MENCARI SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA

dokumen-dokumen yang mirip
DAMPAK PERUBAHAN UUD 1945 TERHADAP PENCAPAIAN TUJUAN NASIONAL

SISTEM PEMERINTAHAN ADALAH JATI DIRI BANGSA

SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA KEKELUARGAAN

MENCARI SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA

I. PENDAHULUAN. meruntuhkan tirani yang terjadi bertahun-tahun di negeri ini. Salah satu hal

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Macam-macam konstitusi

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer. Teguh Kurniawan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

2.4.1 Struktur dan Anatomi UUD NRI tahun 1945 Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya mengandung Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara tidak ikut

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

SISTEM PRESIDENSIIL. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

MAKALAH SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL

DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

D. Semua jawaban salah 7. Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya A. Terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah B. Tidak bertanggung

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan hukum secara konstitusional yang mengatur pertama kalinya

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

Negara dan Konstitusi

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

I. Pilihlah jawaban yang benar

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA

KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA

MAKALAH PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

Demokrasi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

I. PENDAHULUAN. Pada sidang PPKI pertama tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

I. PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

4. Salah satu contoh negara yang menganut idiologi terbuka adalah... A. RRC B. Cuba C. Korea Utara D. Indonesia E. Vietnam

BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM PEMERINTAHAN. adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA SUYATO

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BADAN YUDIKATIF, BADAN LEGISLATIF DAN BADAN EKSEKUTIF

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

BAB I PENDAHULUAN. bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), artinya segala sesuatu yang

Ujian Akhir Sekolah Tahun 2004 Tata Negara

Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Asahan Kata Kunci : Pengawasan DPRD, Pemerintah Daerah, Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah dan DPRD

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1. B. Rumusan Masalah...7. C. Tujuan Penelitian...8. D. Manfaat Penelitian...

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Demokrasi di Indonesia

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran

PEMBANGUNAN YES GBHN No!

Badan Eksekutif, Legeslatif, Yudikatif

Kata Kunci : Pengawasan DPRD, dan Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah serta DPRD.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

KEWARGANEGARAAN NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHA. Syahlan A. Sume. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi MANAJEMEN.

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

PERAN KELEMBAGAAN NEGARA DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB VI PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN EKSEKUTIF OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-6 (IK-1,3,4,5)

Rekonstruksi Kelembagaan MPR

DEMOKRASI PANCASILA. Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH.

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen

SISTEM MULTI PARTAI DALAM PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA

Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Sebagai Lembaga Yang Memegang Kekuasaan Membentuk Undang-Undang Menurut Pasal 20 Ayat (1) UUD 1945

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

B A B N E G A R A. A. Pengertian Negara

Transkripsi:

MENCARI SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA Prof. Dr. Sofian Effendi 1 Kombinasi yang Muskil Dalam artikelnya berjudul Presidentialism, Multiparties and Democracy yang diterbitkan oleh jurnal Comparative Political Studies edisi Juli 1993, Scott Mainwaring 2 menyimpulkan sistem multipartai dan bentuk pemerintahan pesidensiil adalah kombinasi yang muskil. Pada 31 negara yang dipandang paling sukses dalam pelaksanaan demokrasi, tak ada satupun yang menerapkan kombinasi tersebut. Pada 9 November 2001, MPR-RI mengesahkan perubahan ketiga terhadap UUD 1945. Pasal 1 ayat (2) menetapkan kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar. Pasal 6A ayat (1) menetapkan Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Dua pasal tersebut merupakan perubahan mendasar terhadap sistem pemerintahan negara serta bentuk kedaulatan negara sebagaimana dicita-citakan dalam Penjelasan UUD 1945. Sistem pemerintahan negara diubah dari Sistem Sendiri menjadi Sistem Presidensial. Seperti prediksi para founding fathers pada Rapat BUPKI tanggal 15 Juli 1945 yang didukung oleh temuan empiris Mainwaring, Presiden SBY dan Wapres MJK ternyata tidak dapat menyenggarakan pemerintahan negara secara mulus karena presiden tidak didukung oleh majority rule. Presiden harus memberikan konsesi politik dalam pembentukan kabinetnya karena pemisahan kekuasaan antara legislatif dan eksekutif tidak berjalan seperti diharapkan. Sistem multipartai ternyata semakin mempertajam polarisasi ideologis, dan koalisi antara partai-partai pemerintah ternyata bukanlah koalisi yang mantab, seperti terbukti pada Rapimnas Golkar pada bulan November lalu. Pemerintahan Sistem Sendiri Setelah MPR mengesahkan amandemen ketiga dan keempat UUD 1945, sistem pemerintahan negara Indonesia berubah menjadi sistem presidensial. Perubahan tersebut ditetapkan dengan Pasal 1 ayat (2) UUD baru. MPR tidak lagi merupakan perwujudan dari rakyat dan bukan locus of power, lembaga pemegang kedaulatan negara tertinggi. Pasal 6A ayat (1) menetapkan Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Dua pasal tersebut menunjukkan karakteristik sistem presidensial yang jelas berbeda dengan staatsfundamentalnorm yang tercantum dalam Pembukaan dan diuraikan lebih lanjut dalam Penjelasan UUD 1945. Sistem presidensial tidak mengenal adanya lembaga pemegang supremasi tertinggi. Kedaulatan negara dipisahkan (separation of power) ke 3 cabang yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif, yang secara ideal diformulasikan sebagai trias politica oleh Montesquieu. Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat untuk masa kerja yang lamanya ditentukan oleh konstitusi. Konsentrasi kekuasaan berada pada 1 Rektor Universitas Gadjah Mada dan Guru Besar Kebijakan Publik. 2 S. Mainwaring, Presidentialism, Multiparties and Democracy: The Dificult Combination. J of Compartaive Poliitical Studies. 26.2 (July 1993), hh. 198-223.

Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Dalam sistem presidensial para menteri adalah pembantu-pembantu presiden yang diangkat dan bertanggungjawab kepada Presiden. Arsip AG-AK-P yang selama hampir 56 tahun hilang baru-baru ini diungkapkan kembali oleh R.M. Ananda B. Kusuma, dosen Sejarah Ketatanegaraan Fakultas Hukum U.I., dalam sebuah monograf berjudul Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 terbitan Fakultas Hukum U.I. (2004). Kumpulan notulen otentik tersebut memberikan gambaran bagaimana sesungguhnya sistem pemerintahan demokratis yang dicita-citakan para perancang Konstitusi Indonesia. Notulen rapat-rapat BPUPKI dan PPKI mulai pertengahan Mei sampai Juli 1945 memberikan gambaran betapa mendalam dan tinggi mutu diskusi para Bapak Bangsa tentang sistem pemerintahan. Pada sidang-sidang tersebut, Prof. Soepomo, Mr. Maramis, Bung Karno dan Bung Hatta mengajukan pertimbangan-pertimbangan filosofis dan hasil kajian empiris untuk mendukung keyakinan mereka bahwa Trias Politica a la Montesqieue bukanlah sistem pembagian kekuasaan yang paling cocok untuk melaksanakan kedaulatan rakyat. Bahkan, Supomo-Iin dan Sukarno-Iin, Iin artinya Anggota yang Terhormat, menganggap trias politica sudah kolot dan tidak dipraktekkan lagi di negara Eropah Barat. Pada rapat Panitia Hukum Dasar, bentukan BPUPKI, tanggal 11 Juli 1945 dicapai kesepakatan bahwa Republik Indonesia tidak akan menggunakan sistem parlementer seperti di Inggris karena merupakan penerapan dari pandangan individualisme. Sistem tersebut dipandang tidak mengenal pemisahan kekuasaan secara tegas. Antara cabang legisltatif dan eksekutif terdapat fusion of power karena kekuasaan eksekutif sebenarnya adalah bagian dari kekuasaan legislatif. Perdana Menteri dan para menteri sebagai kabinet yang kolektif adalah anggota parlemen. Sebaliknya, sistem Presidensial dipandang tidak cocok untuk Indonesia yang baru merdeka karena sistem tersebut mempunyai tiga kelemahan. Pertama, sistem presidensial mengandung resiko konflik berkepanjangan antara legislatif eksekutif. Kedua, sangat kaku karena presiden tidak dapat diturunkan sebelum masa jabatannya berahir. Ketiga, cara pemilihan winner takes all seperti dipraktekkan di Amerika Serikat bertentangan dengan semangat dbemokrasi. Indonesia yang baru merdeka akan menggunakan Sistem Sendiri sesuai usulan Dr. Soekiman, anggota BPUPK dari Yogyakarta, dan Prof. Soepomo, Ketua Panitia Kecil BPUPK. Para ahli Indonesia menggunakan terminologi yang berbeda untuk menamakan sistem khas Indonesia tersebut. Ismail Suny menyebutnya Sistem Quasi-presidensial, Padmo Wahono menamakannya Sistem Mandataris, dan Azhary menamakannya Sistem MPR. Dalam klasifikasi Verney, sistem yang mengandung karakteristik sistem presidensial dan parlementer disebut sistem semi-presidensial. Sistim pemerintahan demokratis yang dirumuskan oleh para perancang UUD 1945 mengandung beberapa ciri sistem presidensial dan sistem parlementer. Sistem sendiri tersebut mengenal pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang legislatif dan eksekutif, yang masing-masing tidak boleh saling menjatuhkan, Presiden adalah eksekutif tunggal yang memegang jabatan selama lima tahun dan dapat diperpanjang kembali, serta para menteri adalah pembantu yang diangkat dan bertanggungjawab kepada Presiden, adalah ciri dari sistem presidensial. Sistem pemerintahan khas Indonesia juga mengandung karakteristik sistem parlementer, diantaranya MPR ditetapkan sebagai locus 2

