Sistem Pemerintahan Indonesia Pra dan Pasca Amandemen UUD 1945

dokumen-dokumen yang mirip
IMPEACHMENT WAKIL PRESIDEN. Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum.

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

I. PENDAHULUAN. meruntuhkan tirani yang terjadi bertahun-tahun di negeri ini. Salah satu hal

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

Sistem Pemerintahan. Fitra Arsil

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

Hubungan antara MPR dan Presiden

Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen

Kewenangan MPR Dalam Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden

DISUSUN OLEH : Suroto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

SISTEM PRESIDENSIIL. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law)

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

MPR sebelum amandemen :

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

KLASIFIKASI SISTEM PEMERINTAHAN Perspektif Pemerintahan Modern Kekinian

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

Negara Demokrasi Modern dan Negara Autokrasi Modern

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

PEMBANGUNAN YES GBHN No!

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

IMPLIKASI HUKUM KOALISI PARTAI POLITIK DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF

Pengaruh Pembatasan Kekuasaan Presiden Terhadap Praktik Ketatanegaraan Indonesia

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

Pengacara-Konsultan Hukum RGS & Mitra Robaga Gautama Simanjuntak, S.H.

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. kekuasan beralih pada konsep negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat).

Sistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer. Teguh Kurniawan

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

ara urut ut UUD 1945 Hasil Amandemen

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PENDAHULUAN. (untuk selanjutnya disingkat UUD 1945 ) mengamanatkan bahwa negara

Reposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011

Ilham Imaman Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. Andri Kurniawan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

PROBLEMATIKA KETETAPAN MPR PASCA REFORMASI DAN SETELAH TERBITNYA UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2011

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA, LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA, DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

MAKALAH PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), artinya segala sesuatu yang

SENGKETA KEWENANGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1

ABSTRAK. Keywords : Pertanggungjawaban, Presiden, Sistem Ketatanegaraan.

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

PERTANGGUNGJAWABAN WAKIL PRESIDEN MENURUT SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

PERAN KELEMBAGAAN NEGARA DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM ERA REFORMASI

Badan Eksekutif, Legeslatif, Yudikatif

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

Anas Saba ni Fakultas Hukum Universitas Wahid Haysim Semarang

D. Semua jawaban salah 7. Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya A. Terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah B. Tidak bertanggung

KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

PEMBERLAKUAN KEMBALI GARIS BESAR HALUAN NEGARA (GBHN) DALAM UNDANG-UNDANG DASAR. Oleh:

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

1. Asas Pancasila 2. Asas Kekeluargaan 3. Asas Kedaulatan Rakyat (Demokrasi) 4. Asas Pembagian Kekuasaan 5. Asas Negara Hukum

SEKILAS TENTANG PEMAKZULAN (IMPEACHMENT) Oleh: Seger Widyaiswara Madya pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia

Problematic MPR Decree Post Reform and After The Issuance of Law No. 12 of 2011

Macam-macam konstitusi

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS PEMBERHENTIAN PRESIDEN SEBELUM DAN SESUDAH PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA

PERTANGGUNGJAWABAN PRESIDEN MENURUT SISTEM KETATANEGARAAN 1 Oleh : Frits Marannu Dapu 2

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam beberapa bagian, tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

KLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN. Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

Transkripsi:

