ANALISIS ALOKASI BELANJA LANGSUNG PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan. pemerintahan dan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan pemberian Otonomi Daerah kepada Daerah atas dasar. desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

I. PENDAHULUAN. Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang-

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

I. PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22

BAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Transkripsi:

ANALISIS ALOKASI BELANJA LANGSUNG PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DI PROVINSI SULAWESI SELATAN AMRIL ARIFIN STIE-YPUP Makassar ABSTRAK Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pertumbuhan APBD tahun anggaran 2007 sampai dengan 2009 dan untuk mengetahui pertumbuhan alokasi dana untuk kepentingan aparatur dan dana untuk kepentingan pelayanan publik. Alat Analisis yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu menggunakan metode analisis pertumbuhan untuk menghitung pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta pertumbuhan alokasi belanja langsung maupun tidak langsung setiap tahunnya dan Metode analisis proporsional yaitu untuk menghitung besarnya proporsi alokasi belanja langsung pada masing-masing kelompok dan jenis belanja setiap tahun terhadap keseluruhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta proporsi setiap kelompok dan jenis alokasi belanja langsung setiap tahunnya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selama tahun anggaran 2007 sampai dengan 2009 mengalami peningkatan dan selayaknya peningkatan volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dibarengi dengan peningkatan alokasi anggaran yang berorientasi pada pelayanan publik, dan alokasi anggaran belanja langsung yang terbesar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah belanja barang dan jasa dari alokasi anggaran yang diperuntukkan bagi pelayanan publik yaitu sebesar 29.09% sampai dengan 36.09% yang tiap tahunnya mengalami peningkatan. Belanja modal juga mengalami peningkatan tiap tahun yaitu sebesar 32.82% sampai dengan 36.18%, sedangkan pada belanja pegawai juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 31.39% sampai dengan 37.58%. Kata Kunci: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Belanja langsung, Belanja Tidak Langsung PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah disebutkan bahwa pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat selain itu melalui otonomi luas daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah tersebut tidak akan berjalan efektif tanpa didukung dengan faktor finansial/keuangan, maka untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah ditetapkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Lahirnya undang-undang tersebut merupakan langkah strategis dalam pengaturan desentralisasi fiskal bagi pemerintahan daerah. Litvack and Seddon dalam Prawirosetoto (2004:134) menyatakan bahwa desentralisasi fiskal adalah pendelegasian tanggungjawab dan pembagian kekuasaan dan kewenangan untuk pengambilan keputusan dibidang fiskal yang meliputi aspek penerimaan (tax assignment) maupun aspek pengeluaran (expenditure assignment). Selanjutnya dijelaskan Prawirosetoto (2004:134) bahwa desentralsiasi fiskal ini dikaitkan dengan tugas dan fungsi Pemerintah Daerah dalam penyediaan barang dan jasa publik. Desentralsiasi fiskal merupakan inti dari desentralsiasi itu sendiri karena pemberian kewenangan di bidang politik maupun administrasi tanpa dibarengi dengan desentralisasi fiskal merupakan

