PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN CIREBON TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1986 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENGGUNAAN TANAH SERTA RUANG UDARA DI SEKITAR BANDAR UDARA

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1996 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1996 Tentang : Kebandarudaraan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANGKA TENGAH

(19) Peta cakupan pelayanan bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (18) huruf a, tercantum dalam Lampiran III.

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP BANDAR UDARA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

WALIKOTA BANJARMASIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1996 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUPOKSI

Rencana Umum Tata Ruang Kota yang telah ditetapkan;

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Syarat Bangunan Gedung

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012

BAB IV PERUMUSAN KLHS DAN REKOMENDASI RPJMD

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH


PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENIMBUNAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Transkripsi:

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011-2031 A. PENJELASAN UMUM Guna mendukung terwujudnya penataan ruang yang berkualitas dan memperhatikan kelestarian lingkungan maka diterbitkan undang-undang beserta peraturan lainnya yang mengatur mengenai penataan ruang. Hal ini diwujudkan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya termasuk Norma Standar Pedoman dan Manual. Tentu saja hal tersebut berpengaruh terhadap perkembangan dan perubahan paradigma dalam kegiatan penataan ruang di wilayah Kabupaten Cirebon, baik perubahan secara internal dan eksternal. Perubahan paradigma ini dapat dilihat dari aspek pengendalian pemanfaatan ruang, yang salah satunya mengatur sanksi tegas secara administrasi maupun pidana bagi para pelanggar pemanfaatan ruang. Perubahan dinamika yang terjadi mendorong untuk segera dilakukannya penyesuaian rencana tata ruang wilayah Kabupaten Cirebon. Hal ini penting dilakukan, mengingat penataan ruang selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Penyesuaian yang dilakukan ini diharapkan dapat mengantisipasi perkembangan penataan ruang di Kabupaten Cirebon ke arah yang tidak diharapkan. Adapun dinamika eksternal yang terjadi diantaranya adanya rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Kabupaten Majalengka. Sedangkan dinamika internal diantaranya berupa pemekaran wilayah kecamatan yang semula berjumlah 37 (tiga puluh tujuh) kecamatan menjadi 40 (empat puluh) kecamatan. Dimana pemekaran tersebut berpengaruh terhadap perubahan luas wilayah serta batas-batas administrasi kecamatan di Kabupaten Cirebon. Selain itu juga adanya pengembangan beberapa kawasan konservasi di wilayah Kabupaten Cirebon. Konservasi tidak hanya terfokus pada konservasi hutan, melainkan juga konservasi air, tanah, udara dan lainnya. Hal ini sebagai salah satu wujud kepedulian Kabupaten Cirebon terhadap pengendalian kualitas lingkungan. Terkait dengan adanya penyesuaian penataan ruang di Kabupaten Cirebon, dalam penyusunannya RTRW Kabupaten Cirebon sudah mengacu pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Ciayumajakuning-Gardang. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa RTRW harus mengacu pada KLHS.

~ 2 ~ Perumusan substansi RTRW yang memuat tujuan, kebijakan dan strategi, rencana, arahan pemanfaatan dan pengendalian, ditujukan untuk dapat menjaga sinkronisasi dan konsistensi pelaksanaan penataan ruang serta mengurangi penyimpangan implementasi indikasi program utama yang ditetapkan yang diharapkan akan lebih mampu merespon tantangan dan menjamin keberlanjutan pembangunan, melalui berbagai pembenahan serta pembangunan ruang yang produktif dan berdaya saing tinggi, demi terwujudnya masyarakat yang lebih sejahtera. B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Istilah yang ditetapkan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan kesamaan pengertian dalam Peraturan Daerah ini dan sudah disesuaiakan dengan istilah yang telah ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pasal 2 Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Cirebon disesuaikan dengan visi dan misi pembangunan Kabupaten Cirebon. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6

Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 ~ 3 ~

~ 4 ~ Pasal 16 Pasal 17 Huruf b Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) bandar udara yang dimaksud merupakan daerah yang dikuasai badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara, yang digunakan untuk pelaksanaan pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian fasilitas bandar udara. Adapun DLKr digunakan untuk : a. fasilitas pokok di bandar udara, yang meliputi : 1) Fasilitas sisi udara; 2) Fasilitas sisi darat; 3) Fasilitas navigasi penerbangan; 4) Fasilitas alat bantu pendaratan visual; 5) Fasilitas komunikasi penerbangan. b. fasilitas penunjang bandar udara, yang meliputi : 1) Fasilitas penginapan/ hotel; 2) Fasilitas penyediaan toko dan restoran; 3) Fasijitas penempatan kendaraan bermotor; 4) Fasilitas perawatan pada umumnya; 5) Fasilitas lainnya yang menunjang secara langsung atau tidak langsung kegiatan bandar udara Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKP) bandar udara merupakan daerah di luar Iingkungan kerja bandar udara yang digunakan untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan, serta kelancaran aksesibilitas penumpang dan kargo. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) yang dimaksud merupakan batas-batas keselamatan operasi penerbangan yang merupakan suatu kawasan disekitar bandar udara yang penggunaannya harus memenuhi persyaratan guna menjamin keselamatan operasi penerbangan. KKOP ini meliputi 6 (enam) kawasan sebagai berikut: a) Kawasan ancangan pendaratan dan Iepas landas, yang merupakan kawasan perpanjangan kedua ujung landasan di bawah Iintasan pesawat udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yang dibatasi oleh ukuran panjang dan lebar tertentu; b) Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan yang merupakan sebagian dart kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan ujung-ujung landasan dan mempunyai ukuran tertentu, yang dapat menimbulkan kemungkinan terjadi kecelakaan; c) Kawasan di bawah permukaan transisi. yang merupakan bidang dengan kemirtngan tertentu sejajar dengan dan berjarak tertentu dart poras landasan, pada bagian bawah dibatasi oleh titik perpotongan dengan garts-garis datar yang ditarik tegak lurus pada poros landasan dan pada bagian atas dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal dalam; d) Kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam, yang merupakan bidang datar dl atas dan sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu

~ 5 ~ untuk kepentingan pesawat udara melakukan terbang rendah pada waktu akan mendarat atau setelah lepas landas; dan e) Kawasan di bawah permukaan kerucut, yang merupakan bidang dari suatu kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal Iuar, masing-masing dengan radius dan ketingglan tertentu dlhitung dan titik referensi yang ditentukan f) Kawasan di bawah permukaan horizontal-luar, yang merupakan bidang datar di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan keselamatan dan efisiensi operasi penerbangan antara lain pada waktu pesawat mefakukan pendekatan untuk mendarat dan gerakan setefah tinggal landas atau gerakan dalam hal mengalami kegagalan dalam pendaratan Batas kawasan kebisingan yang dimaksud merupakan kawasan tertentu di sekitar bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara dan yang dapat mengganggu Iingkungan dengan perhitungan Tingkat Kebisingan Terbobot yang Diterima secara Sepadan dan Kontinyu (WECPNL). Adapun yang dimaksud dengan WECPNL adalah suatu ukuran yang diusulkan oleh organisasi penerbangan sipil Internasional (ICAO) untuk menilai ekspos yang kontinyu terhadapa kebisingan jangka panjang dari berbagai pesawat terbang. Kawasan tingkat kebisingan ini terdiri atas : a. Kawasan kebisingan tingkat I ( 70 WECPNL < 75 ), yaitu tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan atau bangunan kecuali untuk jenis bangunan sekolah dan rumah sakit. b. Kawasan kebisingan tingkat II ( 75 WECPNL < 80), yaitu tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan danatau bangunan kecuali untukjenis kegiatan dan atau bangunan sekolah, rumah sakit dan rumah tinggal; c. Kawasan kebisingan tingkat Ill (80 WECPNL) yaitu tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk membangun fasilitas bandar udara yang dilengkapi insulasi suara dan dapat dimanfaatkan sebagai jalur hijau atau sarana pengendalian Iingkungan dan pertanian yang tidak mengundang burung. Pasal 18 Pasal 19

