BAB I PENDAHULUAN. (PGK) tahap akhir yang menjalani dialisis masih sangat tinggi, kira-kira 15 -

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

PGK dengan HD IDWG BIA PHASE ANGLE

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malnutrisi semakin diketahui sebagai faktor. prosnosis penting yang dapat mempengaruhi keluaran

Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Status Nutrisi pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal adalah organ vital yang berperan penting dalam mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. jaringan yang paling kering, memiliki kandungan H 2 O hanya 10%. Karena itu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular dan penyebab utama end stage renal disease (ESRD). Kematian

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. akibat kanker setiap tahunnya antara lain disebabkan oleh kanker paru, hati, perut,

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP PROFIL STATUS GIZI PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM 5 DI RSD dr. SOEBANDI JEMBER SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data hasil Riskesdas

transplantasi adalah pasien dan hanya ada 920 pasien yang menerima transplantasi (NHSBT, 2014). Hemodialisis merupakan metode perawatan umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya malnutrisi pada pasien dan meningkatkan angka infeksi, atrofi otot,

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang banyak dialami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

SKRIPSI. Oleh: NUR MUNFATAHATIN NIM

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. konsentrasi elektrolit pada cairan ekstra sel (Tawoto & Watonah, 2011).

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Menurut Soenarjo (2000), Nutrisi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau penyakit renal tahap akhir

BAB I. PENDAHULUAN. yang semakin tinggi diantara rumah sakit. Rumah sakit dituntut untuk tetap

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

BAB I PENDAHULUAN. sel tubuh normal mengadakan mutasi menjadi sel kanker yang kemudian. Penyakit kanker saat ini sudah merupakan masalah kesehatan di

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh: Seno Astoko Putro J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada usus yang diperantarai proses aktivasi imun yang patofisiologinya kompleks

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

MUTU(QUALITY) ADALAH KESESUAIAN DENGAN STANDAR(CONFORMANCE TO REQUIREMENTS) (CROSBY) MUTU ADALAH GAMBARAN DARI PRODUK YANG MEMENUHI KEBUTUHAN

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. Albumin merupakan protein terbanyak dalam plasma, sekitar 60% dari total

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. baru atau berulang. Kira-kira merupakan serangan pertama dan

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel. Ginjal berfungsi sebagai. kerusakan pada sistem endokrin akan menyebabkan terganggunya

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 2, APRIL 2015:

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pasien penyakit ginjal kronik (PGK) tahap akhir yang menjalani dialisis masih sangat tinggi, kira-kira 15-20 persen per tahun, meskipun telah dilakukan perbaikan penatalaksanaan penyakit kardiovaskular, infeksi dan terapi dialisis. 1 Menurut United States Renal Data System, setelah terapi pengganti ginjal dimulai maka lama harapan hidup pasien yang berusia 40-44 tahun adalah 8 tahun sedangkan bagi yang berusia 60-64 tahun sekitar 4,5 tahun. Beberapa faktor telah dikenal sebagai prediktor fakta ini, diantaranya yang terpenting adalah malnutrisi dan penurunan massa otot. 2 Malnutrisi merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien hemodialisis (HD). Beberapa penelitian mendapatkan bahwa 30-70% pasien HD mengalami malnutrisi. 3 Penyebab gangguan status nutrisi ini multifaktorial, diantaranya: (a) asupan yang kurang akibat anoreksia oleh karena proses uremia, gangguan sensasi pengecapan, stres emosional dan anjuran menu yang tidak enak. (b) respon katabolik akibat proses inflamasi kronik dan penyakit penyerta. (c) terbuangnya zat-zat gizi seperti asam amino (± 8 gram), peptida (± 9 gram), glukosa, vitamin larut air dan berbagai zat bioaktif akibat prosedur hemodialisis. 20

(d) hilangnya darah akibat perdarahan saluran cerna dan prosedur pemeriksaan darah yang berulang kali. (e) gangguan endokrin akibat uremia Malnutrisi ditandai dengan perubahan keutuhan membran sel dan gangguan keseimbangan cairan, sehingga pengukuran komposisi tubuh merupakan bagian terpenting dalam penilaian status nutrisi pasien HD. 5 Mengenal dan mengatasi masalah nutrisi ini tepat pada waktunya dapat memperbaiki prognosa pasien, misalnya dengan membantu pasien mendapatkan berat badan ideal, meningkatkan respon terapi dan mengurangi komplikasi pengobatan. Sehingga mengenal dan mengatasi malnutrisi pada awal-awal HD sangat penting untuk mencapai outcome yang baik yaitu peningkatan kualitas hidup. 6 Namun hal ini masih menjadi tantangan bagi klinisi karena kurangnya alat yang valid dan dipercaya untuk menilai status nutrisi. Dari dulu status nutrisi sudah dinilai dengan berbagai metode yang objektif seperti pengukuran antropometri (perobahan berat badan dan lingkar otot lengan) dan laboratorium (albumin dan transferin). Tetapi sampai sekarang, dari berbagai metode yang telah dikembangkan masih memiliki kekurangan sehingga sulit menentukan metode mana yang terbaik. Misalnya; metode antropometri secara klinis tidak ideal karena boros waktu dan sulit dilakukan khususnya pada pasien yang tergeletak ditempat tidur. Sedangkan pemeriksaan albumin serum sangat dipengaruhi oleh berbagai 21

