BAB III KETAHANAN HUMAN SECURITY DI ASEAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BENTUK KERJA SAMA ASEAN

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EFEKTIVITAS PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTER) BAGI ASEAN SEBAGAI ORGANISASI INTERNASONAL

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

Kuis. Kuis. A. Hubungan Indonesia dengan Asia Tenggara dari Masa ke Masa. Manakah negara yang wilayahnya paling luas di Asia Tenggara?

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

Chalengging Change : Non-Tradional Security, Democracy and Regionalism

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

Bali Nusa Dua Convention Center, Bali, Kamis, 17 November 2011 Pidato Pembukaan KTT ke-19 ASEAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut :

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

PESAN AIPA OLEH Y.M. TAN SRI DATUK SERI PANGLIMA PANDIKAR AMIN BIN HAJI MULIA PRESIDEN AIPA & KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT MALAYSIA

BAB III DAMPAK HUMAN TRAFFICKING TERHADAP ASEAN

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

BAB IV UPAYA ASEAN SEBAGAI MEDIATOR DALAM SENGKETATHAILAND-KAMBOJA. sengketa Thailand dan Kamboja ini dan akan di bagi menjadi beberapa sub bab

BAB II PEMBAHASAN 2.1. LATAR BELAKANG BERDIRINYA ASEAN

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat itu juga membutuhkan hubungan satu sama lainnya, lainnya untuk memenuhi kebutuhan negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

PIDATO KETUA DPR-RI Dr. MARZUKI ALI PADA SIDANG PLENO I AIPA GENERAL ASSEMBLY KE-32 PHNOM PENH, THE KINGDOM OF CAMBODIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

Forum ASEAN tentang Pekerja Migran (AFML) ke-9 Pertemuan Persiapan Tripartit Nasional

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN)

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONVENSI ASEAN TENTANG PEMBERANTASAN TERORISME

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. 1 Di dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013

Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949

BAB I PENDAHULUAN. yang akan diancam kemungkinan kemusnahan yang belum pernah terjadi

Transkripsi:

78 BAB III KETAHANAN HUMAN SECURITY DI ASEAN A. Latar Belakang dan Sejarah Kawasan Asia Tenggara yang secara geopolitik dan geoekonomi mempunyai nilai strategis, menjadi incaran bahkan pertentangan kepentingan negara-nrgara besar pasca perang dunia ke II. Karenanya, kawasan ini dijuluki Balkan-nya Asia. Persaingan antar negara adidaya dan kekuatan besar lainnya di kawasan anatara lain terlihat pada perang Vietnam. Disamaping itu, konflik kepentingan juga pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara seperti konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia. 1 Dilatarbelakangi perkembangan situasi di kawasan pada saat itu, negaranegara Asia Tenggara menyadari perlunya dibentuk kerjasama yang dapat meredakan saling curiga sekaligus membangun rasa saling percaya serta mendorong pembangunan di kawasan. Sebelum terbentuknya ASEAN tahun 1967, negara-negara Asia Tenggara telah melakukan berbagai upaya untuk menggalang kerjasama regional baik yang bersifat intra maupun ekstra kawasan seperti Association of Southeast Asia (ASA), Malaya, Philippina, Indonesia (MAPHILINDO), South East Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO) South East Asia Treaty Organization (SEATO) dan Asia and Pacific Council (ASPAC). 1 ASEAN Selayang Pandang, Edisi 2008: Sejarah Berdirinya ASEAN, hlm 1-4

79 Meredanya rasa saling curiga diantara negara-negara Asia Tenggara membawa damapak positif yang mendorong pembentukan organisasi kerjasama kawasan. Pertemuan-pertemuan konsultatif yang dilakuakan secara instensif antara Menteri Luar Negri Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand menghasilkan rancangan Joint Declaration, yang antara lain mencakup kesadaran perlunya meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetanggasecara baik serta membina kerjasama yang bermanfaat diantara negara-negara yang sudah terikat oleh pertalian sejarah dan budaya Selanjutnya pada tanggal 8 agustus 1967 di Bangkok, lima wakil negara /pemerintahan Asia Tenggara yaitu Wakil Perdana Menteri Luar Negri Malaysia Tun Abdul Razak dan para Menteri Luar Negri Indonesia Adam Malik, Menteri Luar Negri Filipina Narcio R. Ramos, Menteri Luar Negri Singapura S Rajaratnam, dan Menteri Luar Negri Thailand Thanat Khoman duduk bersama untuk menandatangani Deklarasi ASEAN atau Dekalarasi Bangkok. Deklarasi tersebut menandai berdirinya suatu organisasi regional yang diberi nama Association of Southeast Asian Nations/ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara).

80. Gambar 2. Penandatangan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand Organisasi ini bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial,dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat regional yang masih pada tahap kooperatif dan belum bersifat integratif.

81 sebagai berikut: Proses perluasan keanggotaan ASEAN hingga tercapainya ASEAN-10 adalah 1. Brunai Darussalam secara resmi diterima menjadi anggota ke-6 ASEAN pada tanggal 7 januari 1984, dalam sidang khusus Menteri- Menteri Luar Negri ASEAN di Jakarta. 2. Veitnam diterima menjadi anggota ke-7 ASEAN dalam Pertemuan Para Menteri Luar Negri (AMM) ke-28 pada tanggal 29-30 juli 1995 di Bandar Seri Begawan. 3. Laos dan Myanmar diterima sebagai anggota penuh ASEAN melalui suatu upacara resmi pada tanggal 23 juli 1997 dalam rangkaian Pertemuan Para Menteri Luar Negri ASEAN (AMM) ke-30 di Subang Jaya, Malayasia, tanggal 23-28 juli 1997. 4. Kamboja diterima sebagai anggota penuh ASEAN pada upacara penerimaan resmi di Ha Noi tanggal 1999. Dengan diterimanya Kamboja, maka cita-cita para pendiri ASEAN untuk mewujudkan ASEAN yang mencakup sepuluh Negara Asia Tenggara (visi ASEAN- 10) telah tercapai. Menjelang abad ke-21, ASEAN menyepakati untuk mengembangkan suatu kawasan yang terintegrasi dengan membentuk suatu komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling peduli, diikat bersama dalam kemitraan yang dinamis di tahun 2020. Harapan tersebut dituangkan dalam visi

82 ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997. Untuk merealisasikan harapan tersebut, ASEAN mengesahkan Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang menyetujui pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community). Komunitas ASEAN tersebut terdiri atas 3 (tiga) pilar yaitu komunitas keamanan ASEAN (ASEAN security community/asc), komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic community/aec) dan komunitas sosial-budaya ASEAN (ASEAN socio-cultural community/ascc). Indonesia menjadi penggagas pembentukan komunitas keamanan ASEAN dan memainkan peran penting dalam perumusan dua pilar lainnya. Pada saat berlangsungnya KTT ke-10 ASEAN di Vientiane, Laos tahun 2004, konsep komunitas ASEAN mengalami kemajuan dengan disetujuinya tiga rencana aksi (plan of Action/PoA) untuk masing-masing pilar yang merupakan program jangka panjang untuk merealisasikan kondep komunitas ASEAN. KTT ke-10 ASEAN juga mengintegrasikan ketiga rencana aksi komunitas ASEAN ke dalam Vientine Action Programme (VAP) sebagai landasan program jangka pendekmenengah untuk priode 2004-2010 Pencapaian komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by2015 oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ke -12 ASEAN di Cebu, Filipina 13 januari 2007. Dengan ditandatangani deklarasi ini, para pemimpin ASEAN menyepakati percepatan pembentukan komunitas ASEAN dari tahun 2020

