PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. 08/Per/M.KOMINF/02/2006 TENTANG INTERKONEKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. 08/Per/M.KOMINF/02/2006 TENTANG INTERKONEKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : PM. TAHUN 2005 TENTANG INTERKONEKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : /PER/M.KOMINFO/ /2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : /PER/M.KOMINFO/ /2007 TENTANG

8. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8/P./M.Kominfo/2/2006 tentang Interkoneksi;

7. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 01/PER/M.KOMINFO/04/05 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika;

Penyelenggara Jaringan Tetap (Fixed) Penyelenggara Jaringan Bergerak Selular (Mobile) Penyelenggara Jaringan Bergerak Satelit

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 73/ DIRJEN/ 2006 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 279/DIRJEN/ 2006 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: /PER/M.KOMINFO/ / TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

DAFTAR JENIS LAYANAN INTERKONEKSI DAN KETERSAMBUNGAN

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : /PER/M.KOMINFO/ /2008 TENTANG

Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel) EXECUTIVE SUMMARY

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : /DIRJEN/ 2007 TENTANG

DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI PT. HUTCHISON 3 INDONESIA EXECUTIVE SUMMARY

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 116/DIRJEN/2007 TENTANG

Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) PT. Telekomunikasi Selular EXECUTIVE SUMMARY

RANCANGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : TAHUN 2002 T E N T A N G BIAYA INTERKONEKSI ANTAR PENYELENGGARA JARINGAN TELEKOMUNIKASI

Tanggapan BRTI terhadap masukan dan saran terhadap RPM Interkoneksi

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR... TAHUN... TENTANG

TENTANG TATACARA PENETAPAN TARIF JASA TELEPONI DASAR YANG DISALURKAN MELALUI JARINGAN TETAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 06 / P/ M. Kominfo / 5 / 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 40 /P/M.KOMINFO/12/ 2006

TATA CARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN INTERKONEKSI

DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI DAFTAR LAYANAN INTERKONEKSI YANG DITAWARKAN

DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI (DPI) MILIK PT. INDOSAT

PT. TELEKOMUNIKASI SELULAR DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI DOKUMEN PENDUKUNG C: DAFTAR LAYANAN INTERKONEKSI

DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI DOKUMEN PENDUKUNG C: DAFTAR LAYANAN INTERKONEKSI DAN HARGA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA INTERNET TELEPONI UNTUK KEPERLUAN PUBLIK

2017, No b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika te

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 33 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 43/P/M.KOMINFO/12/ 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 05 /PER/M.KOMINFO/I/2006 TENTANG PENYELENGGARAAN WARUNG TELEKOMUNIKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang bisnis, baik jasa maupun

METODE PERHITUNGAN BIAYA INTERKONEKSI DAFTAR ISI

PT. TELEKOMUNIKASI SELULAR DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI DOKUMEN PENDUKUNG C: DAFTAR LAYANAN INTERKONEKSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : /PER/M.KOMINFO/ /2009 TENTANG

Source situs kominfo/dowdloaded by mandor/170707/distributed to all daerahs & ham concern by 1

DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI

3. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor: 107,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 07/PER/M.KOMINFO/2/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

Interkoneksi Dan Dampaknya Terhadap Bisnis Telekomunikasi

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR.. TAHUN 2005 TENTANG REGISTRASI TERHADAP PENGGUNA JASA TELEKOMUNIKASI

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN TETAP LOKAL TANPA KABEL DENGAN MOBILITAS TERBATAS

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 22/PER/M.KOMINFO/10/2005 TENTANG

DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI (DPI) REFERENCE INTERCONNECT OFFER (RIO) TELKOMSEL

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 05 /PER/M.KOMINFO/2/2007

PEMBANGUNAN FASTEL USO WHITE PAPER PELUANG USAHA DI BIDANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 29 /KEP/M.KOMINFO/03/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 05 /PER/M.KOMINFO/2/2007

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 37/P/M.KOMINFO/12/2006

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 10/PER/M.KOMINFO/04/2008 TENTANG

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 14/PER/M.KOMINFO/04/2008 TENTANG

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 12/PER/M.KOMINFO/04/ 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS UNTUK KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH DAN BADAN HUKUM

REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 11 / PER / M.KOMINFO / 04 / 2007 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kebijakan Tarif Telekomunikasi

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 15 /PER/M.KOMINFO/9/2005 TENTANG

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

BAB 2 INTERKONEKSI ANTAR PENYELENGGARA JARINGAN

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 01/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 84 TAHUN 2002 TENTANG KLIRING TRAFIK TELEKOMUNIKASI MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang

BERITA NEGARA. No.1388, 2013 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Layanan Jelajah. Roaming. Internasional. Jaringan Bergerak Seluler.

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 13/PER/M.KOMINFO/04/ 2008 TENTANG

BERITA NEGARA. No.703, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Tarif Sewa. Multipleksing. Tata Cara.

ATURAN POKOK AKSES KE FASILITAS PENTING INTERKONEKSI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.255, 2011 KEMENTERIAN KOMUNIKASI dan INFORMATIKA. Pelayanan Internet Teleponi. Standar Kualitas.

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 11/PER/M.KOMINFO/04/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 16 /PER/M.KOMINFO/9/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 20 TAHUN 2001 T E N T A N G PENYELENGGARAAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 13/P/M.KOMINFO/8/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI YANG MENGGUNAKAN SATELIT

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

PT. TELEKOMUNIKASI SELULAR DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI PERJANJIAN POKOK INTERKONEKSI

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA TELEKOMUNIKASI

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA T E N T A N G PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS UNTUK KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH DAN BADAN HUKUM

DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI (DPI) MILIK PT. TELKOMSEL

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 181/KEP/M.KOMINFO/12/ 2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 04 /PER/M.KOMINFO/01/2006 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/9/2005 TENTANG

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 23/M.KOMINFO/10/2005 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 08/Per/M.KOMINF/02/2006 TENTANG INTERKONEKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi telah diatur ketentuan tentang interkoneksi penyelenggaraan telekomunikasi; b. bahwa untuk menjamin kepastian dan transparansi penyediaan dan pelayanan interkoneksi antar penyelenggara telekomunikasi, perlu ditetapkan ketentuan tentang interkoneksi antar penyelenggara telekomunikasi dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor : 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor: 3881); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor : 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor : 3980); 3. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.4 Tahun 2001 tentang Penetapan Fundamental Technical Plan Nasional 2000 sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 28 Tahun 2004 dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2005; 4. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.20 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.29 Tahun 2004; 5. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.30 Tahun 2004; 1

