BAB I PENDAHULUAN. terutama di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, dan sekaligus menambah jumlah penduduk usia lanjut. Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan degenerasi organ tubuh yang dipengaruhi gaya hidup. Gaya

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. dunia industri secara global. Tiap tahun angka pekerja terus meningkat yaitu

PEMBUDAYAAN HIDUP SEHAT MELALUI GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) Penyakit tidak menular (PTM) masih menjadi masalah di Jawa Timur.

I. PENDAHULUAN. tahun. Peningkatan penduduk usia lanjut di Indonesia akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat seiring

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. dalam gizi makanan. Hal ini disebabkan karena serat pangan tidak

I. PENDAHULUAN. traditional lifestyle menjadi sedentary lifestyle (Hadi, 2005). Keadaan ini

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

TERHADAP PERBAIKAN KADAR LIPID SERUM DARAH MENCIT

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. gaya makanan junk food dan fast food yang tren di tengah masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA LANJUT USIA TENTANG DIET HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia

BAB I PENDAHULUAN. Serat termasuk bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna dan. sumbangan gizinya dapat diabaikan, namun serat makanan sebenarnya

BAB 1 PENDAHULUAN. orang didunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012 naik menjadi 70 tahun dan pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. transisi epidemiologi. Secara garis besar proses transisi epidemiologi adalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi maka selera terhadap produk teknologi pangan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang

Latar Belakang Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

BAB I PENDAHULUAN. utama kematian di negara dengan pendapatan rendah dan menengah

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menopause merupakan berhentinya masa menstruasi

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

Apakah Diet Makanan Saja Cukup Sebagai Obat Diabetes Alami?

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya sebagai akibat penyakit degeneratif didunia. Di negara maju, kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 237,64 juta jiwa. Hal ini

POLA MAKAN Sumber: Kiat Sehat diusia Emas - vegeta.co.id

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa lansia atau lanjut usia di Indonesia adalah sebuah periode

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh perubahan gaya hidup dan yang lebih penting lagi. kemungkinan terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi karena

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

Syarat makanan untuk bayi dan anak :

hiperkolesterolemia, asam urat, dan lain-lain. Pada tahun 2003 WHO (World Health

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia (lanjut usia)

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. usia matang dan secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga Negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia populasi lanjut usia juga mengalami peningkatan (Tanaya, 1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia di Indonesia, terutama di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, penurunan kematian bayi, penurunan fertilitas dan peningkatan usia harapan hidup. Peningkatan usia harapan hidup menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk usia lanjut. (Menkokesra, 2010), melaporkan bahwa Indonesia memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena pada tahun 2000 jumlah penduduk yang berusia diatas 60 tahun sebesar 7,18 persen. Pada tahun 2010 diperkirakan usia harapan hidup penduduk Indonesia adalah 67,4 tahun dengan jumlah lansia mencapai 23,9 juta jiwa (9,77%) dan diperkirakan akan menjadi 28 juta lebih pada tahun 2020. Berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus, diketahui bahwa dari seluruh lansia di Indonesia, sekitar 66,84% lansia berada di pulau Jawa, 5,47% di pulau Sumatera dan 4,37% di Kalimantan. Sedangkan lansia yang tinggal di Sulawesi, yang memiliki luas area sekitar 9,90% terhadap total luas wilayah di Indonesia. Namun disatu sisi, adanya peningkatan jumlah lansia berdampak timbulnya berbagai masalah jika tidak ditangani dengan segera. Salah satu masalah yang mungkin terjadi adalah terkait gizi. Beberapa kelompok dalam populasi lansia beresiko terkena malnutrisi. Malnutrisi pada lansia sama halnya

