Karakteristik Intuisi Siswa SMA Dalam Memecahkan Masalah Fisika Ditinjau Dari Kemampuan Fisika

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika. dengan bantuan intuitif untuk mencapai kesimpulan.

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika. dipikirkan atau dipelajari. Resnick (Talia dan Star, 2002) menyatakan

BAB V PEMBAHASAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Melalui kegiatan memecahkan masalah, siswa dapat menemukan aturan baru

BAB I PENDAHULUAN. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar sampai perguruan

Karakteristik Intuisi Siswa SMA dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Kemampuan Matematika dan Perbedaan Gender

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA DALAM MEMECAHKAN MASALAH FISIKA

REKONSTRUKSI TINGKAT-TINGKAT BERPIKIR PROBABILISTIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

GAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP LIMIT MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Intuisi Siswa SMK dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Kemampuan Matematika dan Perbedaan Gender

Pengaruh Model Pembelajaran Predict, Observe And Explain terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Balaesang

KARAKTERISTIK BERPIKIR INTUITIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk

ANALISIS PEMAHAMAN ARTI FISIS KONSEP HUKUM NEWTON MAHASISWA CALON GURU

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2)

ANALISIS MULTIMODAL REPRESENTASI MAHASISWA CALON GURU PADA PEMAHAMAN KONSEP LISTRIK DINAMIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyimpanan, pemanggilan kembali dan penggunaan pengetahuan. 15 Fischbein

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 4 No. 3 ISSN Kata Kunci: Berpikir Kritis; Kelistrikan

Penyajian Fenomena Kontekstual Berbantuan Komputer Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Kalor Pada Siswa Kelas X B SMA Negeri 1 Marawola

DESKRIPSI KEMAMPUAN GEOMETRI SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE

PENERAPAN MODEL PROBLEM SOLVING LABORATORY TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP KALOR PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 PALU

Profil Berpikir Logis dalam Memecahkan Masalah oleh Mahasiswa Calon Guru Tipe Camper

BAB III METODE PENELITIAN

Kata kunci: komunikasi matematis, perbedaan gender, faktor penyebab

Identifikasi Model Mental Siswa Pada Materi Perpindahan Kalor di SMA Negeri 5 Palu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

INTUISI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 NGANJUK DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP KRISTEN 2 SALATIGA DITINJAU DARI LANGKAH POLYA

Representasi Mahasiswa Berkemampuan Matematika Tinggi Dalam Memecahkan Masalah Program Linier

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH VEKTOR YANG DIREPRESENTASIKAN DALAM KONTEKS YANG BERBEDA PADA MAHASISWA CALON GURU FISIKA

Pengembangan Modul Praktikum Mekanika Model Inkuiri

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan penelitian deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2014:4)

DESKRIPSI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PROFIL INTUISI SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA

BAB III METODE PENELITIAN. menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata atau tulisan dari perilaku orangorang

BAB III METODE PENELITIAN

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PREDICT- OBSERVE-EXPLAIN-WRITE (POEW) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA PADA SISWA KELAS IX A SMP NEGERI 11 PALU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PROBLEM SOLVING LABORATORY MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONFLIK KOGNITIF TERHADAP PERUBAHAN KONSEP FISIKA SISWA SMA NEGERI 5 PALU

Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Menggunakan Asesmen Ranking Task Exercise (RTE) terhadap Pemahaman Konsep Hukum Newton

Penerapan Problem Solving Menggunakan Strategi Heuristik Terhadap Pemahaman Konsep Tentang Kalor Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Palu

Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FMIPA UNNES dalam Menyelesaikan Masalah Matematika

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan. pendidikan dalam berbagai bidang, diantaranya matematika.