6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.23 Tahun 2002 tentang Internet Teleponi untuk Keperluan Publik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 32 Tahun 2004 dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2005; 7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.31 Tahun 2003 tentang Penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia; 8. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/P./M./KOMINFO/04/05 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika; 9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 33 Tahun 2004 tentang Pengawasan Kompetisi yang Sehat dalam Penyelenggaraan Jaringan Tetap dan Jasa Teleponi Dasar; 10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3/P./M. Kominfo/5/2005 tentang Penyesuaian Kata Sebutan pada Beberapa Keputusan/Peraturan Menteri Perhubungan yang Mengatur Materi Muatan Khusus di Bidang Pos dan Telekomunikasi; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG INTERKONEKSI BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda; 2. Biaya interkoneksi adalah biaya yang dibebankan sebagai akibat adanya saling keterhubungan antar jaringan telekomunikasi yang berbeda, dan atau ketersambungan jaringan telekomunikasi dengan perangkat milik penyelenggara jasa telekomunikasi; 3. Dokumen Penawaran Interkoneksi yang selanjutnya disebut DPI adalah dokumen yang memuat aspek teknis, aspek operasional dan aspek ekonomis dari penyediaan layanan interkoneksi yang ditawarkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi kepada penyelenggara jaringan dan atau penyelenggara jasa lainnya; 2

4. Pencari akses adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang mengajukan permohonan layanan interkoneksi dan akses terhadap fasilitas penting untuk interkoneksi kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya; 5. Penyedia akses adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi yang menyediakan layanan interkoneksi dan akses terhadap fasilitas penting untuk interkoneksi bagi penyelenggara jaringan atau penyelenggara jasa telekomunikasi lainnya; 6. Penyelenggara asal adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi dari mana trafik berasal atau yang membangkitkan trafik interkoneksi kepada penyelenggara telekomunikasi berikutnya dalam suatu panggilan interkoneksi; 7. Penyelenggara tujuan adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi yang mengakhiri suatu panggilan interkoneksi; 8. Titik interkoneksi (Point of Interconnection) adalah titik atau lokasi dimana terjadi interkoneksi secara fisik, dan merupakan batas bagian yang menjadi milik penyelenggara jaringan yang satu dari bagian yang menjadi milik penyelenggara jaringan dan atau penyelenggara jasa yang lain, yang merupakan titik batas wewenang dan tanggung jawab mengenai penyediaan, pengelolaan dan pemeliharaan jaringan; 9. Titik pembebanan (Point of Charge) adalah titik referensi yang merupakan lokasi geografis untuk menetapkan besaran biaya interkoneksi dan tanggung jawab terhadap panggilan interkoneksi; 10. Originasi adalah pembangkitan panggilan interkoneksi dari jaringan penyelenggara asal; 11. Transit adalah penyaluran panggilan interkoneksi dari penyelenggara asal kepada penyelenggara tujuan melalui penyelenggara jaringan lainnya; 12. Terminasi adalah pengakhiran panggilan interkoneksi di jaringan penyelenggara tujuan; 13. Formula perhitungan adalah formula yang ditetapkan dan digunakan dalam menghitung besaran biaya interkoneksi; 14. Metode alokasi biaya dan laporan finansial kepada regulator untuk keperluan interkoneksi adalah tata cara dalam pencatatan segala aktivitas akuntansi dari suatu penyediaan layanan telekomunikasi; 15. Laporan finansial kepada regulator (Regulatory Financial Report) adalah bentuk pelaporan keuangan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dalam rangka menghitung besaran biaya interkoneksi dari layanan interkoneksi yang disediakan oleh penyelenggara tersebut; 16. Mediasi adalah penyelesaian perselisihan interkoneksi oleh BRTI yang bertindak sebagai mediator atau penengah; 17. Arbitrase perselisihan interkoneksi adalah penyelesaian perselisihan interkoneksi yang dilaksanakan oleh BRTI; 3

18. Hari kerja adalah hari Senin sampai dengan Jumat, kecuali hari hari libur nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah; 19. Jam kerja adalah pukul 07.30 WIB sampai dengan 16.30 WIB; 20. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi; 21. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi; 22. BRTI adalah Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia. BAB II INTERKONEKSI ANTAR PENYELENGGARA JARINGAN TELEKOMUNIKASI Bagian Pertama Penyelenggaraan Interkoneksi Pasal 2 (1) Interkoneksi wajib dilaksanakan untuk memberikan jaminan kepada pengguna agar dapat mengakses jasa telekomunikasi; (2) Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disediakan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi berdasarkan permintaan. Pasal 3 (1) Dalam memberikan jaminan kepada pengguna agar dapat mengakses jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), penyelenggara jaringan telekomunikasi menyediakan ketersambungan dengan perangkat milik penyelenggara jasa telekomunikasi. (2) Ketersambungan perangkat milik penyelenggara jasa telekomunikasi dengan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara transparan dan tidak diskriminatif. Bagian kedua Jenis Layanan Interkoneksi Pasal 4 Layanan dari interkoneksi dan ketersambungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dapat terdiri dari: a. Layanan originasi; b. Layanan transit; c. Layanan terminasi. 4

Pasal 5 (1) Layanan originasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 huruf a. merupakan pembangkitan panggilan yang berasal dari satu penyelenggara kepada penyelenggara lain; (2) Pembangkitan panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari: a. Penyelenggara jaringan tetap lokal; b. Penyelenggara jaringan bergerak selular; atau c. Penyelenggara jaringan bergerak satelit. (3) Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memberikan layanan originasi : a. lokal; b. jarak jauh; c. internasional; d. bergerak selular; atau e. bergerak satelit. (4) Layanan originasi lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a. merupakan pembangkitan panggilan oleh penyelenggara jaringan asal dimana titik interkoneksi berada pada area pembebanan yang sama dengan area pembebanan penyelenggara tujuan; (5) Layanan originasi jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b. merupakan pembangkitan panggilan oleh penyelenggara jaringan asal dimana titik interkoneksi berada pada area pembebanan yang berbeda dengan area pembebanan penyelenggara tujuan; (6) Layanan originasi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c. merupakan pembangkitan panggilan oleh penyelenggara jaringan asal dengan menggunakan kode akses milik penyelenggara jasa teleponi dasar sambungan internasional; (7) Layanan originasi bergerak selular sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d. merupakan pembangkitan panggilan yang berasal dari penyelenggara jaringan bergerak selular kepada penyelenggara tujuan; (8) Layanan originasi bergerak satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e. merupakan pembangkitan panggilan yang berasal dari penyelenggara jaringan bergerak satelit kepada penyelenggara tujuan. Pasal 6 (1) Layanan transit sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 huruf b. merupakan penyediaan jaringan atau elemen jaringan untuk keperluan penyaluran panggilan interkoneksi dari penyelenggara asal kepada penyelenggara tujuan panggilan interkoneksi; (2) Layanan transit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri dari: a. lokal; atau b. jarak jauh. 5