~ 6 ~ Pasal 20 Huruf a Wireless atau dalam bahasa indonesia disebut nirkabel, adalah teknologi yang menghubungkan dua piranti untuk bertukar data tanpa media kabel. Data dipertukarkan melalui media gelombang cahaya tertentu (seperti teknologi infra merah pada remote TV) atau gelombang radio (seperti bluetooth pada komputer dan ponsel) dengan frekuensi tertentu. Huruf a Base Transceiver Station (BTS) adalah pemancar sinyal suatu operator. BTS berfungsi menjembatani perangkat komunikasi pengguna dengan jaringan menuju jaringan lain. Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Huruf d Sanitary Landfill merupakan tempat penimbunan sampah yang dilengkapi dengan sistem sanitasi. Pasal 24 Pasal 25 Huruf d Pembangunan IPAL industri batik di kawasan Plered merupakan kawasan di sekitar daerah yang memiliki potensi pengrajin batik. Untuk lokasi IPAL industri batik yang belum diatur dalam kawasan peruntukkan IPAL industri batik sebagaimana yang disebutkan di atas agar disesuaikan dengan potensi dan karakteristik wilayahnya, serta harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Pasal 26 Pasal 27

~ 7 ~ Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Huruf b Hidroorologis merupakan siklus atau perputaran air. Dimana siklus hidroorologis dimulai dari air hujan, sebagian air hujan mengalir di atas permukaan tanah dan sebagian lagi masuk ke dalam tanah, karena panas matahari air menguap sehingga terbentuklah awan sampai terjadi hujan kembali. Pasal 31 Pasal 32 Huruf a Yang dimaksud dengan sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai, dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Penetapan batas Sempadan Pantai mengikuti ketentuan: a. perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami; b. perlindungan pantai dari erosi atau abrasi; c. perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana alam lainnya; d. perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah, mangrove, terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria, dan delta; e. pengaturan akses publik; serta f. pengaturan untuk saluran air dan limbah. Huruf b Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan-kiri sungai, termasuk sungai buatan/ kanal/ saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk melestarikan fungsi sungai. Huruf c Kriteria kawasan sekitar situ adalah daratan sepanjang tepian situ yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi

~ 8 ~ fisik situ, sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Perlindungan terhadap kawasan sekitar situ dilakukan untuk melindungi situ dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsinya. Huruf d Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan sekurangkurangnya 200 (dua ratus) meter di sekitar mata air. Huruf e Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38

~ 9 ~ Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41 Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 Pasal 46 Pasal 47 Dalam kawasan peruntukkan industri, untuk jenis industri yang belum diatur agar disesuaikan dengan potensi dan karakteristik

~ 10 ~ wilayahnya, serta harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Pasal 48 Pasal 49 Pasal 50 Pasal 51 Pasal 52 Pasal 53 Pasal 54

Pasal 55 Pasal 56 Pasal 57 Pasal 58 Pasal 59 Pasal 60 Pasal 61 Pasal 62 Pasal 63 ~ 11 ~

Pasal 64 Pasal 65 Pasal 66 Pasal 67 Pasal 68 Pasal 69 Pasal 70 Pasal 71 ~ 12 ~

~ 13 ~ Huruf e Enclave pertambangan (kawasan kantung pertambangan) adalah lahan pertambangan yang berada di antara lahanlahan yang bukan diperuntukan pertambangan. Ayat (8) Ayat (9) Ayat (10) Pasal 72 Pasal 73 Pasal 74 Pasal 75 Pasal 76 Pasal 77

~ 14 ~ Ayat (8) Ayat (9) Pasal 78 Pasal 79 Pasal 80 Pasal 81 Pasal 82 Huruf d Pengertian Zero Delta Q Policy atau kebijakan prinsip zero delta Q adalah keharusan agar tiap bangunan tidak boleh mengakibatkan bertambahnya debit air ke sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai. Pasal 83 Huruf d Abrasi air laut merupakan peristiwa alam yang berupa pengikisan bibir pantai oleh gelombang air laut. Akresi air laut merupakan peristiwa penambahan bibir pantai sebagai akibat adanya asupan sedimen yang berlebihan di daerah pantai. Akresi merupakan kebalikan dari peristiwa abrasi. Dimana kecepatan akresi di beberapa pantai dikendalikan oleh intensifnya sedimentasi hasil erosi di hulu. Intrusi air laut merupakan peristiwa peresapan air laut yang mencemari air tanah.