83 menjadi tahun 2015. Seiring dengan upaya perwujudan komunitas ASEAN, menyepakati untuk menyusun semacam kostitusi yang akan menjadi landasan dalam penguatan kerjasamanya. Dalam kaitran ini, proses penyusunan piagam ASEAN dimulai sejak tahun 2006 melalui pembentukan Eminent Persons Group dan kemudian dilanjutkan oleh High Level Task Force untuk melakukan negoisasi terhadap draft piagam ASEAN pada tahun 2007. Pada usia ke-40 tahun para kepala Negara/Pemerintah pada KTT-13 ASEAN di Singapura tanggal 2007 telah menandatangani Piagam ASEAN (ASEAN Charter) yang merubah ASEAN dari suatu asosiasi longgar menjadi rule-based organization dan mempunyai legal personality. Dalam rangka mencapai komunitas ASEAN 2015, ASEAN juga menyusun blueprint (cetak biru) dari ketiga pilar komunitas politik keamanan, ekonomi, dan sosial budaya, yang merupakan program aksi untuk memperkuat kerjasamanya. 1. Tujuan ASEAN dan Prinsip ASEAN adalah: Dengan berlakunya Piagam ASEAN, tujuan ASEAN tertuang dalam Piagam 1. Memelihara dan meningkatkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas serta lebih memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada perdamaian di kawasan; 2. Meningkatkan ketahanan kawasan dengan memajukan kerja sama politik, keamanan, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih luas;

84 3. Mempertahankan Asia Tenggara sebagai Kawasan Bebas Senjata Nuklir dan bebas dari semua jenis senjata pemusnah massal lainnya; 4. Menjamin bahwa rakyat dan Negara-Negara Anggota ASEAN hidup damai dengan dunia secara keseluruhan di lingkungan yang adil, demokratis, dan harmonis; 5. Menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, sangat kompetitif, dan terintegrasi secara ekonomis melalui fasilitasi yang efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas; terfasilitasinya pergerakan pelaku usaha, pekerja profesional, pekerja berbakat dan buruh; dan arus modal yang lebih bebas; 6. Mengurangi kemiskinan dan mempersempit kesenjangan pembangunan di ASEAN melalui bantuan dan kerja sama timbal balik; 7. Memperkuat demokrasi, meningkatkan tata kepemerintahan yang baik dan aturan hukum, dan memajukan serta melindungi hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan fundamental, dengan memperhatikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari Negara-Negara Anggota ASEAN; 8. Menanggapi secara efektif, sesuai dengan prinsip keamanan menyeluruh, segala bentuk ancaman, kejahatan lintas-negara dan tantangan lintas-batas; 9. Memajukan pembangunan berkelanjutan untuk menjamin perlindungan lingkungan hidup di kawasan, sumber daya alam yang berkelanjutan, pelestarian warisan budaya, dan kehidupan rakyat yang berkualitas tinggi;

85 10. Mengembangkan sumber daya manusia melalui kerja sama yang lebih erat di bidang pendidikan dan pembelajaran sepanjang hayat, serta di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk pemberdayaan rakyat ASEAN dan penguatan Komunitas ASEAN; 11. Meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan yang layak bagi rakyat ASEAN melalui penyediaan akses yang setara terhadap peluang pembangunan sumber daya manusia, kesejahteraan sosial, dan keadilan; 12. Memperkuat kerja sama dalam membangun lingkungan yang aman dan terjamin bebas dari narkotika dan obat-obat terlarang bagi rakyat ASEAN; 13. Memajukan ASEAN yang berorientasi kepada rakyat yang di dalamnya seluruh lapisan masyarakat didorong untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari, proses integrasi dan pembangunan komunitas ASEAN; 14. Memajukan identitas ASEAN dengan meningkatkan kesadaran yang lebih tinggi akan keanekaragaman budaya dan warisan kawasan; dan 15. Mempertahankan sentralitas dan peran proaktif ASEAN sebagai kekuatan penggerak utama dalam hubungan dan kerja samanya dengan para mitra eksternal dalam arsitektur kawasan yang terbuka, transparan, dan inklusif. Sementara itu, dalam mencapai tujuan tersebut di atas, negara-negara anggota ASEAN memegang teguh prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:

86 1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas nasional seluruh Negara-Negara Anggota ASEAN; 2. Komitmen bersama dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan perdamaian, keamanan dan kemakmuran di kawasan; 3. Menolak agresi dan ancaman atau penggunaan kekuatan atau tindakantindakan lainnya dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan hukum internasional; 4. Mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai; 5. Tidak campur tangan urusan dalam negeri Negara-Negara Anggota ASEAN; 6. Penghormatan terhadap hak setiap Negara Anggota untuk menjaga eksistensi nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal, subversi, dan paksaan; 7. Ditingkatkannya konsultasi mengenai hal-hal yang secara serius mempengaruhi kepentingan bersama ASEAN; 8. Berpegang teguh pada aturan hukum, tata kepemerintahan yang baik, prinsipprinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional; 9. Menghormati kebebasan fundamental, pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia, dan pemajuan keadilan sosial; 10. Menjunjung tinggi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional, yang disetujui oleh Negara-Negara Anggota ASEAN; 11. Tidak turut serta dalam kebijakan atau kegiatan apa pun, termasuk penggunaan wilayahnya, yang dilakukan oleh Negara Anggota ASEAN atau Negara non-asean atau subjek non-negara mana pun, yang mengancam

87 kedaulatan, integritas wilayah atau stabilitas politik dan ekonomi Negara- Negara Anggota ASEAN; 12. Menghormati perbedaan budaya, bahasa, dan agama yang dianut oleh rakyat ASEAN, dengan menekankan nilai-nilai bersama dalam semangat persatuan dalam keanekaragaman; 13. Sentralitas ASEAN dalam hubungan eksternal di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, dengan tetap berperan aktif, berpandangan ke luar, inklusif dan non-diskriminatif; dan 14. Berpegang teguh pada aturan-aturan perdagangan multilateral dan rezimrezim yang didasarkan pada aturan ASEAN untuk melaksanakan komitmenkomitmen ekonomi secara efektif dan mengurangi secara progresif ke arah penghapusan semua jenis hambatan menuju integrasi ekonomi kawasan, dalam ekonomi yang digerakkan oleh pasar. 2. Keanggotaan ASEAN Prosedur pengajuan dan penerimaan keanggotaan ASEAN wajib diatur oleh Dewan Koordinasi ASEAN dengan kriteria letaknya secara geografis diakui berada di kawasan Asia Tenggara; pengakuan oleh seluruh negara anggota ASEAN; kesepakatan untuk terikat dan tunduk kepada Piagam ASEAN dan kesanggupan serta keinginan untuk melaksanakan kewajiban keanggotaan. Di samping itu, penerimaan anggota baru wajib diputuskan secara consensus oleh KTT ASEAN berdasarkan rekomendasi Dewan Koordinasi ASEAN. Negara Pemohon wajib diterima ASEAN pada saat penandatanganan aksesi Piagam ASEAN.

