BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang ada. Namun di sisi lain sastra merupakan karya cipta yang bukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian

BAB I PENDAHULUAN. berkembang melalui penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (BNSP, 2006: 5).

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hesti Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 KESIMPULAN. 79 Universitas Indonesia. Materi dan metode..., Muhammad Yakob, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Sastra ialah seni pertunjukan dalam kata-kata dan memiliki kekuatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerja sama antara guru dan

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum Tingkat Satuan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca,

BAB I PENDAHULUAN. terampil menulis, agar mereka dapat mengungkapkan ide, gagasan, ataupun

BAB I PENDAHULAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran bahasa Indonesia memiliki empat aspek keterampilan utama

TEKS WAWANCARA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MENULIS NARASI DENGAN PENDEKATAN QUANTUM LEARNING

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam kurikulum satuan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP/MTs kelas VII terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. pukul 09:00 WIB untuk menanyakan kendala atau hambatan pada saat. pembelajaran Mendengarkan Pementasan Drama di dalam kelas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan beberapa hal sebagai berikut: (1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu program pemerintah

Sastra selalu melibatkan pikiran pada kehidupan sosial, moral, psikologi,

berbahasa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi secara lisan maupun tulisan

I. PENDAHULUAN. sekolah meliputi empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan

realita dan fiksi. Kita hidup dalam keduanya. Sastra memberikan kesempatan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog (Sudjiman,

BAB I PENDAHULUAN. sastra ini dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh siswa. Sastra terbagi menjadi beberapa jenis misalnya puisi, cerpen, novel,

BAB I PENDAHULUAN. pendapat Sumardjo (Mursini 2010:17) yang mengemukakan bahwa sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berbahasa yang baik. Bentuk bahasa dapat dibagi dua macam, yaitu

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa mencakup empat komponen, yaitu menyimak/

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran

BAB I PENDAHULUAN. Drama merupakan gambaran kehidupan sosial dan budaya masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan emosional peserta didik dan menerapkan fungsi penunjang

BAB 1 PENDAHULUAN. siswa dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah. Siswa. dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang sering terjadi dalam dunia pendidikan meliputi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dery Saiful Hamzah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya. Menurut Oemarjati dalam Milawati (2011: 1) tujuan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran karya sastra di tengah-tengah masyarakat pembaca merupakan

BAB I PENDAHULUAN. surat) dengan tulisan melihat banyaknya manfaat yang akan diperoleh siswa

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran Bahasa Indonesia nilai KKM siswa masih dibawah rata-rata

Oleh Dewi Astuti. Drs. Syamsul Arif, M. Pd. ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengajaran Bahasa Indonesia memegang peranan yang sangat penting di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran dalam Kurikulum

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Bahasa Indonesia merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan di

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI MODEL ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS IV SD TERUMAN BANTUL SKRIPSI. Oleh Sartinem NPM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu: keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia masih sering dilaksanakan dengan

BAB III. terdiri dari 15 laki-laki dan 10 perempuan. Adapun permasalahan dalam penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang cerdas ditentukan oleh kualitas pendidikan di negaranya. Semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengalaman, semangat, ide, pemikiran, dan keyakinan dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. proses terjadinya perubahan prilaku sebagai dari pengalaman. kreatif, sehingga mampu memacu semangat belajar para siswa.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nikke Permata Indah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. lebih terfokus. Pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sistem sosial kehidupan. Iswanto (dalam Jabrohim, 2001:59) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pembelajaran sastra saat ini. Kondisi itu menyebabkan hasil belajar

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Pembelajaran sastra memiliki empat manfaat bagi para siswa, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan terutama pada

BAB I PENDAHULUAN. bersastra. Pada kurikulum 2013, pelajaran bahasa Indonesia mengalami. mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir siswa.

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran sejarah sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan berbicara, menurut Arsjad dan Mukti (1988: 36) dapat berlangsung. tertentu dan menggunakan metode tertentu pula.

