PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL. Nomor : P. 05 /V-PTH/2007 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL Nomor : P. 07 /V-PTH/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P. 06 /V-PTH/2007

PROSEDUR SERTIFIKASI MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 28/Menhut-II/2010 TENTANG PENGAWASAN PEREDARAN BENIH TANAMAN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tanaman Hutan. Perbenihan.

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.46/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 1/Menhut-II/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

BAGIAN KETIGA PETUNJUK PELAKSANAAN PENILAIAN BIBIT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 75/Permentan/OT.140/11/2011 TENTANG LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEBUN BIBIT RAKYAT

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana)

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan

USAHA KEBUN KAYU DENGAN JENIS POHON CEPAT TUMBUH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 94/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

PROSEDUR SERTIFIKASI MUTU BENIH TANAMAN HUTAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 58 TAHUN 2013 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P. 2 / V-SET/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 05/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 39/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK ALAT DAN MESIN PERTANIAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 663/Kpts-II/2002 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA : P.

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN,

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 508/KPTS-IV/1998 TENTANG BESARNYA PROVISI SUMBERDAYA HUTAN (PSDH) PER SATUAN HASIL HUTAN KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 70/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Benih lada (Piper nigrum L)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

PERUSAHAAN\ KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 68/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 33/Kpts-II/2003 TENTANG

2013, No I. PENDAHULUAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

2017, No Pengeluaran Benih Hortikultura sudah tidak sesuai lagi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : SK.40/VI-BPHA/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang menjadi sentra penanaman jati adalah puau Jawa (Sumarna, 2007).

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 23/Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2013, No

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL. Nomor : P. 13 /V-PTH/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara.

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 93/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 38/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 38/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR SK. 44/MENHUT-II/2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 104/Kpts-II/2000 TENTANG TATA CARA MENGAMBIL TUMBUHAN LIAR DAN MENANGKAP SATWA LIAR

Transkripsi:

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL Nomor : P. 11 /V-PTH/2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 4 ayat (6) Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor P. 05/V-PTH/2007 tentang Pedoman Sertifikasi Mutu Bibit Tanaman Hutan, maka perlu menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mutu Bibit Tanaman Hutan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 2. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; 3. Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan; 4. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2004; 5. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik; 9. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; 10. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; 11. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia; 12. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar;

13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-II/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.71/Menhut-II/2006 ; 14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.10/Menhut-II/2007 tentang Perbenihan Tanaman Hutan; 15. Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor P. 255/V-PTH/2007 tentang Pedoman Sertifikasi Mutu BibitTanaman Hutan. M E M U T U S K A N : Menetapkan : KESATU KEDUA KETIGA : Peraturan Menteri Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mutu Bibit Tanaman Hutan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan ini. : Peraturan Direktur Jenderal ini menjadi dasar dalam proses Penilaian Mutu Bibit Tanaman Hutan. : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 27 Nopember 2007 DIREKTUR JENDERAL, Ir. DARORI, MM NIP. 080049355 Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Menteri Kehutanan di Jakarta; 2. Para Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Kehutanan di Jakarta; 3. Para Pejabat Eselon II lingkup Direktorat Jenderal RLPS di Jakarta; 4. Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang Kehutanan Seluruh Indonesia; 5. Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai seluruh Indonesia; 6. Kepala Balai Perbenihan Tanaman Hutan seluruh Indonesia; 7. Ketua Lembaga Sertifikasi Mutu Benih dan Mutu Bibit tanaman Hutan Universitas Andalas.