Sistem Pemerintahan Indonesia Pra dan Pasca Amandemen UUD 1945 Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum. (Lektor Kepala IV/c pada Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UNPAD) ABSTRAK Pembicaraan sistem pemerintahan Indonesia terutama setelah amandemen UUD 1945 menjadi sangat berguna dan relevan bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan khususnya di Jurusan Ilmu Pemerintahan dan praktek berpemerintahan. Karena adanya suatu perubahan yang fundamental terhadap sistem pemerintahan Indonesia tersebut. ABSTRACT The study of Indonesia government system especially after UUD 1945 amandement to be use and relevan for improve science specially at Government Science Major and governance practice. Becouse of there is fundamental change to this Indonesia government system. Key Words : the parliamentary executive ; the parliamentary types of government ; the non-parliamentary or the fixed executive ; the presidensial types of government. Pendahuluan Penting untuk memberikan pengertian apa artinya sistem pemerintahan itu? Karena suatu konsep yang sudah baku sekalipun akan bisa lain pengertiannya manakala dilihat dari berbagai kacamata. Sebagai contoh konsep sistem pemerintahan Indonesia dipenggal (secara analitik divergen) menjadi pemerintahan Indonesia yang ditinjau dari sudut sistem, maka jelas akan berbeda artinya dengan pengertian sistem pemerintahan yang dianut atau dilaksanakan di Indonesia. Dari pengertian itulah akan tercermin ruang lingkup sistem pemerintahan yang dimaksud dalam tulisan ini. Menurut Sri Soemantri pengertian sistem pemerintahan adalah sistem hubungan antara organ eksekutif dan organ legislatif (organ kekuasaan legislatif). 1 Dua puluh 1 Sri Soemantri, Sistem-sistem Pemerintahan Negara-negara ASEAN. Bandung : Tarsito, 1976, hlm. 70. Begitu juga pendapat Bintan R. Saragih bahwa bicara tentang sistem pemerintahan selalu mengaitkan lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif, walaupun istilah untuk lembaga eksekutif dan legislatif sering tidak sama di masing-masing negara, lihat Bintan, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Jakarta : Gaya Media Pratama, 1992, hlm 6. Selanjutnya Bagir Manan mengambil pengertian 1

delapan tahun kemudian, beliau mengatakan lagi bahwa sistem pemerintahan adalah suatu sistem hubungan kekuasaan antar lembaga negara. Sistem pemerintahan dalam arti sempit ialah sistem hubungan kekuasaan antara eksekutif (pemerintah) dan legislatif. Dalam pada itu, sistem pemerintahan dalam arti luas adalah sistem hubungan kekuasaan antara lembaga-lembaga negara yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sistem pemerintahan dalam arti luas inilah yang dimaksud dengan sistem ketatanegaraan Indonesia. 2 Kemudian Rukmana Amanwinata 3 menyatakan bahwa sistem pemerintahan adalah hubungan antara kekuasaan eksekutif di satu pihak dengan kekuasaan legislatif di lain pihak. Eksekutif dalam konteks di atas adalah eksekutif dalam arti sempit yaitu menunjuk kepada kepala cabang kekuasaan eksekutif atau the supreme head of the executive departement. Apabila dihubungkan dengan UUD 1945, yang dimaksud dengan kepala cabang kekuasaan eksekutif tersebut adalah Presiden selaku kepala pemerintahan sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Indonesia memegang Kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Senada dengan pendapat Rukmana Amanwinata di atas, Bagir Manan 4 mengungkapkan pula bahwa sistem pemerintahan adalah suatu pengertian (begrip) yang berkaitan dengan tata cara pertanggungjawaban penyelenggara pemerintahan (eksekutif) dalam suatu tatanan negara demokrasi. Dalam negara demokrasi terdapat prinsip geen macht zonder veraantwoordelijkheid (tidak ada kekuasaan tanpa atu su pertanggungjawaban). Dengan demikian dalam tulisan ini penulis hanya akan membicarakan konsep sistem pemerintahan yang sudah baku dan mungkin communis opinio doctorum (diterima sebagai suatu kesepakatan umum) diantara pakar ketatanegaran bahwa bicara sistem pemerintahan ini sebagai sesuatu yang lazim dipergunakan dalam Hukum Tata Negara yaitu hal-hal yang menyangkut corak hubungan antara badan legislatif dengan badan eksekutif, lihat Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Bandung : Mandar Maju, 1995, hlm. 75. 2 Sri Soemantri M, Perkembangan Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen 1945, dalam buku Soewoto Mulyosudarmo, Pembaharuan Ketatanegaraan Melalui Perubahan Konstitusi, Malang : Asosiasi Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur kerja sama dengan In-Trans, Februari 2004, hlm. 293. 3 Rukmana Amanwinata, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jurnal Sosial Politik DIALEKTIKA Vol. 2 No. 2-2001, hlm. 20. 4 Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta : PSH FH UII, 2001, hal. 250. 2