(3) Layanan transit lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a. merupakan layanan transit dengan menggunakan 1 (satu) sentral atau trunk; (4) Layanan transit jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b. merupakan layanan transit dengan menggunakan 1 (satu) atau lebih sentral atau trunk dengan jaringan transmisi milik penyelenggara jaringan tetap jarak jauh. Pasal 7 (1) Layanan terminasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 huruf c. merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi dari penyelenggara asal kepada penyelenggara tujuan. (2) Pengakhiran panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh penyelenggara jaringan: a. tetap lokal; b. bergerak selular; atau c. bergerak satelit. (3) Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memberikan layanan terminasi: a. lokal; b. jarak jauh; c. internasional; d. bergerak selular; atau e. bergerak satelit. (4) Layanan terminasi lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a. merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi oleh penyelenggara tujuan dimana titik interkoneksi berada dalam area pembebanan yang sama dengan area pembebanan penyelenggara asal; (5) Layanan terminasi jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b. merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi dimana titik interkoneksi berada pada area pembebanan yang berbeda dengan area pembebanan penyelenggara tujuan; (6) Layanan terminasi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c. merupakan pengakhiran panggilan jasa teleponi dasar sambungan internasional; (7) Layanan terminasi bergerak selular sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d. merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi oleh penyelenggara jaringan bergerak selular; (8) Layanan terminasi bergerak satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e. merupakan pengakhiran panggilan interkoneksi oleh penyelenggara jaringan satelit. 6

Pasal 8 (1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib mencantumkan setiap jenis layanan interkoneksi yang disediakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dalam Dokumen Penawaran Interkoneksi; (2) Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi menyediakan layanan interkoneksi yang tidak termasuk dalam interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka interkoneksi beserta layanannya harus dicantumkan dalam Dokumen Penawaran Interkoneksi; (3) Pencantuman jenis layanan interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus menyertakan skenario panggilan dan letak titik interkoneksi; (4) Tata cara perumusan Dokumen Penawaran Interkoneksi dilakukan berdasarkan Petunjuk Penyusunan Dokumen Penawaran Interkoneksi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 Peraturan Menteri ini. Bagian Ketiga Jenis Biaya Interkoneksi dan Perhitungannya Pasal 9 (1) Biaya Interkoneksi merupakan biaya yang timbul akibat penyediaan layanan interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; (2) Jenis biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri dari: a. Biaya originasi; b. Biaya transit; atau c. Biaya terminasi. Pasal 10 Biaya originasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2) huruf a. terdiri dari: a. lokal; b. jarak jauh; c. internasional; d. bergerak selular; atau e. bergerak satelit. Pasal 11 Biaya transit sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2) huruf b terdiri dari: a. Biaya transit lokal; atau b. Biaya transit jarak jauh. 7

Pasal 12 Biaya terminasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2) huruf c terdiri dari: a. lokal; b. jarak jauh; c. Internasional; d. bergerak selular; atau e. bergerak satelit. Pasal 13 (1) Perhitungan biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilakukan secara transparan dan berdasarkan formula perhitungan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 1 Peraturan Menteri ini; (2) Perhitungan biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengacu pada: a. ketentuan metode pengalokasian biaya dan laporan finansial kepada regulator sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 Peraturan Menteri ini; b. buku panduan dan perangkat lunak formula perhitungan biaya interkoneksi yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal. Pasal 14 (1) Besaran biaya interkoneksi hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 merupakan biaya interkoneksi yang harus dicantumkan dalam DPI penyelenggara telekomunikasi; (2) Besaran biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan nilai ekonomis; (3) Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disesuaikan dengan kapasitas permintaan dan jumlah trafik yang dikomitmenkan oleh penyelenggara telekomunikasi yang meminta layanan interkoneksi; (4) Tata cara penetapan nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dicantumkan dalam DPI. Bagian Keempat Pembebanan dan Penagihan Biaya Interkoneksi Pasal 15 (1) Biaya interkoneksi dibebankan oleh penyelenggara tujuan panggilan kepada penyelenggara asal panggilan yang mempunyai tanggung jawab atas panggilan interkoneksi. (2) Dalam hal tanggung jawab panggilan interkoneksi dimiliki oleh penyelenggara tujuan atau penyelenggara jasa telekomunikasi, biaya interkoneksi dibebankan oleh penyelenggara asal kepada penyelenggara tujuan; 8

(3) Tanggung jawab atas panggilan interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi tanggung jawab atas kualitas layanan, proses billing tarif pungut, penagihan kepada pengguna, dan piutang tak tertagih; (4) Tanggung jawab selain kualitas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh penyelenggara yang menyalurkan trafik interkoneksi; (5) Dalam hal tanggung jawab dilaksanakan oleh penyelenggara jaringan yang menyalurkan trafik interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara yang menyalurkan trafik interkoneksi dapat mengenakan biaya atas pelaksanaan tanggung jawab tersebut yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama; (6) Besaran biaya pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan secara transparan dan tidak diskriminatif. Pasal 16 Penagihan biaya interkoneksi dilakukan berdasarkan kesepakatan antar penyelenggara. Pasal 17 Pembebanan dan penagihan biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 harus dicantumkan dalam DPI. Bagian Kelima Pelaporan Perhitungan Biaya Interkoneksi Pasal 18 (1) Setiap penyelenggara telekomunikasi wajib menyampaikan laporan perhitungan besaran biaya interkoneksinya kepada BRTI; (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. Laporan finansial kepada regulator sebagaimana dimaksudpada Pasal 13 ayat (2); b. Dokumentasi perhitungan dan perangkat lunak perhitungan berupa spreadsheet; atau c. Alokasi biaya sebagaimana diatur dalam Metode Pengalokasian Biaya dan Pelaporan Finansial kepada Regulator sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (2). (3) Laporan perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada BRTI dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sebelum diimplementasikan. 9

BAB III DOKUMEN PENAWARAN INTERKONEKSI Pasal 19 (1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan dan mempublikasikan DPI selambat-lambatnya 60 hari kerja sejak tanggal ditetapkan Peraturan Menteri ini sesuai pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3 Peraturan Menteri ini; (2) DPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dievaluasi oleh BRTI setiap tahun. Pasal 20 (1) DPI milik penyelenggara jaringan telekomunikasi dengan pendapatan usaha (operating revenue) 25% atau lebih dari total pendapatan usaha seluruh penyelenggara telekomunikasi dalam segmentasi layanannya, wajib mendapatkan persetujuan BRTI; (2) BRTI harus melakukan evaluasi dan menetapkan penyelenggara jaringan telekomunikasi dengan pendapatan usaha (operating revenue) 25% atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap tahun; (3) BRTI melakukan evaluasi terhadap DPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 21 Evaluasi DPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dilakukan sebelum dipublikasikan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Usulan DPI diserahkan kepada BRTI selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak tanggal ditetapkan Peraturan Menteri ini; b. Persetujuan atau penolakan BRTI diberikan selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya usulan DPI; c. BRTI dalam menyetujui atau menolak sebagaimana dimaksud dalam butir b. wajib memperhatikan masukan dari publik; d. Publikasi usulan DPI penyelenggara dilakukan selambat-lambatnya 5 hari kerja sejak tanggal diterimanya usulan DPI penyelenggara dalam situs internet milik BRTI dan Direktorat Jenderal; e. Masukan sebagaimana dimaksud dalam butir c. harus diterima BRTI selambat-lambatnya 5 hari kerja terhitung sejak tanggal dipublikasikannya usulan DPI penyelenggara; f. Dalam hal masukan sebagaimana dimaksud dalam butir c. ditolak, BRTI harus menyampaikan alasan penolakannya selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya masukan dari publik; 10