ANALISIS KEMAMPUAN MULTI REPRESENTASI MATEMATIS BERDASARKAN KEMAMPUAN AWAL MATEMATIS MAHASISWA

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah, Peneliti sebagai instrument pertama, bersifat deskriptif, lebih

Analisis Kemampuan Siswa Mengubah Representasi dalam Physics Problem Solving Pada Siswa SMA Kelas X

BAB III METODE PENELITIAN

PROFIL KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA OPEN-ENDED MATERI PECAHAN BERDASARKAN TINGKAT KEMAMPUAN MATEMATIKA

Satya Mardi Ayuningrum 1, Rubono Setiawan 2. Pendidikan Matematika, Universitas Sebelas Maret Surakarta

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan. Proses pembelajaran di dalam kelas harus dapat menyiapkan siswa

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif, di mana dalam pelaksanaan dilakukan secara alamiah, apa adanya,

Perbedaan Hasil Belajar Fisika antara Metode Pembelajaran Kumon dan Metode Pembelajaran Group to Group Exchange pada Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Palu

ANALISIS KECERDASAN SPASIAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII SMP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Pemahaman Siswa Tentang Momen Inersia pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Biromaru

Penerapan Teknik Pembelajaran Probing -Prompting Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika pada Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri I Banawa Tengah

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atau jawaban atas

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia.1pendekatan

Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Gerak di Kelas X SMA Negeri 6 Sigi

BAB III METODE PENELITIAN

Kata Kunci: analisis, perilaku, pemecahan masalah fisika, konvergen, divergen

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu objek dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa katakata

DESKRIPSI KONSEPSI SISWA SMA TENTANG RANGKAIAN LISTRIK ARUS SEARAH

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 8 Gorontalo yang berstatus

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Gerak Lurus

Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 5 No. 2 ISSN

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan

BAB III METODE PENELITIAN. yang diarahkan untuk mendeskripsikan gejala-gejala, fakta-fakta atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

Karakteristik Intuisi Siswa SMA Dalam Memecahkan Masalah Fisika Ditinjau Dari Kemampuan Fisika Fahrul, I Wayan Darmadi dan I Komang Werdhiana fahrulalwitadjuddin@yahoo.com Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tadulako Jl. Soekarno Hatta Km. 9 Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu Sulawesi Tengah Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik intuisi siswa SMA dalam memecahkan masalah fisika berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya (Heuristik Wickelgren) ditinjau dari kemampuan fisika. Responden dalam penelitian ini adalah siswa kelas Xa SMA Negeri 1 Sindue Tombusabora. Responden penelitian ini terdiri dari 3 orang siswa dimana 1 orang siswa berkemampuan fisika tinggi, 1 orang siswa berkemampuan fisika sedang dan 1 orang siswa