tentang sistem pemerintahan itu adalah bicara tentang corak hubungan eksekutif-legislatif ( Sri Soemantri menyebutnya pengertian sistem pemerintahan dalam arti sempit). Sebab apabila bicara tentang hubungan lembaga-lembaga Negara yang lain selain eksekutiflegislatif namanya sudah sistem ketatanegaraan atau sistem pemerintahan dalam arti luas. Demikian pula dalam tulisan ini hanya membahas sistem pemerintahan berdasarkan pada UUD 1945 sebelum dan sesudah diamandemen. Bagaimana sistem pemerintahan pada saat di bawah Konstitusi RIS dan UUDS 1950 tentu saja penuli s tidak akan membahasnya. 5 Bentuk-bentuk Sistem Pemerintahan Dalam teori Hukum Tata Negara dikenal dua bentuk sistem pemerintahan yaitu sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensiil (presidensial). Tetapi dalam praktek ada juga dikenal sistem pemerintahan campuran yang disebut sistem parlementer tidak murni atau presidensiil tidak murni. 6 Bahkan untuk kasus Indonesia pra amandemen UUD 1945, Padmo Wahyono menamakannya dengan sistem MPR yang mempunyai kelainan baik dari sistem presidensiil, parlementer maupun sistem parlementer/presidensiil tidak murni. 7 Suatu sistem pemerintahan disebut sistem pemerintahan parlementer 8 apabila eksekutif (pemegang kekuasaan eksekutif) secara langsung bertanggung jawab kepada badan legislatif (pemegang kekuasaan legislatif). Atau dengan kata-kata Strong: is it immediately responsible to parlement, artinya kelangsungan kekuasaan eksekutif tergantung pada kepercayaan dan dukungan mayoritas suara di badan legislatif. Setiap saat eksekutif kehilangan dukungan mayoritas dari para anggota badan legislatif (misalnya, karena adanya mosi tidak percaya), eksekutif akan jatuh dengan cara mengembalikan mandat kepada Kepala Negara (Raja/Ratu/Kaisar atau Presiden). Dalam hubungan ini perlu sedikit penjelasan, bahwa keadaan di atas tidak selalu demikian. Dalam keadaan tertentu, pemegang kekuasaan eksekutif dapat mengadakan 5 Dalam tulisan Rukmana Amanwinata, Sistem...Op. Cit., dari halaman 23-24 dibahas cukup dalam sistem pemerintahan di bawah Konstitusi RIS dan UUDS 1950 tersebut. 6 Bintan R. Saragih, Majelis Permusyawaratan Op. Cit., hal. 7. 7 Ibid., hal. 26. 8 C.F. Strong menyebutnya the parliamentary executive dan Alan R. Ball menyebutnya the parliamentary types of government, lihat Rukmana... Op. Cit., hlm. 20. 3

perlawanan terhadap kekuasaan legislatif. Jalan yang ditempuh yaitu dengan cara meminta Kepala Negara membubarkan badan legislatif dan segera menyelenggarakan pemilihan umum baru. Tetapi apabila kemudian dalam badan legislatif yang baru ternyata eksekutif dikalahkan lagi, badan eksekutif diwajibkan mengembalikan mandatnya. Menurut C.F. Strong, dalam sistem the parliamentary executive terdapat lima karakteristik, yaitu : 9...the political conception of the Cabinet as a body necessarily consisting : 1. of members of the Legislature ; 2. of the same political views, and chosen from the party possessing a majority in the House of Commons ; 3. prosecuting a concerted policy ; 4. under a common responsibility to be signified by collective resignation in the event of parliamentary censure, and 5. acknowledging a common subordination to one chief minister. Secara sederhana, sistem pemerintahan parlementer murni dapat digambarkan sebagai berikut 10 : Eksekutif membentuk bertanggung jawab Legislatif Pemilu Rakyat Pemilih Gambar 1 : Sistem Pemerintahan Parlementer Murni 111. 9 C.F. Strong, Modern Political Constitutions, Perbanyakan Fakultas Hukum Unpad, 1973, hlm. 10 Bintan, Majelis...Op. Cit., hlm. 8. 4