seperti pada balita atau dewasa, lansia dapat mengalami gizi kurang maupun gizi lebih (Boedhi-Darmoyo, 1995). Berdasarkan Susenas tahun 2005 angka kesakitan pada penduduk lansia adalah sebesar 29,98%, dan pada tahun 2006 menjadi 33,17% (BPS, 2005-2006). Secara alamiah lansia akan mengalami kemunduran (degenerasi) fungsi organ-organ tubuh. Dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan indera penciuman dan pengecapan mulai menurun. Selain itu, hilangnya sebagian geligi sering menimbulkan lansia tidak nafsu makan dan menyebabkan berkurangnya asupan makanan pada lansia (Sari, 2006). Faktor kesehatan yang berperan dalam masalah gizi adalah naiknya insidensi penyakit degeneratif dan nondegeneratif yang berakibat pada perubahan asupan makanan, perubahan absoprsi dan utilisasi zat-zat gizi pada tingkat jaringan serta penggunaan obat-obat tertentu yang harus diminum lansia karena penyakit yang sedang diderita (Muis, 2006). Pulau Jawa dan Sumatera merupakan pulau yang memiliki jumlah kepadatan penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Jumlah penduduk yang besar tersebut memiliki peluang yang positif bagi pembangunan daerah dan wilayah. Status sosial ekonomi, pendidikan, kesehatan, pemerintah, pekerja, akses transportasi dan informasi cukup baik. Namun seiring dengan perkembangan tersebut, tingkat persaingan hidup semakin meningkat dan mungkin berdampak pada munculnya aneka pergeseran hidup, mulai dari pola makan, aktivitas fisik, dan stress. Pergeseran

gaya ini berpeluang besar menimbulkan berbagai masalah kesehatan, khususnya penyakit degeneratif. Kebiasaan hidup atau gaya hidup seseorang salah satunya ditentukan oleh kebudayaan dan kepercayaan di suatu wilayah (pantangan makan, mitosmitos tentang pangan, proses penyediaan pangan, preferensi pangan dan jenis mata pencaharian pokok penduduk) (Suhardjo, 1989). Suatu daerah atau wilayah terkadang memiliki masalah gizi dan kesehatan yang unik, terkait dengan gaya hidup yang diterapkan di wilayah tersebut. Melihat besarnya prevalensi hipertensi di kabupaten/kota tersebut, yang hampir mencapai 50% dari total penduduk, perlu adanya perhatian dan penanganan lebih lanjut. Faktor risiko apa yang dapat menjadi pencegah (faktor protektif) dan menjadi pencetus (faktor pemicu) kejadian penyakit degeneratif di daerah tersebut, terkait dengan gaya hidup dan status gizi (Soerjodibroto, 2004). Berdasarkan penelitian WHO-SEARO tahun 1990 laporan untuk Indonesia menyatakan penyakit lansia (60 tahun ke atas) adalah rematik, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes mellitus, stroke, TBC paru, patah tulang, dan kanker (Darmojo, 1999). Hasil kesehatan survei rumah tangga (SKRT) menunjukkan kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular seperti penyakit degeneratif meningkat 15,4% tahun 1980 menjadi 48,5% tahun 2001, penyakit kardiovaskular meningkat 9,1% tahun 1986 menjadi penyebab kematian pertama pada tahun 1992, 1995, 2001. Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular ini menunjukan adanya perubahan pola hidup tidak sehat salah satunya yaitu kurangnya konsumsi

serat. Dibanyak negara termasuk Indonesia, salah satu faktor penyebab kesakitan ini adalah kurangnya konsumsi serat (Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010). Hasil analisa data konsumsi makanan penduduk indonesia menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi serat makanan penduduk Indonesia adalah 10,5 gr/orang/hari. Ini berarti masih dibawah 50% dari kebutuhan tubuh (DEPKES, 1998). Konsumsi serat merupakan bagian penting dari pola makan sehat. Konsusmsi serat yang cukup dapat mencegah terjadinya penyakit kardiovaskular dan kanker. Menurut The World Health Report tahun 2002, konsumsi serat yag masih rendah diperkirakan menjadi penyebab 31% penyakit jantung iskemik dan 11% stroke (Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010). Berdasarkan penelitian Liu, et al (2002) menunjukkan bahwa konsumsi serat yang tinggi pada wanita dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Dan berdasarkan penelitian Stables (2005) peningkatan konsumsi serat dapat mengurangi timbulnya resiko kanker dari 28% hingga 6% dan kematian karena pembuluh darah jantung dari 22% hingga 6%. Serat makanan adalah bagian dari pangan nabati dan merupakan komponen polisakarida (non-starch polysaccarides) yang tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dalam usus namun memiliki fungsi yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan sebagai komponen penting dalam terapi gizi, serat meliputi polisakarida, oligosakarida, lignin serta komponen nabati terkait lainnya. Menurut karakteristik fisik dan pengaruhnya