berkemampuan fisika rendah. Soal yang disajikan dalam penelitian ini yakni pada materi suhu dan kalor. Butir soal yang disajikan yakni berupa soal pemecahan masalah bertipe verbal. Hasil penelitian ini adalah: (1) dalam memahami masalah; semua responden menggunakan intuisi, (2) dalam membuat rencana penyelesaian masalah; semua responden tidak menggunakan intuisi, (3) dalam melaksanakan penyelesaian masalah; semua responden menggunakan intuisi, dan (4) dalam memeriksa kembali jawaban; semua responden tidak menggunakan intuisi. Kata Kunci : Karakteristik intuisi, masalah fisika, kemampuan fisika I. PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembelajaran fisika adalah untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah, baik masalah-masalah yang berkenaan dengan pemahaman konsep fisika itu sendiri maupun aplikasinya. Ahli Psikolog kognitif seperti Solso (1995) mengugkapkan bahwa pemecahan masalah merupakan aktifitas berpikir yang diarahkan pada penyelesaian masalah tertentu yang melibatkan baik pembentukkan respon-respon maupun pemilihan respon-respon yang mungkin. Polya (1975) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan. Artinya bahwa pemecahan masalah dalam fisika adalah suatu aktivitas untuk mencari solusi dari suatu masalah fisika yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan dan pengalaman fisika yang sudah dimiliki. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, berbarti bahwa pemecahan masalah dalam fisika adalah suatu aktivitas untuk mencari solusi dari suatu masalah fisika yang dihadapi dengan melibatkan semua bekal pengetahuan dan bekal pengalaman yang tidak menuntut adanya pola khusus mengenai cara atau strategi penelesaiannya. Dengan demikian dapat dirinci minimal dua bagian, yaitu pertama adakalanya seseorang menempuh melalui langkah demi langkah yang formal/analitis (seperti menggunakan rumus), kedua mungkin juga adakalanya apabila masalahnya dirasa asing atau bahkan sama sekali tidak ada hubunganya dengan pengetahuan informal seseorang maka dapat diselesaikan secara langsung, spontan, cepat dan kurang teratur langkah-langkahnya dalam menyelesaikan masalah tersebut, yang berarti bagian kedua ini tergolong berpikir dengan menggunakan kognisi intuisi. Fishbein (1999) menawarkan sifat-sifat dari intuisi yang dipandang sebagai kognisi segera (Immediate Cognition). Adapun sifat-sifat atau karakteristik tersebut diantaranya; (1) Self evident; (2) Intrinsic certainly); (3) Coerciveness; (4) Extrapolativeness; dan (5) Globality. Sifat intuisi yang pertama adalah Self evident, yang berarti bahwa jawaban yang diambil secara intuitif dianggap benar dengan sendirinya. Ini menunjukkan bahwa kebenaran yang diperoleh secara intuitif diterima berdasarkan feeling dan cenderung tidak memerlukan jastifikasi ataupun verifikasi lebih lanjut. Sebagai contoh, apabila seseorang menyimpulkan secara intuitif bahwa dua titik selalu menentukan sebuah garis atau jika dititik A, B dan C titik-titik segaris maka tepat ada satu titik diantara dua titik lainnya. Sifat intuisi yang kedua adalah Intrinsic certainly, yang berarti kepastian dari dalam dan sudah mutlak. Seperti seseorang merasa bahwa 25