Sistem presidensiil adalah sistem pemerintahan di mana eksekutif tidak bertanggung jawab pada badan legislatif. Pemegang kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh atau melalui badan legislatif meskipun kebijaksanaan yang dijalankan tidak disetujui oleh pemegang kekuasaan legislatif. Terdapat beberapa karakteristik system pemerintahan presidensiil atau the non-parliamentary or the fixed executive menurut C.F. Strong dan Alan R. Ball menyebutnya sebagai the presidensial types of government, yaitu 11 : 1. The president is both nominal and political head of state ; 2. The presiden is elected not by the legislature, but directly by the total electorate (the Electoral College in the United States is a formality, and is likely to disappear in the near future). The presiden is not part of the legislature, and he cannot be removed from effice by the legislature except through rare legal impeachment ; 3. The presiden cannot disolve the legislature and call a general election. Usually the president and the legislature are elected for fixed terms. Gambar sistem pemerintahan presidensial murni adalah sebagai berikut 12 : Eksekutif/Presiden Pemilu Legislatif/Parlemen Pemilu Rakyat Pemilih Gambar 3.2 Sistem Pemerintahan Presidensial Murni Seperti dikatakan di atas bahwa dalam praktek ada juga dikenal sistem pemerintahan campuran yang disebut sistem parlementer tidak murni atau presidensiil tidak murni atau dikenal dengan nama kuasi parlementer atau kuasi presidensiil. Dalam 11 Rukmana, Sistem...Op. Cit., hlm. 22. 12 Bintan, Majelis...Op. Cit., hlm. 8. 5

sistem ini, presiden mempunyai kekuasaan untuk membubarkan legislatif jika bertentangan dengan konstitusi. Sebaliknya bila presiden melanggar UUD, legislatif pun dapat menjatuhkan presiden. Bentuk sederhana dari mekanisme sistem pemerintahan kuasi ini adalah 13 : Presiden dasar membubarkan Eksekutif/ Kabinet membentuk bertanggungjawab Legislatif/ Parlemen Pemilu Rakyat Pemilih Pemilu Sistem Pemerintahan Indonesia Pra Amandemen UUD 1945 Bagaimana sistem pemerintahan Republik Indonesia menurut UUD 1945 sebelum amandemen? Ada tiga macam kelompok pendapat yang lazim. Pertama mereka yang berpendapat bahwa Republik Indonesia adalah bersistem presidensiil (Ismail Sunny, Mariam Budiarjo, Bagir Manan). Kedua, mereka yang berpendapat bahwa Republik Indonesia bersistem campuran (Usep Ranawijaya, Sri Sumantri). 14 Ketiga adalah pendapat Padmo Wahyono dengan sistem MPRnya. Menurut Bagir Manan Indonesia menganut sistem presidensiil murni karena Presiden adalah Kepala Pemerintah. Ditambah pula dengan ciri-ciri lain yaitu: 15 a. Ada kepastian masa jabatan Presiden (5 tahun). b. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR; dan c. Presiden tidak dapat membubarkan DPR. Mereka yang berpendapat bahwa Republik Indonesia bersistem campuran, karena selain memenuhi syarat-syarat ciri presidensiil, terdapat pula ciri parlementer. Presiden bertanggung jawab kepada MPR. Sedangkan MPR berwenang membuat ketetapanketetapan. Jadi MPR adalah badan legislatif. Presiden bertanggung jawab kepada MPR 13 Ibid. 14 Bagir Manan, Pertumbuhan dan Op.Cit., hal. 78. 15 Ibid., hal. 78-80. 6

berarti bertanggung jawab kepada badan legislatif. Menurut Sri Soemantri ditinjau dari segi pertanggungan jawab para Menteri serta penentuan masa jabatan Presiden selama 5 tahun, maka sistem pemerintahan yang dianut oleh Undang-Undang Dasar 1945 ialah sistem presidensiil. Akan tetapi Presiden bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang berarti adanya segi parlementer. Oleh karena demikian Undang-Undang Dasar yang berlaku sekarang ini sebenarnya menganut sistem pemerintahan yang mengandung segi presidensiil dan parlementer. Atas dasar uraian tersebut kita (Sri Soemantri) pula mengatakan, bahwa sistem yang dianut adalah sistem campuran 16. Menurut Bagir Manan baik John Lock maupun Montesquieu, menyatakan badan legislatif adalah badan yang membuat laws. Dan istilah laws, lazim diterjemahkan menjadi undang-undang. Sehingga dalam buku-buku bahasa Indonesia selalu dikatakan bahwa badan legislatif adalah badan pembuat undang-undang. Kata laws tidak pernah diterjemahkan dengan hukum, karena law dalam arti hukum tidak mengenal bentuk jamak. Di samping itu istilah hukum mencakup hukum tidak tertulis. Apakah laws tidak lebih tepat diterjemahkan dengan hukum perundang-undangan. Dengan demikian badan legislatif adalah badan pembuat hukum perundang-undangan. Kalau demikian halnya, maka semua yang berwenang membuat hukum perundang-undangan adalah badan legislatif, termasuk presiden (mengeluarkan PP, Kep. Pres), Menteri (mengeluarkan peraturan Menteri). Hal ini tidak mungkin. Presiden bagaimanapun adalah badan eksekutif, begitu pula menteri, mungkin saja mereka memiliki atau menjalankan fungsi legislatif, tetapi bukan badan legislatif. Maka lebih tepat laws itu diterjemahkan dengan undang-undang. Dan undang-undang adalah sekadar salah satu jenis saja dari berbagai hukum perundang-undangan. Dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, Undang-undang adalah hukum perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden (eksekutif) dengan persetujuan DPR (legislatif). Karena MPR bukan pembuat undangundang, maka bukan badan legislatif. Pertanggungjawaban Presiden kepada MPR, bukan pertanggungjawaban kepada badan legislatif. Sehingga unsur parlementer tidak ada sama 16 Sri Soemantri, Tentang Lembaga Op. Cit., hal. 116. 7