LAMPIRAN I. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P. 11 /V-PTH/2007 TANGGAL : 27 Nopember 2007 PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Penyediaan bibit yang tepat waktu serta jumlah yang cukup merupakan salah satu faktor penentu dalam menunjang keberhasilan penanaman. Dalam melaksanakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dengan menggunakan bibit yang bermutu sangat dianjurkan untuk memperoleh hasil tegakan yang optimal dan berkualitas. Mutu bibit yang dimaksudkan adalah bibit yang berasal dari benih atau materi yang bermutu genetik unggul, dan memenuhi standar mutu fisik-fisiologi bibit terdiri dari. tinggi, diameter batang, kekompakan media, dan jumlah daun. Selama ini mutu fisik-fisiologi bibit yang digunakan untuk rehabilitasi hutan dan lahan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan sangat bervariasi, sehingga dipandang perlu menetapkan standar mutu bibit untuk setiap jenis tanaman hutan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu disusun suatu petunjuk teknis pemeriksaan terhadap mutu bibit melalui kebenaran sumber benihnya dan parameter mutu fisik-fisiologi bibit itu sendiri. B. Maksud dan Tujuan. Maksud disusunnya petunjuk teknis ini adalah menyediakan acuan teknis bagi para pelaksana pengukuran dan pemeriksa mutu bibit tanaman hutan. Adapun tujuannya adalah terwujudnya kesamaan prosedur kerja dan kepercayaan atas hasil pengukuran dan pemeriksaan bibit tanaman hutan. C. Ruang Lingkup. Petunjuk teknis ini menguraikan bagaimana prosedur untuk melakukan pemeriksaan terhadap mutu bibit tanaman hutan, yang meliputi bagaimana mempersiapkan contoh bibit yang mewakili lot bibit yang akan diperiksa dan bagaimana cara pemeriksaan mutu genetik dan mutu fisik-fisiologi dari beberapa jenis tanaman kehutanan yang banyak dibudidayakan. Jenis tanaman kehutanan yang dimaksud diantaranya adalah adalah sebagai berikut : 1. Kelompok jenis cepat tumbuh, seperti : Acacia spp., Eucalyptus spp., Anthocephalus spp, Gmelina arborea, dan Paraserianthes falcataria 2. Kelompok jenis lambat tumbuh, seperti: Altingia excelsa, Tectona grandis, Shorea spp., Swietenia spp., Pinus spp.

II. PENGAMBILAN CONTOH A. Tujuan. Pengambilan contoh ini bertujuan untuk memperoleh contoh bibit yang akan diperiksa mutunya dengan jumlah tertentu dan dapat mewakili lot bibit yang akan diperiksa di persemaian. B. Definisi. 1. Bibit adalah tumbuhan muda hasil perbanyakan dan/atau pengembangbiakan secara generatif (biji) maupun vegetatif. 2. Bibit tanaman hutan yang dilakukan pemeriksaan mutunya adalah pada bibit siap tanam. 3. Bibit siap tanam adalah bibit yang telah memiliki kecukupan sifat fisikfisiologi untuk ditanam dan tidak termasuk stump. 4. Contoh bibit adalah sejumlah bibit yang diambil secara acak dari lot bibit yang ada di persemaian. 5. Pembiakan vegetatif adalah proses pembuatan atau produksi bibit melalui pembelahan sel dari bagian vegetatif tanaman (dari akar, batang dan pucuk, atau sistem kultur jaringan). 6. Lot bibit adalah bibit yang berasal dari satu sumber benih, satu umur satu periode penanganan, dan satu perlakuan 7. Pembiakan generatif adalah proses pembuatan atau produksi bibit melalui benih tanaman hutan yang dikecambahkan. 8. Bibit bermutu adalah tanaman muda yang berasal dari hasil pembiakan generatif atau hasil pembiakan vegetatif dari sumber benih yang bersertifikat. C. Prinsip Umum Langkah awal dalam pemeriksaan mutu bibit adalah melakukan pengambilan contoh secara sistematik dengan awal acak pada seluruh bedeng sehingga dapat mewakili lot bibit yang diperiksa. D. Peralatan Pengambilan contoh dengan menggunakan keranjang sebagai wadah untuk memindahkan contoh bibit ke tempat pemeriksaan. Jenis peralatan yang dipergunakan untuk melakukan pemeriksaan bibit adalah sebagai berikut : 1. pengukur diameter batang. 2. pengukur tinggi bibit atau penggaris. 3. alat hitung/kalkulator. 4. hand counter. 5. alat tulis. 6. Tally Sheet