pernyataan, representasi atau interpretasinya merupakan sebuah ketentuan, untuk memastikan kebenarannya tidak perlu ada dukungan eksernal (baik secara formal maupun empiris) Sifat intuisi yang ketiga adalah Coerciveness, yang berarti bersifat memaksa. Hal ini berarti bahwa seseorang cenderung menolak representasi atau interpretasi alternatif yang berbeda dengan keyakinannya. Sebagai contoh, jika seseorang mengatakan bahwa persegi panjang bukanlah jajaran genjang. Kondisi seperti ini sulit untuk dirubah dan menjadikan mereka menerima bahwa persegi panjang merupakan jajaran genjang. Sifat intuisi yang keempat adalah Extrapolativennes, yang berarti sifat meramal, menduga, memperkirakan. Artinya bahwa melalui intuisi, seseorang menangkap secara universal suatu prinsip, suatu relasi, suatu aturan melalui realitas khusus. Dengan kata lain bahwa intuisi yang bersifat Extrapolativeness juga dapat dipahami bahwa kognisi intutif juga mempunyai kemampuan untuk meramalkan, menerka, menebak makna dibalik fakta pendukung empiris. Sebagai contoh jika seseorang menyebut angka 2 dan 4 maka ia dapat menebak secara benar bahwa angka berikutnya adalah 6, meskipun aturan tersebut tidak diberikan. Padahal bisa jadi angka berikutnya adalah 8 jika aturan yang diberikan dengan cara mengalikan suku ke-1 dan suku ke-2. Sifat intuisi yang kelima adalah Glabality, yang berarti bahwa kognisi intuisi bersifat global, utuh, bersifat holistik yang terkadang berlawanan dengan kognisi yang diperoleh secara logika, tidak selalu berurutan dan berpikir analitis. Sifat Globality ini juga dapat diartikan bahwa orang yang berpikir intuitif lebih memandang keseluruhan objek daripada bagian-bagian yang terkesan kurang detail. Kegiatan belajar mengajar di sekolah sering kita jumpai banyak siswa yang pandai dalam memecahkan masalah fisika sering menggunakan cara-cara yang cerdas di luar dugaan dan kebiasaan sehingga memberikan jawaban yang singkat dan akurat. Selain itu, juga banyak siswa yang ketika memecahkan masalah cenderung memberikan jawaban yang panjang lebar dan terkadang kurang akurat, bahkan banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk menemukan cara untuk memecahkan masalah fisika. Pemahaman secara intuitif sangat diperlukan sebagai jembatan berpikir manakala seseorang berupaya untuk menyelesaikan masalah dan memandu menyelaraskan kondisi awal dan kondisi tujuan. Dengan kata lain, untuk beberapa siswa pada saat menyelesaikan masalah fisika telah mengetahui atau menemukan solusi/jawaban dari masalah tersebut sebelum siswa menuliskan langkah penyelesaiannya. Kendati demikian, pada saat mereka menemukan ide awal dalam menyelesaikan masalah atau langkah seperti apa yang paling cocok untuk menyelesaikan masalah tersebut. Munculnya ide yang demikian tentunya datang secara segera dan bersifat otomatis (immediate) atau muncul tiba-tiba (suddently) yang merupakan karakter berpikir yang melibatkan intuisi. Dengan demikian, berdasarkan penjelasan di atas, dalam hal ini kita dapat merinci minimal menjadi dua bagian pembahasan, yaitu pertama adakalanya seseorang menempuh melalui langkah demi langkah yang formal/analitis (seperti menggunakan rumus, aturan logika), kedua mungkin juga adakalanya apabila masalahnya dirasa asing atau bahkan sama sekali tidak ada hubungannya dengan pengetahuan informal seseorang dapat menyelesaiakn secara langsung, spontan, cepat dan kurang teratur langkah-langkahnya dalam menyelesaikan masalah tersebut, yang berarti bagian kedua ini tergolong berpikir intuitif. Penjelasan di atas menunjukkan adanya kaitan antara kemampuan fisika yang dimiliki siswa dengan intuisi yang digunakan siswa dalam memecahkan masalah fisika. Berkaitan dengan penggunaan intuisi dalam memecahkan masalah, maka keberadaan intuisi dalam proses pemecahan masalah menurut Polya (heuristik Wickelgren) dapat dilacak dari tahap-tahap pemecahan masalah yaitu tahap memahami masalah (See), merencanakan penyelesaian masalah (Plan), melaksanakan penyelesaian masalah (Do) dan Memeriksa kembali jawaban (Check). Keterlibatan dan pentingnya intuisi dalam proses penyelesaian masalah faktanya diakui oleh banyak matematikawan telah membantu mereka memahami, mengembangkan dan menemukan teori-teori baru dalam matematika. Banyak yang mempertanyakan mengapa kemampuan berpikir intuitif justru tidak dikembangkan dalam pembelajaran. II. METODOLOGI PENELITIAN 26