sekali. Pertanggungjawaban presiden kepada MPR, tidak boleh di samakan dengan pertanggungjawaban kabinet kepada parlemen dalam sistem parlementer. 17 Menurut Bagir Manan pertanggungjawaban Presiden kapada MPR merupakan upaya konstitusional untuk checking dan balancing. Karena itu meminta pertanggungjawaban Presiden dalam masa jabatannya hanya dilakukan kalau keadaan sedemikan rupa sehingga tidak ada pilihan lain. Ini, semacam pranata impeachment di Amerika Serikat sebagai senjata konstitusional yang bersifat preventif daripada reprensif. Sehingga sampai saat ini belum pernah terjadi seorang Presiden Amerika berhenti karena impeachment. Apabila pranata pertanggungjawaban Presiden kepada MPR disejajarkan dengan pertanggungjawaban kabinet kepada parlemen, maka salah satu esensi UUD 1945 yaitu eksekutif yang kuat dan stabil menjadi tidak berarti apa-apa lagi. Oleh karena MPR bukan badan legislatif, dan pertanggungjawaban presiden kepada MPR tidak dapat disejajarkan dengan pertanggungjawaban kabinet kepada parlementer (dalam sistem parlementer), maka UUD 1945 tidak mengandung segi-segi atau unsur parlementer. Unsur yang ada adalah presidentiil. Dengan demikian UUD 1945 itu menganut sistem presidentiil murni, bukan campuran. 18 Menurut Prof. Padmo Wahyono, sistem pemerintahan negara Indonesia adalah sistem MPR karena alasan-alasan sebagai berikut 19 : 1. Penyelenggara negara berdasarkan kedaulatan rakyat adalah MPR. 2. Penyelenggara pemerintahan negara adalah kepala negara selaku mandataris MPR. 3. Penyelenggara negara pembentuk peraturan perundangan ialah mandataris MPR bersama-sama dengan DPR sebagai bagian dari MPR. 4. Penentu terakhir dalam hal pengawasan jalannya pemerintahan ialah MPR. 17 Loc. Cit. 18 Loc. Cit. 19 Bintan Saragih, Majelis Permusyawaratan Op. Cit., hlm. 26. 8

Mekanisme penyelenggaraan negara menurut sistem MPR itu dapat digambarkan sebagai berikut 20 : MPR 3 4 Presiden DPR 1 2 Menteri 5 6 7 8 Rakyat Indonesia Keterangan : 1. Menteri bertanggung jawab kepada presiden 2. Presiden mengangkat menteri sebagai pembantunya dalam penyelenggaraan pemerintahan 3. MPR mengangkat presiden 4. Dengan diangkatnya presiden oleh MPR maka presiden mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan kegiatannya kepada MPR 5. Utusan golongan 6. Utusan Daerah 7. Pemilu 8. Pengangkatan Kemudian apabila meninjau rumusan sistem pemerintahan berdasarkan Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 maka akan ditemukan hal-hal sebagai berikut: 21 I. Indonesia ialah Negara yang berdasarkan atas Hukum (Rechtsstaat) 127-130. 20 Ibid. 21 H.A.K. Pringgodigdo, Tiga Undang-Undang Dasar, Jakarta : PT. Pembangunan, 1989, hlm. 9

Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat). II. Sistem Konstitusional. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (Hukum Dasar) tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). III. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.(Die gezamte Staatsgewalt liegt allein bei der Majelis). Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu Badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh Rakyat ndonesia I (Vertretungsorgan des Willens des staatsvolkes). Majelis ini menetapkan Undang-undang Dasar, dan menetapkan garis-garis besar haluan Negara. Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil-Presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan Negara yang tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggung-jawab kepada Majelis. Ia ialah Mandataris dari Majelis ia berwajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak neben akan tetapi untergeordnet kepada Majelis. IV. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi dibawah Majelis. Dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden ialah penyelenggara pemerintahan Negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan Negara, Kekuasaan dan tanggung-jawab adalah di tangan Presiden (concentration of power and responsibility upon the President). V. Presiden tidak bertanggung-jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Disampingnya Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk Undang-undang (Gezetsgebung) dan untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( Staatsbegrooting ). Oleh karena itu Presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggung-jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung daripada Dewan. 10

VI. Menteri Negara ialah pembantu Presiden. Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden mengangkat dan memberhentikan Menteri-menteri Negara. Menterimenteri itu tidak bertanggung-jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, kedudukannya tidak tergantung daripada Dewan, akan tetapi tergantung daripada Presiden. Mereka ialah pembantu Presiden. VII. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Meskipun kepala negara tidak bertanggung-jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Diatas telah ditegaskan bahwa ia bertanggung-jawab kepada Majelis Permusyawaran Rakyat kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat. Dewan ini tidak bisa dibubarkan oleh Presiden (berlainan dengan sistem parlementer). Kecuali itu anggotaanggota Dewan Perwakilan Rakyat semuanya merangkap menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu Dewan Perwakilan rakyat dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar atau oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa supaya bisa minta pertanggungan jawab kepada Presiden. Menteri-menteri Negara bukan pegawai tinggi biasa. Meskipun kedudukan Menteri negara tergantung dari pada Presiden, akan tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa oleh karena Menteri-menterilah yang terutama menjalankan kekuasaan pemerintah (pouvoir executief) dalam praktek. Sebagai pemimpin Departemen, Menteri mengetahui seluk beluk hal-hal yang mengenai lingkungan pekerjaannya. Berhubung dengan itu Menteri mempunyai pengaruh besar terhadap Presiden dalam menentukan politik Negara yang mengenai Departemennya. Memang yang dimaksud ialah, para Menteri itu Pemimpin-pemimpin Negara. 11

Untuk menetapkan politik pemerintah dan koordinasi dalam pemerintahan Negara para Menteri bekerja bersama-sama, satu sama lain seerat-sertnya di bawah pimpinan Presiden. Menurut Padmo Wahyono yang dikutip oleh Bintan R. Saragih 22, ketujuh unsur di atas (dalam sistem pemerintahan menurut UUD 1945) membentuk satu sistem pemerintahan negara atau bentuk pemerintah (Ilmu Negara). Sistem pemerintahan negara yang lazim dikenal di dalam Hukum Tata Negara ialah sistem presiden (siil) dan sistemparlemen (ter). Namun dengan adanya perbedaan prinsipil dengan kedua klise ilmiah tersebut, maka menurut Padmo Wahyono berdasarkan teori bernegara bangsa Indonesia dapat dikatakan bahwa sistem pemerintahan negara Indonesia ialah sistem-mpr. Sistem- MPR, berporoskan MPR sebagai negara tertinggi, di mana apabila dikaji dengan analisisanalisis klasik maka: a. Penyelenggara negara berdasarkan kedaulatan ialah MPR; b. Penyelenggara negara yang Kepala Negara ialah Mandataris MPR; c. Penyelenggara negara pembentuk peraturan perundangan ialah Mandataris MPR, bersama-sama dengan DPR sebagai bagian dari MPR; d. Penentu terakhir dalam hal pengawasan jalannya pemerintahan ialah MPR; Dalam menentukan sistem pemerintahan apa yang dianut UUD 1945? penulis mengikuti pendapat Bagir Manan 23, bahwa sistem pemerintahan yang dikehendaki UUD 1945 adalah sistem presidensiil. Sehingga pertanggungjawaban eksekutif (Presiden) kepada MPR bukan dalam rangka pertanggungjawaban kepada parlemen seperti dalam sistem parlementer, sehingga setiap kebijakan Presiden bisa dinilai dan Presiden bisa dijatuhkan kapan saja karena ada persepsi yang berbeda antara MPR dengan Presiden. Presiden hanya bisa dijatuhkan jika sungguh 24 telah melanggar UUD 1945 dan haluan negara lainnya. Kemudian, agar semua orang memahaminya dengan jelas (tidak debatable) bahwa sistem pemerintahan yang dianut UUD 1945 itu sistem presidensial murni maka 22 Bintan R. Saragih, Majelis Op. Cit., hal. 26-27. 23 Lihat Bagir Manan, Pertumbuhan dan Op.Cit., hal. 78. Lihat juga Bagir Manan, Lembaga, Op.Cit., hal. 107-113. 24 Menurut penulis dari kata sungguh ini mengandung pesan yang dalam dari founding fathers and mothers kita bahwa dugaan pelanggaran itu harus benar-benar dibuktikan dulu melalui prosedur yang jelas dan tegas sehingga tercipta keadilan bagi semua pihak. Jadi Presiden hanya bisa jatuh akibat melanggar hukum bukan berbeda politik dengan anggota-anggota MPR. 12

