RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

, ,00 10, , ,00 08,06

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

PROVINSI JAWA TENGAH

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

PEMERINTAH KOTA PASURUAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi)

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2013

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

NOMOR : 15 TAHUN 2013 TANGGAL : 11 DESEMBER 2013

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. noumus berarti hukum atau peraturan. Menurut UU No.32 Tahun 2004 otonomi

STRUKTUR APBD DAN KODE REKENING

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

KEBIJAKAN LRA A. TUJUAN

BAB V PENDANAAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN

PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 8 TAHUN TENTANG PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Transkripsi:

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah (Perda). Dalam hubungannya dengan RPJM, APBD merupakan komitmen politik penyelenggara pemerintahan daerah untuk mendanai strategi pembangunan pada satuan program dan kegiatan selama kurun waktu 5 tahun. Hubungan antara dokumen perencanaan strategik dengan anggaran, dapat dilihat dalam Gambar 3.1 sebagai berikut. VISI MISI STRATEGI Arah Kebijakan Keuangan Daerah APBD Gambar 3.1. Kerangka Hubungan Antara Strategi, APBD dan Arah Kebijakan Keuangan Daerah Arah kebijakan keuangan daerah yang diambil oleh Kabupaten mengandung makna bahwa: 55

1. Arah belanja APBD Kabupaten digunakan sepenuhnya untuk mendukung kebijakan dan prioritas strategis jangka menengah, 5 tahunan. 2. Untuk menjamin ketersediaan dana maka kebijakan pendapatan diarahkan untuk mendapatkan berbagai sumber pendapatan yang sustain dan jumlah yang memadai. Mengingat kebijakan masing-masing komponen APBD berbeda maka kebijakan Keuangan Daerah juga dirinci pada masing-masing komponen tersebut, meliputi kebijakan Pendapatan, Belanja, Pembiayaan, dan kebijakan umum. Adapun, hubungan strategi dengan (arah kebijakan) komponen APBD dapat dilihat dalam Gambar 3.2 berikut ini. Program/ Kegiatan ARAH KEBIJAKAN V I S I M I S I STRATEGI P E M B I A Y A A N P E N D A P A T A N B E L A N J A (-).. (=)... Gambar 3.2 Kerangka Hubungan Antara Strategi dan Komponen APBD 56

Gambar 3.2 menunjukkan hubungan antara proses perencanaan kegiatan dengan keuangan. Satuan terkecil dari perencanaan strategik adalah program dan kegiatan. Melalui analisis belanja, standar pelayanan, dan standar harga atas komponen belanja tiap kegiatan, dapat dihitung kebutuhan belanja. Dengan demikian, arah kebijakan belanja Kab., pada prinsipnya adalah agar belanja dapat mendukung kebutuhan dana seluruh kegiatan. Belanja yang tidak strategik dan tidak memiliki nilai tambah (non value-added) diminimalisir. Pada tahap berikutnya, untuk menutup semua kebutuhan belanja, APBD harus mampu mengoptimalkan sumber-sumber pendapatannya. Semua potensi pendapatan semaksimal mungkin digali agar mampu menutup seluruh kebutuhan belanja. Kebijakan pendapatan diarahkan agar sumber-sumber pendapatan yang mendukung APBD selama ini harus diidentifikasi dengan baik, ditingkatkan penerimaannya (intensifikasi), dan diupayakan sumber-sumber pendapatan baru (ekstensifikasi) oleh Pemerintah Kabupaten. Mengingat bahwa komponen anggaran menggunakan struktur surplus/ defisit maka atas selisih antara pendapatan dan belanja dihitung sebagai surplus/defisit dan dialokasikan ke pembiayaan. Dalam hal suatu APBD mengalami defisit maka kebijakan pembiayaan mengupayakan sumber pemasukan kas untuk menutup defisit tersebut (pembiayaan penerimaan). Sebaliknya, apabila APBD mengalami selisih lebih maka atas surplus tersebut akan dialokasikan dalam pembiayaan pengeluaran pada pospos pembiayaan yang diperkenankan oleh peraturan. 57

A. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Pengelolaan pendapatan daerah Kabupaten diarahkan pada sumber-sumber pendapatan yang selama ini telah menjadi sumber penghasilan Kas Daerah dengan tetap mengupayakan sumber-sumber pendapatan yang baru. 1. Asumsi/Perkiraan Pertumbuhan Perekonomian yang Mempengaruhi Pengembangan Sumber Pendapatan Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab II, Kabupaten Sukamara merupakan wilayah yang memiliki tingkat aktivitas ekonomi relatif rendah. Hal ini terlihat dari besarnya jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten yang menduduki peringkat 12 dari 14 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah. Hal ini tentu saja harus menjadi perhatian agar terjadi peningkatan PDRB bagi pertumbuhan ekonomi di masa-masa datang, terutama sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor jasa, industri pengolahan, bangunan/konstruksi, angkutan dan telekomunikasi, keuangan, pertambangan dan galian, listrik dan air bersih yang memiliki kontribusi masing-masing 74,51 persen, 15,37 persen, 4,51 persen,2,22 persen, 1,20 persen, 1,17 persen, 0,52 persen, 0,40 persen, 0,09 persen. 2. Sumber-sumber Pendapatan Daerah Realisasi penerimaan daerah menurut jenis penerimaan tahun anggaran 2006, jumlah total yang diterima Kabupaten sebesar Rp. 268.415. 685.462,- terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Realisasi pengeluaran daerah otonom Kabupaten menurut jenis pengeluaran tahun anggaran 2006 sebesar Rp. 234.614.339.912,-. 58

Pendapatan tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar Rp. 341.641.739.000 (27,28 persen). Tabel 3.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2005-2007 (Milyar) Uraian 2005 2006 2007 Pendapatan 147,572 268,415 341,641 Belanja 138,246 234,615 348,262 Sumber : Lakip Kabupaten Sukamara a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumber PAD berasal dari: pajak daerah, retribusi daerah, bagian usaha daerah, lain-lain pendapatan. Walaupun PAD mengalami peningkatan di hampir semua Provinsi, Kabupaten/Kota, namun secara rata-rata PAD relatif lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhannya. PAD memberikan kontribusi terbesar kedua dalam pendapatan daerah. Pada tahun 2006, PAD memberikan kontribusi sebesar Rp 7,465 M (2,78 persen) terhadap pendapatan daerah. Pada tahun 2005 memberikan kontribusi sebesar Rp 3,169 M atau 2,15 persen. PAD memberikan kontribusi terbesar kedua dalam pendapatan daerah. Pada tahun 2007, PAD memberikan kontribusi sebesar Rp 8.675 M (2,54 persen) terhadap pendapatan daerah. Tabel 3.2. PAD Kabupaten Tahun 2005-2007(Milyar) Uraian 2005 2006 2007 Pendapatan Asli Daerah 3,169 7,465 8.675 Sumber : LAKIP Kabupaten Sukamara 59

Kontribusi realisasi masing-masing komponen PAD Kabupaten Tahun Anggaran 2006 dapat digambarkan pada Tabel 3.3 berikut ini. Tabel 3.3 Kontribusi Realisasi PAD Kabupaten Tahun 2006-2007 (juta) Uraian 2006 2007 Pajak Daerah 320,098 249,00 Restribusi Daerah 1.389,975 1.365,00 Hasil Badan Usaha Daerah 374,215 1.200,00 Pendapatan Lainnya yang Sah 5.381,188 5.860,00 Jumlah 7.465,477 8.675,00 Sumber : LAKIP Kabupaten Sukamara 1) Pajak Daerah Pajak daerah memberikan kontribusi paling kecil, yaitu: pada tahun 2006 memberikan kontribusi terhadap PAD sebesar Rp 320,098 (4,29 persen). Tahun 2007 Pajak daerah memberikan kontribusi terhadap PAD sebesar Rp 249,00 juta,- (2,87 persen). 2) Retribusi Daerah Retribusi daerah memberikan kontribusi terbesar kedua dalam PAD Kabupaten, yaitu: pada tahun 2007 memberikan kontribusi terhadap PAD sebesar Rp 1,365 M (15,74 persen). pada tahun 2006 memberikan kontribusi terhadap PAD sebesar Rp 1.389.975.105,- (18,62 persen). Sedangkan obyek-obyek retribusi adalah retribusi pelayanan kesehatan badan RSUD, retribusi pelayanan 60