E. Jumlah Contoh Bibit Jumlah pengambilan contoh dari lot bibit yang akan diperiksa berpedoman pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Jumlah contoh bibit yang akan diperiksa mutu fisik-fisiologinya. Jumlah Bibit Yang Diperiksa (batang) Jumlah Contoh (batang) < 1.000 10 (sepuluh) 1.000 s/d. < 10.000 100 (seratus) 10.000 s/d. < 50.000 200 (dua ratus) 50.000 s/d. < 100.000 500 (lima ratus) 100.000 s/d. < 1.000.000 1.000 (seribu) > 1.000.000 2.000 (dua ribu) F. Metoda Pengambilan Contoh Metode pemeriksaan kualitas bibit di persemaian terdiri dari : 1. Menghitung jumlah keseluruhan lot bibit yang diajukan untuk disertifikasi. 2. Menghitung jumlah bedeng dari lot bibit yang dipergunakan untuk diajukan sertifikasi. 3. Menghitung jumlah bibit yang disusun dalam setiap bedengnya. 4. Menentukan jumlah contoh bibit yang akan diperiksa berdasarkan Tabel 1 diatas. 5. Mengambil contoh bibit tersebut secara sistimatik sampling dengan awal acak yang tersebar di seluruh bedeng lot bibit yang diajukan untuk disertifikasi. 6. Memisahkan contoh bibit yang terpilih tersebut di satu tempat pemeriksaan untuk memudahkan melakukan pengukuran dan pengamatan.

III. PEMERIKSAAN MUTU GENETIK Untuk mengetahui secara pasti mutu genetik bibit dan untuk membuktikan bahwa bibit yang diproduksi tersebut berasal dari benih yang berkualitas genetik unggul, cukup diperoleh data dari pemohonnya dengan menunjukkan sertifikat sumber benih dan atau sertifikat mutu benih yang asli atau copynya. A. Tujuan Hasil pemeriksaan mutu genetik bertujuan untuk menentukan tingkat mutu genetik. B. Definisi Tingkat mutu genetik bibit adalah bibit yang dihasilkan dari benih atau materi yang berasal dari kelas sumber benih yang bersertifikat. C. Peralatan/Dokumen Peralatan yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah berupa dokumentasi surat-surat penting yang berkaitan dengan perbenihan, yang di antaranya adalah sertifikat kelas sumber benihnya dan atau sertifikat mutu benih. D. Prosedur kerja Pada masing-masing lot bibit yang diperiksa tersebut dilakukan pengamatan sekaligus pencatatan data terhadap penelusuran kebenarannya, bahwa bibit yang diproduksi berasal dari sumber benih dan atau dari benih bersertifikat. Penelusuran terhadap mutu bibit bergenetik unggul dapat dideteksi melalui tahapan sebagai berikut : 1. Pengecekan keabsahan sertifikat sumber benih dan atau sertifikat mutu benih yang digunakan sebagai materi produksi bibit. 2. Apabila benihnya diperoleh dari pihak ketiga perlu menunjukkan bukti Berita Acara surat pembelian benih atau mengkonfirmasikan kebenaran tersebut kepada institusi yang menerbitkan sertifikat sumber benih dan atau sertifikat mutu benih.