amandemen UUD 1945 harus menyentuh persoalan ini. Penulis memahami pemikiran Sri Bintang Pamungkas yang menyebutkan bahwa keruwetan sistem politik penyelenggaraan negara ini akan tetap berlangsung, tidak pernah selesai, berulang kembali, dan setiap pergantian Presiden akan selalu diwarnai dengan berbagai krisis yang tidak konstitusional, karena apa yang dimaksud dengan konstitusional (baca : presidensiil atau parlementer) dalam UUD 1945 memang tidak jelas. 25 Penulis tambahkan tidak jelas itu bagi kebanyakan orang. Sistem Pemerintahan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 Pasca amandemen UUD 1945 sistem pemerintahan NKRI menjadi benar-benar presidensiil. Hal ini dapat teridentifikasi dengan mudah setelah Presiden dan Wakil presiden dipilih langsung oleh Rakyat dalam suatu Pemilihan Umum. Seperti yang telah digambarkan di atas bahwa ciri-ciri sistem pemerintahan presidensiil adalah baik eksekutif maupun legislatif dipilih langsung oleh rakyat dan antara keduanya tidak ada hubungan pertanggungjawaban. Ciri utama yang lain dari sistem pemerintahan Presidensiil adalah bahwa pemegang kekuasaan eksekutif tunggal (presiden) tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat, melainkan langsung kepada rakyat pemilih, karena presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dipilih melalui badan pemilih (electoral college) seperti di Amerika Serikat. Sehubungan dengan sistem pemerintahan ini, amandemen UUD 1945 sudah cukup baik mengadopsi ciri-ciri sistem pemerintah Presidensiil yang semakin menguat jaring-jaring yang akan menjamin stabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini ditandai dengan adanya klausula pemilihan Presiden (dan Wapres) secara langsung oleh rakyat. Presiden tidak lagi tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR. Apapun perbedaan pandangan antara Presiden dan MPR, Presiden akan tetap sampai habis masa jabatannya. Satu-satunya cara untuk menjatuhkan Presiden dalam masa jabatannya adala melalui pranata impeachment. Tetapi dasar impeachment itu terbatas, baik secara substansial maupun prosedural tidak mudah dilaksanakan. Impeachment hanya dapat 25 Sri Bintang Pamungkas, Sistem MPR : Pengingkaran Kedaulatan Rakyat Tanggapan untuk Harry Tjan Silalahi, Harian KOMPAS, Selasa, 19 Juni 2001. 13