persampahan/kebersihan, retribusi penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk (KTP), retribusi penggantian biaya cetak akte catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan, retribusi penataan dan pengelolaan pasar, retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi jasa usaha pemakaian kekayaan daerah, retribusi pengelolaan pelelangan ikan, retribusi jasa usaha terminal, retribusi jasa usaha rumah potong hewan, retribusi ijin mendirikan bangunan, retribusi peruntukan penggunaan tanah, retribusi ijin gangguan (HO), retribusi ijin trayek. 3) Lain-Lain PAD yang sah Sedangkan yang memberikan kontribusi terbesar pertama terhadap PAD adalah lain-lain PAD yang sah. Pada tahun 2007, telah memberikan kontribusi terhadap PAD sebesar Rp 5.860 M yaitu 67,56 persen. Obyek-obyek lain-lain PAD yang sah diperoleh dari: hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, penerimaan jasa giro, penerimaan ganti rugi atas kekayaan daerah. Pada tahun 2006, telah memberikan kontribusi terhadap PAD sebesar Rp 5.381 M yaitu 72,08 persen. Obyek-obyek lain-lain PAD yang sah diperoleh dari : hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, penerimaan jasa giro, penerimaan ganti rugi atas kekayaan daerah. 4) Bagian Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Selanjutnya Bagian Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan memberikan kontribusi terkecil dalam PAD. Pada tahun 2007 memberikan 61

kontribusi, sebesar Rp 1,2 M atau 13,83 persen. Pada tahun 2006 memberikan kontribusi, sebesar Rp 374,215 M atau 5,01 persen Bagian Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan berasal dari: Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Bagian dari Bagian Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan adalah bagian laba usaha daerah dan hasil penggunaan kekayaan daerah yang dipisahkan. b. Dana Perimbangan (Transfer) Dana perimbangan berasal dari: bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, subsidi daerah otonom, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), bantuan pembangunan daerah, penerimaan lain-lain. Bagi hasil pajak meliputi: pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, bagi hasil pajak penghasilan pasal 21, bagi hasil pajak penghasilan pasal 25/29. Adapun bagi hasil bukan pajak terdiri dari: Provinsi Sumber Daya Hutan (PSDH), sumber daya perikanan, sumber pertambangan minyak bumi, pertambangan gas alam, pertambangan umum. Sedangkan dana perimbangan dari provinsi terdiri dari: pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak penghasilan dan pemanfaatan air bawah tanah, SP3, bagi hasil retribusi tera/tera ulang, penerimaan Ijin Kerja Tenaga Asing (IKTA). Dana Perimbangan Pusat tahun 2007 ditargetkan sebesar Rp 285,854 M dan terealisasi sebesar Rp 256,127 M (98,95 persen). Adapun Dana Perimbangan Provinsi tahun 2006 ditargetkan sebesar Rp 2,210 M dan terealisasi sebesar Rp 2,793 M ( 126,36 persen). 62