IV. PENGUKURAN DAN PENILAIAN MUTU FISIK- FISIOLOGI Beberapa parameter yang diukur dan dinilai untuk menetapkan mutu fisik-fisiologi bibit terdiri atas 2 syarat yang harus dipenuhi, yaitu : 1) syarat umum meliputi : berbatang tunggal, lurus, sehat dan pangkal batangnya harus sudah berkayu, sedangkan 2) syarat khusus meliputi : diameter batang, tinggi, kekompakan media, jumlah daun dan umur. A. Tujuan Pengukuran dan penilaian terhadap parameter-parameter yang diperlukan bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik-fisiologi bibit. B. Definisi 1. Kekompakan media adalah tingkat kemampuan akar untuk mengikat media sehingga menjadi utuh. 2. Media utuh adalah apabila media dan akar membentuk gumpalan yang kompak. 3. Media retak adalah apabila media dan akar membentuk gumpalan yang kompak, tetapi ada cacat retak. 4. Media patah adalah apabila media dan akar membentuk gumpalan tetapi ada cacat retak yang mengelilingi media sehingga terbelah. 5. Media lepas adalah apabila media tinggal sedikit pada akar atau lepas sama sekali. 6. Media bibit adalah bahan yang digunakan untuk menumbuhkan bibit. 7. Tinggi bibit adalah jarak yang diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh teratas. 8. Diameter batang adalah garis tengah pangkal batang. 9. Warna daun adalah warna yang diperlukan pada helaian daun yang telah dewasa dan dikelompokkan dalam warna hijau dan kuning. 10. Bibit kokoh tegar adalah bibit yang batangnya tegak dan lurus tampak seimbang antara tinggi dan diameter batang serta pangkal batang berkayu. 11. Umur bibit dihitung mulai dari saat penyapihan sampai dinyatakan bibit siap tanam C. Pinsip Umum Contoh bibit yang terpilih kemudian dilakukan pengukuran dan pemeriksaan terhadap parameter-parameter yang telah disebutkan di atas.

D. Peralatan Peralatan yang diperlukan untuk pengukuran parameter ini adalah sebagai berikut : 1. Caliper untuk mengukur diameter batang bibit (dalam mm). 2. Meteran/penggaris untuk mengukur tinggi bibit (dalam cm). 3. Hand counter untuk menghitung bibit. 4. Kalkulator untuk menghitung hasil pengukuran. 5. Alat tulis dan tally sheet E. Prosedur kerja 1. Persiapan a. Menyiapkan bibit yang akan diperiksa. b. Menyiapkan alat ukur seperti : penggaris dan alat pengukur diameter (caliper). c. Melakukan pengukuran dan pemeriksaan pada tiap bibit dari contoh yang diambil. 2. Pelaksanaan pemeriksaan dan pengukuran. Pada masing-masing contoh bibit tersebut dilakukan pemeriksaan terhadap : a. Syarat umum meliputi : 1) bibit berbatang tunggal dan lurus 2) bibit sehat : terbebas dari serangan hama penyakit dan warna daun normal (tidak menunjukkan kekurangan nutrisi dan tidak mati pucuk) 3) batang bibit berkayu, diukur dari pangkal batang sampai dengan setinggi 50% dari tinggi bibit. b. Syarat khusus meliputi : 1) tinggi bibit, yang diukur mulai dari pangkal batang sampai pada titik tumbuh teratas 2) diameter batang bibit, yang diukur pada pangkal batang 3) kekompakan media, yang ditetapkan dengan cara mengangkat satu persatu dari beberapa jumlah contoh bibit. 4) kekompakan media dibedakan ada 4 yaitu utuh, retak, patah, lepas 5) jumlah daun sesuai dengan jenisnya sedangkan untuk jenis tanaman yang berdaun banyak seperti Pinus sp, Paraserianthes sp parameter yang digunakan adalah Live Crown Ratio (LCR). 6) LCR adalah nilai perbandingan tinggi tajuk dan tinggi bibit dalam prosen. 7) umur sesuai dengan jenisnya.

Model tally sheet pengumpulan data pemeriksaan mutu bibit (syarat umum dan syarat khusus) seperti Lampiran II. 3. Penentuan kualitas bibit Berdasarkan data pengukuran dan pemeriksaan terhadap masing-masing parameter tersebut dapat dilakukan penghitungan sebagai berikut : a. Syarat umum : - Bibit normal adalah bibit yang berbatang tunggal dan lurus, sehat dan pada pangkal batangnya sudah berkayu. - Bibit abnormal terdiri dari : a) Bibit berbatang ganda, bibit yang berbatang lebih dari satu. b) Tidak sehat adalah bibit terindikasi serangan hama dan penyakit dan atau ada gejala kekurangan nutrisi dan mati pucuk. c) Bibit belum berkayu adalah bibit yang batangnya belum berkayu atau sudah berkayu tetapi belum mencapai 50% dari tinggi bibit. Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut : % bibit normal = Σ bibit normal x 100 % Σ contoh bibit yang diperiksa. b. Syarat khusus : Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut : 1). % bibit yang tingginya memenuhi standar = Σ bibit yang memenuhi standar tinggi x 100 % Σ contoh bibit yang diperiksa. 2). % bibit yang diameternya memenuhi standar = Σ bibit yang berdiameter memenuhi standar x 100 % Σ contoh bibit yang diperiksa. 3). % bibit yang medianya kompak (utuh) = Σ bibit bermedia kompak (utuh) x 100 % Σ contoh bibit yang diperiksa