Penelitian ini mendeskripsikan karakteristik intuisi siswa SMA dalam memecahkan masalah fisika ditinjau dari kemampuan fisika. Karakteristik ini ditelusuri melalui suatu wawancara berbasis pada tugas. Oleh sebab itu jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Responden penelitian ini adalah beberapa orang siswa kelas XA SMA Negeri 1 Sindue Tombusabora. Proses pemilihan responden diawali dengan memberikan tes pilihan ganda (Multipple Choice) pada siswa kelas Xa. Dari hasil pemberian tes pilihan ganda (Multipple Choice) tersebut, siswa dikelompokkan menjadi kelompok siswa berkemampuan fisika tinggi, sedang dan rendah. Dari berbagai pertimbangan maka ditentukan 3 orang responden yang terdiri dari 1 orang responden berkemampuan fisika tinggi, 1 orang responden berkemampuan fisika sedang dan 1 orang responden berkemampuan fisika rendah. Instrumen penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Selama proses penelitian, peneliti mengikuti secara aktif kegatan responden yang berhubungan dengan pengumpulan data melalui wawancara. Selain peneliti sebagai instrumen utama, peneliti juga menggunakan instrumen bantu yaitu: (1) tes pilihan ganda (Multipple Choice), (2) tes pemecahan masalah, (3) pedoman wawancara. Kredibilitas data diperoleh dengan wawancara secara tekun, yaitu peneliti melakukan pengamatan dan wawancara dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan dan mengadakan pengulangan pertanyaan pada waktu yang berbeda terhadap informasi yang tidak jelas atau berbeda. Peneliti juga mengadakan triangulasi untuk menvalidasi data, yaitu dengan triangulasi waktu. Langkahlangkah pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) melakukan wawancara berbasis tugas yang pertama pada responden dengan menggunakan lembar tugas pemecahan masalah 1, (2) melakukan paparan data hasil wawancara 1, (3) melakukan wawancara berbasis tugas yang kedua dengan menggunakan lembar tugas pemecahan masalah 2, melakukan paparan data hasil wawancara 2, (4) melakukan perbandingan hasil paparan data hasil wawancara pertama dan kedua. (5) apabila perbandingan paparan data hasil wawancara pertama dan kedua sama, maka dikatakan data tersebut valid, sedangkan kalau tidak sama maka dilakukan wawancara ketiga dengan menggunakan tugas pemecahan masalah yang setara, dan langkah ini dilakukan sampai diperoleh dua data hasil wawancara yang sama. Analisis data dimulai segera setelah wawancara berbasis tugas telah dilaksanakan. Analsis data hasil wawancara dilakukan dengan langkah: (1) reduksi data yaitu kegiatan yang mengacu pada proses pemilihan, pemusatan perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah dilapangan, (2) pemaparan data meliputi pengklasifikasian dan identifikasi data, yaitu menuliskan kumpulan data yang terorganisir dan terkategori sehingga memungkinkan untuk menarik kesimpulan dari data tersebut, (3) menarik kesimpulan dari data yang dikumpulkan dan memverifikasi kesimpulan tersebut. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap awal dalam penelitian ini adalah pemberian tes pilihan ganda (Multiple Choice). Pemberian tes bertujuan untuk mengklasifikasikan siswa ke dalam tiga kategori yaitu siswa berkemampuan fisika tinggi, sedang dan rendah. Berikut penjelasan hasil analisis data pada penelitian ini. Responden berkemampuan fisika tinggi (R1) Responden dalam memahami masalah pada soal yakni dengan cara membaca soal dengan cara berulang-ulang. Hal tersebut dilakukan responden dengan tujuan agar mudah untuk mengetahui maksud soal. Berkaitan dengan hal ini, Fishbein (1999) mengatakan bahwa munculnya intuisi setelah seseorang berusaha mengerjakan soal dengan mencermati informasi teks soal, maka dikatakan bahwa seseorang telah menggunakan intuisi antisipatori. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa respon yang dipilih oleh responden dalam memahami soal merupakan respon yang diambil secara feeling semata (Self Evident) dan berdasarkan pengalaman seharihari (Globality). Jadi, pada tahap memahami masalah responden menggunkan intuisi. Tahapan selanjutnya yang dilakukan oleh responden adalah merencanakan penyelesaian masalah. Hasil wawancara menunjukkan bahwa dalam merencanakan masalah responden cenderung tidak merubah respon yang sudah dibangun pada tahap sebelumnya. Dalam artian bahwa responden cenderung mempertahankan 27