of power yang memegang supremasi kedaulatan negara tertinggi, seperti halnya Parlemen dalam sistem parlementer. Kedaulatan negara ada pada rakyat dan dipegang oleh MPR sebagai perwujudan seluruh rakyat. Pada masa-masa awal negara Indonesia, para perancang memandang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung masih belum dapat dilakukan mengingat tingkat pendidikan masih rendah serta infrastruktur pemerintahan belum tersedia. Karena itu ditetapkan Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara tidak langsung oleh lembaga perwujudan seluruh rakyat yaitu MPR Presiden yang menjalankan kekuasaan eksekutif adalah mandataris MPR, sedangkan DPR adalah unsur dari MPR yang menjalankan kekuasaan legislatif (legislative councils). Presiden tidak dapat menjatuhkan DPR, sebaliknya DPR tidak dapat menjatuhkan Presiden. Bersama-sama Presiden dan DPR menyusun undangundang.. Pada notulen rapat tanggal 11-15 Juli BPUPKI dan rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dapat kita ikuti perkembangan pemikiran tentang kedaulatan rakyat yang dilaksanakan oleh Majelis Permusyawartan Rakyat sebagai penjelmaaan dari seluruh rakyat Indonesia yang memiliki konfigurasi social, ekonomi dan geografis yang amat kompleks. Karena itu MPR harus mencakup wakil-wakil rakyat yang dipilih, DPR, wakil-wakil daerah, serta utusan-utusan golongan dalam masyarakat. Dengan kata lain, MPR harus merupakan wadah multi-unsur, bukan lembga bi-kameral. Bentuk MPR sebagai majelis permusyawaratan-perwakilan dipandang lebih sesuai dengan corak hidup kekeluargaan bangsa Indonesia dan lebih menjamin pelaksanaan demokrasi politik dan ekonomi untuk terciptanya keadilan sosial, Bung Hatta menyebutnya sebagai ciri demokrasi Indonesia. Dalam struktur pemerintahan negara, MPR berkedudukan sebagai supreme power dan penyelenggara negara yang tertinggi. DPR adalah bagian dari MPR yang berfungsi sebagai legislative councils atau assembly. Presiden adalah yang menjalankan tugas MPR sebagai kekuasaan eksekutif tertinggi, sebagai mandataris MPR. Konfigurasi MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi tersebut dipandang para Bapak Bangsa sebagai ciri khas Indonesia dan dirumuskan setelah mempelajari keunggulan dan kelemahan dari sistem-sistem yang ada. Sistem majelis yang tidak bikameral dipilih karena dipandang lebih sesuai dengan budaya bangsa dan lebih mewadahi fungsinya sebaga lwmbaga permusyawaratan perwakilan. Karena Arsip AG-AK-P yang merupakan sumber otentik tentang sistem pemerintahan negara baru saja terungkap, mungkin saja Panja MPR, ketika mengadakan amandemen UUD 1945, tidak memiliki referensi yang jelas tentang sistem pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945. Kalau pemikiran para perancang konstitusi tentang kaidah dasar dan sistem pemerintahan negara sebagaimana tercatat pada notulen otentik tersebut dijadikan referensi, saya yakin bangsa Indonesia tidak akan melakukan penyimpangan konstitusional untuk ketiga kalinya. Susunan pemerintahan negara yang mewujudkan kedaulatan rakyat pada suatu Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam pandangan Bung Karno adalah satu-satunya sistem yang dapat menjamin terlaksananya politiek economische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial. Sebagai penjelmaan rakyat dan merupakan pemegaang supremasi kedaulatan, MPR adalah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi, pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif. DPR adalah bagian dari MPR yang menjalankan kekuasaan legislatif sedangkan Presiden adalah mandataris yang bertugas menjalankan kekuasaan 3