terhadap tubuh, serat pangan dibagi atas dua golongan besar, yaitu serat pangan larut air (soluble dietary fiber) dan serat pangan tidak larut air (insoluble dietary fiber). Serat yang larut air antara lain pectin dan gum, sedangkan yang tidak larut air antara lain selolusa dan lignin. Serat larut air akan membentuk seperti gel jika dilarutkan dalam air. Serat ini akan mengikat lemak sehingga lemak tidak akan diserap oleh tubuh melainkan akan dikeluarkan dari tubuh bersama feses. Serat ini banyak terdapat pada buah-buahan, kacang-kacangan, oat, barley, psyllium. Serat yang tidak larut bersifat menyerap air, menjadikan feses berukuran besar dan tidak lunak. Jenis ini terdapat pada sayuran, umbiumbian, bekatul, dan wheat (Wyman, et al. 1976). Serat saat ini diketahui tidak hanya sekedar memperlancar buang air besar. Berbagai penelitian membuktikan bahwa serat mempunyai peranan untuk mengendalikan kadar gula darah, kolesterol dan trigliserida. Serat dapat mengikat kolesterol dan asam empedu dan membawanya keluar dari tubuh bersama feses sehingga konsentrasi lemak dalam darah menurun dan kemungkinan resiko terkena sakit jantung juga menurun. Penelitian lain juga membuktikan bahwa serat dapat mencegah kanker kolon. Serat dapat mempercepat lewatnya makanan di dalam saluran pencernaan sehingga memperpendek waktu transit. Hal ini akan menyebabkan penurunan paparan bahan racun dan bahan karsinogenik (bahan penyebab kanker) pada saluran pencernaan. Selain itu konsumsi serat sangat penting bagi lansia seperti sayuran dan buah yang banyak mengandung vitamin, mineral, serat antioksidan yang sangat berguna bagi lansia.

Semakin meningkatnya insiden penyakit teutama yang banyak diderita oleh para lansia yang diakibatkan karena proses menua seperti seperti diabetes melitus (kencing manis), kardiovaskuler dan kanker usus. Lansia dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula-gula sederhana dan menggantinya dengan karbohidrat kompleks. Sumber serat yang baik bagi lansia adalah sayuran, buah-buahan segar dan kacang. Lansia tidak dianjurkan mengkonsumsi suplemen serat (yang dijual secara komersial), karena dikuatirkan konsumsi seratnya terlalu banyak, yang dapat menyebabkan mineral dan zat gizi lain terserap oleh serat sehingga tidak dapat diserap tubuh. B. Identifikasi Masalah Sumatera merupakan pulau kedua setelah Jawa yang memiliki jumlah kepadatan penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Jumlah penduduk yang besar tersebut memiliki peluang yang positif bagi pembangunan daerah dan wilayah. Status sosial ekonomi, pendidikan, kesehatan, pemerintah, pekerja, akses transportasi dan informasi cukup baik. Namun seiring dengan perkembangan tersebut, tingkat persaingan hidup semakin meningkat dan mungkin berdampak pada munculnya aneka pergeseran hidup, mulai dari pola makan, aktivitas fisik, dan stress. Pergeseran gaya ini berpeluang besar menimbulkan berbagai masalah kesehatan, khususnya penyakit degeneratif. Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular ini (degeneratif) ditunjukan adanya perubahan pola hidup tidak sehat salah satunya yaitu