g. Dalam hal persetujuan atau penolakan tidak diberikan oleh BRTI dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir b. usulan DPI dianggap disetujui dan dapat dipublikasikan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi; h. Dalam hal usulan DPI ditolak oleh BRTI, usulan DPI wajib diperbaiki dan diserahkan kembali kepada BRTI selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya penolakan dari BRTI; i. Persetujuan atau penolakan oleh BRTI terhadap perbaikan usulan DPI diberikan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya usulan DPI hasil perbaikan; j. Dalam hal persetujuan atau penolakan tidak diberikan oleh BRTI dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir h. usulan DPI dianggap disetujui dan dapat dipublikasikan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi; k. Dalam hal perbaikan sebagaimana dimaksud dalam butir h. ditolak oleh BRTI, maka BRTI menetapkan DPI dimaksud selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya usulan DPI hasil perbaikan. Pasal 22 (1) Setiap perubahan DPI sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 harus mendapat persetujuan BRTI; (2) Persetujuan atau penolakan oleh BRTI terhadap usulan perubahan DPI diberikan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya usulan perubahan DPI; (3) Dalam hal persetujuan atau penolakan tidak diberikan oleh BRTI dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPI dianggap disetujui dan penyelenggara dapat mempublikasikan perubahan DPI; (4) Dalam hal perubahan DPI ditolak oleh BRTI, penyelenggara wajib memperbaiki DPI dimaksud dan menyerahkan kembali kepada BRTI selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya penolakan dari BRTI; (5) Persetujuan atau penolakan oleh BRTI terhadap DPI hasil perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya DPI; (6) Dalam hal perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditolak oleh BRTI, maka BRTI menetapkan perubahan DPI penyelenggara dimaksud selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya DPI hasil perbaikan; (7) Dalam hal persetujuan atau penolakan tidak diberikan oleh BRTI dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), DPI dianggap disetujui dan penyelenggara dapat mempublikasikan DPI; (8) Publikasi perubahan DPI dilakukan melalui situs internet milik penyelenggara, BRTI dan Direktorat Jenderal. 11

Pasal 23 (1) Publik dapat mengusulkan perubahan atas DPI penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 yang telah disahkan dan dipublikasikan oleh BRTI, beserta alasannya, khususnya yang menyangkut kepentingan masyarakat pengguna layanan telekomunikasi; (2) Usulan atas perubahan DPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis; (3) Dalam hal usulan perubahan atas DPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima, BRTI akan mempertimbangkan masukan tersebut pada evaluasi DPI sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2); (4) Dalam hal usulan perubahan atas DPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, BRTI menyampaikan alasan penolakannya dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal usulan diterima. BAB IV PERMINTAAN DAN JAWABAN LAYANAN INTERKONEKSI Bagian Pertama Penyusunan Permintaan Layanan Interkoneksi Pasal 24 Permintaan layanan interkoneksi harus disusun oleh pencari akses dengan mengacu kepada DPI penyedia akses. Pasal 25 (1) Pencari akses dapat meminta informasi tambahan kepada penyedia akses terkait dengan DPI penyedia akses; (2) Penyedia akses harus menyediakan informasi tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan disampaikan oleh pencari akses. Pasal 26 Permintaan layanan interkoneksi oleh pencari akses sekurang-kurangnya harus dilampirkan: a. Nama penyelenggara dan nama pejabat yang berwenang; b. Izin penyelenggaraan telekomunikasi; c. Jenis layanan interkoneksi yang diminta; d. Penjelasan bahwa layanan interkoneksi yang diminta belum disediakan oleh penyedia akses; 12

e. Penjelasan permintaan tambahan jenis dan kapasitas layanan interkoneksi apabila permintaan layanan interkoneksi yang diminta adalah penambahan jenis dan kapasitas layanan interkoneksi; f. Lokasi geografis dan tingkat fungsional dari titik interkoneksi yang dibutuhkan; g. Rencana kerangka waktu yang dibutuhkan dalam memenuhi kondisi dalam jaringan telekomunikasi; h. Proyeksi ke depan (forecast) atas kebutuhan kapasitas interkoneksi. Bagian Kedua Pemrosesan Permintaan Layanan Interkoneksi Pasal 27 (1) Penyedia akses wajib menggunakan sistem antrian dengan mendahulukan pencari akses pertama yang menyampaikan permintaan layanan interkoneksi; (2) Sistem antrian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyertakan permintaan interkoneksi oleh penyelenggara lain yang hak pengelolaannya berada pada pihak yang sama dengan penyedia akses. Pasal 28 (1) Posisi antrian permintaan layanan interkoneksi dari pencari akses wajib disampaikan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan layanan interkoneksi; (2) Posisi antrian permintaan layanan interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan penyedia akses dengan mempertimbangkan kemampuan dari pencari akses dalam memenuhi kondisi dan persyaratan yang ditetapkan; (3) Dalam hal penyedia akses tidak menyampaikan posisi antrian permintaan layanan interkoneksi dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pencari akses dapat meminta mediasi untuk memperoleh status permintaan interkoneksinya; (4) Permintaan mediasi dilakukan dengan mengacu kepada Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Interkoneksi yang ditetapkan dalam Lampiran 5 Peraturan Menteri ini. Bagian Ketiga Penolakan Permintaan Layanan Interkoneksi Pasal 29 (1) Penyedia akses dapat menolak permintaan layanan interkoneksi yang disampaikan oleh pencari akses. (2) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bila: 13

a. Pencari akses tidak menyampaikan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25; b. Jenis dan layanan interkoneksi yang diminta tidak terdapat dalam DPI penyedia akses; c. Melebihi kapasitas interkoneksi yang tersedia. Pasal 30 (1) Penolakan permintaan layanan interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 harus disampaikan: a. kepada pencari akses selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan layanan interkoneksi; b. secara tertulis disertai alasan penolakannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2). (2) Dalam hal pencari akses keberatan, pencari akses dapat meminta penyelesaian sebagaimana ditetapkan dalam lampiran 5 Peraturan Menteri ini. Bagian Keempat Jawaban Permintaan Layanan Interkoneksi Pasal 31 (1) Setiap penerimaan permintaan layanan interkoneksi yang memenuhi syarat wajib dijawab oleh penyedia akses; (2) Jawaban penyedia akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain memuat: a. nama dan jabatan yang berwenang dari pihak penyedia akses; b. kondisi teknis dan operasional meliputi antara lain: 1) jaringan pencari akses harus sesuai dengan persyaratan teknis penyedia akses; 2) berbagai opsi yang berkaitan dengan interkoneksi yang diminta; 3) indikasi tentang jangka waktu yang diperlukan untuk melakukan interkoneksi; 4) daftar layanan interkoneksi dan kewajiban para pihak yang berinterkoneksi untuk melakukan pemesanan suatu kapasitas interkoneksi tertentu; 5) diagram yang merupakan ringkasan prosedur untuk membangun interkoneksi, meliputi waktu dari setiap aktivitas dan acuan kepada tabel yang berisikan daftar setiap aktivitas; 14