Perkembangan realisasi dana perimbangan Kabupaten Tahun Anggaran 2005 sampai dengan 2006 dapat digambarkan pada Tabel 3.4 berikut ini. Tabel 3.4. Anggaran dan Realisasi Dana Perimbangan Kabupaten Tahun 2005-2007 (Milyar) Uraian 2005 2006 2007 Bagi Hasil Pajak / - - 26,368 Bukan Pajak Dana Alokasi Umum 141,923 256,127 258,090 Dana Alokasi khusus 1,311 2,793 38,627 Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan dari Provinsi - - 3,989 Sumber : LAKIP Kabupaten tahun 2007, Diolah Realisasi kontribusi dana perimbangan Kabupaten Sukamara secara berurut dari yang paling besar yaitu: Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), bagi hasil pajak/bukan pajak, Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan dari Provinsi. c. Bagian Lain-lain Penerimaan Bagian lain-lain penerimaan berasal dari lain-lain penerimaan yang sah dan lain-lain penerimaan dari provinsi. Sedangkan lain-lain pendapatan yang sah memberikan kontribusi terkecil dalam pendapatan daerah. Pada tahun 2006, lain-lain pendapatan yang sah memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah sebesar Rp.2,029 M (0,76 persen). Tahun 2007 Bagian lain-lain penerimaan yang sah tidak memberikan kontribusi. B. Arah Kebijakan Pengelolaan Belanja Daerah Suatu arah pengelolaan belanja daerah dimaksudkan untuk menjamin agar seluruh kegiatan (strategik) dapat dibiayai oleh APBD. Belanja 63

Daerah diarahkan untuk seefektif mungkin membiayai urusan penyelenggaraan pemerintahan dan prioritas pembangunan yang dialokasikan sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD yang terformulasikan dalam program dan kegiatan. Untuk itu, perlu dianalisis perilaku belanja dan bagaimana pengembangannya ke depan. 1. Analisis Belanja Kontribusi realisasi belanja daerah untuk belanja tidak langsung/aparatur dan belanja Langsung/publik dapat digambarkan Tabel 3.5 sebagai berikut. Tabel 3.5 Kontribusi Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Tahun 2005-2006 (Milyar) URAIAN 2005 2006 Aparatur 44,368 62,836 Publik 93,878 163,713 Sumber : LAKIP Kabupaten tahun 2007, Diolah Tabel 3.6. Kontribusi Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Tahun 2007 (Milyar) URAIAN 2007 Belanja Tidak Langsung 81,587 Belanja Langsung 266,675 Sumber : Kabupaten Dalam Angka Tahun 2007 Berdasarkan tabel di atas, realisasi belanja daerah Kabupaten pada tahun 2005, 2006 lebih banyak dikontribusikan untuk belanja Publik dan Tahun 2007 lebih banyak dikontribusikan untuk belanja Langsung. Belanja aparatur mendapat kontribusi dari belanja daerah, pada tahun 2006 sebesar Rp 62,836 M (26,78 persen). Belanja langsung 64

pada tahun 2007 mendapat kontribusi dari belanja daerah, sebesar Rp 81,587 M (23,43 persen). a. Belanja Tidak Langsung Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Yang termasuk dalam kelompok Belanja Tidak Langsung adalah:, Belanja Bunga, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil, Belanja Bantuan Keuangan, Belanja Tak Terduga. Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja Bunga digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang. Belanja subsidi digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan /lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. Belanja hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada perintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Bantuan sosial digunakan unuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang keada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah 65

daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan. Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang bersifat tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penaggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun tahun sebelumnya yang telah ditutup. Kontribusi realisasi belanja tidak langsung Kabupaten Tahun Anggaran 2007 dapat digambarkan pada Tabel 3.7 berikut ini. Tabel 3.7 Kontribusi Realisasi Belanja Tidak Langsung Kabupaten Tahun 2007 (Milyar) URAIAN 2007 52,833 Belanja Bunga 0 Belanja Subsidi 5,280 Belanja Hibah 10,630 Belanja Bantuan Sosial 6,024 Belanja Bagi Hasil Kepada Kab/Kota/Desa 2,123 Belanja Bantuan Keuangan kpd 2,695 Kab/Kota/Desa Belanja Tak Terduga 1,667 Sumber : Kabupaten dalam angka tahun 2007, Diolah Berdasarkan tabel di atas, realisasi Belanja Tidak Langsung Kabupaten dikontribusikan secara berurut dari yang paling besar 66