faktor non nutrisi (Bauer dkk, 2002; Carney & Meguid, 2002; Waitzberg & Correia, 2003). 7,8.9 Akhir-akhir ini telah diperkenalkan suatu alat untuk menilai komposisi tubuh dan status nutrisi yaitu Bioelectrical Impedance Analysis (BIA), yang dinyatakan dapat mengatasi kekurangan metode sebelumnya. Menurut Saxena dkk, BIA merupakan alat portable yang mudah digunakan, aman, cepat, bersifat non invasif, tidak mahal, dapat dilakukan berulangulang dan tidak bergantung pada operator serta hasilnya dapat dipercaya dengan tingkat kesalahan yang rendah (± 1%) sehingga dapat digunakan untuk mengukur status nutrisi pada pasien yang menjalani dialisis secara regular. 10 Salah satu parameter yang dapat dinilai dari pemeriksaan BIA ini adalah phase angle (PhA). PhA menggambarkan distribusi cairan (resistan) dan keutuhan membran sel (kapasitan) tubuh manusia secara relatif, dimana berkorelasi negatif dengan resistan dan berkorelasi positif dengan kapasitan (Baumgartner dkk, 1988). 11 Sebagai indikator distribusi cairan antara intrasel dan ekstrasel, PhA merupakan indikator malnutrisi yang paling sensitif (Talluri dkk, 1999; Schwenk dkk, 2000). 12 Malnutrisi dapat mengurangi massa dan keutuhan membran sel serta mendorong perpindahan keseimbangan cairan, sehingga nilai PhA akan rendah. 13 PhA juga digunakan sebagai petanda prognostik pada beberapa keadaan dimana integritas membran sel dan keseimbangan cairan terganggu, seperti infeksi HIV, sirosis hati, penyakit paru obstruktif kronik, sepsis, HD 22

dan kanker (Ott dkk,1995; Maggiore dkk, 1996; Schwenk dkk, 1998; Schwenk dkk, 2000; Faisy dkk, 2000; Selberg & Selberg, 2002; D. Gupta dkk, 2004). 14 Di Indonesia sendiri belum ada penelitian yang mencari hubungan nilai PhA pada BIA dengan karakteristik dan lama harapan hidup pasien HD kronik, sehingga peneliti mencoba untuk membuktikan hubungan tersebut yang pada akhirnya dapat dipakai memperbaiki prognosa dan meningkatkan kualitas hidup pasien HD. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah, yaitu: a. Apakah terdapat hubungan berbagai karakteristik pasien HD kronik dengan nilai PhA pada BIA? b. Apakah terdapat hubungan nilai PhA pada BIA dengan lama harapan hidup pasien HD kronik? c. Apakah terdapat hubungan berbagai karakteristik pasien HD kronik tersebut dengan lama harapan hidupnya? 1.3. Hipotesa Hipotesa penelitian ini dikembangkan berdasarkan rumusan masalah, yaitu sebagai berikut: a. terdapat hubungan antara berbagai karakteristik pasien HD kronik dengan nilai PhA pada BIA. b. terdapat hubungan antara nilai PhA pada BIA dengan lama harapan hidup pasien HD kronik. 23

c. terdapat hubungan berbagai karakteristik pasien HD kronik dengan lama harapan hidupnya. 1.4. Tujuan penelitian 1.4.1. Tujuan umum Untuk menentukan hubungan antara nilai PhA pada BIA dengan berbagai karakteristik dan lama harapan hidup pasien HD kronik serta mengetahui hubungan berbagai karakteristik pasien HD kronik dengan lama harapan hidupnya. 1.4.2. Tujuan khusus a. Untuk menentukan hubungan berbagai karakteristik pasien HD kronik dengan nilai PhA pada BIA b. Untuk menentukan hubungan nilai PhA pada BIA dengan lama harapan hidup pasien HD kronik c. Untuk menentukan hubungan berbagai karakteristik pasien HD kronik dengan lama harapan hidupnya. d. Untuk menentukan nilai harapan hidup pasien HD kronik 1.5. Manfaat penelitian Setelah mengetahui hubungan antara nilai PhA pada BIA dengan berbagai karakteristik dan lama harapan hidup pasien HD kronik serta mengetahui hubungan berbagai karakteristik pasien HD kronik dengan lama harapan hidupnya, maka hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai: 24

a. masukan bagi praktisi medis dalam upaya memperbaiki prognosa pasien HD kronik dengan menentukan penatalaksanaan yang tepat dan optimal, sehingga kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan. b. masukan pada fasilitas pelayanan HD dalam peningkatan mutu pelayanan penatalaksanaan pasien HD. c. indikator prognostik pasien HD kronik 25