88 Hingga saat ini keanggotaan ASEAN terdiri dari sepuluh negara, yaitu Brunei Darussalam,Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Viet Nam. Negara-negara anggota ASEAN memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagaimana diatur dalam Piagam ASEAN. Dalam kaitan ini, negaranegara anggota ASEAN wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan, termasuk pembuatan legislasi dalam negeri yang sesuai, guna melaksanakan ketentuan dalam Piagam ASEAN secara efektif dan mematuhi kewajiban-kewajiban keanggotaan. Dalam hal terjadi suatu pelanggaran serius atau ketidakpatuhan negara anggota ASEAN terhadap Piagam, hal dimaksud dirujuk ke KTT untuk diputuskan sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 Piagam ASEAN. 3. Kerjasama ASEAN di Bidang Politik dan Keamanan Dua tujuan utama tersirat dalam Deklarasi Pembentukan Perserikatan Bangsa- Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada tanggal 8 agustus 1967: pertama, merukunkan kembali kehidupan intraregional; dan, kedua mengelolanya menjadi suatu tatanan regional Asia Tenggara atas dari sistem sosial ekonomi masing-masing negara anggota. Kedua tujuan ini hendak dicapai melalui usaha mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan kebudayaan serta status quo territorial. Kedua tujuan ini hendak dicapai melalui tujuan ketiga, yaitu mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan budaya. Tujuan-tujuan ini memang memang lebih menonjol dari pada tujuan untuk memperkuat perdamaian dan stabilitas regional. Kendati demikian, para pendiri ASEAN amat yakin bahwa ada hubungan yang amat erat antara pembangunan

89 ekonomi, masyarakat, perdamaian dan perkembangan di kawasan guna memperkuat dasar bagi sebuah komunitas yang damai dan sejahtera di Asia Tenggara. Kedua maksud dan tujuan didirikannya ASEAN untuk meningkatkan perdamaian stabilitas keamanan kawasan. 2 Keterkaitan ini diungkapkan dalam semua pidato mereka dan di dalam persetujuan-persetujuan yang ditandatangani sejak tahun-tahun pembentukan itu. Mereka juga bertekad untuk menjamin stabilitas dan keamanan dari intervensi luar dalam bentuk dan manifestasi apa pun guna melindungi identitas nasional mereka sesuai dengan ideal dan aspirasi bangsa-bangsa mereka. Karena itu, semua pangkalan asing sementara sifatnya dan hanya ada dengan persetujuan negara-negara yang bersangkutan dan tidak dimaksudkan untuk digunakan langsung ataupun tidak langsung untuk mengancam kedaulatan dan kebebasan nasional negara-negara anggota. 3 Di masa lalu telah terdapat banyak kegagalan dalam membangun kerjasama keamanan di Asia Tenggara, maupun di Asia Pasifik. Tahun 1951 terdapat aliansi ANZUS (Australia, Amerika Serikat dan Selandia Baru), tetapi aliansi ini gagal malah memperuncing ketegangan Australia, Selandia Baru. Pada tahun 1955 dibentuk Southeast Asia Treaty Organization (SEATO) yang terdiri dari Inggris, Amerika Serikat, Australi, Selandia Baru, Pakistan, Thailand dan Filipina. Gagasan ini gagal karena hanya dua negara Asia Tenggara yang ikut. 4 2 Wisber Loies, Mewujudkan ASEAN Security, Pikiran Rakyat, Bandung 15 september 2003 3. C.P.F Luhulima, ASEAN Menuju Postur Baru. Center for Strategic and Internasional Stuides, Jakarta, 1997, hal. 123 4 Nanang Pamuji M, ASEAN Concrod kedua, suara pembaruan, 1 oktober 2003

90 Dua tahun kemudian dibentuk Anglo-malayan Defense Arrangements pada tahun 1971. Ini pun tidak efektif, karena hanya dua negara Asia Tenggara yang ikut yaitu Malaysia dan Singapura. Pada tahun 1961, Filipina, Malaysia dan Thailand membentuk Association For Southeast Asia (ASA). Aliansi ini pun hancur ketika Filipina mengklaim Sabah. Untuk mencoba lagi membentuk komunitas keamanan yang baru maka di bentuk MAPHILINDO yang terdiri dari Malaysia, Philipina dan Indonesia. Kembali lagi institusi ini gagal, ketika presiden pertama RI Ir. Soekarno mendeklarasikan konfrontasi dengan Malaysia. Kemudian pada tahun 1990-an dibentuklah ASEAN Regional Forum (ARF) sebagai sarana dialog keamanan regional. Perkembangan kerjasama politik dan keamanan ASEAN selama ini telah tertuang di dalam beberapa instrument yang masing-masing dan totalitasnya merupakan pijakan untuk kerjasama politik dan keamanan selanjutnya. Dokumen utama kerjasama politik terutama yang mengacu pada keamanan antara lain adalah: 1. ASEAN Declraration. Bangkok,8 Agustus 1967. 2. Zone of Peace, freedom and Neurality Declaration (ZOPFAN). Kuala Lumpur, 27 November 1971. Pembentukan ZOPFAN dimaksudkan untuk menutup peluang bagi segala bentuk intervensi dan campur tangan pihak luar sehingga negara-negara di kawasan Asia Tenggara dapat melaksanakan rencana pembangunan masing-masing dalam suasana damai 3. Declaration of ASEAN Concord. Bali, 24 Febuari 1976, berisikan berbagai program yang akan menjadi kerangka kerjasama ASEAN

91 selanjutnya di bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan keamanan. 4. Treaty Of Amity and Cooperation in Southeast Asia. Bali, 24 Febuari 1976. Disepakati diantaranya prinsip-prinsip fundamental dalam satu sama lain seperti tidak ikut campur tangan dalam urusan dalam negri satu sama lain, menyelesaikan perbedaan dan sengketa secara damai dan penolakan terhadap pemakaian dan ancaman pemakaian kekerasan. Juga dimuat kemungkinan memanfaatkan sebuah High Council yang terdiri dari wakil-wakil setingkat menteri negara-negara anggota lain untuk berperan dalam menyelesaikan sengketa diantara anggota. 5. ASEAN Declaration on the sea South China Sea. Manila, 22 Juli 1992, yang menegaskan perlunya penyelesaian secara damai masalah kedaulatan dan yuridiksi di laut Cina selatan, perluntya kerjasama keselamatan pelayaran, komunikasi, pencegahan polus, SAR,dll. 6. The ASEAN Regional Forum. A Concept Paper. Banda Seri Begawan, 1 Agustus 1995. Dokumen ini menjadi dasar didiriakannya ARF sebagai sarana dialog keamanan regional yang didukung oleh negaranegara besar dan ASEAN sebagi motornya 7. Treaty on the Southeast Asia Nucler Weapon-Fee Zone (SEANWFZ). Bangkok, 15 Desember 1995. Perjanjian ini menjadikan Asia Tenggara sebagai kawasan bebas nuklir yang merupakan komponen ZOPFAN dan salah satu prasyarat bagi perwujudannya.