4 eksekutif. Bersama-sama, DPR dan Presiden menyusun undang-undang. DPR dan Presiden tidak dapat saling menjatuhkan seperti pada sistem parlementer maupun presidensial. Sistem semi-presidensial tersebut yang mengandung keunggulan sistem parlementer dan sistem presidensial dipandang mampu menciptakan pemerintahan negara berasaskan kekeluargaan dengan stabilitas dan efektifitas yang tinggi. Berbeda dengan pemikiran BPUPK dan PPKI sebagai perancang konstitusi, para perumus amandemen UUD 1945, karena tidak menggunakan sumber-sumber otentik, serta merta menetapkan pemerintahan negara Indonesia sebagai sistem presidensial. Padahal pilihan para founding fathers tidak dilakukan secara gegabah, tetapi didukung secara empiris oleh penelitian Riggs di 76 negara Dunia Ketiga, yang menyimpulkan bahwa pelaksanaan sistem presidensial sering gagal karena konflik eksekutif legislatif kemudian berkembang menjadi constitutional deadlock. Karenanya sistem presidensial kurang dianjurkan untuk negara baru. Notulen otentik rapat BPUPK dan PPKI menunjukkan betapa teliti pertimbangan para Pendiri Negara dalam menetapkan sistem pemerintahan negara. Pemahaman mereka terhadap berbagai sistem pemerintahan ternyata sangat mendalam dan didukung oleh referensi yang luas, mencakup sebagian besar negara-negara di dunia. Para perancang konstitusi seperti Prof. Soepomo sudah mengingatkan kita semua, untuk memahami konsitusi tidak cukup hanya dibaca dari yang tertulis pada pasalpasalnya, tapi harus diselami dan difahami jalan fikiran para perancangnya serta konteks sejarah yang melingkunginya. Sejalan dengan itu Edwin Meese III mengingatkan, satusatunya cara yang legitimate untuk menafsirkan konstitusi adalah dengan memahami keinginan yang sesungguhnya dari mereka yang merancang dan mengesahkan hukum dasar tersebut. Nampaknya peringatan-peringatan tersebut diabaikan ketika amandemen UUD 1945 dilakukan. Mencari Sistem Pemerintahan Negara Sekarang semakin jelas prediksi para Pendiri Negara bahwa sistem presidensial yang diterapkan pada lingkungan politik multipartai akan menimbulkan ketegangan hubungan antara legislatif dan eksekutif dan menyebabkan macetnya penyelenggaraan pemerintahan negara. Karena itu bagi bangsa Indonesia proses pencarian sistem pemerintahan negara yang paling sesuai dengan corak politik bangsa dan yang paling mampu menciptakan stabilitas politik nampaknya belum berakhir. Proses pencarian semavam itu pernah dialami oleh bangsa lain. Amerika Serikat, yang dikenal sebagai contoh negara yang memiliki sistem presidensial yang paling mantap, telah mengalami dan menjalani proses pencarian tersebut sekitar 100 tahun setelah sistem presidensial diterapkan di Amerika Serikat yang ketika itu memiliki 7 partai. Dari tulisan-tulisan Woodrow Wilson (1879 dan 1884), Alexander Hamilton (1787) dan James Madison (1787) yang dikenal dengan The Federalist Papers dapat diikuti diskursus nasional tentang sistem pemerintahan negara. Wilson dalam beberapa tulisannya bahkan berusaha menyakinkan bangsanya untuk menerapkan Sistem Pemerntahan Kabinet atau Sistem Parlementer. Usulan Wilson tersebut ternyata kurang mendapat respons positif dari para politisi Amerika Serikat ketika itu. Sebagai bangsa besar yang amat menghargai jasa dan pemikiran founding fathers, rakyat Amerika memilih untuk tetap mempertahankan The Constitution of 1787 dan menyesuaikan dengan perkembangan bangsa dan negara secara bertahap melalui amandemen yang prosesnya tidak mudah. Selama 230 tahun Amerika Serikat telah mengadakan 27 kali

