Kejang demam merupakan kelainan neurologis

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN KEJANG DEMAM PADA ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. PIRNGADI KOTA MEDAN TAHUN Sisca Silvana ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi ke 1. Jakarta : BP IDAI. epilepsi. Semarang : Penerbit UNDIP ; p

PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS KEJANG DEMAM PADA ANAK ANEMIA DENGAN ANAK TANPA ANEMIA

BAB 1 PENDAHULUAN. serta tidak didapatkan infeksi ataupun kelainan intrakranial. Dikatakan demam

Hubungan Karakteristik Pasien dengan Kejadian Kejang Demam Anak di Rumah Sakit Al-Ihsan

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 9,1%, usia tahun sebesar 8,13%. pada anak dengan frekuensi kejadian 4-6 kasus/1.000 anak (Nelson, 2000).

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract. Vivit Erdina Yunita, 1 Afdal, 2 Iskandar Syarif 3

HUBUNGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI DENGAN KEJANG DEMAM PADA ANAK BALITA

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

BAB 1 PENDAHULUAN. 60 bulan disertai suhu tubuh 38 C (100,4 F) atau lebih yang tidak. (SFSs) merupakan serangan kejang yang bersifat tonic-clonic di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. persentase populasi ADB di Indonesia sekitar %. Prevalensi ADB di

BAB 6. adalah pasien dengan kejang demam pertama (61%). bulan (27,3%) dengan puncak kejadian pada 14 bulan.

BAB 5 PEMBAHASAN. Pada penelitian ini yang bermakna sebagai faktor risiko bangkitan kejang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

Profil kejang demam di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2014 Juni 2016

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN ANEMIA DENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF ANAK USIA SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) SUSUKAN 04 UNGARAN TIMUR

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN KEJANG DEMAM DI RUANG PERAWATAN ANAK RSU ANUTAPURA PALU. Adhar Arifuddin

Kejang Demam Kompleks

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai di masyarakat, baik anak-anak, remaja, dewasa. maupun lanjut usia. Cedera kepala dapat dikaitkan

Kejang Demam (KD) Erny FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. defisiensi besi sebanyak 25 sebagai kasus dan 37 anak dengan Hb normal

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Universitas Riau Telp. (0761) 31162, Fax (859258)

Perbedaan Kecepatan Kesembuhan Anak Gizi Buruk yang Diberi Modisco Susu Formula dan Modisco Susu Formula Elemental Di RSU dr.

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

PENGARUH PENYULUHAN TENTANG KEJANG DEMAM ANAK TERHADAP PENGETAHUAN ORANG TUA JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB 1 PENDAHULUAN. (lebih dari 15 menit) dapat menyebabkan kematian (0,64-0,74%). pertama sebelum umur 4 tahun, terbanyak diantara bulan.

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Pada periode penelitian dijumpai 41 orang penderita stroke iskemik akut

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kejang demam merupakan jenis kejang pada anak-anak yang paling sering

BAB 1 PENDAHULUAN. (American Academy of Pediatrics, 2008). Penyebab demam pada pasien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

Hubungan Usia Ibu dan Paritas dengan Tingkat Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Plered, Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta Tahun 2014

BAB 4 HASIL PENELITIAN. 2010, didapatkan jumlah keseluruhan penderita dengan bangkitan kejang demam

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr.Kariadi Semarang setelah ethical

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kriteria inklusi penelitian. Subyek penelitian ini adalah kasus dan kontrol, 13

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat

BAB IV METODE PENELITIAN

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Waktu: Waktu penelitian dilaksanakan pada Maret-Juli 2013.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

HUBUNGAN RIWAYAT KELUARGA DENGAN ONSET KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK DI DUA RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN TAHUN Sisca Silvana ABSTRACT

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA KEJANG PERTAMA DALAM MEMPREDIKSI TIMBULNYA KEJANG BERULANG PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

HUBUNGAN ANTARA STATUS ANEMIA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HALMAHERA, SEMARANG

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

BAB III METODE PENELITIAN. metode case control dilakukan terlebih dahulu kemudian pengambilan data

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup tempat : RSIA. Hermina Pandanaran Semarang. Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak

BAB I PENDAHULUAN. sama, tergantung nilai ambang kejang masing-masing. Oleh karena itu, setiap

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif.

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) generasi. penerus bangsa yang potensinya perlu terus dibina dan dikembangkan.

BAB I PENDAHULUAN. pada ibu hamil disebut potensial danger to mother and child (potensial

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Kesehatan Anak

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mempunyai dua faktor yang berpengaruh besar terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. 1,2 Demam

Anak memiliki ciri khas yaitu selalu tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kejang demam adalah kejang yang disertai. Kejang Demam dan Faktor yang Mempengaruhi Rekurensi

Transkripsi:

Artikel Asli Yulia Dasmayanti, Anidar, Imran, Bakhtiar, Tristia Rinanda Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/ RSUD Dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh Latar belakang. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai pada anak. Hal ini diduga dapat dipengaruhi oleh kadar hemoglobin. Pemeriksaan hemoglobin menentukan derajat anemia. Anemia menyebabkan berkurangnya kemampuan transpor oksigen ke dalam jaringan yang mengakibatkan kestabilan membran sel saraf terganggu dan dapat memicu kejang. Tujuan. Mengetahui hubungan kadar hemoglobin dengan kejang demam. Metode. Penelitian analitik dengan desain cross-sectional. Subjek penelitian terdiri atas 25 subjek kejang demam dan 25 subjek demam tanpa kejang yang dirawat di ruang rawat inap anak (Seurune I) Rumah Sakit Umum Daerah dr.zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh dari September 2012 sampai dengan September 2013. Data dianalisis menggunakan uji t tidak berpasangan dan chi-square ( 2 ). Hasil. Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan rata-rata kadar hemoglobin subjek kejang demam adalah 10,23 g/dl dan subjek demam tanpa kejang adalah 11,38 g/dl, p=0,000. Pada uji chi-square ( 2 ) menunjukkan kadar hemoglobin kurang pada kejang demam 23 subjek, sedangkan pada demam tanpa kejang sebanyak 3 subjek, p=0,000. Kesimpulan. Terdapat perbedaan antara kadar kejang, dan juga terdapat hubungan antara kadar hemoglobin dengan kejang demam. Sari Pediatri 2015;16(5):351-5. Kata kunci: kejang demam, hemoglobin, anemia Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. 1, 2 Di Amerika Serikat, insiden kejang demam berkisar antara 2%-5% Alamat korespondensi: Dr. Anidar, Sp.A, Dr. Yulia Dasmayanti. RSUD Dr. Zainoel Abidin. Jl. Tgk Daud Beureueh, Banda Aceh, Nangroe Aceh Darussalam. Telp. (0651)-22651. E-mail: anidar@idai.or.id, yully_u92@ymail.com. pada anak umur kurang dari 5 tahun. Di Asia, angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi dan sekitar 80%-90% dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana. Di Jepang, angka kejadian kejang demam 9%-10%. 3, 4 Berdasarkan penelitian Yuana dkk, 5 di RSUP dr. Kariadi, diperoleh 36 anak berusia <5 tahun mengalami kejang demam, laki-laki 52,8% dan perempuan 47,2%. Perubahan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang dan eksitabilitas neural. 351

Kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi adenosine triphosphate (ATP). 6,7 Setiap kenaikan suhu tubuh 1 0 C akan meningkatkan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen 20%. Akibat keadaan tersebut, reaksi oksidasi berlangsung lebih cepat sehingga oksigen lebih cepat habis. Oksigen dalam jaringan yang kurang dapat menyebabkan terjadi keadaan hipoksia. 7 Anemia yang ditunjukkan dengan kadar hemoglobin yang rendah menyebabkan kemampuan sel darah merah pengikat oksigen menurun. 8 Oksigen dibutuhkan dalam proses transport aktif ion Na-K yang berguna untuk menstabilkan membran sel saraf. Kestabilan membran sel saraf yang terganggu dapat mengakibatkan konsentrasi ion Na intrasel meningkat sehingga terjadi depolarisasi. 9,10 Kejang terjadi apabila terdapat depolarisasi berlebihan pada neuron dalam sistem saraf pusat dan jika kondisi ini berada pada level yang tetap dan mendapat rangsangan yang kuat seperti demam tinggi (>38 0 9, 11, 12 C) dan kondisi anemia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Khanis 13 didapatkan hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan pada distribusi kejadian penurunan kadar Hb antara kelompok kasus (kejang demam) dengan kontrol (demam tanpa kejang). Metode Penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional untuk mengetahui hubungan kadar hemoglobin dengan kejang demam pada anak usia balita. Penelitian dilakukan di ruang rawat inap anak (Seurune I) dan ruang rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh sejak bulan Oktober 2013 sampai dengan November 2013. Populasi dan subjek adalah seluruh anak yang didiagnosis kejang demam dan demam tanpa kejang yang dirawat di ruang rawat inap anak RSUDZA dari September 2012 sampai dengan September 2013 yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu berusia di bawah lima tahun dan diketahui kadar Hemoglobin dalam rekam medis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi. Subjek dengan kejang demam dan demam tanpa kejang dari data buku register ruang rawat inap anak RSUDZA dan kadar hemoglobin yang tertera pada rekam medis. Analisis data menggunakan uji univariat dan bivariat. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis karakteristik subjek penelitian, sedangkan analisis bivariat untuk menganalisis data hasil penelitian. Metode analisis bivariat yang digunakan adalah uji t tidak berpasangan dan uji chi-square ( 2 ). Uji t tidak berpasangan untuk melihat perbandingan kadar kejang, sedangkan uji chi-square ( 2 ) untuk melihat hubungan kadar hemoglobin dengan kejang demam. Hasil Populasi penelitian 101 subjek yang terdiri atas 71 subjek kejang demam dan 30 subjek demam tanpa kejang. Sampel penelitian ini mengambil 50 subjek, dengan menggunakan metode cara acak sederhana (simple random sampling) dari buku rekam medis yang kemudian dibagi menjadi 25 subjek kejang demam dan 25 subjek demam tanpa kejang. Tabel 1 menunjukkan bahwa subjek kejang demam Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian Karakteristik Kejang Rerata Demam tanpa kejang demam kadar hemoglobin (g/dl) Jenis kelamin Laki-Laki 11 18 36 10,91 Perempuan 14 7 14 10,67 Usia (bulan) <12 5 2 4 10,23 12-23 12 4 8 10,41 24-35 4 3 6 10,81 36-47 3 7 14 11,28 48-60 1 9 18 11,60 Keterangan: n = subjek penelitian, % = persentase, g/dl = gram/desi Liter, p = signifikan, = 0,1, jika 352

Gambaran kejang demam berdasarkan klasifikasi 28% 72% Gambar 1. Gambaran kejang demam berdasarkan klasifikasi Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Kompleks (p<0,1). Berdasarkan Gambar 1 terlihat persentase kejadian kejang demam berdasarkan klasifikasi, kejang demam sederhana lebih besar (18 (72%)) daripada kejang demam kompleks (7 (28%)). Tabel 2 menunjukkan hasil analisis perbedaan kadar kejang dengan menggunakan uji t tidak berpasangan didapatkan nilai p lebih kecil dari (p<0,1). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar kejang. Tabel 3 menunjukkan hubungan yang signifikan antara kadar hemoglobin dan kejang demam. Analisis ini dilakukan menggunakan uji chi-square ( 2 ), didapatkan nilai p lebih kecil dari (p<0,1), maka dapat diambil kesimpulan terdapat hubungan antara kadar hemoglobin dengan kejang demam. Tabel 2. Perbandingan kadar hemoglobin subjek kejang demam dan tanpa kejang Kadar hemoglobin N Median Minimal Maksimal Rerata±SB p Kejang demam (g/dl) 25 10,2 9,3 11,3 10,23±0,51 0,000 Demam tanpa kejang (g/dl) 25 11,4 9,8 12,5 11,38±0,66 Keterangan: = 0,1, p = signifikan, jika p< terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan, n = subjek penelitian, SB=Simpang Baku, analisis menggunakan uji Mann-Whitney, g/dl = gram/desi Liter Tabel 3. Hubungan kadar hemoglobin dengan kejang demam Kejang demam Kadar hemoglobin n p Kejang demam Demam tanpa kejang Kurang 25 22 2 0,000 Cukup 25 3 23 Jumlah 50 25 25 Keterangan: = 0,1, p=signifikan, jika p< terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan, n= subjek penelitian, analisis data menggunakan uji Chi-Square ( 2 ) Fisher s Exact Test berdasarkan jenis kelamin paling banyak berjenis kelamin perempuan (14), sedangkan pada subjek demam tanpa kejang lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (18). Rerata hemoglobin berdasarkan jenis kelamin didapatkan laki-laki lebih tinggi daripada perempuan (10,91 g/dl). Berdasarkan usia subjek kejang demam paling banyak pada rentang usia 12-23 bulan (12), sedangkan pada subjek demam tanpa kejang lebih banyak pada rentang usia 48-60 bulan (9). Rerata hemoglobin subjek penelitian paling tinggi berdasarkan usia adalah rentang usia 36-47 bulan (11,60 g/dl), sedangkan rerata hemoglobin paling rendah adalah rentang usia <12 bulan (10,23 g/dl). Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kadar hemoglobin dengan masing-masing kelompok usia Pembahasan Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin sesuai dengan penelitian Khanis 13 yang melaporkan distribusi jenis kelamin subjek laki-laki pada kelompok kasus lebih banyak dibanding subjek perempuan, sedangkan pada kelompok kontrol berjumlah sama. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian Verity dkk 14 yang melaporkan bahwa jenis kelamin tidak terkait dengan kejang demam. Namun, data tersebut tidak sesuai dengan penelitian Bahtera 6 yang mendapatkan bahwa pasien kejang demam kompleks laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia 353

sesuai dengan pendapat terbanyak para ahli kejang demam terjadi pada waktu anak berumur antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun, dengan insiden kejang tertinggi terjadi pada umur 18 bulan. 15-18 Umur tersebut terkait dengan fase perkembangan otak, masa developmental window, sehingga pada masa developmental window merupakan masa yang rawan terjadinya kejang demam. 7, 19, 20 Namun, Khanis melaporkan tidak ada perbedaan pada variabel umur pada kedua kelompok penelitian baik kelompok kontrol maupun kelompok kasus. 13 Karakteristik berdasarkan rerata kadar hemoglobin pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Khanis 13 yang melaporkan parameter lain defisiensi besi, kadar hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht), pada kelompok kasus adalah lebih rendah dibandingkan pada kelompok kontrol. Berdasarkan kategori rata-rata kadar Hb, subjek yang termasuk kategori anemia pada kelompok kasus lebih banyak dibanding kelompok kontrol. Terdapat perbedaan pada distribusi kejadian anemia antara kelompok kasus dengan kontrol. Hal tersebut bisa terjadi kemungkinan karena anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 21 tahun 2001 menunjukkan prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia pada anak balita adalah 55,5%. Penelitian ini menunjukkan bahwa persentase kejadian kejang demam sederhana lebih besar (72%), dibandingkan kejadian kejang demam kompleks (28%). Hal tersebut sesuai dengan pendapat beberapa ahli bahwa sebagian besar kejang demam berupa kejang demam sederhana (63%), sedangkan kejadian kejang 3, 22-24 demam kompleks lebih sedikit (35%). Hasil penelitian ini mendapatkan perbedaan antara kadar hemoglobin subjek kejang demam dan demam tanpa kejang. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Khanis 13 yang menunjukkan kadar hemoglobin (Hb) kelompok kasus adalah lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Pada penelitian ini juga ditunjukkan adanya hubungan antara kadar kejang. Penelitian Khanis lainnya mendapatkan adanya perbedaan pada distribusi kejadian anemia antara kelompok kasus dengan kontrol, anak dengan anemia mempunyai risiko untuk menderita kejang demam 10,8 kali lebih besar dibandingkan anak yang tidak anemia. 13 Penelitian Hartfield dkk 9 juga melaporkan bahwa anak dengan defisiensi besi mempunyai risiko 2 kali lebih besar untuk terjadinya bangkitan kejang demam. Penelitian Pisacane dkk 25 juga melaporkan bahwa anemia defisiensi besi merupakan faktor risiko bangkitan kejang demam pada anak berumur di bawah 2 tahun. Hal tersebut terjadi karena pada kondisi anemia, dengan kadar Hb yang rendah, menyebabkan kemampuan sel darah merah mengikat oksigen menurun. Sementara itu, oksigen diperlukan dalam semua proses metabolisme zat gizi dalam tubuh untuk menghasilkan energi. Oksigen juga sangat penting bagi perkembangan dan aktivitas sel otak. Tanpa suplai oksigen yang cukup, sel otak tidak dapat berkembang dan beraktivitas secara optimal. 26 Apabila anemia ini disebabkan defisiensi besi, kandungan besi dalam otak akan berkurang. Besi merupakan komponen esensial pada pertumbuhan otak dan fungsi sistem saraf pusat. Pertumbuhan otak sangat sensitif terhadap perubahan status besi, karena pertumbuhan dan perkembangan otak yang cepat serta terjadi pada jeda waktu yang singkat sehingga defisiensi besi dapat mengakibatkan gangguan fungsi otak. Besi juga sangat esensial dalam proses mielinisasi, metabolisme neuron, dan proses di neurotransmiter. 8 Ketidakseimbangan antara neurotransmiter eksitator asam glutamat dan inhibitor gamma aminobutyric acid (GABA)3berperan penting4dalam menimbulkan kejang demam. 10-12 Kesimpulan Terdapat hubungan antara kadar hemoglobin dengan kejang demam. Sementara itu, perbedaan juga didapatkan antara kadar hemoglobin kejang demam dan demam tanpa kejang. Daftar pustaka 1. Leung A, Robson WL. Febrile seizures. J Pediatri Health Care 2007;21:250-5. 2. Shinnar S. Febrile seizures. Philadelphia: Mosby Elsevier;2006. 3. Stafstrom CE. The incidence and prevalence of febrile seizures. Dalam: Baram TZ, Shinnar S, penyunting. Febrile Seizure. San Diego: Academic Press; 2002.h.1-25. 4. Widodo DP. Kejang demam: apa yang perlu diwaspadai? Penanganan demam pada anak secara profesional. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan 354

Anak XL VII. Jakarta: 2005.h.58-66. 5. Yuana I. Korelasi kadar seng serum dan bangkitan kejang demam. Sari Pediatri 2010;12:150-6. 6. Bahtera T. Faktor risiko kejang demam berulang sebagai prediktor bangkitan kejang demam berulang. Kajian mutasi gen pintu voltase kanal ion natrium [Disertasi]. Semarang: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro, 2007. 7. Wu J, Fisher RS. Hyperthermic spreading depressions in the immature rat hippocampal slice. J Neurophysiol 2000;84:1355-60. 8. Georgieff MK. Nutrition and the developing brain: nutrient priorities and measurement. Am J Clin Nutr 2007;85:614-20. 9. Hartfield DS, Tan J, Yager JY, Rosychuk RJ, Spady D, Haines C, dkk. The association between iron deficiency and febrile seizures in childhood. Clin Pediatr 2009;20:1-7. 10. Batra J, Seth PK. Effect of iron deficiency on developing rat brain. Indian J Clin Biochem 2002;17:108-14. 11. Beard J. Iron deficiency alters brain development and functioning. J Nutr 2003;133:1468-72. 12. Mittal RD, Pandey A, Agarwal KN. Effect of latent iron deficiency on GABA and glutamate neuroreceptors in rat brain. Indian J Clin Biochem 2002;17:1-6. 13. Khanis A. Defisiensi besi dengan parameter stfr sebagai faktor risiko bangkitan kejang demam (Tesis). Semarang: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro, 2010. 14. Verity CM, Butler NR,Golding J. Febrile convulsions in a national cohort followed up from birth. Br Med J 1985;290:1307 10. 15. Soetomenggolo TS. Kejang demam. Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi ke-1. Jakarta: BP IDAI; 1999.h.244-51. 16. Shinnar S. Febrile seizure. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, penyunting. Pediatric neurology principles and practice. Edisi ke-3. St. Louis: Mosby;1999.h.676-81. 17. Pusponegoro HD. Kejang demam patofisiologi dan penatalaksanaannya. Dalam: Kustiowati E, penyunting. Kumpulan makalah pertemuan nasional I epilepsi. Semarang: UNDIP; 2004.h.149-55. 18. Johnston MV. Seizures in childhood. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders; 2007. p. 2457-71. 19. Fisher RS, Wu J. Basic electrophysiology of febrile seizures. Dalam: Baram TZ, Shinnar S, penyunting. Febrile seizures. San Diego: Academic Press;2002.h.231-47. 20. Jensen FE, Sanchez RM. Why does the developing brain demonstrate heightened susceptibility to febrile and other provoked seizures? Dalam: Baram TZ, Shinnar S, penyunting. Febrile seizures. San Diego: Academic Press;2002.h.153-62. 21. Raspati H, Reniarti L, Susanah S. Anemia defisiensi besi. Dalam: Permono B, Sutaryo, penyunting. Buku Ajar Hematology Onkologi Anak: IDAI; 2005.h.30-42. 22. Fenichel GM. Clinical pediatric neurology : a sign and symptoms approach. Febrile seizures. Edisi ke-4. Pennsylvania: WB Saunders Company;2001.h. 18-9. 23. Millar JS. Evaluation and treatment of the child with febrile seizure. Am Fam Physician 2006;73:1761-4. 24. Lumbantobing SM. Penatalaksanaan muthakir kejang pada anak. Jakarta: FKUI; 2003. 25. Pisacane A, Sansone R, Impagliazzo N, Cappolo A, Rolando P, Tregrossi C, dkk. Iron deficiency anemia and febrile convulsion. BMJ 1996;12:313-43. 26. Hidayati L, Hadi H, Lestariana W. Anemia dan prestasi belajar anak sekolah dasar. J Kes 2010;3:105-19. 355