dilakukan apabila Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. Dengan demikian, perubahan UUD 1945 telah cukup baik menentukan jaring-jaring yang menjamin stabilitas penyelenggaraan pemerintahan, termasuk kemungkinan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya melalui pranata impeachment meskipun tidak mudah dilakukan. Menurut I Gde Pantja Astawa 26, masih sangat disayangkan bila mekanisme ataupun prosedur impeachment untuk memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya yang apabila memenuhi ketentuan pasal 7 A, menjadi lain bila dihadapkan dengan ketentuan pasal 7 B, terutama pada ayat (7) perubahan ketiga UUD 1945. Artinya, jika oleh Mahkamah konstitusi diputuskan bahwa Presiden telah terbukti memenuhi ketentuan pasal 7 A, apa reasoningnya kemudian MPR (masih) memberi kesempatan kepada Presiden untuk menyampaikan penyelasan dalam rapat paripurna MPR. Jika itu yang terjadi, ada kemungkinan Presiden tidak diberhentikan oleh MPR meskipin Mahkamah Konstitusi sudah (jelas-jelas) memutuskan Presiden telah terbukti memenuhi ketentuan pasal 7 A. Memang MPR adalah institusi/badan politik yang memiliki wewenang untuk memberhentikan ataupun tidak memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya. Sebagai badan politik, tentu sajaa pertimbangan-pertimbangan MPR dalam mengabil keputusan (memberhentikan atau tidak memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya) lebih diwarnai oleh nuansa politis, sungguhpun sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan presiden bersalah secara hukum. Persoalannya kemudian bukan terletak pada keberadaan MPR itu sebagai institusi politik, melainkan lebih terletak pada komitmen MPR itu sendiri untuk menghormati proses hukum sebagai bagian dari upaya penegakan hukum dalam kerangka supremasi hukum. Dalam konteks ini, tidak ada alasan bagi MPR untuk tidak memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Presiden telah terbukti memenuhi ketentuan pasal 7 A. Seabab, jika tidak, untuk apa dan apa gunanya Presiden diusulkan untuk diadili ke Mahkamah Konstitusi oleh DPR dan apa pula gunanya putusan MK yang menyatakan Presiden telah terbukti memenuhi ketentuan pasa 7 A bila MPR 26 I Gde Pantja Astawa, Identifikasi Masalah Atas Hasil Perubahan UUD 1945 Yang Dilakukan oleh MPR dan Komisi Konstitusi. Makalah, pada tgl 3 September 2004, di Gedung Notariat FH Unpad, Bandung. 14

kemudian tidak memberhentikan Presiden dengan alasan dan pertimbangan politik? Hak itu sama saja hendak menegaskan bahwa hukum (akan selalu ) tunduk pada kekuasan dan bukan sebaliknya sebagai perwujudan prinsip supremasi Hukum di Indonesia. Penutup Bahwa bicara tentang sistem pemerintahan yang lazim adalah bicara tentang perhubungan kekuasaan (de onderlinge) antara eksekutif dan legislatif. Sebelum amandemen UUD 1945 sistem pemerintahan NKRI susah mengidentifikasinya sehingga ada yang berpendapat : menganut sistem pemerintahan presidensiil, sistem pemerintahan campuran bahkan sistem tersendiri yang disebut sistem MPR. Tetapi pasca amandemen UUD 1945 sistem pemerintahan NKRI adalah sistem presidensiil murni. 15

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku. Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Bandung : Mandar Maju, 1995. ---------------, Lembaga Kepresidenan, Yogyakarta : Pusat Studi Hukum UII GAMA Media, 1999. ---------------, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta : PSH FH UII, 2001. Bintan R. Saragih, Majelis Permusyawaratan Rakyat. Jakarta : Gaya Media Pratama, 1992. ---------------------, Sistem Pemerintahan dan Lembaga Perwakilan di Indonesia, Jakarta : Perintis Press, 1985. Pringgodigdo, H.A.K., Tiga Undang-Undang Dasar, Jakarta : PT. Pembangunan, 1989. Sri Soemantri, Sistem-sistem Pemerintahan Negara-negara ASEAN. Bandung : Tarsito, 1976. ----------------, Tentang Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD 1945. Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993. Strong, C.F., Modern Political Constitutions, Perbanyakan Fakultas Hukum Unpad, 1973. B. Sumber Lain. I Gde Pantja Astawa, Identifikasi Masalah Atas Hasil Perubahan UUD 1945 Yang Dilakukan oleh MPR dan Komisi Konstitusi, Makalah, pada tgl 3 September 2004, di Gedung Notariat FH Unpad, Bandung. Sri Bintang Pamungkas, Sistem MPR : Pengingkaran Kedaulatan Rakyat Tanggapan untuk Harry Tjan Silalahi, Harian KOMPAS, Selasa, 19 Juni 2001. Sri Soemantri M, Perkembangan Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen 1945, dalam buku Soewoto Mulyosudarmo, Pembaharuan Ketatanegaraan Melalui Perubahan Konstitusi, Malang : Asosiasi Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur kerja sama dengan In-Trans, Februari 2004, 16

Sistem Pemerintahan Indonesia Pra dan Pasca Amandemen UUD 1945 Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum. (Lektor Kepala IV/c pada Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UNPAD) FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PADJADJARAN FEBRUARI 2008 17