respon yang sudah dibangun pada tahap sebelumnya (Coerciveness). Pada tahap ini responden hanya menyusun jawaban yang sesuai dengan maksud soal. Sehingga pada tahap ini responden tidak menggunakan intuisi. Berikutnya responden melakukan tahapan melaksanakan penyelesaian masalah. Pada tahapan ini tidak terlihat potensi hadirnya intuisi dalam rangka menyelesaikan permasalahan pada soal. Hal tersebut ditunjukkan oleh hasil pekerjaan responden pada gambar 1 di bawah ini: Gambar 1. soal nomor 1 Gambar 3.1 di atas menunjukkan bahwa responden tidak mengganti jawaban. Dengan kata lain bahwa responden tidak memberikan peluang alternatif respon-respon yang memungkinkan untuk menjastifikasi responnya (Coerciveness). Sehingga pada tahap ini responden tidak menggunakan intuisi. Hal sebaliknya terjadi pada saat responden mengerjakan soal nomor dua. Dimana pada saat melaksanakan penyelesaian masalah, responden membuka peluang hadirnya intuisi dalam membantu memberikan alternatif respon dalam rangka untuk menyelesaikan soal. Hal tersebut ditunjukkan oleh gambar 2 di bawah ini: Gambar 2 soal nomor dua Gambar 2 di atas menunjukkan ketidakyakinan responden terhadap jawaban yang sebelumnya ditulis. Sehingga responden merasa perlu untuk mengganti jawabannya dengan jawaban baru yang dianggap lebih sesuai dengan maksud soal. Hal yang sama dilakukan oleh responden pada soal nomor satu dan dua pada tahap dua. Dalam hal ini, responden dikatakan telah menggunakan intuisi. memeriksa kembali jawaban. Berdasarkan hasil wawancara, responden tidak melakukan pemeriksaan kembali terhadap jawabannya. responden telah merasa yakin dengan jawaban yang sudah dipilihnya sehingga tidak perlu lagi memeriksa jawaban. Ini berarti bahwa responden menutup kemungkinan hadirnya intuisi. sehingga dapat dikatakan bahwa dalam memeriksa kembali jawaban responden menggunakan intuisi. Responden berkemampuan fisika sedang (R2) Responen R2 dalam memahami masalah pada soal yakni dengan cara membaca soal secara berulang-ulang. Hal tersebut dilakukan oleh responden dengan tujuan agar mudah untuk memahami masalah dalam soal. Fishbein (1999) mengatakan bahwa munculnya intuisi setelah seseorang berusaha mengerjakan soal dengan mencermati informasi teks soal, maka dikatakan bahwa seseorang telah menggunakan intuisi antisipatori. Hasil wawancara menunjukkan bahwa respon yang dipilih untuk dijadikan klaim jawaban merupakan hasil dari feeling saja (Self Evident). Responden mengakui bahwa jawaban hasil analisis soal hadir begitu saja dan responden merasa begitu yakin dengan respon tersebut meskipun responden tidak memiliki bukti secara analitik (Extrapolativeness). Sehingga dalam memahami masalah, responden menggunakan intuisi. perencanaan penyelesaian masalah. Pada tahap ini, responden melakukan perencanaan terhadap penyelesaian masalah pada soal. Hasil wawancara menunjukkan bahwa responden tidak melakukan perencanaan penyelesaian masalah secara bertahap (step by step). Dalam hal ini responden berusaha untuk membuat rencana penyelesaian dengan menggunakan cara sendiri. Hal tersebut terjadi karena responden tidak begitu mengingat materi yang berhubungan dengan soal yang sedang dihadapi. Sehingga untuk menyusun rencana penyelesaian masalah, responden cenderung menggunakan caranya sendiri diluar kemampuan analitik yang dimilikinya (Extrapolativeness). Selain itu, responden mengakui bahwa jawaban yang direncanakannya murni hasil analisis pada 28