5 amandemen, atau rata-rata 9 tahun setiap amandemen, sebagai tambahan atas Konstitusi yang asli. Bagaimana Indonesia dapat keluar dari political gridlock yang terjadi karena Eksekutif hanya didukung oleh koalisi partai yang rapuh, sementara Legislatif dikuasai oleh 7 partai politik yang memiliki agenda poltik sendiri? Nampaknya ada dua strategi besar yang perlu ditempuh oleh bangsa ini. Yang pertama, menciptakan lingkungan yang lebih dapat menjamin sistem presidensial dapat berfungsi dengan efektif melalui penataan partai-partai politik agar tercipta mayority rule. Seperti dibuktikan oleh penelitian Mainwaring, sistem presidensial yang efektif bila partai pemenang mempunyai posisi yang cukup dominan di Legislatif. Strategi kedua adalah menyesuaikan sistem pemerintahan negara dengan lingkungan politik. Untuk mengelola lingkungan politik terfragmentasi dapat dipilih salah satu dari bentuk sistem pemerintahan kolektif, diantaranya Sistem Parlementer seperti yang diuraikan oleh Wilson dalam tulisannya Cabinet Government in the United States (1979) atau Sistem Cohabitation a la Prancis. Dalam lingkungan politik Indonesia yang amat terfragmentasi, Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang didukung oleh partai minoritas, walaupun mendapat dukungan dari 62 persen pemilih pada Pemilu 1999, menyiasati sikap kurang bersahabat dari DPR yang memiliki kekuasaan politik yang besar dengan memberikan konsesi politik dengan partai-partai mayoritas di DPR untuk menjaga agar agenda Kabinet Indonesia Bersatu dapat berjalan. Kedekatan hubungan ideologis antara para menteri yang menduduki posisi strategis dalam KIB dengan partai induknya di DPR diharapkan akan mampu memperlancar pelaksanaan berbagai agenda kerja Pemerintah. Sistem pemerintahan seperti tersebut dinamakan Sistem Kabinet oleh Woodrow Wilson, satusatunya profesor ilmu politik yang pernah menduduki jabatan politik tertinggi di negarinya, Presiden Amerika Serikat ke 28 Amerika Serikat selama 2 periode berturutturut (1913 1917 dan 1917 1921). Pilihan kedua, yang dapat ditempuh kalau seluruh bangsa sudah yakin betul bahwa Sistem Presidential adalah yang terbaik bagi bangsa ini adalah menerapakan Sistem Pemerintahan Cohabitation atau Sistem Pemerintahan Koalisi seperti diterapkan di Prancis, dan pada abad 21 ini oleh beberapa negara Eropa Timur seperti Lithuania dan Azerbaijan. Dalam Sistem Cohabitation ini Presiden sebagai Kepala Negara dipilih langsung oleh rakyat dan Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan dipilih oleh Parlemen. Sistem ini diterapkan di Prancis oleh Presiden De Gaulle dan Mitterand yang tidak mempunyai cukup dukungan di Parlemen. Pada Pemerintahan Presiden Chirac sistem tersebut ditinggalkan dan diganti dengan sistem semi-presidensial karena Presiden dan Perdana Menteri yang ditunjuk oleh Parlemen berasal dari partai yang sama. Forum Rektor Indonesia yang merupakan organisasi 2680 PT di seluruh Indonesia pada Konvensi Kampus ke III di Yogyakarta pada 11-12 Juni 2006 mengusulkan agar dilakukan kaji ulang terhadap UUD hasil amandemen setelah mengindentifkasi berbagai krisis sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi oleh bangsa ternyata terkait dengan pelaksanaan UUD tersebut. Usul ini nampaknya nmendapat sambutan yang cukup luas baik dari Pemerintah, DPD, MPR serta dari berbagai kelompok masyarakat. Melihat realitas tersebut, nampaknya bangsa ini harus bekerja keras menemukan sistem pemerintahan negara yang lebih mampu merealisasikan cita-cita para pendiri bangsa

6 yaitu suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Yogyakarta, 23 November 2006