92 8. ASEAN Visions 2020. Kuala Lumpur, 15 Desember 1997. Dokumen ini menguraikan visi ASEAN untuk menciptakan ASEAN Community menjelang tahun 2020. Rangkaian upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk tercapainya tujuan tersebut yaitu ASEAN yang perhatian akan kehidupan nasionalnya, lebih berpandangan ke luar, hidup berdampingan secara damai, stabilitas dan kemakmuran, bersama-sama membentuk persahabatan dalam pembangunan yang dinamis dan menjaga suatu komunitas. 9. Rules of Procedures of the High Council of the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC). Hanoi 23 Juli 2001. 10. 2001 ASEAN Declaration on joint Action to Counter terrorism. Bandar Seri Begawan, 5 November 2001. 11. Declaration on Terrorism of Parties in The South China East. Pnom- Phen, 4 November 2002. Deklarasi ini ditandatangani Menlu-menlu ASEAN bersama Menlu RRC. Sesuai dengan judulnya, deklarasi memuat cara-cara bertindak para pihak dalam interaksi mereka mengenai isu-isu yang menyangkut Laut Cina Selatan. 5 Adapun landasan dan kebijakan dari kerjasama politik yang dikeluarkan pada KTT ASEAN III di Manila pada tahun 1987, yaitu sebagai berikut : 6 1. Negara anggota ASEAN akan meperkuat ketahanan nasional dan regional untuk memjamin keamanan dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara. 5 Wisber Loies, Loc. Cit. 6 ASEAN Document Series, 1967-1988, hlm. 47.

93 2. Regionalisme ASEAN yang didasarkan pada keterpaduan politik, ekonomi, sosial, budaya adalah lebih utama untuk masa depan Asia Tenggara. 3. ASEAN akan meningkatkan solidaritas dan kerjasama dalam keadaan apaun, terutama yang mengancam keamanan internal. 4. Ketegangan intra regional akan diselesaikan dengan cara damai sesuai dengan kesepakatan bersama dan piagam PBB 5. Selama masing-masing negara anggota bertanggung jawab terhadap keamanannya sendiri maka stabilitas akan tercipta dengan baik. Sejak ASEAN terbentuk hingga KTT ASEAN I di Bali merupakan percobaan dengan upaya menyelesaikan konflik diantara mereka dan mencoba membentuk kelembagaan ASEAN. Masalah-masalah yang penting di kawasan menuntut organisasi ini untuk lebih mempercepat persahabatan dan meningkatkan kerjasama politiknya, sehingga mereka harus merubah perbedaan-perbedaan dan mungkin merubah atau mengurangi konflik kawasan yang ada intervensi dari negara di luar kawasan, mereka dapat menetapkan sikap bersama di bawah organisasi ASEAN. Untuk itu harus ada kemauan politik (political will) dari ASEAN untuk bekerjasama menyelesaikan masalah-masalah politik, baik secara anggota ASEAN maupun proyek jangka panjang mereka dalam upaya menciptakan kawasan yang damai dan stabil. Hal ini merupakan dasar dari kerjasama mereka di bidang politik ketika diadakannya KTT ASEAN I di Bali yang menghasilkan Deklarasi Kerukunan ASEAN yang pada prinsipnya untuk menjadikan masyarakat ASEAN yang kuat

94 dengan menyelesaikan masalah-masalah dalam segala bidang kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan. ASEAN bertekad untuk memperkokoh perdamaian dan stabiliatas regionalnya dengan berpegang pada prinsip-prinsip piagam PBB. Terlihat dengan ditandatanganinya Deklarasi mengenai Zona Damai, Bebas, dan Netral di Asia Tenggara (ZOPFAN) 1971 dan perjanjian persahabatan dan kerjasama Asia Tenggara (TAC) 1976. Komite tersebut bertujuan untuk menciptakan kawasan Asia Tenggara yang aman dan damai, bebas dari campur tangan kekuatan-kekuatan dari luar kawasan, serta mengupayakan penyelesaian-penyelesaian konflik melalaui cara-cara damai dan bersahabat. B. Dimensi Keamanan Dari Konsep Tradisional Menuju Non Tradisional Di Asia Tenggara Terdapat pemikiran bahwa Kejahatan Lintas Negara (Transnasional Border Crime) belum dapat diklasifikasi dalam jaringan sebuah organisasi kejahatan. Dalam perkembangan kemudian, dampak sangat besar dari kejahatan lintas negara itu, mendorong pihak keamanan dan pemerintah untuk mengkontekskan perbuatan tersebut sebagai Transnasional Organized Crime (TOC). Kejahatan teroganisir antarnegara tersebut semakin diawasi setelah penyerangan di New York tanggal 11 september 2001. Modus operandi itu, kini diperhitungkan sebagai seuah fenomena dan tindakan kriminal (terorisme) baru.

95 Maka definisi jelas tentang TOC, tetapi salah satu faktor pemicunya adalah kemudahan akses internasional, di sektor telekomunikasi, teknologi dan informasi. Karena lemahnya penegakan hukum di negara-negara berkembang anatara lain Indonesia, berkaibat juga pada maraknya kejahatan lintas batas negara itu. Sebuah perbuatan diklasifikasikan sebagai kejahatan lintas negara atau kejahatan terorganisi antarnegara memenuhi dua aspek utama. Pertama, terjadinya perbuatan lintas batas yang dilakukan baik oleh individu atau kelompok secara illegal; ditinjau dari sisi hukum dan keamanan dua atau lebih negara terkait. Dari sudut pandang dua negara bersangkutan, perbuatan serupa dikelompokkan sebagai perbuatan melawan hukum. Kedua, dari perspektif internasional, perbuatan kriminal serupa itu jelas melanggar baerbagai perjanjian bilateral, triteral, multilateral, konvensi atau deklarasi tenteng isu dan kasus yang sudah disepakati. Artinya telah ada kekuatan hukum sebagai dasar dan rujukan untuk menilai sebuah perbuatan melawan hukum negara dan patut di hukum. Kejahatan lintas negara itu adalah sebuah kejahatan yang kompleks dan melibatkan para pihak (stakeholders); yang sungguh mengancam keamanan global. Lima faktor penyebab meliputi isu militer, ekonomi, politik, lingkungan, sosial. Lima elemen ini pada tataran konsepsional dapat dibedakan, tetapi pada level praksis, ketika timbul ancaman keamanan, subtansi keterhubungan antar faktor-faktor itu menjadi rumit dan sulit dipilah. Artinya sangat sukar secara sepihak mendeterminasi bahwa, sebuah ancaman keamanan nasional, regional, dan internasional hanya disebabkan oleh satu faktor saja (a single factor), misalnya faktor ketidakadilan ekonomi atau diskriminasi politik. Setelah era Perang Dingin (the cold