tahap sebelumnya. Berkaitan dengan itu, Fishbein dan Grossman (1997) mengatakan bahwa intuisi selalu didasarkan pada struktur skemata tertentu dan intuisi sebagai dugaan spontan yang merupakan fakta dibalik layar skemata Sehingga dalam merencanakan penyelesaian masalah, responden tidak menggunakan intuisi. an pelaksanaan penyelesaian masalah. Berdasarkan hasil wawancara, responden tidak mengganti jawaban yang sudah direncanakan sebelumnya. Artinya bahwa responden tidak memberikan peluang bagi intuisi untuk turut hadir dalam rangka penyelesaian masalah (Coerciveness). Hal tersebut dapat dilihat pada salah satu jawaban responden berikut ini. Gambar 3. soal nomor dua Gambar 3 di atas menunjukkan bahwa jawaban yang diberikan oleh responden tidak mengalami perubahan. Tetapi, hal tersebut tidak terjadi pada saat responden mengerjakan soal pemecahan pada tahap kedua nomor dua. Pada saat menyelesaikan soal nomor dua tahap dua, responden mengganti jawabannya pada saat berada pada tahap ini. Berikut hasil pekerjaan responden saat menyelesaikan soal nomor dua tahap dua. Gambar 4. soal nomor dua Hasil wawancara menunjukkan bahwa responden tidak puas dengan jawaban yang telah dituliskannya. Sehingga secara tidak sadar, responden kembali membuka peluang intuisi untuk hadir dalam rangka memberikan alternatif jawaban baru yang diharapkan sesuai dengan maksud soal. Responden merasa begitu yakin dengan terakhir ini (Intrinsic Certainly). Sehubungan dengan itu Fishbein (1987) menyatakan bahwa kognisi yang secara subjektif kebenarannya terkandung didalamnya, dapat diterima dengan sendirinya dan secara lansung, holistik, menggiring dan pemerkiraan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada tahap ini, responden menggunakan intuisi. pemeriksaan kembali jawaban. Hasil wawancara dan analisis dokumen menununjukkan bahwa responden tidak melibatkan intuisi dalam rangka menyelesaikan masalah. Artinya bahwa responden telah kukuh (Intrinsic Certainly) dengan jawaban yang sudah dipilihnya (Self Evident). Sehingga pada tahap pemeriksaan kembali jawaban responden tidak menggunakan intuisi. Responden berkemampuan fisika rendah (R3) Responden dalam memahami masalah pada soal yakni dengan cara membaca secara berulang-ulang. Hal tersebut dilakukan responden dengan tujuan untuk menganalisa dan mencermati isi teks dan kemudian mengambil suatu respon yang akan dikembangkan selanjutnya pada tahap perencanaan. Berkaitan dengan itu, Fishbein (1999) mengatakan bahwa munculnya intuisi setelah seseorang berusaha mengerjakan soal dengan mencermati informasi teks soal, maka dikatakan bahwa seseorang telah menggunakan intuisi antisipatori. Hasil wawancara menunjukkan bahwa responden kesulitan untuk memahami masalah pada soal karena responden tidak begitu memahami materi yang berhubungan dengan soal. Sehingga respon yang dipilih berdasarkan hasil analisa terhadap butir soal merupakan respon yang didasari oleh feeling dan mendugaduga (Extrapolativeness). Respon yang telah dipilih ini dirasa benar begitu saja oleh responden (Self evident). Ini menunjukkan bahwa responden cenderung menggunakan kognisi intuisi dalam rangka memahami informasi teks dalam soal. Jadi, dalam memahami masalah responden menggunakan intuisi. an perencnaan penyelesaian masalah. Berdasarkan hasil wawancara dan analisis dokumen menunjukkan bahwa responden hanya melakukan pengembangan terhadap hasil analisis soal pada tahap sebelumnya tanpa mengubah respon yang telah dipilih. Tidak terlihat adanya peluang untuk merubah alternatif respon sebelumnya. Ini berarti bahwa responden merasa begitu yakin dengan jawaban yang telah dipilihnya (Coerciveness). Sehingga dalam merencanakan penyelesaian masalah responden tidak menggunakan intuisi. pelaksanaan penyelesaian masalah. Berdasarkan hasil analisis dokumen dan 29