desentralisasi yang sia-sia, sebab untuk melaksanakan kewenangan dan tanggungjawab serta tugastugas pelayanan publik tanpa diberi wewenang baik penerimaan maupun pengeluaran desentralisasi tidak akan efektif, dengan demikian desentralisasi fiskal akan memberi keleluasaan kepada daerah untuk menggali potensi daerah dan memperoleh transfer dari pusat dalam rangka keseimbangan fiskal. Secara umum diyakini desentralisasi fiskal akan memberi keleluasaan kepada daerah untuk menggali potensi daerah dan memperoleh transfer dari pusat dalam rangka keseimbangan fiskal. Secara umum diyakini desentralisasi fiskal akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pendapat ini dilandasi oleh pandangan yang menyatakan kebutuhan masyarakat daerah barang publik pada umumnya akan terpenuhi dengan lebih baik dibandingkan bila langsung diatur oleh pemrintah pusat. Proses anggaran yang telah disepakati antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan amanat rakyat. Ini adalah tantangan untuk menunjukkan bahwa sebagai pihak yang bertanggungjawab akan kepentingan rakyat pemerintah daerah dan DPRD harus memposisikan dirinya pada posisi yang tepat. Dengan demikian sudah sewajarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dialokasikan pada kepentingan publik. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang sumber penerimaan terbesar dalam APBD nya berasal dari pajak daerah. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1 : Sumber Penerimaan APBD Prop.Sulawesi Selatan Tahun 2007-2009 (dlm ribuan rupiah) NO Jenis Penerimaan 2007 % 2008 % 2009 % 1 Pendapan Asli Daerah 992.252.464 27.95 1.238.690.402 24.84 1.301.676.108 5.08 1.1 Pajak Daerah 850.491.375 28.83 1.068.165.045 25.59 1.125.026.110 5.32 1.2 Retribusi Daerah 56.489.993 1.82 72.972.983 29.18 91.984.773 26.05 1.3 Hasil Perusahaan Milik Daerah & Pe 46.243.085 24.38 54.831.924 18.57 57.113.204 4.16 ngelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 1.4 Lain-Lain PAD yang Sah 39.028.011 71.96 42.720.450 9.46 27.552.021 (35) 2 Dana Perimbangan 810.026.105 19 894.934.381 10 907.819.124 1.44 2.1 Bagi Hasil Pajak 169.232.074 12.79 177.167.583 4.69 181.192.382 2.27 2.2 Bagi Hasil Bukan Pajak/SDA 41.286.031 125 25.918.855 (84) 18.355.352 (41) 2.3 DAU 599.508.000 17.66 656.710.943 9.54 663.422.390 1.02 2.4 DAK - - 35.137.000-44.849.000 27.64 3 Lain-Lain Pendapatan yang Sah 7.220.318 (73) - - - - J U M L A H 1.809.498.887 2.133.624.783 2.209.495.232 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Selatan mengalami peningkatan setiap tahunnya, dengan adanya peningkatan penerimaan diharapkan senakin besar dana yang dialokasikan pelayanan publik

sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pertumbuhan APBD tahun anggaran 2007 sampai dengan 2009. 2. Untuk mengetahui pertumbuhan alokasi dana untuk kepentingan aparatur dan dana untuk kepentingan pelayanan publik. LANDASAN TEORI DAN ALAT ANALISIS Mardiasmo (2002;59) menyatakan tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, untuk itu diperlukan desentralsiasi fiskal kepada daerah. Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah merupakan landasan pelaksanaan desentralisasi fiskal dengan pendekatan komprehensif yaitu daerah diberi kewenangan untuk mengurus dan mengatur urusan rumah tangganya dan diberi kewenangan untuk menggali potensi daerah dan diberikan hak untuk mendapatkan bagi hasil dan sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya. Musgrave and Musgrave (1984;8) dalam Prawirosetoto menyebutkan kebijakan fiskal mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi alokasi adalah proses yang sumber daya nasional digunakan untuk barang privat dan barang publik untuk mengatasi kegagalan pasar. Fungsi distribusi dalam rangka pembagian kembali pendapatan dan fungsi distribusi merupakan alat kebijaksanaan makro pemerintah. Pelaksanaan desentralisasi fiskal sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 5 ayat 2 menetapkan sumber-sumber penerimaan daerah yaitu Pendapatan asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan. Selanjutnya pasal 10 ayat 1 disebutkan bahwa Dana Perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus. Berkaitan dengan itu maka salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diatur adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran daerah adalah rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode tertentu (satu tahun) anggaran. Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah yang menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Mardiasmo (2002;61) mengatakan anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metoda untuk mempersiapkan suatu anggaran. Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Dalam upaya pemberdayaan pemerintah daerah dan anggaran daerah salah satunya pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik. Hal yang tidak kalah penting dalam penyusunan anggaran beriorentasi kepada publik besarnya alokasi anggaran yang beriorentasi kepada kepentingan masyarakat. Pengalokasian anggaran yang beriorentasi kepada kepentingan masyarakat akan tergambar dalam proporsi pengalokasian anggaran yang lebih besar pada biaya pelayanan yang dapat dinikmati dan dirasakan oleh masyarakat. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, pilihan dan urusan yang penangannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja daerah terdiri dari : 1. Belanja Langsung, merupakan belanja yang terkait langsung dengan pelaksanaan kegiatan dan dapat diukur dengan capaian prestasi kerja yang telah ditetapkan. Kelompok belanja langsung ini terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. 2. Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang tidak terkait langsung dengan kegiatan yang dilaksanakan dan sukar diukur dengan capaian prestasi kerja yang ditetapkan. Adapun yang termasuk dalam belanja tidak langsung adalah belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Dalam hal penyediaan pelayanan publik yang perlu diperhatikan adalah: (a) identifikasi masalah barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat (apakah barang publik atau privat), (b) siapa yang lebih berkompeten (lebih efisien) untuk menyediakan kebutuhan public tersebut (pemerintah atau swasta), (c) dapatkah penyediaan pelayanan public tertentu diserahkan kepada sektor swasta dan skctor ketiga, (d) pelayanan publik apa saja yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah namun dapat ditangani swasta (Mardiasmo,2002,110). Dalam hal penyediaan pelayanan publik yang perlu diperhatikan adalah (a) identifikasi masalah barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat (apakah barang publik atau privat), (b) siapa yang lebih berkompeten (lebih efisien) untuk menyediakan kebutuhan publik tersebut (pemerintah atau swasta), (c) dapatkah penyediaan pelayanan publik tertentu diserahkan kepada sektor swasta dan sektor ketiga, (d) pelayanan publik apa saja yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah namun dapat ditangani swasta. (Mardiasmo, 2002;110). Pola hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Unit Bisnis Pemerintah Pemerintah Unit Pelayanan Pememrintah Pelayanan Publik Gambar 1. Hubungan Sektor Publik, Sektor Swasta dan Sektor Ketiga Alat Analisis yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu: a. Metode analisis pertumbuhan untuk menghitung pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta pertumbuhan alokasi belanja langsung maupun tidak langsung setiap tahunnya, dengan rumus: P n - P o R = x 100% Notasi : P o P n = data pada tahun ke n P 0 = data pada tahun sebelumnya R = pertumbuhan Non Pemerintah:

b. Metode analisis proporsional yaitu untuk menghitung besarnya proporsi alokasi belanja langsung pada masing-masing kelompok dan jenis belanja setiap tahun terhadap keseluruhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta proporsi setiap kelompok dan jenis alokasi belanja langsung setiap tahunnya dengan rumus: AK P = x 100% AP Notasi : P = Proporsi alokasi belanja langsung menurut kelompok belanja AK = Besarnya alokasi anggaran belanja langsung menurut kelompok belanja AP = Besarnya alokasi anggaran belanja langsung Pertumbuhan APBD ANALISIS DATA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahs dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Selain itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berfungsi sebagai alat pengendalian yang digunakan untuk mengendalikan efisiensi pengeluaran, membatasi kekuasaan atau kewenangan pemerintahan daerah, mencegah adanya overspending, underspending dan salah sasaran dalam pengalokasian anggapan pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas serta memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program atau kegiatan pemerintah. Pada sisi lain APBD merupakan sarana bagi pihak tertentu untuk mengetahui kemampuan keuangan daerah baik dari segi pendapatan maupun dari sisi belanja. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dalam kurun waktu tahun anggaran 2007 sampai dengan tahun anggaran 2009 mengalami peningkatan baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi belanja. Peningkatan dari sisi pendapatan berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan serta lain-lain pendapatan yang sah. Tabel 2. Perkembangan dan Pertumbuhan APBD Prov. Sulawesi Selatan T.A. 2006-2009 Tahun Anggaran Pendapatan APBD Belanja Pembiayaan 2006 1.480.115.047 1.392.341.273 (87.773.774) - 2007 1.809.498.887 1.833.767.270 24.268.383 31.7 2008 2.133.624.783 2.134.520.569 895.786 16.4 2009 2.209.495.232 2.288.468.449 78.973.217 7.2 Pertumbuhan APBD Provinsi Sulawesi Selatan mengalami peningkatan 18.43% dari Rp 1.480.115.047 pada tahun 2006 menjadi Rp 2.209.495.232 pada tahun anggaran 2009. Dengan meningkatnya pertumbuhan APBD setiap tahunnya dapat dijadikan dasar bagi pemerintah daerah dan DPRD untuk mengalokasikan dana yang lebih beriorentasi pada pelayanan publik. Pertumbuhan Alokasi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung Untuk mengetahui besarnya belanja tidak langsung dan belanja langsung dapat dilihat pada tabel berikut ini: %