yaitu: belanja Pegawai, belanja Hibah, Belanja subsidi, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bantuan Keuangan, Belanja Bagi Hasil dan belanja Tidak Terduga. b. Belanja Langsung Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan dan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Yang termasuk dalam belanja langsung adalah: Belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal. Belanja pegawai yang dimaksud untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringannya, dan aset tetap lainnya. Tabel 3.8 Kontribusi Realisasi Belanja Langsung Kabupaten Tahun 2007 (Milyar) URAIAN 2007 15,417 Belanja Barang dan Jasa 74,846 Belanja Modal 176,410 Sumber : Kabupaten Dalam Angka Tahun 2007, Diolah 67

Berdasarkan tabel di atas, realisasi belanja Langsung Kabupaten dikontribusikan secara berurut dari yang paling besar yaitu: belanja modal, belanja Barang dan Jasa, dan belanja Pegawai. 2. Alokasi Belanja Untuk Pelaksanaan Program-Program Berdasarkan data tahun 2007, anggaran alokasi belanja lebih besar daripada realisasinya. Anggaran alokasi belanja mengalami peningkatan setiap tahun untuk lima tahun ke depan. Adapun rincian dari belanja tersebut adalah sebagai berikut. a. Belanja Tidak Langsung Belanja tidak langsung terdiri dari delapan rincian yaitu: Belanja Pegawai, Belanja Bunga, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil, Belanja Bantuan Keuangan, Belanja Tak Terduga. Pertumbuhan belanja tidak langsung ini dari tahun ke tahun besarnya konstan yaitu senilai 2 %. Adapun prediksi dari masing-masing rincian tersebut adalah: Tahun 2008 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 53.889.853.800,00 Belanja Bunga 0 Belanja Subsidi 5.385.600.000,00 Belanja Hibah 10.842.600.000,00 Belanja Bantuan Sosial 6.144.928.800,00 Belanja Bagi Hasil Kepada Kab/Kota/Desa 2.165.868.000,00 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kab/Kota/Desa 2.748.983.640,00 Belanja Tidak Terduga 1.700.952.000,00 Jumlah Rp 82.878.786.240,00 68

Tahun 2009 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 54.967.650.876,00 Belanja Bunga 0 Belanja Subsidi 5.493.312.000,00 Belanja Hibah 11.060.388.360,00 Belanja Bantuan Sosial 6.267.827.376,00 Belanja Bagi Hasil Kepada Kab/Kota/Desa 2.209.185.360,00 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kab/Kota/Desa 2.803.963.312,80 Belanja Tidak Terduga 1.734.971.040,00 Jumlah Rp 84.537.298.324,80 Tahun 2010 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 56.067.003.893,52 Belanja Bunga 0 Belanja Subsidi 5.603.178.240,00 Belanja Hibah 11.281.596.127,20 Belanja Bantuan Sosial 6.393.183.923,52 Belanja Bagi Hasil Kepada Kab/Kota/Desa 2.253.369.067,20 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kab/Kota/Desa 2.860.042.579,06 Belanja Tidak Terduga 1.769.670.460,80 Jumlah Rp 86.228.044.291,30 Tahun 2011 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 57.188.343.971,39 Belanja Bunga 0 Belanja Subsidi 5.715.241.804,80 Belanja Hibah 11.507.228.049,74 Belanja Bantuan Sosial 6.521.047.601,99 Belanja Bagi Hasil Kepada Kab/Kota/Desa 2.298.436.448,54 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kab/Kota/Desa 2.917.243.430,64 Belanja Tidak Terduga 1.805.063.870,02 Jumlah Rp. 87.952.605.177,12 69

