BAB III PUTUSAN MAHKMAH AGUNG NO. 184 K/AG/1995 TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN BERSAMA SAUDARA PEWARIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 368 K/AG/1995. A. Ruang Lingkup Kekuasaan Mahkamah Agung

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB III GAMBARAN UMUM POLEMIK DALAM ORGANISASI ADVOKAT DAN DESKRIPSI SURAT KETUA MAHKAMAH AGUNG NO. 73/HK.01/IX/2015 TENTANG ADVOKAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Hal. 2 dari 8 hal. Put. No. 194 K/AG/2007.

MAHKAMAH AGUNG Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tanggal 30 Desember 1985 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan. Pada zaman kedudukan Belanda, dikenal sebagai Pengadilan

P U T U S A N Nomor : 407 K/Pdt/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

BAB II KEDUDUKAN PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

P U T U S A N NOMOR: 46 K/AG/2006

Hal. 1 dari 11 hal. Put. No. 105/Pdt.G/2014/PTA Mks.

BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA

P U T U S A N NOMOR: 41 K/AG/2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB III WARIS BEDA AGAMA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 16K/AG/2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

P U T U S A N No. 243 K/AG/2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

PUTUSAN NOMOR : 103 K/AG/2007

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa

Undang Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang : Mahkamah Agung

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1970 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 90 K/AG/2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

P U T U S A N Nomor : 30/Pdt.G/2008/MSy-Prov. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III DESKRIPSI PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA. DI PENGADILAN AGAMA MAKASSAR. Republik Indonesia Nomor III/MPR/1978 dan merupakan lembaga

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N No. 85 K/AG/2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2. Masing-masing kamar dipimpin Ketua Kamar yang ditunjuk oleh Ketua MA.

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PENYAJIAN BAHAN HUKUM DAN ANALISIS BAHAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG Nomor: 7 TAHUN 1989 Tentang PERADILAN AGAMA Tanggal: 29 DESEMBER 1989 (JAKARTA) LN 1989/49; TLN NO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

PUTUSAN NOMOR : 230 K/AG/2007 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

P U T U S A N Nomor 357/PDT/2014/PT.BDG.

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N No. 483 K/TUN/2001

BAB VII PERADILAN PAJAK

PUTUSAN NOMOR 04/Pdt.G/2008/PTA Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak Pidana Militer dibedakan dalam dua jenis tindak pidana, yaitu:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pelayanan Perkara Pidana

Transkripsi:

BAB III PUTUSAN MAHKMAH AGUNG NO. 184 K/AG/1995 TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN BERSAMA SAUDARA PEWARIS A. Sekilas Profil Mahkamah Agung Pembentukan Mahkamah Agung (MA) pada pokoknya memang diperlukan karena bangsa kita telah melakukan perubahan-perubahan yang mendasar atas dasar undang-undang dasar 1945. Dalam rangka perubahan pertama sampai dengan perubahan keempat UUD 1945. Bangsa itu telah mengadopsi prinsip-prinsip baru dalam sistem ketatanegaraan, yaitu antara lain dengan adanya system prinsip Pemisahan kekuasaan dan cheeks and balance sebagai pengganti sistem supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya. 1 Sebagai akibat perubahan tersebut, maka perlu diadakan mekanisme untuk memutuskan sengketa kewenangan yang mungkin terjadi antara lembaga-lembaga yang mempunyai kedudukan yang satu sama lain bersifat sederajat, yang kewenangannya ditentukan dalam Undang-Undang Dasar. Maka dari itu Mahkamah Agung dibentuk agar (the supreme law of the land ) benar-benar dijalankan atau ditegakkan dalam penyelenggaraan kehidupan kenegaraan sesuai dengan prinsip-prinsip negara Hukum modern, dimana hukum yang menjadi factor bagi penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu bangsa. 2 1 http://raha-x.blogspot.com, 15 Mei 2014, 20.00 wib. 2 Ibid. 50

51 1. Fungsi Mahkamah Agung Mahkamah Agung adalah lembaga tertinggi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer dan lingkungan peradilan tata usaha negara. 3 Saat ini lembaga Mahkamah Agung berdasarkan pada UU. No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman UU ini juga telah mencabut dan membatalkan berlakunya UU No. 4 tahun 2004. Undang-undang ini di susun karena UU No.4 Tahun 2004 secara substansi dinilai kurang mengakomodir masalah kekuasaan kehakiman yang cakupannya cukup luas, selain itu juga karena adanya judicial review ke Mahkamah Konstitusi atas pasal 34 UU No.4 Tahun 2004, karena setelah pasal dalam undang-undang yang di-review tersebut diputus bertentangan dengan UUD, maka saat itu juga pasal dalam undang-undang tersebut tidak berlaku, sehingga untuk mengisi kekosongan aturan/hukum, maka perlu segera melakukan perubahan pada undang-undang dimaksud. Fungsi Mahkamah Agung menurut UUD 1945, yaitu: a. Fungsi Peradilan 1) Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam 2001, hlm. 203. 3 A. Mukti Arto, Konsepsi Ideal Mahkamah Agung, cet I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

52 penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar. 4 2) Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir - Semua sengketa tentang kewenangan mengadili. permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985) - Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang - Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985). 3) Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985). 4 Yahya Harahap, Kekeuasaan Mahkamah Agung, Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata,Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 181.

53 b. Fungsi Pengawasan 1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970). 2) Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan: - Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan - Setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985). - Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah

54 Agung Nomor 14 Tahun 1985). 5 c. Fungsi Mengatur 1) Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985). 2) Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang. d. Fungsi Nasehat 1) Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbanganpertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku 5 Ibid.

55 Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya. 2) Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan di semua lingkungan peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung). e. Fungsi Administratif 1) Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung. 2) Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undangundang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).

56 f. Fungsi Lain-lain Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang. 6 2. Tugas dan Wewenang Mahkamah Agung Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara (pasal 10 UU no. 4 tahun 2004 jo. pasal 2 UU no. 5 tahun 2004). Dengan demikian maka masing-masing lingkungan peradilan tidak mempunyai badan pengadilan tertinggi yang berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi mempunyai puncaknya pada MA. Sebagai puncak dari lingkungan peradilan, MA mempunyai tugas dan wewenang untuk memeriksa dan mengadili pada tingkat kasasi seluruh perkara dari lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer maupun peradilan tata usaha negara di Indonesia. Hal mana disebutkan dalam pasal 28 (1) UU no. 5 tahun 2004 : memutus: Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan a. Permohonan kasasi; b. Sengketa tentang kewenangan mengadili; c. Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah 6 Lihat http://www.mahkamahagung.go.id, 15 Mei 2014, 20.00 wib.

57 memperoleh kekuatan hukum tetap. 7 Pasal 29: Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan. Mengenai alasan pembatalan putusan pengadilan yang dilakukan oleh MA adalah sebagaimana termaktub dalam pasal 30 UU no. 5 tahun 2004: 1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dalam semua lingkungan peradilan karena : - Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; - Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku; - Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. 2) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim agung wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan. 3) Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan. 4) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Mahkamah Agung. Dalam posisi MA sebagai puncak peradilan, maka di sini terbentuk adanya suatu kesatuan peradilan di seluruh wilayah negara RI. Kesatuan ini dicapai dengan adanya kesempatan mengajukan kasasi bagi semua perkara ke MA (pasal 22 UU no. 4 tahun 2004 jo. pasal 28 UU no. 14 tahun 1985). Mengenai hukum acara kasasi di lingkungan peradilan agama diatur dalam UU no. 5 tahun 2004 pasal 55 ayat (1) yang berbunyi: 7 A. Mukti Arto, Op. Cit, hlm. 183.

58 Pemeriksaan kasasi untuk perkara yang diputus oleh pengadilan di lingkungan peradilan agama atau yang diputus oleh pengadilan di lingkungan peradilan tata usaha negara, dilakukan menurut ketentuan undang-undang ini. Dengan adanya kesempatan untuk mengajukan kasasi kepada MA bagi semua perkara, pihak yang tidak puas dengan putusan PTA atau penetapan PA (dalam perkara voluntair) dapat mengajukan kasasi ke MA dengan memenuhi syarat-syarat kasasi. Adapun syarat-syarat yang merupakan prosedur formil untuk mengajukan kasasi dituangkan dalam UU no. 5 tahun 2004 sebagaimana berikut: a) Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi; Pemeriksaan kasasi hanya dapat diajukan oleh pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu (pasal 44 ayat (1) ). b) Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi; Pemeriksaan kasasi hanya dapat diajukan dalam masa tenggang waktu kasasi, yaitu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan diberitahukan kepada yang bersangkutan (pasal 46 ayat (1) ) Apabila waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada pemeriksaan kasasi yang diajukan oleh pihak berperkara, maka dianggap telah menerima putusan (pasal 46 ayat 2). c) Putusan atau penetapan judex factie menurut hukum dapat dimintakan kasasi. Putusan atau Penetapan yang dapat dimintakan kasasi tersebut ialah putusan atau penetapan akhir yang diberikan pada tingkat terakhir dari pengadilan dalam lingkungan peradilan agama, yaitu putusan atau penetapan PTA; dan penetapan PA dalam perkara voluntair yang menurut hukum tidak boleh untuk dimintakan banding.

59 1) Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. 2) Permohonan kasasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali. (Pasal 43). d) Membuat memori kasasi; Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi yang memuat alasan-alasannya (pasal 47 ayat (1) ). e) Membayar panjar biaya kasasi; Pemohon kasasi wajib membayar biaya kasasi (pasal 47 ). f) Menghadap di kepaniteraan PA yang bersangkutan. Pemohon kasasi harus hadir di kepaniteraan PA yang bersangkutan untuk menyatakan kasasi dan dibuatkan akta permohonan kasasi. 8 Alasan-alasan kasasi adalah sebagaimana berikut: Mahkamah Agung memutuskan permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan. (Pasal 29 ) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dalam semua lingkungan peradilan karena : a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku; c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. (Pasal 30 ayat (1) ) Apabila terhadap suatu penetapan PA yang menurut hukum tidak dapat dimintakan banding maka dapat dimintakan kasasi ke MA dengan alasan-alasan tersebut di atas. Dan apabila terhadap suatu putusan atau 8 A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. II, 1998, hlm. 285-286.

60 penetapan PA telah dimintakan banding kepada PTA, maka yang dimintakan kasasi adalah putusan atau penetapan PTA tersebut. Karena adanya banding tersebut berarti putusan atau penetapan PA telah masuk atau diambil alih oleh PTA. 9 Di antara perkara yang dapat diajukan kasasi kepada MA adalah perkara yang menjadi kewenangan absolut PA. Perkara-perkara yang menjadi kewenangan absolut PA adalah mengenai perceraian dari perkawinan yang dilakukan dengan tata cara Islam berikut efek yang ditimbulkannya; kewarisan warga muslim; serta wakaf dan sadaqah yang dilakukan menurut hukum Islam. Ketika perkara dalam wilayah kompetensi absolut PA ini terjadi, maka pihak yang tidak puas dengan putusan PTA atau penetapan PA dapat mengajukan kasasi ke MA dengan memenuhi syarat-syarat kasasi tersebut. 10 Karena dalam hal ini PA berpuncak pada MA sebagai pengadilan negara tertinggi. Dan terhadap putusan-putusan yang diberikan tingkat terakhir oleh pengadilan-pengadilan lain daripada MA, kasasi dapat dimintakan kepada MA. Mengenai sistem keorganisasian diatur dalam bab II UU no. 5 tahun 2004 yang berbunyi: Pasal 4 : 1) Susunan Mahkamah Agung terdiri dari pimpinan, hakim anggota, dan sekretaris jendral Mahkamah Agung. 11 9 Ibid., hlm. 287. 10 Ibid, hlm. 285 11 Sudarsono, Pengadilan Negeri, Pengeadilan Tinggi, Mahkamah Agung dan Tata Usaha Negara, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994, hlm. 200.

61 Pasal 5 : 1) Pimpinan Mahkamah Agung terdiri dari seorang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda; 2) Wakil ketua Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas wakil ketua bidang yustisal dan wakil ketua bidang nonyustisal; 3) Wakil ketua bidang yustisal membawahi ketua muda perdata, ketua muda pidana, ketua muda agama, ketua muda militer, dan ketua muda tata usaha negara; 4) Pada setiap pembidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Mahkamah Agung dapat melakukan pengkhususan bidang hukum tertentu yang diketuai oleh ketua muda; 5) Wakil ketua bidang non-yustisal membawahi ketua muda pembinaan dan ketua muda pengawasan; 6) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan ketua muda Mahkamah Agung selama 5 (lima) tahun. Dalam pasal 5 ayat (4) di atas, sekaligus dapat dipahami bahwa klasifikasi perkara di MA itu dilakukan pengkhususan bidang tertentu yang diketuai oleh seorang ketua muda. Dan dalam perkara-perkara agama merupakan bidang yang berada di bawah pimpinan ketua muda agama. B. Kedudukan Ahli Waris Anak Perempuan Bersama Saudara Pewaris Dalam Putusan MA. No. 184 K/AG/1995 Perkara no. 184 K/AG/1995 adalah perkara dengan kasus posisi antara anak perempuan sebagai ahli waris bersama ahli waris lainnya yaitu bersama saudara dari pewaris. Dalil gugatan dan faktanya bahwa pada tanggal 7 juli 1989 telah meninggal H. Asrori bin H. Dulgani dan meninggalkan ahli waris 7 (tujuh) orang dan juga meninggalkan harta berupa tanah, rumah dan bendabenda bergerak. Ke 7 (tujuh) ahli waris yang ditinggalkan oleh H. Asrori yaitu H. Mundiyah binti Abbas (istri), Wariyum bin H. Asrori (anak), Cukup binti H.

62 Dulgani (saudara perempuan), Wasri binti H. Dulgani (saudara perempuan), Tumbu binti H. Dulgani (saudara perempuan), Tumpuk binti H. Dulgani (saudara perempuan), Tarmiji bin H. Dulgani (saudara laki-laki). Klasifikasi dari perkara ini tidak lain tanah dan rumah, benda-benda bergerak serta penetapan ahli waris yang kemudian menjadi akar permasalahan antara penggugat (istri dan saudara-saudara pewaris) dan tergugat (anak dari pewaris). Para penggugat mengajukan gugatannya pada Pengadilan Agama pekalongan untuk membagi harta warisan sesuai dengan ahli waris yang ada serta besar kecilnya perolehan harta dari masing-masing ahli waris. Pengadilan Agama pekalongan mempertimbangkan perkara ini, yang inti isinya yaitu: - Bahwa pembagian warisan almarhum tanggal 3 September 1989 dinyatakan batal demi hukum, - Bahwa mengenai ahli waris dari almarhum berdasarkan keterangan para Penggugat dan pengakuan Tergugat, maka harus dinyatakan terbukti ahli waris almarhum adalah 7 orang ; - Bahwa bagian masing-masing ahli waris adalah sebagai berikut : Istri 1/8 bagian, anak perempuan (satu orang) ½ bagian serta 3 orang saudara perempuan dengan bagian masing-masing : Ny. Cukup binti Dulgani 1/8 bagian, Ny. Wasri binti Dulgani 1/8 bagian, Ny. Tumbu binti Dulgani 1/8 bagian. - Bahwa tanah sawah di Desa Kasesi C No. 2052 persil No. 53 A-S II seluas 5,700 M 2 dipertimbangkan sebagai berikut,... Berdasarkan pertimbangan di atas, majelis hakim memberikan putusan

63 yang amarnya pada pokoknya sebagai berikut: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian dan menolak sebagian lain dan selebihnya ; 2. Menyatakan pembagian warisan atas harta almarhum H. Asrori oleh Penggugat I dan Tergugat I pada tanggal 3 September 1989 batal demi hukum ; 3. Menyatakan bahwa ahli waris dari H. Asrori adalah - Ny. H. Mundiyah binti Abbas (istri) ; - Ny. Wariyem binti H. Asrori (anak) ; - Ny. Cukup binti H. Dulgani (saudara perempuan) ; - Ny. Wasri binti H. Dulgani (saudara perempuan) ; - Ny. Tumbu binti H. Dulgani (saudara perempuan) ; - Ny. Tumpuk binti H. Dulgani (saudara perempuan) ; - Tarmiji M bin H. Dulgani (saudara laki-laki) 4. Menyatakan bagian hak masing-masing ahli waris almarhum tersebut adalah : - Ny. H. Mundiyah dapat 1/8 bagian ; - Ny. Wariyem dapat 1/2 bagian ; - Ny. Cukup dapat 1/8 bagian ; - Ny. Wasri dapat 1/8 bagian ; - Ny. Tumbu dapat 1/8 bagian ; - Ny. Tumpuk tidak dapat bagian ; - Tarmiji tidak dapat bagian.

64 5. Menetapkan harta warisan almarhum H. Asrori berasal dari harta bawaan dan separuh dari harta bersama, masing-masing adalah... 6. Menetapkan bahwa separuh lainnya dari harta bersama adalah... 7. Menetapkan bahwa tanah sawah atas nama H. Mundiyah adalah... 8. Menetapkan bagian masing-masing ahli waris adalah... 9. Penunjukan bagian ahli waris adalah... 10. Menghukum para pihak untuk mentaati dan melaksanakan ketentuan pembagian harta warisan/ faraidh ; 11. Menghukum Ny. Wariyem untuk mengembalikan bukti pemilikan tanah sawah milik Penggugat I berupa sertifikat No. 80 C. 2052 persil 53a S.II G.S. No. 66/iv/1982 kepada Penggugat I (H. Mundiyah) ; 12. Menyatakan bahwa permohonan sita jaminan atas harta benda bergerak dari harta warisan oleh Pemohon, sita jaminan tidak dapat diterima. Pertimbangan Pengadilan Tinggi Agama : Bahwa pertimbangan Hakim tingkat Pertama dengan putusannya, adalah sudah tepat dan benar sehingga harus dikuatkan. Amar Pengadilan Tinggi Agama : 1) Menerima permohonan Banding pembanding ; 2) Menguatkan putusan Pengadilan Agama Pekalongan ; Alasan Kasasi 1) Bahwa PTA Semarang telah salah menerapkan hukum karena hanya mengambil alih saja PA Pekalongan ; 2) Bahwa harta peninggalan almarhum H. Asrori sudah dibagi waris diantara

65 Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi secara musyawarah yang disaksikan saudara-saudara almarhum yang hasil pembagian tersebut dituangkan pada Akte Pembagian Waris tanggal 3 September 1989, yang ditandatangani oleh para pihak saksi dan Kepala Desa Kasesi; 3) Bahwa PTA Semarang telah salah menerapkan hukum karena membatalkan Akte Pembagian Waris tanggal 3 September 1989 ; 4) Bahwa pertimbangan PA Pekalongan tentang pemberian almarhum H. Asrori atas tanah dan rumah sertifikat Hak Milik No. 40 atas nama Tarjono dan Wariyem adalah penerapan hukum yang salah dan bertentangan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 159 K/Sip/1975 jo No. 196 K/Sip/1976 karena berdasarkan bukti tanah tersebut sudah dihibahkan oleh almarhum H. Asrori kepada Penggugat I (H. Mundiyah) waktu almarhum masih hidup dan harus dikeluarkan dari budi waris ; 5) Bahwa perhitungan hukum PA Pekalongan tentang sawah sertifikat Hak Milik No.80 atas nama H. Mundiyah, merupakan pertimbangan yang keliru dan bertentangan dengan pasal 35 ayat (1 dan 2) UU No. 1 Tahun 1974 serta Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 398 K/Sip/1976, oleh karena itu sertifikat No. 80 tersebut harus dinyatakan harta bersama bukan harta gono gini Termohon Kasasi. Pertimbangan kasasi 1. Bahwa berdasarkan alasan sendiri judex facti telah salah menerapkan hukum ;

66 2. Bahwa dengan adanya anak perempuan dari pewaris terhijab oleh Tergugat asal I oleh karenanya Penggugat-penggugat asal tidak berhak atas harta warisan ; Amar Mahkamah Agung 1. Mengabulkan permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi ; 2. Membatalkan putusan PTA Semarang dan putusan PA Pekalongan ; Mengadili sendiri : Menolak gugatan Penggugat-penggugat.