Tahun Tabel 3 Pertumbuhan Alokasi Belanja Tidak Langsung Belanja Tidak Langsung Bantuan Bantuan Pegawai Bunga Subsidi Hibah Sosial Bagi Hasil Keu Tak Terduga % 2007 324.239.125 396.285 - - 125.999.723 353.125.985 239.418.358 3.246.096 36.15 2008 413.690.300 318.270 - - 151.586.443 423.728.417 329.563.873 3.751.208 26.40 2009 515.425.105 400.000 - - 88.728.562 499.766.762 303.829.000 15.000.000 7.60 Tahun Tabel 4 Pertumbuhan Alokasi Belanja Langsung Belanja Langsung Pegawai Barang & Jasa Modal % 2007 102.663.738 363.593.280 321.084.680 26.22 2008 101.518.645 435.182.478 275.180.935 3.12 2009 122.926.700 451.134.231 291.258.089 6.58 Berdasarkan tabel di atas dapat dilhat bahwa proporsi terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun anggaran 2007-2009 mengalami peningkatan. Belanja barang dan jasa pada belanja langsung mendominasi peningkatannya dibandingkan belanja pegawai dan belanja modal. Sedangkan pada belanja tidak langsung didonomasi pada belanja bagi hasil dan belanja pegawai. Pertumbuhan Belanja Langsung Menurut Kelompok dan Jenis Belanja Sebagaimana diketahui belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Untuk mengetahui kontribusi masing-masing kelompok dan jenis belanja pada alokasi pelayanan publik dapat dilihat pada tabel berikut berikut: Tahun Tabel 5 Pertumbuhan Belanja Langsung Tahun Anggaran 2007-2009 Belanja Langsung Pegawai % Barang & Jasa % Modal % 2007 102.663.738 31.39 363.593.280 29.09 321.084.680 36.18 2008 101.518.645 31.04 435.182.478 34.82 275.180.935 31.01 2009 122.926.700 37.58 451.134.231 36.09 291.258.089 32.82 327.109.083 1.249.909.989 887.523.704 Sumber: APBD Provinsi Sulawesi Selatan Dari tabel di atas dapat dilihat dari alokasi belanja barang dan jasa merupakan terbesar dar alokasi anggaran yang diperuntukkan bagi pelayanan publik yaitu sebesar 29.09% sampai dengan 36.09% yang tiap tahunnya mengalami peningkatan. Belanja modal juga mengalami peningkatan tiap tahun yaitu sebesar 32.82% sampai dengan 36.18%, sedangkan pada belanja pegawai juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 31.39% sampai dengan 37.58%. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas serta memperhatikan aspek analisis anggaran alokasi anggaran belanja langsung maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan menduduki sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Untuk itu dalam upaya pemberdayaan pemerintah daerah maka anggaran daerah harus bertumpu pada kepentingan publik (public oriented). 2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selama tahun anggaran 2007 sampai dengan 2009 mengalami peningkatan dan selayaknya peningkatan volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dibarengi dengan peningkatan alokasi anggaran yang berorientasi pada pelayanan publik. 3. Alokasi anggaran belanja langsung yang terbesar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah belanja barang dan jasa dari alokasi anggaran yang diperuntukkan bagi pelayanan publik yaitu sebesar 29.09% sampai dengan 36.09% yang tiap tahunnya mengalami peningkatan. Belanja modal juga mengalami peningkatan tiap tahun yaitu sebesar 32.82% sampai dengan 36.18%, sedangkan pada belanja pegawai juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 31.39% sampai dengan 37.58%. DAFTAR PUSTAKA Halim,Abdul,2004, Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah Edisi Revisi, UPP-STIM YKPN, Yogyakarta. Mardiasmo,2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta. -------------,2002, Akuntansi Sektor Publik, Andi, Yogyakarta. Prawirosetoto Yuwono FX,2002 Desentralisasi Fiskal di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Jakarta. Provinsi Sulawesi Selatan, Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007-2009. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. -----------------------, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.