6) rincian dari seluruh titik interkoneksi yang tersedia meliputi jumlah, lokasi, dimensi dan spesifikasi lainnya. c. Daftar dan biaya layanan utama interkoneksi dan penjelasan cara memisahkan trafik untuk setiap layanan interkoneksi pada titik interkoneksi; d. Biaya langsung meliputi biaya pengadaan link interkoneksi, perubahan sistem pada penyedia akses, dan penggunaan sarana dan prasarana penunjang; e. Informasi pelaksanaan proses administrasi dalam penyediaan layanan interkoneksi. Pasal 32 Penyedia akses wajib memberikan asistensi kepada pencari akses dalam memahami jawaban permintaan layanan interkoneksi. Pasal 33 (1) Jawaban permintaan layanan interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) harus disampaikan selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permintaan layanan interkoneksi; (2) Dalam hal penyedia akses tidak menjawab permintaan layanan interkoneksi kurun waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pencari akses dapat meminta mediasi dan atau arbitrase dengan mengacu kepada Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Interkoneksi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5 Peraturan Menteri ini. Bagian Kelima Tanggapan atas Jawaban Permintaan Layanan Interkoneksi Pasal 34 (1) Pencari akses wajib memberikan tanggapan atas jawaban permintaan layanan interkoneksi yang disampaikan oleh penyedia akses sebagaimana dimaksud pada Pasal 30 selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya jawaban permintaan layanan interkoneksi; (2) Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi penjelasan posisi pencari akses atas jawaban permintaan layanan interkoneksi yang disampaikan oleh penyedia akses; (3) Dalam hal pencari akses tidak memberikan tanggapan atas jawaban permintaan tidak disampaikan sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permintaan layanan interkoneksi tersebut dianggap gugur. 15

BAB V NEGOSIASI PENYEDIAAN LAYANAN INTERKONEKSI Pasal 35 (1) Berdasarkan jawaban permintaan layanan interkoneksi yang diberikan penyedia akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), pencari akses dapat mengajukan permohonan negosiasi kepada penyedia akses atas permintaan layanan interkoneksi atau akses terhadap fasilitas penting untuk interkoneksi. (2) Negosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diselesaikan selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan negosiasi oleh penyedia akses; Pasal 36 (1) Penyedia akses dan pencari akses yang sepakat untuk berinterkoneksi wajib mengesahkan Perjanjian Kerjasama Interkoneksi antara kedua belah pihak sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Penyedia akses dan pencari akses yang telah mengesahkan Perjanjian Kerjasama Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melakukan negosiasi untuk menyepakati Perjanjian Pokok Akses terhadap Fasilitas Penting untuk Interkoneksi; (3) Negosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan berdasarkan Aturan Pokok Akses Terhadap Fasilitas Penting untuk Interkoneksi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4 Peraturan Menteri ini. Pasal 37 Dalam hal negosiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 tidak dapat diselesaikan selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja akibat adanya ketidaksepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan permintaan mediasi dan atau arbitrase dengan mengacu kepada Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Interkoneksi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 5 Peraturan Menteri ini. BAB VI PENGALIHAN TRAFIK Pasal 38 (1) Setiap penyelenggara yang berinterkoneksi wajib menyediakan layanan akses secara langsung untuk keperluan penyaluran trafik interkoneksi; (2) Dalam hal layanan akses secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memungkinkan, pengalihan trafik dapat dilakukan melalui penyelenggara jaringan lain yang disepakati kedua belah pihak; 16

(3) Setiap penyelenggara telekomunikasi yang berinterkoneksi dilarang melakukan pengalihan trafik dalam rangka memanfaatkan perbedaan biaya interkoneksi. BAB VII PELAPORAN Pasal 39 (1) Pencari akses yang telah menandatangani perjanjian interkoneksi serta perjanjian pokok akses terhadap fasilitas penting dengan penyedia akses wajib menyampaikan laporan kepada BRTI; (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain memuat: a. daftar layanan interkoneksi dan kewajiban para pihak yang berinterkoneksi; b. besaran biaya interkoneksi yang disepakati; c. penetapan nilai ekonomis dari besaran biaya interkoneksi yang disepakati; d. rincian dari seluruh titik interkoneksi yang tersedia meliputi jumlah, lokasi, dimensi dan spesifikasi lainnya; dan e. masa berlaku kesepakatan interkoneksi; (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada BRTI selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditandatanganinya kesepakatan. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 40 (1) Perjanjian teknis interkoneksi antar penyelenggara telekomunikasi yang ada tetap dapat digunakan, sepanjang kedua belah pihak sepakat dan tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini; (2) Dalam hal salah satu pihak menginginkan perubahan dari perjanjian teknis interkoneksi yang ada berdasarkan Peraturan Menteri ini, perubahan tersebut dapat dilakukan setelah diterbitkannya pengesahan DPI oleh BRTI; (3) Pelaporan perhitungan biaya interkoneksi tahun 2007 selambat-lambatnya telah diserahkan akhir September 2006 dengan menggunakan data tahun 2005; (4) Dalam melakukan perhitungan biaya interkoneksi tahun 2007 sebagaimana dimaksud ayat (3), seluruh penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi harus sudah menerapkan prinsip pengalokasian biaya sesuai dengan ketentuan dalam Lampiran 2 Peraturan Menteri ini; 17

(5) Pencatatan pengalokasian biaya dengan menggunakan daftar perkiraan sesuai dengan metode pengalokasian biaya Lampiran 2 Peraturan Menteri ini mulai berlaku efektif terhitung sejak tanggal 1 Januari 2007. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 41 Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini maka : a. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 46/PR.301/MPPT-98 tentang Tarif Interkoneksi Jaringan Telekomunikasi antar Penyelenggara Jasa Telekomunikasi; b. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 37 Tahun 1999 tentang Penyempurnaan Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 46/PR.301/MPPT-98 tentang Tarif Interkoneksi Jaringan Telekomunikasi antar Penyelenggara Jasa Telekomunikasi; c. Surat Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KU.506/I/I/MPPT- 97 tentang Perubahan Bagi Hasil Pendapatan antara PT. Telkom dan PT. Ratelindo; d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 32 Tahun 2004 tentang Biaya Interkoneksi Penyelenggaraan Telekomunikasi. dinyatakan tidak berlaku. Pasal 42 Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak ditetapkan. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 8 Pebruari 2006 MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. SOFYAN A. DJALIL Salinan Peraturan Menteri ini disampaikan kepada: 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; 3. KPPU; 4. YLKI; 5. Sekjen, Irjen, Para Dirjen, Staf Ahli Bidang Hukum dan Para Kepala Badan di lingkungan Departemen Komunikasi dan Informatika; 6. Para Kepala Biro dan Para Kepala Pusat di lingkungan Setjen Departemen Komunikasi dan Informatika. 18

LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN IFORMATIKA NOMOR : /Per/M.KOMINF/02/2006 TANGGAL : Pebruari 2006 METODE PERHITUNGAN BIAYA INTERKONEKSI DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN... 1 2. DAFTAR ISTILAH... 2 3. SUMBER DATA... 4 4. JENIS LAYANAN INTERKONEKSI... 4 4.1. Layanan Interkoneksi Penyelenggara Jaringan Tetap... 5 4.1.1. Layanan Originasi... 5 4.1.2. Layanan Transit... 7 4.1.3. Layanan Interkoneksi Terminasi... 11 4.1. Layanan Interkoneksi Penyelenggara Jaringan Bergerak... 16 4.2.1 Layanan Originasi... 16 4.2.2 Layanan Terminasi... 18 4.2. Layanan Interkoneksi Penyelenggara Jaringan Bergerak Satelit... 24 Halaman i dari iii

4.3.1. Layanan Originasi... 24 4.3.2. Layanan Terminasi... 26 5. PROSES PERHITUNGAN BIAYA INTERKONEKSI... 28 5.1. Membangun Model Konfigurasi Jaringan yang digunakan dalam perhitungan.... 28 5.2. Menghitung Weighted Average Cost of Capital (WACC).... 29 5.3. Melakukan inventarisasi semua jenis elemen jaringan yang digunakan dalam menyalurkan semua jenis trafik.... 30 5.4. Memformulasikan Faktor Ruting (Routing Factors)... 32 5.5. Melakukan Prediksi Demand... 37 5.6. Melakukan Prediksi Trafik... 37 5.7. Menghitung jumlah elemen jaringan yang diperlukan dalam membangun model jaringan... 42 5.8. Melakukan perhitungan biaya investasi yang diperlukan untuk membangun model jaringan... 42 5.9. Melakukan perhitungan biaya operasi dan pemeliharaan pada setiap elemen jaringan... 43 5.10. Melakukan perhitungan biaya pengembalian investasi (return on investment ) pada setiap elemen jaringan... 44 5.11. Melakukan perhitungan biaya depresiasi dan amortisasi pada setiap elemen jaringan... 45 5.12. Melakukan perhitungan biaya total elemen jaringan setiap tahun... 45 5.13. Melakukan perhitungan total biaya setiap Layanan setiap tahun... 45 5.14. Melakukan perhitungan biaya Mark-Up... 46 Halaman ii dari iii

5.15. Melakukan perhitungan biaya setiap layanan interkoneksi... 47 5.16. Melakukan Perhitungan Biaya Setiap Layanan Interkoneksi + Mark-up... 47 6. PENUTUP... 47 Halaman iii dari iii

1. PENDAHULUAN Dalam rangka mendorong tumbuhnya industri telekomunikasi di Indonesia, Pemerintah telah menetapkan kebijakan penyelenggaraan telekomunikasi dari yang sebelumnya bersifat monopoli menjadi mengarah kepada iklim kompetisi yang fair dengan membuka peluang bagi penyelenggara baru untuk menjadi pemain dalam penyelenggaraan bisnis telekomunikasi di Indonesia. Dengan adanya iklim kompetisi tersebut, ketersambungan antar pengguna tidak lagi hanya sebatas internal satu jaringan (in-bound) akan tetapi merupakan hubungan pengguna jaringan penyelenggara yang berbeda atau any-to-any. Untuk mendukung penyelenggaraan interkoneksi antar penyelenggara telekomunikasi, perlu adanya pengaturan interkoneksi baik dari sisi ekonomis dan teknis. Salah satu hal yang penting dalam pengaturan interkoneksi tersebut adalah penetapan biaya interkoneksi yang dapat dijadikan acuan bagi para penyelenggara dalam melakukan interkoneksi. Penetapan biaya interkoneksi ini tentunya harus mendorong terjadi peningkatan dalam penyediaan interkoneksi dan mendorong tumbuhnya industri. Untuk mendorong tumbuhnya penyelenggaraan telekomunikasi yang kompetitif, Pemerintah menetapkan metode perhitungan biaya interkoneksi menggunakan Long Run Incremental Cost (LRIC). Penetapan metode perhitungan ini dilakukan dalam rangka : a. Memacu penyelenggara telekomunikasi untuk lebih efisien b. Mendorong tumbuhnya industri telekomunikasi di Indonesia c. Penyelenggara telekomunikasi baru tidak dibebani biaya sebagai akibat inefisiensi dari penyelenggara telekomunikasi lainnya d. Setiap penyelenggara telekomunikasi mempunyai pilihan membangun atau menyewa jaringan dari penyelenggara lain dalam melakukan interkoneksi Halaman 1 dari 47

Pertimbangan lainnya dalam menetapkan metode LRIC sebagai metode perhitungan biaya interkoneksi karena metode ini sudah digunakan secara internasional pada industri yang kompetitif. Metode LRIC yang digunakan dalam perhitungan interkoneksi adalah pendekatan bottom-up. Pendekatan bottom-up dilakukan dengan mengembangkan model konfigurasi jaringan yang efisien dengan mempertimbangkan kondisi jaringan yang eksisting. 2. DAFTAR ISTILAH Istilah F M S ITKP Arti Penyelenggara Jaringan Tetap (Fixed) Penyelenggara Jaringan Bergerak Selular (Mobile) Penyelenggara Jaringan Bergerak Satelit Penyelenggara Internet Teleponi untuk Keperluan Publik F intern Local LD OLO F to F F to M M to F Penyelenggara sambungan internasional Panggilan Lokal Panggilan Jarak Jauh Penyelenggara Telekomunikasi Lainnya Layanan terminasi dari penyelenggara jaringan tetap (Fixed) kepada penyelenggara jaringan tetap lainnya. Panggilan interkoneksi dari penyelenggara jaringan tetap (Fixed) kepada penyelenggara jaringan bergerak selular (Mobile) untuk panggilan originasi, terminasi, maupun transit Panggilan interkoneksi dari penyelenggara bergerak selular (Mobile) kepada penyelenggara jaringan tetap (Fixed) untuk panggilan originasi, terminasi, maupun transit Halaman 2 dari 47