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, pengalaman, kreatifitas imajinasi manusia, sampai pada penelaahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. sekolah. Oleh karena itu, kemampuan menguasai bahasa Indonesia sangat

PENDAHULUAN. Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra. dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menulis adalah suatu aspek keterampilan berbahasa dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa mencakup keterampilan menyimak, berbicara,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menuntut siswa

BAB 1 PENDAHULUAN. Menulis naskah drama merupakan salah satu kegiatan atau bentuk dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah dunia rekaan yang merupakan bias atau bayang-bayang dari kenyataan yang ada. Namun di sisi lain sastra merupakan karya cipta yang bukan sekedar permainan dan dusta bahasa. Pengajaran sastra di lembaga pendidikan formal dari hari ke hari semakin sarat dengan berbagai persoalan. Tampaknya, pengajaran sastra memang pengajaran yang bermasalah sejak dahulu. Keluhan-keluhan para guru, subjek didik dan sastrawan tentang rendahnya tingkat apresiasi sastra sekama ini menjadi bukti konkret adanya sesuatu yang tak beres dalam pengajaran sastra di lembaga pendidikan formal. Pembelajaran sastra harus mampu menumbuhkan apresiasi siswa terhadap karya sastra. Apresiasi sebagai sebuah istilah dalam bidang sastra dan seni lebih mangacu pada aktivitas memahami, menginterpretasi, menilai dan pada akhirnya memproduksi suatu karya. Oleh karena itu, pembelajaran sastra di lembaga pendidikan formal idealnya tidak hanya sebatas pemberian teks sastra dalam genre tertentu untuk dipahami dan diinterpretasikan oleh siswa (apresiasi reseptif). Pembelajaran sastra harus diarahkan pada penumbuhan kemampuan siswa dalam menilai atau mengkritik kelebihan dan kekurangan teks yang terutama dalam bermain drama. Berdasarkan penelitian tersebut, siswa mampu membuat sebuah teks yang lebih bermutu. Pelajaran sastra penting untuk memperkaya ruang batin siswa. 1

Dalam Kurikulum Tingkat Pendidikan (KTSP) kelas XI SMA untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, salah satu kompetensi keterampilan berbicara yang harus memiliki siswa yaitu keterampilan bermain drama. Namun, harapan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Hal ini dapat di lihat dari observasi awal yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 1 Limapuluh Kabupaten Batu Bara. Kurangnya keseriusan siswa saat bermain drama, penghanyatan siswa terhadap lingkungan sosial yang kurang, serta cara atau teknik yang kurang dalam memahami drama. Pelajaran yang dianggap pelajaran yang tidak terlalu penting bagi masa depan sehingga pelajaran sastra terasa meletihkan (Hartanto, 2007:23). Semua pelajaran harus diajukan untuk memperkaya ruang dalam batin siswa. Dengan memperkaya ruang batin siswa, sekolah tidak menjadi mesin pencetak manusia yang tidak mempunyai nilai-nilai luhur dan tidak menghormati lingkungannya, tetapi sekolah menjadi tempat bagi siswa untuk berproses menjadi pribadi yang berkompeten dan tidak mengukur segala sesuatu dengan materi. Salah satu jenis pengajaran sastra yang ada dalam kurikulum adalah drama. Dalam kalangan siswa., mahasiswa hingga kalangan umum mengetahui kebenaran drama yang tidak lepas dari kehidupan mereka, karena drama merupakan gambaran dari kehidupan sosial dan budaya masyarakat itu sendiri. Tapi, khususnya siswa sekarang kurang berminat untuk belajar drama atau memainkan drama tersebut karena kurangnya minta siswa bermain drama. Menurut Suyadi San (2004:3) Langkah pertama dalam memahami suatu drama adalah keterlibatan jiwa, yaitu peristiwa ketika pembaca atau penonton menyimak 2

pikiran dan perasaaan pengarang dalam hubungannya dengan suatu masalah yang dihadapi dalam lingkungan sosial. Pengajaran sastra khususnya drama bukanlah suatu hal yang gampang untuk dikuasai, karena drama menceritakan gambaran dalam kehidupan nyata. Pengajaran drama perlu diperhatikan sehingga nilai estetik dalam diri siswa dapat berkembang melalui pembinaan daya pikir siswa. Karya sastra khususnya drama yang ada di sekolah SMAN I Rundeng Pemko Subulussalam sering diabaikan begitu saja. Suatu bidang yang sebenarnya menarik menjadi suatu yang sangat membosankan. Siswa sulit memahami apa itu sebenarnya drama dan bagaimana supaya mampu bermain drama. Salah satu faktor melatarbelakangi mengapa siswa sulit bermain drama adalah kurangnya keseriusan dan tidak mendalami apa yang terjadi di kehidupan yang sebanarnya. Selain itu, drama juga terabaikan karena kurangnya kreativitas, sehingga drama itu sendiri tidak dipelajari lebih jauh. Drama cukup dipelajari dengan mengetahui judulnya, pengarang dan pembacanya hingga waktu belajar selesai. Menurut Penelitian Nur Farida Melalui kegiatan tersebut, siswa tidak lagi mengeluh kecapekan ketika menyelesaikan tugas-tugas berikutnya. Yang dalam hal ini terdapat tugas penyelesaian soal-soal dalam LKS yang meliputi tugas uji pemahaman dan uji kompetensi yang terdiri dari tiga bentuk soal yaitu bentuk pilihan ganda, isian dan uraian singkat setelah melaksanakan sosiodramanya. Ada 3 anak yang memperoleh nilai rata-rata 70, diantaranya 2 anak mendapatkan nilai 78, 1 anak mendapatkan nilai 73, 1 anak 76, 1 anak mendapatkan nilai 82, 1 anak mendapatkan nilai 87, 1 anak mendapatkan nilai 90, 2 anak mendapatkan nilai 92 dan seorang lagi 64. Dari hasil observasi pada siklus ketiga itu, terdapat para pemain sosiodrama seluruhnya 7 orang anak melakukan permainan secara aktif. Dan seperti pada kegiatan-kegiatan sebelumnya, setelah selesai sosiodrama peneliti melakukan refleksi dan diskusi terhadap hasil sosiodramanya. dari 8 orang anak, mereka telah berani mengkomentari teman-temannya yang telah bersosiodrama. 4 anak mengatakan sependapat 3

dengan salah satu pemain yang telah memperagakan isi cerita, dan 4 yang lain tidak sependapat dan melakukan aksi yang berbeda-beda. Dan yang paling membuat peneliti termotivasi menciptakan strategi-strategi atau metode-metode yang serupa adalah adanya beberapa siswa yang menginginkan kegiatan pembelajaran dalam bentuk permainanpermainan. Menurut Penelitian Feni Rizkiyaturrohmah Hasil analisis data menunjukkan bahwa (1) pembelajaran dengan menggunakan metode sosiodrama (bemain drama) pada materi pokok ikatan Kimia lebih mampu meningkatkan minat belajar siswa dari pada metode latihan soal (drill) pada siswa kelas X MAN Klaten Tahun Pembelajaran 2008/2009, ditunjukkan dengan hasil uji-t yang diperoleh t hitung 4,337 > t tabel dengan signifikan = 0,000 < α = 0,05. (2) pembelajaran dengan menggunakan metode sosiodrama (bermain peran) pada Materi Pokok Ikatan Kimia lebih mampu meningkatkanprestasi belajar kimia siswa dari pada metode latihan soal (drill) pada siswa X MAN Klaten Tahun Pembelajaran 2008/2009, yang ditunjukkan dengan hasil uji-t dan hasil t hitung 5,023 > t tabel siknifikasi 0,000 < α = 0,05. Dan peningkatan hasil post-test terhadap kelas eksprimen lebih besar dibandingkan kelas kontrol yakni 6,8 dan 3,2. Salah satu model pembelajaran drama yang menarik adalah sosiodrama. Cerita yang ada di dalam drama berasal dari kehidupan. Untuk itu, sosiodrama menawarkan suatu model pembelajaran yang menghubungkan antara lingkungan sosial dengan drama itu sendiri. Sosiodrama merupakan pembelajaran dengan cara mempertunjukan kepada siswa tentang masalah-masalah hubungan sosial untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Roestiyah (2008:90) mengatakan, Kadang-kadang banyak peristiwa psikologis atau sosial yang sukar bila dijelaskan dengan kata-kata belaka. Maka perlu didramatisasikan, atau siswa partisipasikan untuk berperan dalam peristiwa sosial tersebut. Hal ini tentunya menjadi suatu jalan yang dapat dilalui untuk mencapai keberhasilan dalam bermain drama dengan belajar dari lingkungan sosial yang ada. 4

Bila drama dihubungkan dengan model pembelajaran sosiodrama, mungkin akan terdapat hubungan atau pengaruh, karena dalam terdapat penalaran kehidupan sosial dan menggambarkan kehidupan yang sesungguhnya. Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian tentang Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Sosiodrama Terhadap Kemampuan Bermain Drama oleh Siswa Kelas XI SMA I Negeri Rundeng Pemko Subulussalam Tahun Pembelajaran 2014/2015. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan masalah-masalah yang ada diantaranya adalah sebagai berikut: 1. rendahnya minat siswa bermain drama 2. keseriusan siswa saat bermain drama kurang 3. kurangnya kemampuan siswa dalam memahami unsur intrinsik drama 4. model pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dapat diketahui ada 4 masalah yang perlu mendapat pemecahan dalam pengajaran drama di sekolah. Melihat adanya permasalahan, maka penulis memilih salah satu dari identifikasi masalah yaitu masalah upaya meningkatkan model yang digunakan kurang bervariasi. Dalam penelitian ini penulis mengkaji masalah model pembelajaran sosiodrama terhadap kemampuan bermain drama siswa kelas XI SMAN I Rundeng Pemko 5

Subulussalam, karena model pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang baik untuk melihat kemampuan bermain drama siswa. Wina Sanjaya (2008:87) berpendapat bahwa, Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial dan permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia, seperti masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, juga digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah, adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kemampuan bermain drama oleh siswa SMA N I Rundeng Pemko Subulussalam sebelum menggunakan model pembelajaran Sosiodrama? 2. Bagaimana kemampuan bermain drama oleh siswa SMA N I Rundeng Pemko Subulussalam setelah menggunakan model pembelajaran Sosiodrama? 3. Apakah ada pengaruh penerapan model pembelajaran sosiodrama signifikan terhadap kemampuan bermain drama siswa? 6

E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam bermain drama sebelum menggunakan model pembelajaran Sosiodrama. 2. untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam bermain drama setelah menggunakan model pembelajaran Sosiodrama. 3. untuk mendeskrifsikan seberapa besar pengaruh penerapan model pembelajaran sosiodrama terhadap kemampuan bermain drama siswa kelas XI SMA N I Rundeng Pemko Subulussalam. F. Manfaat Penelitian Jika tujuan ini tercapai, maka penelitian ini mempunyai manfaat teoretis dan manfaat praktis. Secara teoretis hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pengajaran sastra. Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. sebagai bahan informasi sekolah mengenai model pembelajaran sosiodrama dalam mengajarkan drama 2. sebagai pedoman untuk bahan masukan bagi penelitian sebagai calon guru kelak akan mengajarkan bidang study Bahasa Indonesia 7

3. sebagai bahan masukan bagi para guru bidang study Bahasa Indonesia agar lebih meningkatkan kualitas pengajaran secara umum dan pengajaran bermain drama secara khususnya 4. menambahkan wawasan dalam memberikan model pembelajaran yang inovatif bagi guru Bahasa Indonesia. 8

9

10

11

12

13

14