96 war) usai, terjadilah pergeseran paradigm untuk memahami ancaman dan praktik keamanan antara lain- kejahatan lintas negara- tidak saja pada aspek militernya, tetapi sudah lebih terfokus pada aspek non-militer dan lebih rumit subtansi permasalahannya. Salah satu ancaman keamanan lintas negara terutama di daerah perbatasan setiap Negara di dunia yakni: human trafficking, smuggling people, dan penyelundupan barang. Modus operandi ini menjadi potensi ancaman besar bagi keamanan lintas negara yang sulit di berantas. Senator Amerika Serikat, Jhon Kerry menganggap kejahatan lintas negara yang saat ini mengglobal sudah menggurita, yang erat terpaut dengan aspek bisnis yang sangat menggiurkan. Kejahatan lintas negara juga melibatkan organisasi mafia, beraliansi dengan mitra lokal, pihak militer, birokrat, pebisnis dan masyarakat. Perdagangan illegal antarnegara meliputi obat-obat terlarang, senjata, barang elektronik, manusia untuk tenaga kerja murah, perjualan organ tubuh, industri seks dan modal. Berdasarkan data Bank Pembangunan Asia (ADB) tahun 2009, setiap tahun, jumlah manusia yang diantarnegarakan berjumlah antara 1.500.000-2.000.000 di seluruh dunia. Sebanyak 150.000 orang berasal dari Asia Barat, dan 225.000 dari Asia Tenggara. Di Asia Tenggara, Indonesia dan Filipina merupakan pusat negara transit human trafficking. Untuk menghadapi salah satu bentuk kejahatan lintas negara yang terorganisir, maka Indonesia dan Filipina telah mengambil langkah preventuf untu memberantas perdagangan manusia (human trafficking). Filipina melegislasi Anti-Trafficking in Person Act of 2003 (Republic Act No 9208). Sudah disepakati piranti hukum di antara negara-negara ASEAN tentang TOC, sejak tahun 1970an, seperti Sosek Malindo, The Declaration of Asean

97 Concord,dan perjanjian antara Malaysia, Indonesia dan Filipina pada 2002 seperti Agreement on Information Exchange and Establishment of Communication Procedures. Perjanjian-perjanjian anatarnegara itu untuk memberantas terorisme, pencucian uang (money laundering), penyelundupan, bajak laut, pembajakan, memasuki negara lain secara illegal, human trafficking, drug trafficking, illegal looging pencurian sumber daya laut, polusi laut dan penyelundupan senjata, tetapi sebaliknya kejahatan multidimensi tersebut terus bertambah. Untuk mengatasi kejahatan lintas negara yang kian menjamur di wilayah Asia Tenggara, maka sejumlah langkah perlu dilakukan. Pertama, untuk Indonesia agar DPR segera menetapkan undang-undang mengenai human trafficking dan perbuatan sejenis, sebagimana yang telah dilakukan oleh Filipina. Kedua, meningkatkan kerja sama anatarnegara (bilateral, triteral, dan multirateral) dalam memberantas Transnational Crime or Trans Organized Crime. Ketiga, penegakan hukum sangat diwajibkan bagi para pelaku kejahatan, tanpa pandang latar belakang sosial. Keempat, mempersiapkan perangkat hukum, fasilitas dan sumberdaya manusia yang andal dan berintegras untuk menangani kasuskasus kejahatan lintas negara. Mekanismenya dapat melalui kerja sama regional dan internasional, dengan melibatkan berbagai pihak seperti Polri, Bea Cukai, Imigrasi, Interpol, Oraganisasi Internasional, Ngo, dan Kementrian Luar Negri, sosial, kesra, pemberdyaan perempuan dan anak, dan masyarakat. 7 7 Jhon Haba, Indonesia Netradio, 28 januari 2007

98 1. Human Trafficking Kasus yang mulai menjadi perhatian negara-negara anggota ASEAN dalam lima tahun belakangan ini adalah kasus penjualan manusia. Kasus ini menjadi penting untuk di tanggulangi karena kasus ini menyangkut Hak Asasi Manusia. Korban pemjualan manusia di kawasan ASEAN hampir terjadi pada wanita dan anak-anak. Tujuan dari human trafficking itu sendiri adalah untuk dijadikan wanita-waniat penghibur, sedangkan anak-anak dijual sebagi tenaga kerja di bawah umur, yang apabila kita telah lebih jauh, hal tersebut akan membahayakan jiwa anak tersebut. Dari banyak kasus inilah akhirnya ASEAN menganggap bahwa Human Trafficking menjadi salah satu agenda kerja yang harus di selesaikan secepatnya. Karena jika dibiarkan terus menerus akan mangakibatkan polemik yang berkepanjangan. 2. Peredaran Narkoba Kebebasan arus globalisasi dan informasi mengakibatkan negaranegara di Asia Tenggara mulai kewalahan menghadapi masalah peredaran narkoba yang menghancurkan otak-otak generasi muda di negaranya. Peredaran narkoba terjadi akibat ketidak siagapan negaranegara Asia Tenggara dalam menanggulangi masalah tersebut. Hal ini dapat dilihat dari dua tahun kebelakang dimana ditemukannya pabrik-

99 pabrik narkoba dalam skala besar berdiri di kawasan Asia Tenggara. Seperti ditemukan di Indonesia dimana kepolisian sekitar tahun 2009 menemukan sedikitnya tiga pabrik ekstasi dalam skala besar dan salah satunya berada di daerah Banten dan pabrik tersebut merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Kemudia, kepolisian Thailand juga telah berhasil menemukan pabrik ekstasi yang diduga kuat berhubungan dangan bandar internasional. Dari penemuan-penemuan inilah negaranegara Asia Tenggara dianggap belum mampu menanggulangi kejahatan lintas negara tersebut. Karena ini menyangkut rendahnya pengamanan keamanan di wilayah Asia Tenggara dalam menagamankan arus peredaran narkoba di daerahnya (drugs trafficking). 3. Ancaman Terorisme Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan terror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil. Istilah teroris para ahli kontrateorrisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan

100 bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serangan-serangan teroris yang dilakukan tidak berprikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu para pelakunya ( teroris ) layak mendapatkan pembalasan yang kejam. Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan teroris dan terorisme, para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasaan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Adapun makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang. Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama. Selain oleh pelaku individual, terorisme bias dilakukan oleh negara atau dikenal dengan terorisme negara (state terorisme). Misalnya seperti dikemukakan oleh Noam Chomsky yang menyebut Amerika Serikat ke dalam kategori itu. Persoalan standar ganda selalu mewarnai berbagai penyebutan yang awalnya bermula dari barat. Seperti ketika Amerika Serikat banyak menyebut teroris terhadap berbagai kelompok di dunia, di sisi lain liputan media menunjukan fakta bahwa Amerika Serikat