M to M Panggilan interkoneksi dari penyelenggara jaringan bergerak selular (Mobile) kepada penyelenggara jaringan bergerak selular (Mobile) untuk panggilan originasi, terminasi, maupun transit F to S M to S S to F S to M VoIP to F VoIP Mobile to Panggilan Interkoneksi dari penyelenggara jaringan tetap (Fixed) kepada penyelenggara jaringan bergerak Satelit untuk panggilan originasi, baik originasi lokal maupun originasi jarak jauh Panggilan dari penyelenggara jaringan bergerak selular Mobile kepada penyelenggara jaringan bergerak satelit untuk panggilan originasi, baik originasi lokal maupun originasi jarak jauh Panggilan dari penyelenggara jaringan bergerak satelit kepada penyelenggara jaringan tetap untuk panggilan terminasi, baik terminasi lokal maupun terminasi jarak jauh Panggilan dari penyelenggara jaringan bergerak satelit kepada penyelenggara jaringan bergerak selular untuk panggilan terminasi, baik terminasi lokal maupun terminasi jarak jauh Panggilan dari penyelenggara ITKP kepada penyelenggara jaringan tetap untuk panggilan terminasi, baik terminasi lokal maupun terminasi jarak jauh Panggilan dari penyelenggara ITKP kepada penyelenggara jaringan bergerak selular untuk panggilan terminasi, baik terminasi lokal maupun terminasi jarak jauh F to VoIP Panggilan dari penyelenggara jaringan tetap kepada penyelenggara ITKP untuk panggilan originasi, baik originasi lokal maupun originasi jarak jauh Mobile VoIP to Panggilan dari penyelenggara bergerak selular kepada penyelenggara ITKP untuk panggilan originasi, baik originasi lokal maupun originasi jarak jauh F to F Intern Panggilan dari penyelenggara jaringan tetap kepada penyelenggara Sambungan Internasional untuk panggilan originasi. M to F Intern Panggilan dari penyelenggara bergerak selular kepada penyelenggara Sambungan Internasional untuk panggilan originasi. F Intern to F Panggilan dari penyelenggara Sambungan Internasional kepada penyelenggara jaringan tetap untuk panggilan terminasi. Halaman 3 dari 47

F Intern to M PoI PoC Panggilan dari penyelenggara Sambungan Internasional kepada penyelenggara bergerak selular untuk panggilan terminasi. Titik interkoneksi (Point of Interconnection) adalah titik atau lokasi dimana terjadi interkoneksi secara fisik, dan merupakan batas bagian yang menjadi milik penyelenggara jaringan yang satu dari bagian yang menjadi milik penyelenggara jaringan dan atau penyelenggara jasa yang lain, yang merupakan titik batas wewenang dan tanggung jawab mengenai penyediaan, pengelolaan dan pemeliharaan jaringan. Titik pembebanan (Point of Charge) adalah titik referensi yang merupakan lokasi geografis untuk menetapkan besaran biaya interkoneksi dan tanggung jawab terhadap panggilan interkoneksi. 3. SUMBER DATA Data yang dipakai dalam proses perhitungan biaya interkoneksi antar penyelenggara telekomunikasi adalah sebagai berikut: a. Laporan finansial kepada regulator (Regulatory Financial Report) yang disampaikan oleh penyelenggara telekomunikasi kepada regulator. b. Data pelanggan, semua jenis jasa layanan telekomunikasi yang terkait dengan pendudukan elemen jaringan, trafik semua jasa telekomunikasi baik internal maupun antar penyelenggara telekomunikasi, harga satuan dari setiap elemen jaringan, konfigurasi jaringan yang bersumber dari data operasional penyelenggara. c. Data indek harga, tingkat suku bunga, dan data ekonomi makro lainnya yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI) atau lembaga resmi lainnya. 4. JENIS LAYANAN INTERKONEKSI Jenis layanan interkoneksi yang akan dihitung dalam model ini dibagi dalam tiga kelompok, yaitu : Halaman 4 dari 47

1. Layanan interkoneksi pada jaringan tetap terdiri dari: Layanan Originasi Layanan Transit Layanan Terminasi 2. Layanan interkoneksi pada jaringan bergerak seluler terdiri dari: Layanan Originasi Layanan Terminasi 3. Layanan interkoneksi pada jaringan bergerak satelit terdiri dari: Layanan Originasi Layanan Terminasi Jenis layanan interkoneksi yang dihitung adalah seluruh layanan interkoneksi yang pengoperasiannya menduduki elemen-elemen jaringan. 4.1. Layanan Interkoneksi Penyelenggara Jaringan Tetap 4.1.1. Layanan Originasi a. Layanan Originasi Lokal dari Penyelenggara Jaringan Tetap ke Penyelenggara Jasa Jenis layanan interkoneksi ini dapat terdiri dari : Halaman 5 dari 47

2.1 Originasi Fixed Lokal ke Penyelenggara Jasa POC-1 A# F 1 F POC-2 Jenis Layanan Originasi Lokal F1 to P Jasa Biaya Interkoneksi SLJJ Orig. F Local A# - POI Keterangan M S 2.1 Originasi Fixed Lokal ke Penyelenggara Jasa POC-1 POC-2 POC-3 A# F1 SLJJ F M Jenis Panggilan Originasi Lokal F1 to P Jasa Tarif Interkoneksi Orig. F Local A# - POI Keterangan S b. Layanan Originasi Jarak Jauh dari Penyelenggara Jaringan Tetap ke Penyelenggara Jasa (Originating interconnected Long Distance Fixed WL to OLO fixed). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut : 2.1 Originasi Fixed Jarak Jauh ke Penyelenggara Jasa POC-1 A# POC-2 F 1 F 2 SLJJ M Jenis Layanan Originasi JJ F1 to P Jasa Biaya Interkoneksi Keterangan Orig. F JJ A# - POI F sebagai P Jartap Lokal dan JJ S Halaman 6 dari 47

2.1 Originasi Fixed Jarak Jauh ke Penyelenggara Jasa POC-1 POC-2 POC-2 A# F 1 SLJJ F 2 M Jenis Panggilan Originasi JJ F1 to P Jasa Tarif Interkoneksi Orig. F JJ A# - POI Keterangan F sebagai P Jartap Lokal dan JJ S c. Originasi Internasional dari Penyelenggara Jaringan Tetap ke Penyelenggara Jasa Internasional. Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut : 2.9 Originasi Internasional dari Fixed POC-1 Pemilik Jasa : SLI POC-2 S F M Jenis Panggilan Orig.Intern. F to P Jasa Biaya Interkoneksi Orig. F Intern. A# - POI Keterangan 4.1.2. Layanan Transit a. Layanan Transit Lokal (Transit 1-trunk switch: OLO to Fixed-WL to OLO). Jenis layanan interkoneksi ini dapat terdiri dari : Halaman 7 dari 47

4.1 Transit Lokal A# POC-1 POC-2 M1 POI F B# M2 Jenis Panggilan M to M Local via F Biaya Interkoneksi TrL + TermL M TrL + TermL M TermL M Keterangan Direct Cascade TrL TermL M : Transit Lokal : Terminasi Lokal Mobile 4.1 Transit Lokal A# POC-1 POC-2 F1 POI F2 B# M2 Jenis Panggilan Tarif Interkoneksi Keterangan F1 to M Local via F2 TrL TermL M Direct TrL + TermL M TermL M Cascade TrL TermL M : Transit Lokal : Terminasi Lokal Mobile b. Layanan Transit Jarak Jauh (Transit 2-trunk switch: OLO to Fixed- WL to OLO). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut : Halaman 8 dari 47

