembunyi, sehingga pada tahap awal tidak di sadari oleh para pekerja, hal ini hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan audiometer. Apabila bising dengan intensites tinggi tersebut terus berlangsung dalam waktu yang cukup lama, akibat pengaruh penurunan pendengaran akan menyebar ke frekwensi percakapan (500 2000 Hz). Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena 92 Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: 87-96

tidak dapat mendengar pembicaraan sekitarnya. (Rambe,2007) 2.6. Gangguan atau kelainan pendengaran akibat bising Gangguan atau kelainan telinga akibat bising menyebabkan tuli konduktif dan tuli sensoriuneral (perseptif). Tuli akibat bising (Nois Induced Hearing Loss) ialah tuli yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam waktu yang cukup lama dan biasanya di akibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Bising yang intensitas 85 db, atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran corti telinga bagian dalam. Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising, antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising dan lain-lain. Orang menderita tuli saraf koklea sangat terganggu oleh bising latar belakang (Background noise). Sehingga bila seseorang tersebut berkomunikasi di tempat yang ramai akan mendapat kesulitan mendengar dan mengerti pembicaraan. Kebisingan dalam jangka waktu tertentu dapat mempengaruhi manusia dalam pekerjaannya, terutama dalam bentuk (Rambe,2007): (a) Gangguan komunikasi, kebisingan dapat menimbulkan kesalahan dalam komunikasi, mengganggu pembicaraan, (b) Efek psikologis, kebisingan dapat mengganggu ketenangan dalam bekerja, mengganggu konsentrasi, mempengaruhi emosi pendengarnya dan (c) Efek fisiologis, kebisingan dalam jangka waktu yang lama dapat merusak fungsi pendengaran. 3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengumpulan data terhadap tingkat kebisingan sebanyak 50 data untuk masing-masing proses dan bahan serta data ambang dengar dari 4 operator dengan masing-masing operator dilakukan 5 kali pengukuran untuk masing-masing operator maka diperoleh rata-rata tingkat kebisingan adalah: Tabel Nilai Rata-Rata Intensitas Kebisingan (desibell) Proses Jenis Bahan Meranti Merbau Olen Medang Balam Rata-rata Sugu 93,04 92,83 9,7 9,8 93,30 92,538 Ampelas 9,33 90,33 90,88 90,77 90,66 90,92 Sumber : hasil pengolahan data Tabel diatas merupakan rata-rata intensitas kebisingan dengan menggunakan SLM untuk proses mesin sugu dan amplas terhadap 5 jenis bahan yang berbeda. Dari data yang telah dikumpulkan dari masing-masing proses selanjutnya dilakukan pengujian kecukupan data dengan tingkat keyakinan 95% dan tingkat ketelitian 5%. Dari pengujian tersebut di dapat bahwa data telah mencukupi untuk dianalisis. Data yang telah dilakukan pengujian kecukupan data adalah data intensitas kebisingan dari masing-masing proses. Selain uji kecukupan data juga dilakukan uji keseragaman data, dari uji tersebut dapat dilihat bahwa data yang telah dikumpulkan dari masingmasing proses adalah seragam karena tidak ada data yang keluar dari batas kontrol atas dan batas kontrol bawah. Setelah melakukan uji kecukupan data dan keseragaman data, selanjutnya dilakukan Pengaruh intensitas Kebisingan pada proses sugu dan ampelas terhadap pendengaran ( Ch. Desi K) 93

pengolahan data dengan desain acak sempurna untuk mengetahui apakah ada pengaruh jenis bahan terhadap tingkat kebisingan, kemudian dilakukan uji eksperimen faktorial a x b, untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan intensitas kebisingan dilihat dari perubahan perlakuan proses, jenis bahan, dan apakah terdapat interaksi perubahan proses dan perlakuan jenis bahan terhadap tingkat kebisingan. Untuk mengetahui pengaruh jenis bahan pada proses sugu dan proses ampelas terhadap tingkat kebisingan yang dihasilkan maka dilakukan uji desain acak sempurna. adalah : Adapun hipotesis untuk desain tersebut Ho : = 2 =... 5 H : Paling sedikit dua rataan tidak sama Sehingga hasil perhitungan dengan statistik untuk proses sugu di perlihatkan pada tabel 4 berikut Tabel 2 Daftar Anava Pengaruh Jenis Bahan Terhadap Sumber Variasi Intensitas Kebisingan Pada Proses Sugu Derajat Kebebasan (Dk) Jumlah Kuadrat-Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT) Rata-rata 428.64,072 428.64,072 Antar Perlakuan 4 2,335 5,335 Kekeliruan 45 323,065 7,79 Jumlah 50 428.508,47 - Sumber : hasil pengolahan data Dari tabel 4 di atas yang merupakan hasil perhitungan dengan metode desain acak sempurna diketahui bahwa F hitung < F tabel (0,743 < 2,57) maka terima Ho, dan disimpulkan bahwa F 0,743 tidak ada perbedaan pengaruh antara jenis bahan yang berbeda terhadap tingkat kebisingan unutuk proses sugu dengan = 0,05. Sedangkan hasil desain acak sempurna untuk proses amplas di tampilkan dalam tabel 5 berikut Tabel 3 Daftar Anava Pengaruh Jenis Bahan Terhadap Intensitas Kebisingan Pada Proses Ampelas Sumber Variasi Derajat Kebebasan (Dk) Jumlah Kuadrat-Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT) Rata-rata 43.249,587 43.249,587 Antar Perlakuan 4 2,595 0,649 Kekeliruan 45 256,578 5,702 Jumlah 50 43.508,76 - Sumber :hasil pengolahan data F 0,4 Dari tabel 5 diatas yang merupakan hasil perhitungan dengan metode desain acak sempurna diketahui bahwa F hitung < F tabel (0,4 < 2,57 ) maka terima Ho, dan disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh antara jenis bahan yang berbeda terhadap tingkat kebisingan untuk proses ampelas dengan = 0,05. Setelah didapat hasil dari pengujian desain acak sempurna selanjutnya dilakukan uji eksperimen faktorial a x b dengan hipotesis sebagai berikut : H o : 2 H o : 2 3 4 5 0 H o : ( ) ( ) 2 ( ) 3... ( ) 25 H : Paling sedikit salah satu tidak sama dengan nol H : Paling sedikit salah satu tidak sama dengan nol 0 0 94 Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: 87-96