101 melakukan tindakan terorisme yang mengerikan hingga melanggar konvensi yang telah disepakati. 8 Pada perkembangannya, kawasan ini (Asia Tenggara) dipercaya telah menjadi tempat berkembangnya jaringan teroris internasional, yang di kawasan ini dikenal di dunia internasional sebagai tempat berkembangnya jaringan teroris yang bernama Jamma ah Islamiah yang dipercaya sebagai jaringan teroris internasional Al-Qaeda pimpinan Osama Bin Laden, di kawasan Asia Tenggara, bagaimana tidak Islam mtercitrakan sebagai teroris dan seperatis di dunia internasional, kita lihat GAM dengan bendera syaria at Islam bersebrangan dengan NKRI, kelompok Minoritas Muslim Thailand Selatan yang bersebrangan dengan pemerintah yang berdaulat di Thailand dan yang paling ekstrim adalah pergerakan Muslim Moro di Filipina Selatan yang terus menghantui pemerintah yang berdaulat di Filipina. Itulah sebagian besar ancaman Transnasional Organized Crime (TOC) yang dapat mengganggu kedaulatan serta keamanan dan ketahan suatu negara. 8 http://id.wikipedia.org/wiki/terorisme di akses pada 2 Agustus 2010

102 1. Regionalisme Pertahanan dan Keamanan Dalam Kerja Sama ASEAN Selama kerjasama ASEAN telah berkembang secara nyata dengan dicapainya beberapa kepakatan kerjasama, baik pada pertemuan tingkat Menteri di Phnom Penh, 12-20 Juni 2003, maupun pada KTT ke-9 ASEAN di Bali, 7-8 Oktober 2003. Perkembangan ini juga mencerminkan kepemimpinan Indonesia, antara lain dengan keberhasilan menyelenggarakan KTT Bali dengan tema Towards An ASEAN Community: ASEAN Security Community, ASEAN Economic Community, and ASEAN Socio-cultural Community; yang menghasilkan Declaration of ASEAN Concrod II (Bali Concord II). KTT ke-9 ini merupakan saru tonggak kerjasama ASEAN yangt meneruskan semangat KTT pertama di Bali tahun 1976; dengan moto from Bali to Bali kesepakatan para pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali Concord II merupakan komitmen bersama untuk menciptakan komunitas ASEAN pada tahun 2020 yang akan bertumpu pada tiga pilar yaitu: ASEAN (ASEAN Security Community), komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), dan komunitas Sosial- Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community). Ketiga pilar tersebut saling terkait dan menunjang demi tercapainya satu kawasan yang damai, stabil dan makmur. Komitmen bersama untuk memperkuat kerjasama ASEAN di bidang politik dan keamanan tercermin dari di terimanya usulan Indonesia untuk membentuk suatu komunitas Keamanan ASEAN, sebagai upaya bersama kearah terwujudnya tatanan

103 kawasan dalam lingkungan yang adil, demokratis dan selaras. Komunitas Keamanan ASEAN tidak didasarkan atas kekuatan militer, melainkan suatu rasa ke-kita-an (wefeeling) yang tumbuh lewat hubungan yang terbuka dan bersahabat di antara negara ASEAN dan dengan negara-negara di luar kawasan. Dalam upaya membangun mekanisme kawasan untuk penyelesaian sengketa secara damai, para pemimpin ASEAN meyepakati pentingnya implementasi mekanisme High Council, yang merupakan instrument penting dalam Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia tahun 1976 (TAC). Ditandatanganinya aksesi TAC oelh China dan India pada KTT ke-9 di Bali dan juga keinginan kuat Jepang yang sudah dideklarasikan pada KTT ASEAN-Jepang tanggal 11-12 Desember 2003 di Tokyo serta rencana aksesi oleh Rusia pada pertemuan tingkat Menlu di Jakarta bulan Juni akan datang menunjukkan suatu wujud keberhasilan diplomasi ASEAN dalam upaya meningkatkan perdamaian dan keamanan di Asia Tenggara. Oleh karena itu, Indonesia melalui ASEAN akan terus mengajak negara-negara mitra ASEAN untuk mengaksesi TAC. KTT ke-9 ASEAN sebelumnya didahului oelh KTT BIMP-EAGA (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines-East ASEAN Growth Area) dan KTT Bisnis dan Investasi ASEAN (ASEAN Business and Investment Summit/ABIS). Peningkatan kerjasama BIMP-EAGA dilakukan guna menyeimbangkan proses Bridging Development Gap di antara pendiri ASEAN dengan negara anggota baru ( Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam/CLMV) dalam kerangka Initiative for ASEAN Integration. Sementara itu, ABIS merupakan dialog anatara pemimpin

104 ASEAN dengan para pengusaha ASEAN yang merupakan mandate KTT ke-7 kepada ASEAN Business Advisory Council (ABAC). Penyelenggaraan ABIS bertujuan untuk meningkatkan peran kalangan bisnis dalam menunjang berbagai kerangka kerjasama mewujudkan itegrasi ekonomi ASEAN. 2. Keamanan ASEAN Dalam Konteks ARF Pasca perang dingin. Dari situasi perimbangan kekuatan Bipolar yang comfortable, yang berlangsung selama 40 tahun dan yang memungkinkan ASEAN mengembangkan diri dengan pesat, Asia Tenggara memasuki suatu masa dengan ketidakpastian strategis yang tinggi. Kekuasaan Uni Soviet telah pupus dan dengan kehilangan itu pupuslah suatu kekuatan mengimbangi Amerika Serikat dan terutama RRC di laut Cina Selatan. Ketidakpastian ini diperbesar oelh penarikan kekuatan perang Amerika Serikat dari Philipina. Dalam konteks Asia Pasifik, Perang Dingin terutama melibatkan kekuatan lautdan Armada VII Amerika Serikat memainkan peran kunci dalam strategi militer AS di kawasan ini. Runtuhnya kekuasaan Uni Soviet menjurus kea rah penciptaan situasi yang kurang comfortable itu dan pengunduran kekuatan laut AS yang diperkirakan akan membuka peluang bagi kekuatan regional, seperti Jepang dan RCC di satu pihak, dan India di pihak lain, untuk mencoba lebih menegaskan diri di wilayah ini. 9 9 C.P.F Luhulima, ASEAN Menuju Postur Baru, Center for Strategic and International Studies, Jakarta, 1997, hal 393.

105 Berakhirnya Perang Dingin hanya menghilangkan satu dimensi masalah keamanan di kawasan Asia Pasisfik. Hal ini tidak berarti bahwa perdamaiandan stabilitas akan menggantikannya. Kawasan Asia Pasifik ini mengandung berbagai benih konflik potensial, baik domestik, maupun antarnegara dan regional. Persaingan Timur-Barat seringt memperparah situasi konflik ini karena dukungan yang mereka berikan bagi protagonis mereka masing-masing dalam suatu konflik bersenjata yang dilakukan untuk kepetingan mereka. Berkahirnya Perang Dingin telah menciptakan ketidakpastian yang besar di kawasan ini, yang sangat berkaiatan dengan pola hubungan antarnegara besar, serta peranan peranan dan nilai mereka di masa depan. Dalam ketidakpastian strategis ini ASEAN, dan negara-negara dikawasan Asia Pasifik amat sadar bahwa mereka memerlukan suatu pemikiran baru untuk menghadapi masa depan, bahwa mereka sendirilah yang bertanggung jawab atas perdamaian, keamanan dan stabilitas dari wilayah dan kawasan mereka. Pemikiran baru itu perlu dimunculkan untuk melanggengkan stabilitas dan perdamaian di wilayah ini yang bertumpu pada dinamika dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan yang belum pernah dialami wilayah Asia Tenggara dan Asia Pasifik secara keseluruhan, bagi pembangunan lanjut saling kepercayaan (confidence building) menuju suatu masyarakat dengan kepentingan keamanan bersama di Asia Tenggara dan Asia Pasifik dan bagi pembangunan suatu lingkungan strategis yang dapat diandalkan. Instrument untuk membangun suatu masyarakat keamanan bersama sudah dimiliki ASEAN dalam bentuk Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN), Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC), dan Treaty