Tahun 2012 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 58.332.110.850,82 Belanja Bunga 0 Belanja Subsidi 5.829.546.640,90 Belanja Hibah 1.737.372.610,74 Belanja Bantuan Sosial 6.651.468.554,03 Belanja Bagi Hasil Kepada Kab/Kota/Desa 2.344.405.177,51 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kab/Kota/Desa 2.975.588.299,25 Belanja Tidak Terduga 1.841.165.147,42 Jumlah Rp 89.711.657.280,66 Tahun 2013 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Kab/Kota/Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kab/Kota/Desa Belanja Tidak Terduga 59.498.753.067,83 0 5.946.137.573,71 11.972.120.062,95 6.784.497.925,11 2.391.293.281,07 3.035.100.065,23 1.877.988.450,36 Jumlah Rp 91.505.890.426,28 b. Belanja Langsung Belanja langsung ini terdiri dari tiga rincian dimana prediksi masing-masing rincian tersebut tampak dibawah ini: Tahun 2008 Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal 15.726.230.460,00 76.343.889.000,00 179.938.929.300,00 Jumlah Rp 272.009.048.760,00 70

Tahun 2009 Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal 16.040.755.069,20 77.870.766.780,00 183.537.707.886,00 Jumlah Rp 277.449.229.735,20 Tahun 2010 16.361.570.170,58 Belanja Barang dan Jasa 79.428.182.115,60 Belanja Modal 187.208.462.043,72 Jumlah 282.998.214.329,90 Tahun 2011 Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal 16.688.801.574,00 81.016.745.757,91 190.952.631.284,59 Jumlah Rp 288.658.178.616,50 Tahun 2012 Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal 17.022.577.605,48 82.637.080.673,07 194.771.683.910,29 Jumlah Rp 294.431.342.188,83 Tahun 2013 Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal 17.363.029.157,59 84.289.822.286,53 198.667.117.588,49 Jumlah Rp 300.319.969.032,61 3. Arah Pembiayaan Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu 71

dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah. Dalam buku ini, guna keperluan analisis atas perkembangan pendapatan daerah dalam rangka transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, maka unsur pendapatan daerah bagian sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu dan UKP dikecualikan karena dalam sistem anggaran berbasis kinerja yang diterapkan dalam tahun 2003 dan 2004, sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu termasuk dalam struktur pembiayaan. Berdasarkan prediksi APBD tahun 2008-2013 Kabupaten mengalami surplus dalam lima tahun berturut-turut dengan rincian nilai sebagai berikut. 1. Tahun 2008 sebesar Rp 367.332.380,00 2. Tahun 2009 sebesar Rp 390.279.027,60 3. Tahun 2010 sebesar Rp 426.348.608,15 4. Tahun 2011 sebesar Rp 474.242.940,32 5. Tahun 2012 sebesar Rp 498.693.853,52 6. Tahun 2013 sebesar Rp 510.464.427,17 Adapun surplus tersebut dapat dimanfaatkan/dialokasikan dalam: 1. SiLPA. 2. Dana Cadangan. 3. Diinvestasikan pada investasi jangka panjang. 72

C. Kebijakan Umum Keuangan Daerah Arah dan Kebijakan Umum APBD merupakan penjabaran Visi-Misi Bupati Wakil Bupati periode 2008-2013 dengan memperhatikan Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah dan Hasil Rapat Kerja-Rapat Kerja Pemerintah dan DPRD serta Hasil Musrenbang Desa, Kecamatan dan Kabupaten. Arah dan Kebijakan Umum APBD disusun berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan kondisi sumberdaya yang tersedia terutama keuangan daerah dan mengacu pada agenda pembangunan utama Kabupaten. Arah dan Kebijakan Umum APBD merupakan Pedoman bagi Pemerintah Kabupaten dalam menyusun APBD. Kebijakan umum anggaran Kabupaten mempertimbangkan berbagai aspek dan isu aktual, dalam penyusunan APBD juga memperhatikan beberapa hal lain, seperti: tingkat pertumbuhan ekonomi, pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan. Adapun permasalahan pokok Kabupaten adalah: 1. Masih rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia. 2. Belum optimalnya pemberdayaan ekonomi masyarakat. 3. Kondisi infrastruktur yang masih relatif tertinggal. 4. Masih belum optimalnya pengembangan potensi ekonomi daerah 5. Belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam terutama pemanfaatan lahan pertanian dalam arti luas. 6. Kesenjangan pembangunan antar wilayah dengan sebagian besar desa kategori tertinggal. 7. Belum optimalnya kinerja aparatur. 73

8. Perlu maksimalisasi kesadaran politik, hukum, ketertiban, dan demokratis 9. Masih perlunya peningkatan kesalehan sosial masyarakat 10. Sistem adminitrasi kependudukan dan catatan sipil belum tertata dengan baik. 11. Masih rendahnya tingkat kemandirian desa. 1. Kebijakan umum Anggaran Pendapatan Daerah Kebijakan umum pendapatan daerah Kabupaten terkait dengan PAD, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah lima tahun yang akan datang yaitu tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Prediksi realisasi pendapatan tahun 2008 sampai dengan 2013 dapat dijabarkan pada Tabel 3.9 sebagai berikut. Tabel 3.9 Prediksi Pendapatan Tahun 2008-2013 (Milyar) di Kabupaten Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 Pendapatan 362.610 370.122 377.795. 385.631 393.636 Sumber : Data Diolah a. PAD Data PAD antara tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 ditunjukkan pada Tabel 3.10 seperti berikut. Tabel 3.10 Realisasi PAD Antara Tahun 2005 Sampai Dengan Tahun 2007 (Milyar) Uraian 2006 2007 2008 PAD 3,169 8,035 9,185 Sumber : Setda Bagian Keuangan, Diolah 74

Atas dasar realisasi di atas, maka prediksi anggaran tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 terlihat pada Tabel 3.11 berikut. Tabel 3.11 Prediksi Anggaran Tahun 2008 Sampai Dengan Tahun 2013 (Milyar) Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 Anggaran 12.979 13.498. 14.038 14.599 15.183 Sumber : Data Diolah Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan PAD per tahun sebesar 4 %. Perkiraan pertumbuhan PAD setiap tahun tersebut diperoleh dari perkiraan pertumbuhan masing-masing bagian dari PAD, yaitu: Pajak daerah, Retribusi daerah, Hasil BUMD dan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain PAD. b. Dana Perimbangan Realisasi dana perimbangan antara tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 ditunjukkan pada Tabel 3.12 seperti berikut. Tabel 3.12 Realisasi Dana Perimbangan Antara Tahun 2007-2008 (Milyar) Uraian 2007 2008 Dana Perimbangan Pusat 141,923 256,127 Dana Perimbangan Provinsi 1,311 2,793 Sumber : Setda Bagian Keuangan, Diolah Tabel 3.13 Dana Perimbangan Tahun 2007 (Milyar) Uraian 2007 Bagi Hasil Pajak 26,368 DAU 258,090 DAK 38,627 Bagi Hasil Bukan Pajak 3,989 75

Sumber: Kab. Dalam Angka Tahun 2007, Diolah Atas dasar data di atas maka prediksi anggaran dana perimbangan tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 terlihat pada Tabel 3.14 berikut. Tabel 3.14 Prediksi Anggaran Dana Perimbangan Tahun 2006-2013 (Milyar) Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 Bagi hasil Pajak 28.520 29.660 30.847 32.081 33.364 DAU 273.782 279.257 284.843 290.539 296.350 DAK 40.187 40.991 41.811 42.647 43.500 Bagi Hasil Bukan Pajak Sumber : Data Diolah 4.471 3.990 3.477 2.929. 2.346 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan dana perimbangan per tahun sebesar 2 %. Perkiraan pertumbuhan dana perimbangan setiap tahun tersebut diperoleh dari perkiraan pertumbuhan masing-masing bagian dari dana perimbangan yang meliputi bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. 2. Kebijakan Umum Belanja Daerah Kebijakan umum belanja daerah Kabupaten terkait dengan Belanja Aparatur dan Belanja Publik selama lima tahun yang akan datang, mulai tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Prediksi realisasi belanja tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 dijabarkan pada Tabel 3.15 berikut. 76