H : Paling sedikit salah satu ( tidak sama dengan nol ) ij Dari hasil perhitungan uji eksperimen faktorial a x b di dapat hasil sebagai berikut: Tabel 4 Daftar Anava Eksperimen Faktorial 2 x 5 Sumber Variasi ( 5 Observasi Tiap Sel ) Derajat Kebebasan (DK) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT) Rata-rata 84.347,562 84.347,562 Perlakuan: A 66,097 66,097 B 4 3,465 3,366 AB 4 0,465 2,66 Kekeliruan 90 579,64 6,440 F 0,273 0,523 0,406 Jumlah 00 842.07,23 - - Sumber : pengolahan data Dari tabel diatas yang merupakan hasil perhitungan yang didapat dengan uji eksperimen faktorial a x b diketahui bahwa: () F hitung > F tabel (0,273 > 3,96), maka tolak Ho dan disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh dari perubahan perlakuan proses terhadap tingkat kebisingan dengan = 0,05; (2) F 2 hitung < F 2 tabel (0,523 < 2,49), maka terima Ho dan disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengaruh perlakuan jenis bahan terhadap tingkat kebisingan dengan = 0,05; F 3 hitung < F 3 tabel (0,406 < 2,49), maka terima Ho dan disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi perubahan proses dan perlakuan jenis bahan terhadap tingkat kebisingan dengan = 0,05. Sedangkan rata-rata ambang dengar tenaga kerja pada proses sugu dan proses ampelas adalah: Tabel 5 Rata-rata Ambang Dengar Tenaga Kerja (desibell) Ambang dengar tenaga Proses kerja Rata-rata Operator Operator 2 Sugu 35,682 36,736 36,209 Ampelas 36,904 35,79 36,347 Dari tabel 7 di atas hasil pengukuran intensitas kebisingan pada masing-masing proses diketahui rata-rata tingkat kebisingan yang dihasilkan pada proses sugu pada pengerjaan jenis bahan Meranti, Merbau, Olen, Medang, Balam yaitu 92,538 desibell dan rata-rata kebisingan yang dihasilkan pada proses ampelas pada pengerjaan jenis bahan Meranti, Merbau, Olen, Medang, Balam yaitu 90,92 desibell. Sedangkan rata-rata ambang dengar tenaga kerja pada proses sugu yaitu 36,209 desibell dan ratarata ambang dengar tenaga kerja pada proses ampelas yaitu 36,347 desibell. Ini berarti bahwa rata-rata pekerja telah mengalami gangguan pendengaran yaitu tuli ringan, sesuai dengan derajat ketulian ISO. Di mana ambang dengar yang normal adalah 25 desibell, hal ini terjadi akibat pajanan kebisingan yang terjadi pada proses sugu dan proses melebihi tingkat intensitas kebisingan yang di izinkan berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor: Kep- 5/MEN/999 Pasal 3 ayat, yang menetapkan bahwa tingkat intensitas kebisingan yang di izinkan yaitu sebesar 85 desibell. Dengan tingkat kebisingan yang dihasilkan di atas 90 desibell tersebut maka lama pajanan bising yang di perkenankan hanya 2 jam dalam satu hari, Pengaruh intensitas Kebisingan pada proses sugu dan ampelas terhadap pendengaran ( Ch. Desi K) 95

padahal mereka bekerja 8 jam perhari tanpa alat pelindung pendengaran. 3. Simpulan Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:. Rata-rata intensitas kebisingan pada proses sugu yaitu 92,538 desibell dan rata-rata intensitas kebisingan pada proses ampelas yaitu 90,92 desibell 2. Tidak ada perbedaan pengaruh antara jenis bahan yang berbeda terhadap tingkat kebisingan 3. Terdapat perbedaan pengaruh dari perubahan perlakuan proses terhadap tingkat kebisingan 4. Tidak terdapat interaksi perubahan proses dan perlakuan jenis bahan terhadap tingkat kebisingan 5. Rata-rata ambang dengar tenaga kerja pada proses sugu yaitu 36,209 desibell dan rata-rata ambang dengar tenaga kerja pada proses ampelas yaitu 36,347 desibell 6. Intensitas kebisingan pada proses sugu dan proses ampelas menyebabkan tenaga kerja mengalami tuli ringan. www.kalbe.co.id / library. Dikunjungi 23 mei 2008. Sudjana. 99. Desain Dan Analisis Eksperimen. Edisi III. Tarsito. Bandung. Sutalaksana, I.Z., R. Anggawisastra, dan J.H. Tjakraatmadja. 979. Teknik Tata Cara Kerja. ITB. Bandung. Walpole, R.E. 2004. Pengantar Statistika edisi revisi, Gramedia, Jakarta DAFTAR RUJUKAN KEPMEN TENAGA KERJA NO: KEP- 5/MEN/999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor fisika di Tempat Kerja. Rambe, Andrina Y.M. 2007. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. http:// 96 Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: 87-96