106 on Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ) yang dimaksud kan untuk menghindari terjadinya konflik bersenjata di wilayah ini. 10 Pembentukan Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF) merupakan usaha ASEAN yang pertama untuk, memultilateralisasi keamanan di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya. Multilateralisasi ini diharapkan dapat menjamin intensitas yang lebih besar dalam hubungan dan kerjasama antar negara dalam bidang kepentingan dan masalah bersama, dengan demikian landasan yang sama untuk mengembangkan hubungan dan kerjasama yang baik. ARF merupakan suatu mekanisme untuk membangun lanjut kepercayaan di antara negara-negara ASEAN sendiri dan untuk memperluas sikap saling percaya dengan negara-negara di luar ASEAN, dengan negara-negara Indocina dan Myanmar dan dengan para mitardialog dan negara-negara Asia Pasifik yang potensial mempunyai ambisi hegemonial. Pembentukan ARF itu dilakukan pada pertemuan pertama di Bangkok (25 Juli 1994) sesuai dengan pesan para Kepala Negara dan Pemerintah dalam deklarasi KTT IV ASEAN di Singapura (1992) yang menyatakan bahwa mereka bermaksud meningkatkan dialog eksternal ASEAN di bidang politik dan keamanan sebagai suatu cara untuk membangun hubungan kerjasama yang baik dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Pernyataan ini dibuat karena mereka sadar bahwa perkembangan disuatu bagian dari kawasan ini berdampak terhadap keamanan kawasan Asia Pasifik secra keseluruhan. Mereka mengharapkan pula bahwa sebagai suatu forum konsulatif tentang masalah politik dan keamanan bersama. Denagan 10 Ibid, C.P.F. Luhulima, hal 394.

107 demikian, mereka mengharapkan pula bahwa ARF dapat membuat sumbangan yang sangat berarti bagi pembangunan kepercayaan dan diplomasi preventif di kawasan Asia Pasifik. Sejarah telah membuktikan peran politik RRC di Asia, termasuk dalam konflik Kamboja. Namun, berkahirnya konflik Kamboja telah mempersulit kehadiran RRC dalam penataan keamanan regional, mengingat konflik Kamboja merupakan pintu gerbang RRC untuk masuk Asia Tenggara. Sepeninggal Amerika Serikat dan Uni Soviet, seperti dikemukakan di atas, banyak prediksi yang meyakini bahwa RRC akan berperan lebih luas dalam perimbangan kekausaan pada tingkat regional. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Kekhawatiran ini sangat beralasan mengingat RRC dewasa ini sangat giat memperkuat diri. Kemampuan militer yang semakin modern, kenajuan ekonomi yang pesat, serta rangkaian aktifitas militernya ke selat Taiwan dan Laut Cina Selatan merupakan alsan utama keresahan negara tetangganya. Negara-negara di kawasan Asia sendiri tempak telah mempersiapkan suatu tatanan keamanan regional. Setidaknya, insiatif ini diambil oleh ASEAN yang membentuk ASEAN Regional Forum (ARF) pada tahun 1993. ARF berupaya untuk menciptakan perdamaian dengan cara-cara mereka sendiri yang disebut dengan ASEAN way 11. ARF mempunyai cara tersendiri untuk meyelesaikan perselisihan dan persengketaan yang berbeda dengan gaya Eropa yang mengandalkan pada struktur 11 Davi Capie and Paul Evans, The Asia Pacific Security Lexicon (Singapore: ISEAS, 2002),p. 14

108 organisasi yang rigid seperti CSCE. ASEAN beranggapan bahwa perspektif keamanan Asia lebih kompleks dari pada Eropa. Pemahaman mengenai keamanan di Asia tidak sekedar keamanan dalam perspektif militer belaka, tetapi keamanan komperhensif meliputi berbagai bidang. Oelh karennya perlu jalan lain pula, meskipun lebih panjang. Sidang ARF 1 menyetujui bahwa pertemuan tingkat tinggi untuk membicarakan masalah politik dan keamanan bersama beranjak dari Traktat persahabatan dan kerjasama di Asia Tenggara (TAC) sebagai suatu code of conduct untuk menata hubungan antarnegara di kawasan Asia Pasifik dan sebagai suatu instrument diplomatik yang unggul bagi pembangunan kepercayaan, diplomasi preventif dan kerjasama politik dan keamanan. Penataan hubungan ini tidak hanya terbatas kepada tiga bidang kerjasama itu saja, tetapi ia mencakup pula nonpoliferasi senjata nuklir, kerjasama pemeliharaan perdamaian regional, pertukaran informasi militer yang non-classified, dan masalah keamanan di laut. Tantanagan utama ARF ialah melanggengkan dan meningkatkan masa damai dan sejahtera yang kini meliputi kawasan Asia Pasifik. 12 ARF 1 juga setuju untuk melembagakan Forum Regional ini dan mengadakan sidangnya setiap tahun; mengabsahkan tujuan dan prinsip Traktat persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara (ASEAN Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia/TAC) sebagai code of conduct bagi pengembangan hubungan antaranggota ARF dan sebagai instrument diplomatic bagi pembangunan kepercayaan dan keamanan 12 Op Cit C.P.F. Luhulima, hal 395.

109 regional, diplomasi preventif dan kerjasama di bidang politik dan keamanan, nonproliferasi senjata nuklir, kerjasama di bidang pemeliharaan perdamaiaan, termasuk pembangunan pusat pemeliharaan regional, pertukaran informasi militer yang non-classified, dan masalah keamanan laut, semuanya demi perdamaian dan stanilitas serta kesejahteraan yang langgeng bagi kawasan ini dan penduduknya. ARF di minta pula untuk mempelajari konsep komperhensif keamanan bagi kawasan Asia Pasifik secara keseluruhan dan mendorong semua negara anggoata ARF untuk ikut serta dalam UN Conventional Arms Register. 13 Siadng ARF II yang diadakan di Brunai Darussalam memustkan perhatian pada pengembangan tiga sasaran yang jelas dan perlu dicapai secara bertahap: (1) pembangunan kepercayaan regional; (2) diplomasi preverntif; dan (3) penjabaran berbagai pendekatan terhadap konflik. Bahwa sasaran terakhir tidak dirumuskan sebagai pengembangan cara-cara penyelesaian konflik merupakan suatu kompromis terhadap sikap RRC yang tidak menghendaki istilah pengembangan itu pada sasaran ketiga. Siding sepakat bahwa ASEAN harus tetap merupakan penggerak utama ARF dan pengembangan lanjutnya harus dilakukan sesuai keinginan semua anggotanya. Hal ini berarti bahwa ARF harus memperhatikan baik pandangan semua anggota, maupun kebutuhan dan kepentingan khusus negara-negara ASEAN (ASEAN Concept paper) yang dilampirkan pada pernyataan ketua pada tanggal 1 Agusrus 1995. Setiap 13 Ibid.