4). % bibit yang jumlah daunnya atau nilai LCR memenuhi standar = Σ bibit yg jumlah daunnya atau nilai LCR memenuhi standar x 100 % Σ contoh bibit yang diperiksa 5) rata-rata persyaratan khusus adalah rata-rata dari jumlah prosentase tinggi bibit, diameter, kekompakan media dan jumlah daun atau nilai LCR yang memenuhi standar. Dengan cara matematik : rata-rata persyaratan khusus = % butir 1) + % butir 2) + % butir 3) + % butir 4) % 4 6) Umur merupakan informasi penting pada saat pemeriksaan bibit, karena bibit yang akan disertifikasi harus memenuhi umur bibit minimal sesuai dengan jenis tanaman. Standar persyaratan khusus untuk beberapa jenis tanaman seperti tertulis pada tabel 2, sedang contoh perhitungan penentuan kualitas bibit pada Lampiran III. F. Penetapan Standar Mutu Bibit Penetapan standar mutu bibit dilakukan berdasarkan persyaratan umum dan persyaratan khusus sebagaimana telah diuraikan di atas. Selanjutnya berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengukuran persyaratan umum dan persyaratan khusus di atas, maka pada setiap bibit dari lot bibit yang telah disertifikat tersebut dipasang label sesuai dengan tingkat mutunya sebagaimana yang diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Mutu Pertama (P) : jika bibit memenuhi semua persyaratan umum lebih besar 95% dan rata-rata dari persyaratan khusus lebih besar 90 %. 2. Mutu Kedua (D) : jika bibit yang memenuhi kriteria persyaratan umum 75-95 % dan rata-rata persyaratan khusus 70-90 %. 3. Bibit yang tidak memenuhi kelas mutu P dan D tidak diterbitkan sertifikat. 4. Alur pemeriksaan mutu bibit seperti pada Lampiran IV. G. Pemasangan Label Label bibit dicetak dan dipasang oleh produsen bibit dimonitor dan dievaluasi Balai yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang Perbenihan Tanaman Hutan.

Tabel 2. Standar Persyaratan khusus bibit beberapa jenis tanaman No. Jenis (Lokal/Latin) Diameter (mm) Tinggi (cm) Kriteria Kekompakan Media Jumlah Daun/LCR Umur (bln) Kelompok jenis cepat tumbuh. 1. Benuang bini > 7 > 25 Utuh > 3 pasang 5-6 Octomeles sp 2. Jabon (Anthocephalus sp) > 7 > 40 Utuh > 4 pasang 2-3 3. Acacia crassicarpa > 2 > 20 Utuh > 3 pasang 3-6 4. Acacia mangium > 2 > 20 Utuh > 3 pasang 3-6 5. Eucalyptus pellita > 2 > 20 Utuh > 3 pasang 3 6 6. Gmelina arborea > 4 > 30 Utuh > 3 pasang 3-4 Kelompok jenis lambat tumbuh 1. Jati > 3 >20 Utuh > 3 pasang 3-6 (Tectona Grandis) 2. Ulin (Eusideroxylon sp) > 6 > 40 Utuh > 4 pasang 12-24 3. Damar (Agathis sp) > 6 > 30 Utuh > 4 pasang 18-24 4. Shorea spp. > 5 > 40 Utuh > 4 pasang 6-10 5. Shorea stenoptera > 6 > 50 Utuh > 4 pasang 4-6 6. Pinus merkusii > 4 > 30 Utuh LCR > 30 % 10-12 7. Paraserianthes falcataria > 4 > 30 Utuh LCR > 30 % 4-6 Sumber : SNI, Balai Litbang TP Bogor, Perum Perhutani, PT. MHP, PT. Arara Abadi, PT. Fitotek, PT. Indah Kiat, PT. Sumalindo. Keterangan : LCR = Live Crown Ratio adalah perbandingan tinggi tajuk dan tinggi bibit dalam prosen. DIREKTUR JENDERAL, Ir. DARORI, MM NIP.080049355