4.2 Transit Jarak Jauh POC-1 POC-2 A# M 1 POI F POI F M 1 Jenis Panggilan M to M JJ via F Biaya Interkoneksi TrJJ TermL M TrJJ + TermL M TermL M Keterangan Direct Cascade TrL TrJJ TermL M M 2 B# : Transit Lokal : Transit Jarak Jauh : Terminasi Lokal Mobile 4.2 Transit Jarak Jauh POC-1 POC-2 A# M POI F 2 POI F2 F 1 Jenis Panggilan M to F 1/3 JJ via F2 Biaya Interkoneksi TrJJ TermL F TrJJ + TermL F TermL F Keterangan Direct Cascade TrL TrJJ TermL F F 3 B# : Transit Lokal : Transit Jarak Jauh : Terminasi Lokal Fixed 4.2 Transit Jarak Jauh POC-1 POC-2 A# F1 Jenis Panggilan F1 to F3 JJ via F2 POI F2 Biaya Interkoneksi TrJJ TermL F TrJJ + TermL F TermL F Keterangan Direct Cascade POI F2 TrL TrJJ TermL F F1 F3 B# : Transit Lokal : Transit Jarak Jauh : Terminasi Lokal Fixed Halaman 9 dari 47

4.2 Transit Jarak Jauh POC-1 POC-2 A# F1 POI F2 POI F2 M Jenis Panggilan F1 to M JJ via F2 Tarif Interkoneksi TrJJ TermL M TrJJ + TermL M TermL M Keterangan Direct Cascade TrL TrJJ TermL M B# : Transit Lokal : Transit Jarak Jauh : Terminasi Lokal Mobile c. Layanan transit untuk panggilan internasional (Transit to IGW OLO to Fixed-WL to OLO) Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut : 4.3 Transit dari Gateway Internasional POC-1 Luar Negeri POI POC-2 Finte F M POI POI F M Jenis Panggilan F Inter. to M via F Biaya Interkoneksi TrGI TermL M Keterangan Direct TrJJ + TermL M TermL M Cascade TrGI TermL M : Transit dari Gateway Internasional : Terminasi Lokal Mobile Halaman 10 dari 47

4.3 Transit dari Gateway Internasional POC-1 Luar Negeri POI POC-2 Finte F1 POI F2 ## POI F1 F2 Jenis Panggilan F Inter. to F2 via F1 Biaya Interkoneksi TrGI TermL F Keterangan Direct TrJJ + TermL M TermL F Cascade TrGI TermL F : Transit dari Gateway Internasional : Terminasi Lokal Fixed 4.1.3. Layanan Interkoneksi Terminasi a. Interkoneksi Terminasi Lokal ke Penyelenggara Jaringan Tetap dari Penyelenggara jaringan tetap lainnya (Terminating interconnected - OLO fixed to Local Fixed WL). Jenis layanan interkoneksi ini dapat terdiri dari : 3.1 Interkoneksi Terminasi - Lokal ke Lokal POC-1 B# POC-2 F 1 POI F 2 Jenis Panggilan Biaya Interkoneksi F to F OLO Local Term. Lokal JJ POI - B# Halaman 11 dari 47

b. Interkoneksi Terminasi Lokal ke Penyelenggara Jaringan Tetap dari Penyelenggara jaringan bergerak selular (Terminating interconnected - OLO mobile to Local Fixed WL). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut : 3.2. Interkoneksi Terminasi - Local (OLO mobile to Fixed-WL) POC-1 B# F POC-2 POI M Jenis Panggilan Biaya Interkoneksi M to F Local Term. Lokal JJ POI - B# c. Interkoneksi Terminasi Lokal ke Penyelenggara Jaringan Tetap dari Penyelenggara jaringan bergerak satelit (Terminating interconnected - OLO satellite to Local Fixed WL). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut : 3.3 Interkoneksi Terminasi - Local (OLO satellite to Fixed-WL) POC-1 B# - Domestik F POC-2 POI S Jenis Panggilan Biaya Interkoneksi S to F Lokal Term. Lokal JJ POI - B# d. Interkoneksi Terminasi Jarak Jauh ke Penyelenggara Jaringan Tetap dari Penyelenggara jaringan tetap lainnya (Terminating interconnected - OLO Fixed to Long Distance Fixed WL). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut : Halaman 12 dari 47

3.5 Terminating Interconnect - Long Distance (OLO fixed to Fixed-WL) POC-1 B# F 1 F 1 POI POC-2 terminasi near end F 2 Jenis Panggilan Tarif Interkoneksi F to F OLO JJ Term. F JJ POI - B# 3.5 Terminating Interconnect - Long Distance (Fixed-WL to OLO fixed) POC-1 POC-2 POC-3 B# F 1 F 1 terminasi far end POI F 2 F 2 Jenis Panggilan Tarif Interkoneksi F to F OLO JJ Term. F JJ POI - B# e. Interkoneksi Terminasi Jarak Jauh ke Penyelenggara Jaringan Tetap dari Penyelenggara jaringan bergerak selular (Terminating interconnected - OLO mobile to Long Distance Fixed WL). Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut : 3.6 Terminating Interconnect - Long Distance (OLO mobile to Fixed-WL ) POC-1 B# F POI POC-2 F POI terminasi near end M Jenis Panggilan Tarif Interkoneksi M to F JJ Term. F JJ POI - B# Halaman 13 dari 47

3.6 Terminating Interconnect - Long Distance (OLO mobile to Fixed-WL ) POC-1 POC-2 POC-3 B# F F POI M M Jenis Panggilan M to F JJ Tarif Interkoneksi Term. F JJ POI - B# terminasi near end f. Interkoneksi Terminasi Jarak Jauh ke Penyelenggara Jaringan Tetap dari Penyelenggara jaringan bergerak satelit (Terminating interconnected - OLO Satellite to Long Distance Fixed WL).. Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut : s Interkoneksi Terminasi - Jarak Jauh (OLO satellite to Fixed-WL) POC-1 B# - Domestik F F S POI POC-2 Jenis Panggilan Tarif Interkoneksi S to F JJ Term. F JJ POI - B# g. Layanan Terminasi Lokal dari Penyelenggara Jasa ke Penyelenggara Jaringan Tetap. Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut : Halaman 14 dari 47

2.1 Terminasi Fixed Lokal dari Penyelenggara Jasa POC-1 A# F1 POC-2 M S SLJJ F 2 Jenis Panggilan Terminasi Lokal P Jasa to F Tarif Interkoneksi Term. F Local POI - B# Keterangan 2.1 Terminasi Fixed Lokal dari Penyelenggara Jasa POC-1 A# F1 M S SLJJ POC-2 F 2 Jenis Panggilan Terminasi Lokal P Jasa to F Tarif Interkoneksi Term. F Local POI - B# Keterangan h. Layanan Terminasi Jarak Jauh dari Penyelenggara Jasa ke Penyelenggara Jaringan Tetap. Jenis layanan interkoneksi ini adalah sebagai berikut : 2.1 Terminasi Fixed Jarak Jauh dari Penyelenggara Jasa POC-1 POC-2 POC-2 A# F1 M S SLJJ F 2 Jenis Panggilan Terminasi JJ P Jasa to F Tarif Interkoneksi Term. F JJ POI - B# Keterangan Halaman 15 dari 47