110 keputusan diambil berdasrkan consensus, yaitu sesudah konsultasi dengan para anggota. 14 Tujuan dan harapan yang diletakan ke dalam ARF mulai jelas dalam ARF II. ARF diharapkan dapat menjamin lingkungan yang damai, kesejahteraan dan stabilitas yang sudah berkembang di kawasan Asia Pasifik. ARF ia harus tetap merupakan forum bagi dialog dan konsultasi tentang masalah-masalah politik dan keamanan regional yang terbuka, di mana para anggota dapat membahas dan merekonsiliasi berbagai pandangan yang berbeda anatara mereka untuk mengurangi resiko bagi keamanan. Semua negara anggota sudah dapat menerima konsekkuensi keamanan ASEAN yang komperhensif, yang tidak saja meliputi aspek militer, melainkan juga aspek politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain. 15 ARF mengadakan pertemuaan setiap tahunnya, sehari setelah pertemuan rutin para menteri luar negri negara-negara ASEAN atau Post Ministerial Meeting. Ada tig tahap penanganan masalah keamanan. Pertama, ARF menghadirkan pembangunan rasa saling percaya; kedua, mengupayakan diplomasi preventif; dan ketiga, kolaborasi penyelesaian konflik. Selain itu, ARF juag menempuh cara yang lebih lunak yakin melalui jalur kedua, second Track. Second Track ini adalah jalur akademis yang mempertemukakan lembaga-lembaga kajian strategis milik negara-negara peserta ARF seperti Center For Strategic And International Studies Indonesia, Institute For 14 Ibid. 15 Ibid.

111 Strategic And International Studies Malaysia, Singapore s Institute of Thailand dan Institue for Strategic and Development Studies Philipina. Pada tanggal 23 Juli 2010, ASEAN Regional Forum (ARF) diadakan di Ha Noi, Viet Nam. Pertemuan ini dipimpin oleh Deputi Perdana Menteri dan Menteri Luar Negri Republik Sosialis Viet Nam, Pham Gia Khiem, dan dihadiri oleh Menteri Luar Negri dan Perwakilan dari seluruh peserta ARF serta Sekertaris Jenderal ASEAN, Surin Pitsuwan. Dalam kesempatan tersebut para Menteri ARF menegaskan kembali bahwa ARF tetap merupakan forum utama untuk mendiskusikan isu-isu politik dan Keamanan di kawasan dengan dukungan peranan ASEAN sebagai penggerak ARF. Para menteri menggarisbawahi pentingnya ARF sebagai pilar utama dalam arsitektur keamanan regional yang berkembang saat ini. Untuk tujuan ini, para menteri menekankan perlunya ARF mempertahankan Relevansinya dan menjadikan dirinya menjadi lebih berorientasi kepada bentuk aksi dalam mengatasi tantangan-tantangan multi-dimensi, termasuk ancaman keamanan non-tradisional yang memiliki dampak langsung terhadap perdamaian dan keamanan di kawasan. Untuk itu para Menteri mempertimbangkan penerapan rencana Aksi Ha Noi guna mengimplementasikan Visi ARF, yang antara lain berisi panduan kebijakan bagi ARF untuk mengembangkan dan melaksanakan tindakan-tindakan konkrit dan prkatis menuju tahun 2020. Para Menteri ARF mencatat hasil KTT ASEAN ke-16 yang dilaksanakan di Ha Noi dan menegaskan dukungan terhadap upaya ASEAN

112 dalam membangun komunitas, pelaksanaan piagam ASEAN, serta memperluas dan meperdalam hubungan ASEAN dengan negara-negara mitra dialog. Dalam hal ini, para Menteri ARF juga mencatat bahwa keberhasilan pelaksanaan blueprint komunitas politik dan keamanan ASEAN akan menjadi kontribusi yang besar bagi perdamaian dan keamanan regional. Melalui komunitas keamanan ini diharapkan ASEAN dapat mengambil suatu langkah baru dalam mengubah bentuk kerjasama keamanan melalui ARF atau membangun institusi baru yang efektif bagi kawasan Asia Tenggara. Secara umum dapat dikatakan bahwa ARF terlalu berambisi karena mencakup wilayah geografis yang luas. Kritik terhadap ARF adalah tidak adanya persepsi ancaman bersama di negara-negara tersebut. Selain itu kawasan Asia Pasifik juga memiliki kawasan konflik yang cukup banyak, sehingga, sangat sulit untuk menjamin lembaga ini untuk bias menjalankan fungsi resolusi konflik. Dalam hal ini ARF masih menjadi forum utama untuk dialog keamanan regional dengan ASEAN sebagai kekuatan pendorong utama. Perdamaian dan keamanan internasional lainnya. Selain itu, High Council dari TAC juga akan menjadi istrumen penting dari ASC, mengingat High Council mencerminkan komitmen ASEAN untuk meyelesaikan semua perbedaan, persengketaan, dan konflik secara damai.

113 3. Pembentukan ASC (ASEAN Security community) 3.1 Latar Belakang Terbentuknya ASEAN Security Community ASEAN sebagai suatu organisasi internasional di kawasan Asia Tenggara dituntut harus mampu menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di kawasannya, selain itu ASEAN juga perlu memberikan tanggapan yang tepat dalam menghadapi tantangan dari luar seperti isu-isu keamanan non tradisional, termasuk Human Trafficking, people smuggling, arms smuggling, drugs trafficking, terorisme, money laundry, cyber crime, illegal logging, illegal fhisiing dan perubahan global. Sehubungan dengan hal itu diharapkan ASEAN mampu memberikan suatu tanggapan yang memadai dalam menghadapi tantangan-tantangan internal maupun eksternal sebagai salah satu kondisi terciptanya perdamaian dan kemakmuraan (Peace and Properity) di kawasan Asia Tenggara. Penciptaan kesejahteraan akan sangat tergantung pada penciptaan perdamaian melalui kerjasama politik dan keamanan kawasan. Kedua proses tersebut diharapkan akan saling memperkuat satu sama lain guna mewujudkan ASEAN yang damai, stabil dan sejahtera. Oleh karena itu timbul kesadaraan bahwa untuk menyeimbangkan kerjasama ekonomi yang selama ini ada, ASEAN perlu memperkuat kerjasama politik dan keamanan atau security road towards peace, stability and prosperity. 16 Sehubungan dengan itu ASEAN dituntut untuk memberdayakan dan memperkuat mekanisme kerjasama politik dan keamanan yang ada. ASEAN sebagai organisasi regional harus memiliki kemampuan untuk menyelesaikan sendiri masalah-masalah regional yang timbul. Para pemimpin di kawasan menilai bahwa 16 Marty Natalegawa, Strategi Indonesia dalam Mewujudkan ASEAN Security Community, Makalah disajikan dalam kunjungan universitas Veteran, Jakarta 1 September 2004