~ 15 ~ Pasal 84 Pasal 85 Pasal 86 Huruf b Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Pasal 87 Pasal 88 Pasal 89 Pasal 90 Ayat (4

~ 16 ~ Pasal 91 Huruf d Potensi lestari adalah pemanfaatan perikanan yang berkelangsungan dan tidak pernah habis sehingga dapat diambil hasil panen di tahun berikutnya. Pasal 92 Pasal 93 Huruf a AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. AMDAL merupakan kajian lingkungan yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Pasal 94 Pasal 95 Huruf e Yang dimaksud dengan rencana kelengkapan prasarana paling sedikit meliputi jalan, drainase, sanitasi, dan air minum. Yang dimaksud dengan rencana kelengkapan sarana paling sedikit meliputi rumah ibadah dan ruang terbuka hijau (RTH). Yang dimaksud dengan rencana kelengkapan utilitas umum paling sedikit meliputi, jaringan listrik termasuk KWH meter dan jaringan telepon. Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus mempertimbangkan kebutuhan prasarana, sarana, dan utilitas umum bagi masyarakat yang mempunyai keterbatasan fisik, misalnya penyandang cacat dan lanjut usia. Pasal 96 Huruf d Yang dimaksud Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Adapun Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untukmenggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan. Pasal 97

Pasal 98 Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102 Pasal 103 Pasal 104 Pasal 105 Pasal 106 Pasal 107 ~ 17 ~

~ 18 ~ Pasal 108 Pasal 109 Pasal 110 Pasal 111 Pasal 112 Pasal 113 Huruf a Peringatan tertulis, dapat dikenakan kepada kegiatan yang sedang dilaksanakan tetapi melanggar/tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau belum memiliki ijin yang diperlukan, melanggar ketentuan dalam ijin yang diberikan, atau lalai melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ijin yang telah diberikan; Huruf b Penghentian sementara kegiatan, dapat dikenakan kepada permohonan perijinan yang dalam jangka waktu tertentu belum melengkapi kelengkapan syarat administratif yang ditetapkan; Huruf c Penghentian sementara pelayanan umum, dapat dikenakan kepada kegiatan pelayanan umum yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dan tidak mengindahkan peringatan dan/atau teguran yang diberikan oleh aparat pemerintah daerah; Huruf d Cukup Jelas

~ 19 ~ Huruf e Pencabutan ijin yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang, dengan atau tanpa penggantian yang layak, dapat dikenakan kepada setiap ijin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, baik yang telah ada sebelum maupun sesudah adanya Rencana Tata Ruang yang ditetapkan; dan/atau bila pemegang ijin lalai mengikuti ketentuan perijinan, dan atau membangun menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan dalam ijin yang diberikan; Huruf f Cukup Jelas Huruf g Pembongkaran, dapat dikenakan pada pemanfaatan ruang dan/atau bangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, termasuk bangunan liar yang tidak mungkin diberikan ijinnya. Pembongkaran dilakukan setelah peringatan dan perintah pembongkaran yang diberikan tidak ditaati; Huruf h Pemulihan fungsi atau rehabilitasi fungsi ruang, dapat dikenakan kepada kegiatan yang menyebabkan peralihan fungsi ruang; Huruf i Cukup Jelas Ayat (8) Ayat (9) Ayat (10) Ayat (11) Ayat (12) Ayat (13) Ayat (14) Ayat (15) Pasal 114 Pasal 115 Pasal 116 Pasal 117

~ 20 ~ Pasal 118 Pasal 119 Pasal 120 Pasal 121 Pasal 122 Pasal 123 Pasal 124 Pasal 125 Pasal 126 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 35