Lampiran II. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P. 11 /V-PTH/2007 TANGGAL : 27 Nopember 2007 TALLY SHEET PENGUKURAN BIBIT Nama Produsen Bibit : Alamat : Jenis Tanaman : Umur : Tanggal Pemeriksaan : Sertifikat Sumber Benih : Ada / tidak ada No Contoh Bibit Keadaan Batang Syarat Umum Bibit Berkayu Kesehatan Tinggi (cm) Diameter (mm) Syarat Khusus Kekompak an Media Jumlah Daun/LCR DIREKTUR JENDERAL, Ir. DARORI, MM NIP.080049355

Lampiran III. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P. 11 /V-PTH/2007 TANGGAL : 27 Nopember 2007 CONTOH PERHITUNGAN HASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUKURAN MUTU FISIK FISIOLOGI BIBIT 1. Jenis bibit yang diproduksi adalah Acacia mangium yang benihnya berasal dari Kebun Benih Semai. 2. Jumlah lot bibit yang diajukan untuk disertifikat = 5.000 batang bibit tersusun dalam 10 bedeng. 3. Maka jumlah contoh bibit yang harus diperiksa dan diukur berdasarkan Tabel 1 adalah sebanyak = 100 batang bibit 4. Jumlah contoh bibit diambil secara tersebar di seluruh bedeng (dalam contoh ini 10 bedeng) sehingga masing-masing bedeng diambil 10 batang bibit yang pengambilannya dilakukan secara acak sistematik. 5. Kemudian ke 100 batang bibit tersebut dilakukan pemeriksaan dan pengukuran dan dicatat dalam Tally Sheet. 6. Berdasarkan perhitungan diperoleh hasil sbb : a. Perhitungan pemenuhan syarat umum : Jumlah bibit normal (berbatang tunggal, sehat dan bibit berkayu ada sebanyak 80 batang atau 80/100 X 100 % = 80 % b. Perhitungan syarat khusus : 1). Jumlah bibit yang tingginya memenuhi standar = 90 btg = 90/100 X 100 % = 90 % 2). Jumlah yang diameternya memenuhi standar = 86 btg = 86/100 X 100 % = 86 % 3). Jumlah bibit yang medianya kompak = 100 % = 100/100 X 100 % = 100 % 4). Jumlah bibit yang jumlah daunnya memenuhi syarat = 80 btg = 80/100 X 100 % = 80 % Jadi rata-rata pemenuhan syarat khusus = 90% + 86% + 100% + 80% = 89 % 4 7. Sebagai hasil dari pemeriksaan dan pengukuran terhadap kelompok bibit yang diajukan untuk disertifikasi tersebut dapat diperoleh kesimpulan, bahwa kualitas bibit tersebut berkualitas D (kedua), karena prosentase bibit normalnya yang merupakan persyaratan umum hanya mencapai 80 % atau kurang dari 95 % dan prosentase jumlah bibit yang memenuhi standar persyaratan khusus hanya mencapai 89 % atau kurang dari 90 %. DIREKTUR JENDERAL, Ir. DARORI, MM NIP.080049355

Lampiran IV. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P. 11 /V-PTH/2007 TANGGAL : 27 Nopember 2007 ALUR PEMERIKSAAN MUTU FISIK FISIOLOGI BIBIT Lot bibit di persemaian Contoh Bibit Pemeriksaan Syarat Umum Pemeriksaan Syarat Khusus Mutu P Syarat Mutu P Syarat umum 95 % dan syarat khusus 90 % Mutu D Syarat Mutu D Syarat umum 75 % dan Syarat khusus 70 % Afkir Tidak memenuhi syarat mutu P dan D DIREKTUR JENDERAL, Ir. DARORI, MM NIP.080049355