Tabel 3.15 Prediksi Realisasi Belanja Tahun 2008-2013 (Milyar) Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 Belanja Tidak 84,537 86,228 87,952 89,711 91,505 Langsung Belanja Langsung 277,449 282,998 288,658 294,431 300,319 Sumber : Data Diolah a. Belanja Tidak Langsung Data belanja tidak langsung dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2007 ditunjukkan dalam Tabel 3.16 berikut. Tabel 3.16 Realisasi Belanja Aparatur Tahun 2006 (Milyar) URAIAN 2007 Belanja Administrasi 37,316 Umum Belanja kegiatan Non 6,566 Fisik Belanja Modal 18,953 Sumber : LAKIP Kabupaten tahun 2007, Diolah Tabel 3.17 Data Belanja Tidak Langsung Tahun 2007 (Milyar) URAIAN 2007 52,833 Belanja Bunga 0 Belanja Subsidi 5,280 Belanja Hibah 10,630 Belanja Bantuan Sosial 6,024 Belanja Bagi Hasil kpd 2,123 Kab/Kota/Desa Belanja Bantuan Keuangan 2,695 kpd Kab/Kota/Desa Belanja Tidak Terduga 1,667 Sumber : Kabupaten Dalam Angka, 2008, Diolah Atas dasar realisasi diatas, maka prediksi anggaran tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 tampak pada Tabel 3.18 berikut. 77

Tabel 3.18 Prediksi Anggaran Belanja Tidak Langsung Tahun 2008-2013 (Milyar) URAIAN 2009 2010 2011 2012 2013 54.967 56.0672 57.188 58.332 59.498 Belanja Bunga - - - - - Belanja Subsidi 5.493. 5.603 5.715. 5.829 5.946 Belanja Hibah 11.060 11.281 11.507 11.737 11.972 Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil kpd Kab/Kota/Desa Belanja Bantuan Keuangan kpd Kab/Kota/Desa 6.267 6.393 6.521 6.651 6.784 2.209 2.253 2.298 2.344 2.391 2.803 2.860 2.917. 2.975 3.035 Belanja Tidak 1.734 1.769 1.805 1.841 1.877 Terduga Sumber : Kabupaten Dalam angka tahun 2007, Diolah Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa selama lima tahun ke depan tidak ada aggaran untuk belanja bunga b. Belanja Langsung Data belanja langsung/publik dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2007 tampak pada tabel 3.19 dan tabel 3.20 berikut. Tabel 3.19 Realisasi Belanja Publik Tahun 2006 (Milyar) URAIAN 2006 Belanja Administrasi 1,393 Umum Belanja Operasi dan Pemerintahan 33,842 Belanja Modal 128,495 Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan 7,882 Belanja Tidak Tersangka 0,182 Sumber : LAKIP Kabupaten tahun 2007, Diolah 78

Tabel 3.20 Data Belanja Langsung Tahun 2007 (Milyar) URAIAN 2007 15,417 Belanja Barang dan Jasa 74,846 Belanja Modal 176,410 Sumber : Kabupaten Dalam angka tahun 2007, Diolah Atas dasar realisasi diatas, maka prediksi anggaran belanja publik tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 tampak pada tabel 3.21 berikut. Tabel 3.21 Prediksi Anggaran Belanja Langsung Tahun 2009-2013 (Milyar) URAIAN 2009 2010 2011 2012 2013 16.040 16.361 16.688 17.022 17.363 Belanja Barang dan Jasa 77.870 79.428 81.016 82.637 84.289 Belanja Modal 183.537 187.208 190.952 194.771 198.667 Sumber : Kabupaten Dalam angka tahun 2007, Diolah 79