kurangnya konsumsi serat. Dibanyak negara termasuk Indonesia, salah satu faktor penyebab kesakitan ini adalah kurangnya konsumsi serat (Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010). Hasil analisa data konsumsi makanan penduduk indonesia menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi serat makanan penduduk Indonesia adalah 10,5 gr/orang/hari. Ini berarti masih dibawah 50% dari kebutuhan tubuh (DEPKES, 1998). Konsumsi serat tidak terkait dengan dimana penduduk tinggal (dikota/desa), melainkan lebih pada masalah status ekonomi dan pengetahuan yang mempengaruhi ketersediaan makanan yang berserat serta pola dan kebiasaan makan (Soerjodibroto, 2004). Dalam penelitian ini variabel dependen yang ditentukan adalah konsumsi serat (Sayur, Buah, dan Kacang) yang diukur melalui variasi konsumsi makanan sehari. Variabel independen adalah tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan keluarga lansia. C. Pembatasan Masalah Karena keterbatasan yang dimiliki peneliti dalam segi waktu, biaya dan tenaga, dan agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari tujuannya, maka ruang lingkup permasalahan ini dibatasi adalah sebagai berikut: 1. Topik penelitian ini adalah pengaruh tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan keluarga terhadap konsumsi serat (sayur, buah, dan kacang) pada lansia usia 60-74 tahun di Pulau Sumatera.

2. Data yang digunakan adalah data sekunder riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2010 yang telah dikumpulkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan RI. D. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang ditetapkan adalah sebagai berikut : 1. Adakah pengaruh tingkat pendidikan terhadap konsumsi serat (sayur, buah, dan kacang) pada lansia usia 60-74 tahun di Pulau Sumatera. 2. Adakah pengaruh tingkat pendapatan keluarga terhadap konsumsi serat (sayur, buah, dan kacang) pada lansia usia 60-74 tahun di Pulau Sumatera. E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan keluarga terhadap konsumsi serat (sayur, buah, dan kacang) pada lansia usia 60-74 tahun di Pulau Sumatera. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi gambaran karakteristik responden (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan keluarga) lansia usia 60-74 tahun di Pulau Sumatera. b. Mengidentifikasi rata-rata konsumsi serat (sayur, buah, dan kacang) lansia usia 60-74 tahun di Pulau Sumatera.

c. Menganalisa pengaruh tingkat pendidikan terhadap konsumsi serat (sayur, buah, dan kacang) pada lansia usia 60-74 tahun di Pulau Sumatera. d. Menganalisa pengaruh tingkat pendapatan keluarga terhadap konsumsi serat (sayur, buah, dan kacang) pada lansia usia 60-74 tahun di Pulau Sumatera. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Praktisi Dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai pengaruh tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan keluarga terhadap konsumsi serat (sayur, buah, dan kacang) pada lansia usia 60-74 tahun di Pulau Sumatera (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010). 2. Manfaat Bagi Institusi Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan pada upaya peningkatan konsumsi serat pada masyarakat dengan pola makan yang lebih cenderung kepada konsumsi siap saji dan makan jadi yang dapat berdampak buruk pada kesehatan. 3. Manfaat Bagi Pendidikan Dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan bagi para praktisi maupun mahasiswa gizi mengenai pengaruh tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan keluarga terhadap konsumsi serat (sayur, buah, dan kacang)

pada lansia usia 60-74 tahun di Pulau Sumatera (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010). 4. Manfaat Bagi Peneliti a. Dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan dan wawasan baru bagi mahasiswa gizi mengenai pengaruh tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan keluarga terhadap konsumsi serat (sayur, buah, dan kacang) pada lansia usia 60-74 tahun di Pulau Sumatera (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010) b. Dapat digunakan sebagai syarat kelulusan Sarjana Gizi pada Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul.