The Maturity of Social Capital Relation with Universal Child Immunization Achievement Target in Public Health Center of Surabaya

dokumen-dokumen yang mirip
Zakiyah,et al, Hubungan antara Peran Petugas Kesehatan dengan Cakupan Imunisasi per Antigen...

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

LEMBAR EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI DEGAP CIRAP (KADER SIGAP UCI DIGARAP) UPK PUSKESMAS KAMPUNG DALAM Lap. Inpovasi : KOTA PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Roekmy Prabarini Ario, Widodo J. Pudjiraharo, Djazuly Chalidyanto

IMPLEMENTASI PROGRAM ALOKASI DANA DESA DALAM PENGEMBANGAN MODAL SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012 mengatakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH DUKUNGAN MASYARAKAT BAGI KELUARGA TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELUARGA DALAM PROGRAM IMUNISASI DASAR DI KELURAHAN DAYEUH LUHUR

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bebas dari penyakit cacar oleh WHO sejak tahun 1974.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

Kata Kunci : Pelatihan, Motivasi, Dukungan Keluarga dan Masyarakat, Keaktifan Kader Posyandu

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

RENCANA AKSI KINERJA DAERAH (RAD) DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Target ,10 per 1000 KH

EFEKTIVITAS DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN PERKOTAAN (P2KP) DI KOTA BANDAR LAMPUNG

ANALISIS SISTEM KEMITRAAN DALAM PROGRAM IMUNISASI BERDASARKAN PERAN PERANGKAT DESA, BIDAN DESA, DAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk terciptanya kesadaran, kemauan

Dalam Pokok bahasan ini akan diuraikan secara ringkas berbagai pendekatan dan bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun

SKRIPSI. PERAN PROMOSI KESEHATAN DI PUSKESMAS DALAM CAPAIAN PHBS RUMAH TANGGA DENGAN IBU NIFAS (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Porong)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. keharmonisan hubungan suami isteri. Tanpa anak, hidup terasa kurang lengkap

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

EVALUASI PROSES PELAKSANAAAN KELAS IBU HAMIL DI KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

DESKRIPSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS KOTA WILAYAH SELATAN KOTA KEDIRI

Pendidikan & Promosi Kesehatan

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK KADER DALAM PENYULUHAN DI MEJA 4 PADA POSYANDU DI KELURAHAN NGALIYAN, KOTA SEMARANG

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KADER DENGAN PELAYANAN POSYANDU DI DESA SIDOREJO GODEAN SLEMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita terhadap Tindakan Imunisasii Dasar Lengkap di Kelurahan Lambung Bukit Kota Padang Tahun 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016 NOMOR 32 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG REVITALISASI POSYANDU

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MUSYAWARAH MASYARAKAT DESA DI PUSKESMAS KALIGONDANG KABUPATEN PURBALINGGA

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU IBU DALAM BERSALIN KE BIDAN

Eskalila Suryati 1 ; Asfriyati 2 ; Maya Fitria 2 ABSTRACT

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 27 A TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN IBU BALITA DALAM KEGIATAN POSYANDU DI POSYANDU NUSA INDAH DESA JENAR KECAMATAN JENAR KABUPATEN SRAGEN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian target Millenium Development Goals (MDG s) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GAMBARAN PELAYANAN KUNJUNGAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,

PENGARUH REAKSI IMUNISASI DPT/HB TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU IBU DALAM PELAKSANAAN IMUNISASI DPT/HB DI KOTA SEMARANG

Sekilas tentang POKJANAL POSYANDU Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu, Kemenkes RI, 2011

PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN KECAMATAN PURWODADI Jl. Raya Purwodadi No. 53 Telp (0343) Kec. Purwodadi Kab. Pasuruan 67163

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 82 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI HOLISTIK-INTEGRATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN ANAK USIA DINI HOLISTIK-INTEGRATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMANFAATAN MEDIA INTERNET SEBAGAI MEDIA INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM PEMBERDAYAAN PETANI DI DESA PONCOKUSUMO KECAMATAN PONCOKUSUMO

BUPATI MADIUN SALISSS SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG

Kemitraan Dalam Kesehatan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pos Pelayanan Terpadu. Layanan Sosial Dasar. Pedoman.

136 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. ISSN (elektronik) PENDAHULUAN ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENCAPAIAN IMUNISASI BAYI YANG RENDAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang dikelola dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk

WALIKOTA MOJOKERTO, PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 17 TAHUN 2012 TENT ANG

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

PENCAPAIAN PROGRAM PHBS DI PUSKESMAS SWAKELOLA DEMPO PALEMBANG TAHUN 2007

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA KADER POSYANDU BALITA DI DESA TANGGUNGPRIGEL KECAMATAN GLAGAH KABUPATEN LAMONGAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU YANG MEMILIKI BALITA DENGAN KUNJUNGAN KE POSYANDU

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM OKTOBER 2013

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU IBU BALITA DENGAN KUNJUNGAN KE POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MOKOAU TAHUN 2015

PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG POSYANDU LANSIA TERHADAP KEAKTIFAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dinas Kesehatan Kota Surabaya adalah suatu instansi pemerintahan Kota

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MODAL SOSIAL IBU HAMIL DALAM PROGRAM PENDAMPINGAN KADER THE SOCIAL CAPITAL OF PREGNANT WOMEN IN THE MENTORING PROGRAM CADRE

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN ACEH TIMUR

PEDOMAN PELAKSANAAN DAN PEMBINAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PUSKESMAS ABCD BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

Transkripsi:

dengan Pencapaian Target Universal Child Immunization (UCI) di Wilayah Puskesmas Kota Surabaya The Maturity of Social Capital Relation with Universal Child Immunization Achievement Target in Public Health Center of Surabaya 1 ANNISA NURIDA * DJAZULY CHALIDYANTO * * Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya ABSTRACT Universal Child Immunization (UCI) recapitulation at 2008 to 2010, Public Health Center UCI is decreasing. The objective is to analyze the relationship on maturity level of social capital with the achievement of Universal Child Immunization. It is a research, using an observational study design. It using stratified proportional random sampling technique. Sample is Public Health Center immunization program coordinator in 34 Puskesmas. The results of Spearman correlation test there was no relation between the level on maturity of social capital district, sub district, PKK, and RT/RW. It is also has no relation between P1, P2, and P3 immunization program with the UCI achievement. The improvement suggestions starting from Surabaya government, health department of Surabaya until Public Health Center, which is one of it is to re-improve the regulation that involves cooperation between health authorities, municipalities and agencies to implement the synergy of cooperation between the Public Health Center to district until the sub district in synergy to support immunization program. Strengthen the political commitment that support immunization program becomes operational, start from the province, city, district to the village level, and sub district. Increasing maturity of social capital with the policy, program or activity of Surabaya Health Department and has to be done by all Public Health Center in Surabaya. Keywords: social capital, Universal Child Immunization, Public Health Center Correspondence: Annisa Nurida, Jl. Menaggal Utara No. 8 Gayungan Surabaya, Email: annisanurida.m.d@gmail. com. Telp: 081358326344 PENDAHULUAN Pada era globalisasi (globalization) mulai tampak semakin jelas bahwa peranan nonhuman capital di dalam seluruh sistem cenderung semakin berkurang. Para stakeholder yang bekerja di berbagai sistem semakin yakin bahwa modal tidak hanya berwujud secara fisik akan tetapi juga berupa human capital. Dewasa ini berbagai sistem didominasi oleh peranan human capital yaitu pengetahuan dan keterampilan manusia. Komponen lain dari human capital adalah kemampuan masyarakat untuk berhubungan satu sama lain. Kemampuan tersebut menjadi modal penting bagi seluruh aspek kehidupan. Modal yang demikian disebut dengan social capital yaitu kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama demi mencapai tujuan bersama di dalam suatu kelompok dan organisasi (Coleman, 1990). Sesuai Kepmenkes 482/MENKES/SK/2010 imunisasi merupakan upaya efektif untuk menurunkan angka kematian anak yang merupakan salah satu tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan utama imunisasi adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Dalam rangka pencapaian UCI di tahun 2014 dilakukan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional Universal Child Immunization tahun 2010 2014 (GAIN-UCI 2010 2014). Indikator keberhasilan GAIN UCI mengacu pada RPJMN tahun 2010 2014 dengan target tahun 2010 mencapai UCI 80% dan 80% bayi usia 0 11 bulan mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2011 mencapai UCI 85% dan 82% bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2012 mencapai UCI 90% dan 85% bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2013 mencapai UCI 95% dan 88% bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2014 mencapai UCI 100% dan 80% bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Salah satu indikator keberhasilan program imunisasi adalah tercapainya UCI 80-80 - 80, artinya cakupan imunisasi dasar lengkap tercapai 80% merata di kabupaten atau kota, 80% tercapai merata di kecamatan dan 80% merata di desa atau kelurahan (WHO-Indonesia, 2002). Berdasarkan hasil rekapitulasi pencapaian UCI Puskesmas dan UCI kelurahan dari laporan Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun 2008 hingga 2010 didapatkan data bahwa selama tiga tahun berturut terjadi penurunan pencapaian UCI Puskesmas pada tahun 2008 hingga 2010 53 Puskesmas. Demikian pula dengan pencapaian UCI kelurahan yang menurun tahun 2008 dan 2009 dan mengalami stagnansi tahun 2009 2010. Hasil pencapaian UCI kelurahan tahun 2009 dan 2010 sama namun berbeda nilainya, karena tiap Puskesmas memiliki jumlah kelurahan yang berbeda, karena data

2 J. Adm. Kebijak. Kesehat., Vol. 10, No. 1, Januari April 2012: 1 5 yang digunakan data tahun 2008 hingga 2010 maka standart yang digunakan adalah dasar RPJMN sebagai acuan dengan target tahun 2010 di mana mencapai UCI desa atau kelurahan 80% dan 80% bayi usia 0 11 bulan mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Berdasarkan data yang telah disampaikan sebelumnya, maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah belum tercapainya target UCI di wilayah Puskesmas Kota Surabaya selama tahun 2008 2010. Adapun tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan tingkat kematangan social capital dengan pencapaian target UCI, menganalisis tingkat kematangan social capital lintas sektor, dalam pencapaian target UCI, Menganalisis perencanaan, pelaksanaan dan penilaian (P1, P2 dan P3) program imunisasi Puskesmas dalam pencapaian target UCI, menganalisis hubungan tingkat kematangan social capital lintas sektor dengan pencapaian target UCI, menganalisis hubungan P1, P2 dan P3 program imunisasi Puskesmas dengan pencapaian target UCI. Kemudian menyusun rekomendasi upaya peningkatan pencapaian target UCI di wilayah Puskesmas Kota Surabaya. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan penelitian Cross Sectional Populasi penelitian adalah seluruh Puskesmas di Kota Surabaya. Sedangkan sampel penelitian adalah 34 Puskesmas di Kota Surabaya yang terkategori menjadi 3. Penelitian dilakukan dengan cara mengambil data sekunder di Dinas Kesehatan Kota Surabaya dan data primer pada koordinator program imunisasi Puskesmas. Setelah data dikumpulkan kemudian dilakukan analisis secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi semua variabel, kemudian dilihat hubungannya dengan tabulasi silang dan uji korelasi Spearman. HASIL DAN PEMBAHASAN Lintas Sektor menurut Perspektif Koordinator Program Hasbullah (2006) menyatakan bahwa social capital berfungsi sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan anggota masyarakat maupun organisasi secara bersama. Menurut Herawati (2003) menjelaskan bahwa dalam kenyataannya social capital merupakan suatu spirit atau kekuatan. Perekat yang semakin matang akan semakin membuat kesatuan anggota organisasi semakin utuh dan dengan mudah untuk mencapai tujuan bersama. Tingkat kematangan social capital dapat dinyatakan dalam kategori tidak matang dan matang. Tingkat kematangan social capital yang menjadi masalah menurut prinsip Pareto di mana persentase jika terkategori yang tidak matang > 20%, yaitu pada pihak kecamatan (36,5%), kelurahan (24,7%) dan PKK (32,9%). Sedangkan RT/RW tidak menjadi masalah karena persentase yang tidak matang sebesar 14,7%. Hal ini dikarenakan RT/RW selalu berinteraksi langsung dengan pihak Puskesmas dalam menyediakan lokasi yang mengakibatkan pelaksanaan program imunisasi (posyandu) interaksi cenderung lebih sering daripada lintas sektor lain. Nilai untuk menentukan tingkat kematangan dari social capital dihitung dari rerata lima indikator. Nilai minimal adalah 1 dan maksimalnya 4, artinya semakin tinggi nilai reratanya maka tingkat social capital semakin matang. Penilaian ini juga berlaku bagi ke-empat lintas sektor (kecamatan, kelurahan, PKK dan RT/RW). Pencapaian target UCI desa atau kelurahan adalah suatu strategi operasional dalam upaya pemerataan cakupan imunisasi. Target cakupan UCI desa/kelurahan ini sangat penting mengingat program imunisasi akan efektif bila secara kuantitatif cakupan tinggi dan merata sampai tingkat desa atau kelurahan dan dapat dipertahankan terus-menerus. Dan secara kualitatif mutu pelayanan terjaga terusmenerus sesuai standard, termasuk penanganan cold chain. Adapun fungsi penentuan target cakupan UCI desa/ kelurahan adalah untuk memantau pencapaian cakupan berdasarkan wilayah (desa) dan untuk menentukan daerah kantong risiko tinggi (Dinkes, 2004). Kecamatan menurut Perspektif Koordinator Program Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kematangan social capital kecamatan sesuai berdasarkan prinsip Pareto. Bila dilihat dari tingkat kematangan pada tiap indikator social capital, yang paling menjadi masalah adalah indikator group and network dengan persentase tidak matang sebesar 44,1%. Social capital memengaruhi hubungan kerja sama (group and network) antara koordinator program imunisasi Puskesmas dengan kecamatan. Social capital merujuk pada bagian organisasi sosial seperti kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan tindakan yang terkoordinasi. Social capital bersifat produktif, yang memungkinkan pencapaian target UCI. Proses berkembangnya social capital membutuhkan waktu panjang melalui interaksi berulang yang memungkinkan untuk saling membangun kesepahaman, kepercayaan serta nilai dan aturan main yang disepakati bersama antar pelaku kerja sama (Dhesi, 2000). Dari hasil uji korelasi Spearman diketahui bahwa tidak ada hubungan antara tingkat kematangan social capital kecamatan menurut perspektif koordinator program imunisasi puskesmas dengan pencapaian target UCI. Bila dilihat tabulasi silang antara tingkat kematangan tiap indikator social capital dengan pencapaian target UCI diketahui bahwa kelima indikator memiliki hubungan dengan pencapaian target UCI, karena pada tingkat kematangan social capital yang matang selalu memiliki

(Annisa Nurida) 3 persentase pencapaian target UCI yang lebih baik dari pada yang tidak matang. Namun bila dilihat dengan uji korelasi Spearman didapatkan hasil probabilitas group and network (0,80), trust (0,05), collective action (0,05), social inclusion (1,00), dan information and communication (0,93), sehingga yang terdapat hubungan yaitu pada trust dan collective action. Melalui rasa saling percaya (trust), setiap orang dapat bekerja sama secara lebih efektif karena ada kesediaan di antara mereka untuk menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu (Fukuyama, 1995). Trust timbul apabila adanya saling interaksi (collective action) pada waktu yang relatif lama dan mendalam. Biasanya kualitas ikatan sosial tadi akan lebih baik apabila pihak kecamatan dan Puskesmas tergabung untuk melakukan kegiatan bersama. Dengan tingkat kematangan trust yang baik antara kecamatan dan Puskesmas akan membangun kerja sama yang baik pula di antara keduanya. Dengan kerja sama yang baik akan memudahkan pencapaian tujuan bersama yaitu pencapaian target UCI. Sebenarnya kelima indikator social capital akan saling menunjang dalam suatu hubungan kerja sama. Kerja sama yang dilandasi kepercayaan akan terjalin apabila dilandasi oleh kejujuran, keadilan, keterbukaan, saling peduli, saling menghargai, saling menolong di antara anggota kelompok. Kepercayaan merupakan modal yang sangat penting untuk membangun kerja sama dengan pihak lain (Lawang, 2004). Kelurahan menurut Perspektif Koordinator Program Sesuai prinsip Pareto persentase tingkat kematangan social capital kelurahan menjadi masalah dalam penelitian, namun nilainya jauh lebih baik dibanding kecamatan. Bila dilihat dari tiap indikatornya didapatkan bahwa persentase group and network (26,5%), collective action (29,4%), social inclusion (32,4%) dan information and communication (23,5%). Dan yang tidak menjadi masalah berdasarkan prinsip Pareto adalah trust (11,8%). Karena kelurahan lebih sering berinteraksi langsung dengan Puskesmas, di mana Puskesmas merupakan salah satu organisasi pelayanan kesehatan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat dan saling bergantung antar individu serta unit program. Agar pelayanan di Puskesmas dapat memuaskan dibutuhkan pelayanan yang dilandasi oleh saling percaya, kerja sama dan menjalin network dengan lintas sektor. Dari hasil uji korelasi Spearman diketahui bahwa tidak ada hubungan antara tingkat kematangan social capital kelurahan dengan pencapaian target UCI Puskesmas menurut perspektif koordinator program imunisasi puskesmas. Bila dilihat pada tiap indikator social capital diketahui bahwa tidak ada yang memiliki korelasi dengan pencapaian target UCI. Namun pada tabulasi silang antara tingkat kematangan social capital kelurahan dengan pencapaian target UCI tampak bahwa kelima indikator memiliki hubungan dengan pencapaian target UCI karena pada indikator social capital yang matang lebih cenderung mencapai target UCI dibandingkan yang tidak matang. Sejak awal hubungan (network), setiap orang membutuhkan jaminan bahwa mereka diterima sepenuhnya, termasuk rasa aman untuk mengemukakan pendapat dan berkontribusi dalam kegiatan kelompoknya (social inclusion). Membutuhkan suasana saling menghargai untuk menumbuhkan penerimaan dalam kelompok, sehingga kelompok tersebut akan tumbuh menjadi komunitas yang kuat. Dalam perkembangan ikatan sosial sebuah komunitas, saling mengenal dengan baik merupakan awal dari tumbuhnya komunitas tersebut. Kepercayaan (trust) tidak akan tumbuh terhadap orang baru dengan begitu saja, karena membutuhkan pembuktian dalam sikap dan perilaku dalam waktu yang relatif lama. Untuk menumbuhkan kepercayaan, pertukaran informasi sangat diperlukan. Informasi yang diberikan tidak akan berarti apabila dalam hubungan tadi tidak didasari kepedulian, sikap dan perilaku yang berdasarkan kepada nilai universal yang diyakini (collective action) sebagai nilai yang berlaku di seluruh tempat seperti jujur, adil, kesetiaan, saling melindungi di antara sesama semua anggota komunitas. Dari penjelasan diatas dapat dilihat sebenarnya kelima indikator social capital saling menunjang demi terwujudnya kerja sama yang baik dalam pencapaian target UCI. PKK menurut Perspektif Koordinator Program Imunisasi Puskesmas dengan Pencapaian Target UCI Puskesmas Kota Surabaya Menurut prinsip Pareto, ada kecenderungan bahwa tingkat kematangan social capital pada PKK yang tidak matang 20% (32,9%), sehingga tingkat kematangan social capital menjadi terkait dari masalah namun nilainya lebih baik dari pada tingkat kematangan social capital kecamatan. Tingkat kematangan social capital yang menjadi masalah ini dimungkinkan karena warga di Kota Surabaya kurang mau atau tidak ada waktu untuk berperan sukarela dalam kegiatan PKK, mengingat kesibukan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Social capital merupakan salah satu modal yang harus dimiliki suatu organisasi. Putnam et. al. (1993) menyatakan bahwa social capital meliputi karakteristik organisasi seperti kepercayaan, norma, dan jejaring sosial, yang memudahkan koordinasi dan kerja sama untuk tujuan bersama. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat kematangan social capital PKK dengan pencapaian target UCI. Bila dilihat pada tiap indikator social capital nya dengan pencapaian target UCI melalui tabulasi silang didapatkan semua indikator social capital yang matang memiliki pencapaian target UCI yang lebih baik dari pada yang tidak matang. Namun bila dilihat dengan uji korelasi Spearman yang memiliki korelasi hanya indikator social inclusion PKK. Di mana social inclusion merupakan partisipasi atau keikutsertaan

4 J. Adm. Kebijak. Kesehat., Vol. 10, No. 1, Januari April 2012: 1 5 dalam kegiatan atau tindakan bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kegiatan bersama antara PKK dan Puskesmas dilakukan untuk mendukung pelaksanaan program imunisasi dalam tujuan pencapaian target UCI. Di mana PKK merupakan mitra kerja yang cocok dalam pelaksanaan program imunisasi. PKK memegang peran sangat penting untuk menggerakkan masyarakat sehingga dapat membantu program promosi kesehatan untuk memberikan penyuluhan pada masyarakat. PKK memberikan fasilitas berupa sumber daya (SDM, dana, sarana dan prasarana) yang terkait dengan pelaksanaan program imunisasi, agar cakupan kelurahan UCI dapat tercapai. Dengan adanya partisipasi dalam berbagai kegiatan (social inclusion) yang baik, maka secara otomatis akan meningkatkan kematangan group and network, trust, collective action dan information and communication. Sehingga tiap indikator social capital saling terkait dan saling memengaruhi satu sama lain dalam pembentukan kematangan social capital. RT/RW Menurut Perspektif Koordinator Program Dari hasil analisis deskriptif diketahui bahwa frekuensi tingkat kematangan social capital RT/RW termasuk dalam kategori tidak matang kurang dari 20% (4,7%), sehingga menurut prinsip Pareto hal tersebut bukan menjadi masalah dalam penelitian ini. Social capital merupakan sebuah sumber daya (resource) yang timbul dari adanya interaksi tiap orang/kelompok yang berbeda dalam suatu komunitas, yang membentuk jaringan sosial, yang dibatasi oleh norma tertentu, didasari oleh perasaan saling percaya, pengertian, dan berdasarkan atas nilai bersama, yang kemudian dikelola menjadi sebuah institusi untuk membuat aksi kolektif. Tidak ada hubungan antara tingkat kematangan social capital RT/RW dengan pencapaian target UCI. Namun bila dilihat dianalisis korelasi tingkat kematangan tiap indikator social capital dengan pencapaian target UCI didapatkan bahwa yang terdapat korelasi adalah indikator trust RT/RW. Bila dilihat dari hubungan tingkat kematangan social capital dengan pencapaian target UCI melalui tabulasi silang nampak bahwa tingkat kematangan social capital yang matang cenderung lebih bisa mencapai target UCI dibanding yang tidak matang. RT/RW selalu berperan secara langsung saat pelaksanaan imunisasi di wilayahnya. Salah satu sifat warga di beberapa wilayah di Surabaya memiliki ketergantungan antar warga yang sangat kuat, sehingga mengharuskan setiap warga untuk merawat hubungan baik dan selalu berkomunikasi dengan tetangga dan warga di wilayah tersebut. Sifat kekerabatan dan komunikasi informasi yang baik juga menjadi sumber lahirnya kekuatan kebersamaan dan gotong royong yakni nilai empati dan saling ketergantungan antar tetangga yang membangkitkan kepekaan sosial antar warga. Tingkat kematangan social capital yang baik dasar terjadi karena adanya indikator social capital yang bagus dan saling memengaruhi satu sama lain. Dengan matangnya social capital akan memudahkan pencapaian target UCI. Perencanaan, Pelaksanaan dan Penilaian (P1, P2 dan P3) Program Imunisasi Puskesmas dengan Pencapaian Target UCI di Puskemas Kota Surabaya Masalah yang timbul dari hasil distribusi frekuensi, menurut prinsip pareto adalah pada tahap pelaksanaan/p2 dengan persentase kurang sebesar > 20% (23,5%). Dari hasil penelitian ini, proses pelaksanaan/p2 belum optimal. Karena tahap pelaksanaan/p2 merupakan implementasi langsung di lapangan dan berkaitan langsung dengan masyarakat, lintas program dan lintas sektor. Dari hasil uji korelasi disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara perencanaan, pelaksanaan dan penilaian (P1, P2 dan P3) program imunisasi dengan pencapaian target UCI Puskesmas. Namun dari hasil tabulasi silang nampak bahwa semakin baik tahap perencanaan/p1 maka pencapaian target UCI nya pun semakin baik. Begitu pula dengan tahap penilaian/p3. Pada tahap pelaksanaan/p2 dilihat dari tabel tabulasi silang kurang nampak memiliki hubungan antara tingkat kematangan social capital dengan pencapaian target UCI, bisa dikarenakan tahap pelaksanaan/p2 merupakan tahap yang langsung bersentuhan dengan masyarakat dan lintas sektor lain sehingga banyak faktor yang dapat memengaruhi tahap pelaksanaan/p2. Pelaksanaan/ P2 program imunisasi Puskesmas merupakan kegiatan yang dilakukan setelah tahapan perencanaan/p1. Kegiatan dilaksanakan melalui pembentukan tim pemantauan kegiatan, pemantauan penggunaan sumber daya, dengan koordinasi lintas program, lintas sektor dan pelaksanaan supervisi serta bimbingan teknis sehingga apa yang direncanakan dapat tercapai sesuai tujuan. Rekomendasi Upaya Peningkatan Pencapaian Target UCI Melalui Upaya Perbaikan Social Capital dan P1, P2, P3 Program Imunisasi Bagi Pemerintah Kota Surabaya adalah memantapkan komitmen politis sehingga menjadi operasional dari provinsi, kota, kecamatan sampai ke tingkat desa/ kelurahan dalam rangka pengelolaan program imunisasi. Memantapkan koordinasi lintas program, lintas sektor pada setiap jenjang administrasi pemerintah dalam pengelolaan program imunisasi. Meletakkan dasar hukum, dengan menyusun instruksi Gubernur kepada Walikota dan Kepala Desa/Lurah untuk mendukung pencapaian UCI. Bagi Kepala Dinas Kesehatan Kota dan Kepala Puskesmas adalah harus berinisiatif menghubungi Bupati/ Walikota dan Camat dalam memantapkan pelembagaan PWS. Minilokakarya Puskesmas secara teratur dengan melibatkan lintas sektor. Mengadakan kegiatan ringan baik dalam Puskesmas maupun dengan lintas sektor, seperti: outbond, rekreasi, pengajian rutin setiap bulan, kerja bakti, dan kegiatan ringan lainnya yang mengikutsertakan lintas

(Annisa Nurida) 5 sektor yang terkait. Sehingga hubungan kerja sama dan komunikasi akan semakin terjalin erat, otomatis akan meningkatkan kematangan social capital. Melakukan sosialisasi dengan melibatkan masyarakat, perangkat kecamatan/kelurahan dan tokoh yang ada di wilayah Puskesmas, sehingga mereka bisa menyebarluaskan informasi yang didapat seperti perkumpulan jamaah tahlil. Dengan kata lain jika program disosialisasikan melalui berbagai kegiatan yang ada di masyarakat maka akan berhasil, karena suatu perkumpulan kemasyarakatan merupakan saluran yang efektif untuk mensosialisasikan program imunisasi. Dengan demikian keterlibatan jaringan di wilayah setempat dalam kegiatan masyarakat sangat diperlukan untuk meningkatkan upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang lebih efektif dan efisien. Meningkatkan keaktifan kegiatan organisasi yang ada seperti PKK, yang bisa digunakan sebagai sarana untuk bertukar informasi dan pengalaman, sehingga dapat mensinergikan kegiatan yang ada di organisasi PKK dengan kegiatan program imunisasi. Dinas Kesehatan harus lebih rutin mengadakan lomba pemilihan kader PKK teladan. Mengadakan pelatihan rutin dengan bantuan Puskesmas pada PKK untuk meningkatkan kemampuan program imunisasi. Memberikan reward pada PKK atas kerelaan nya membantu program imunisasi, sehingga lebih bersemangat untuk membantu program imunisasi. SIMPULAN Masalah tingkat kematangan social capital menurut prinsip pareto terletak pada kecamatan, kelurahan dan PKK. Bila dilihat tiap indikator social capital kecamatan yang jadi masalah paling besar pada group and network. Sedangkan kelurahan ada 4 indikator yang menjadi masalah. Pada PKK persentase tidak matang terbesar ada pada information and communication. Pada RT/RW sebenarnya persentase total tidak masalah namun bila dilihat dari tiap indikatornya ada satu indikator yang jadi masalah yaitu social inclusion. Dari hasil korelasi Spearman didapatkan bahwa tingkat kematangan social capital lintas sektor dengan pencapaian target UCI tidak ada yang saling berkorelasi, namun bila dilihat di tiap indikator terdapat korelasi yaitu trust dan collective action kecamatan, social inclusion PKK dan trust RT/RW. Namun bila dilihat dari tabulasi silang nampak terdapat korelasi tingkat kematangan tiap indikator social capital lintas sektor dengan pencapaian target UCI. Pada P1, P2 dan P3 Program imunisasi Puskesmas, yang menjadi masalah adalah tahap P2 menunjukkan bahwa dari hasil uji korelasi spearman tidak ada hubungan antara P1, P2 dan P3 program imunisasi dengan pencapaian UCI. Namun dari hasil tabulasi silang nampak bahwa makin baik tahap perencanaan/p1 maka pencapaian target UCI nya pun semakin baik. Begitu pula dengan tahap penilaian/p3, makin baik tahap penilaian makin baik pula pencapaian target UCI. Pada tahap pelaksanaan/p2 dilihat dari tabel tabulasi silang kurang nampak memiliki hubungan antara tingkat kematangan social capital dengan pencapaian target UCI. SARAN Saran bagi Dinas Kesehatan Kota Surabaya adalah meningkatkan kematangan social capital yang masih menjadi/terintegrasi masalah yaitu kecamatan dan PKK melalui kebijakan, kegiatan ataupun program dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya yang diterapkan oleh semua Puskesmas di Kota Surabaya, yang sesuai dan mendukung peningkatan kematangan social capital lintas sector. Lebih mengefektifkan temu koordinasi program imunisasi secara berkala di Kecamatan (tiap bulan), Kota (tiap 2 bulan) dan Provinsi (tiap 3 bulan). Dengan melibatkan leading sektor pemerintah kota sebagai koordinator dan melibatkan lembaga swadaya masyarakat dan tokoh agama. Berinisiatif menghubungi Bupati/Walikota dan camat dalam mendukung pencapaian target UCI. Bagi Puskesmas di Kota Surabaya adalah meningkatkan kematangan social capital yang masih dalam kategori belum matang dan cukup matang dengan kebijakan, kegiatan ataupun program Puskesmas yang sesuai dan mendukung peningkatan kematangan social capital. Koordinator program imunisasi diharapkan untuk mampu mengarahkan anggotanya untuk bersikap menunjang peningkatan kematangan social capital, sehingga lintas sector dapat meningkatkan pencapaian target UCI. DAFTAR PUSTAKA Coleman J. 1999. Social Capital in the Creation of Human Capital. Cambridge Mass: Harvard University Press. Dhesi, Autar S. 2000. Social Capital and Community Development. Community Development Journal. Vol. 35 No. 3 July 2000. Oxford University Press. Dinas Kesehatan. 2004. SPM Bidang Kesehatan Propinsi Jawa Timur. Surabaya: Dinkes Propinsi Jatim. Fukuyama, Francis. 1995. Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity. New York: Free Press. Hasbullah J. 2006. Social Capital Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia. Jakarta: MR-United Press. Herawati, Mefi, Hesti Rinandar. 2003. Penguatan dan Pengembangan Modal Sosial Masyarakat Adat. Yogyakarta, Institute For Research And Empowerment (IRE)-Pemberdayaan Masyarakat Adat. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan republik Indonesia nomor 482/MENKES/ SK/IV/2010. Tentang pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta. Lawang, Robert MZ. 2005. Kapital Sosial, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Putnam RD. 1993. The Prosperous Community: Social Capital and Public Life. American Prospect, 13, Spring, 35 42. In Elinor Ostrom and T.K. Ahn. WHO, Universal Child Immunization. 2002. www.who.or.id. [Diakses tanggal 10 Oktober 2012].