wawancara diperoleh data bahwa responden tidak melakukan perubahan terhadap jawaban yang telah dituliskannya. Hal tersebut dapat dilihat pada salah satu jawaban responden berikut ini. Gambar 5. soal nomor satu Gambar 5 menunjukkan bahwa responden tidak mengganti jawaban yang sudah direncakan sebelumnya. Ini berarti bahwa responden tidak membuka peluang hadirnya alternatif jawaban baru yang dapat menjastifikasi jawabannya sebelumnya (Coerciveness). Sehingga dalam melaksanakan penyelesaian masalah responden tidak menggunakan intuisi. pemeriksaan terhadap jawaban. Hasil wawancara menunjukkan bahwa responden telah yakin bahwa jawaban yang dipilih dan ditulis merupakan keputusan final dan tidak dapat diganggu gugat. Responden tidak memberikan peluang terhadap alternatif jawaban baru yang dapat mengkontradiksi jawaban sebelumnya (Coerciveness). Sehingga dalam memeriksa kembali jawaban responden tidak menggunkan intuisi. Berikut adalah rangkuman karakteristik intuisi yang dilakukan oleh responden pada tahap 1 dan tahap 2: Tabel 1. Rangkuman Intuisi yang Dilakukan Responden Tahap 1 R1 Soal no. 1 intuisi - - - Benar Soal no. 2 intuisi - - - Salah Soal no. 3 intuisi - - - Salah R2 Soal no. 1 intuisi - - - Benar Soal no. 2 intuisi - - - Salah R3 Soal no. 1 intuisi - - - Salah Soal no. 2 intuisi - - - Salah Tabel 2. Rangkuman Intuisi yang Dilakukan Responden Tahap 2 R1 Soal no. 1 intuisi - Intuisi - Benar Soal no. 2 intuisi - Intuisi - Salah Soal no. 3 intuisi - - - Salah R2 Soal no. 1 intuisi - - - Benar Soal no. 2 intuisi - Intuisi - Salah R3 Soal no. 1 intuisi - - - Salah Soal no. 2 intuisi - intuisi - Salah Tabel 1 dan 2 di atas merupakan rangkuman hasil identifikasi hadirnya intuisi pada saat responden mengerjakan soal pemecahan masalah pada tahap satu dan dua. Data pada tabel di atas memberikan gambaran bagaimana intuisi dapat teridentifikasi pada saat responden mencoba memecahkan masalah fisika. Tabel 3.1 dan 3.2 menunjukkan bahwa peluang hadirnya intuisi saat responden berusaha mengerjakan soal pemecahan masalah terdapat pada tahap See dan Do. Selain itu, data pada tabel juga memberikan gambaran yang jelas tentang respon yang diberikan oleh responden saat mengerjakan soal, dimana respon itu direalisasikan dalam bentuk jawaban benar dan salah. Data menunjukkan bahwa alternatif jawaban yang dituliskan oleh responden dalam rangka menyelesaikan masalah mayoritas salah. Hal ini semakin mempertegas bahwa hadirnya intuisi pada saat individu berusaha mengerjakan soal tidak memberikan jaminan terhadap hasil yang diperoleh. Sejalan dengan itu, Tsamir dan Tirosh (1997) mengatakan bahwa kebenaran yang diperoleh secara intuitif tidaklah mutlak. Intuisi hanya memandu seseorang untuk beraktifitas fisika, namun hasil aktivitas fisika yang didasarkan intuisi belum tentu memperoleh suatu kebenaran. IV. KESIMPULAN Kesimpulan dalam penelitian adalah sebagai berikut: (1) dalam memahami masalah; semua responden tidak menggunakan intuisi, (2) dalam membuat rencana penyelesaian masalah; semua responden menggunakan intuisi antispatori, (3) dalam melaksanakan penyelesaian masalah; semua responden menggunakan intuisi, dan (4) dalam memeriksa kembali jawaban masalah; semua responden tidak menggunakan intuisi. 30

DAFTAR PUSTAKA [1] Abidin, Zainal. (2011). Intuisi Siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) dalam Pemecahan Masalah Matematika Divergen. IAIN Ar-Raniry Banda Aceh : Nanggroe Aceh Darussalam. [2] Fischbein. (1987). Intuition in Science and Mathematics. Dordrecht: D. Riedel. [3] Munir. (2012). Model Penalaran Intuitif Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika. (Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Yogyakarta pada tanggal 10 November 2012) [4] Muniri. (2013). Karakteristik Berpikir Intuitif Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matmatika. Prosiding pada FMIPA UNY Yogyakarta [5] Putra, Nusa. (2013). Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. [6] Sanjaya, Wina. (2013). Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta: PT. Fajar Interprtama Mandiri. [7] Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta: Bandung. [8] Usodo, Budi. (2012). Karakteristik Intuisi Siswa SMA dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Kemampuan Matematika dan Perbedaan Gender. Jurnal Pendidikan Matematika, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 31