BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERAN KELUARGA PADA PEMULIHAN KESEHATAN JIWA

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

DUKUNGAN SOSIAL PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA USIA REMAJA DI BANYUMAS

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang. kebutuhan dasar manusia termasuk di bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih. banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk kesejahteraan dan kesembuhan orang lain. Maka haruslah tergerak motifmotif

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan besar karena komunikasi 1. Oleh sebab itu komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

Perilaku Koping pada Penyandang Epilepsi

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP INTERAKSI SOSIAL PADA PENDERITA EPILEPSI DI KECAMATAN MANYARAN DAN KECAMATAN JATIPURNO KABUPATEN WONOGIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. membuat arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba, khususnya di Indonesia, saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan jiwa adalah proses interpesonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah kelompok lanjut usia (usia 60 tahun menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran informasi dan dukungan emosional. Dalam bidang keperawatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah orang dengan gangguan skizofrenia dewasa ini semakin. terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta )

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia salah satu bentuk gangguan jiwa berat, dulu sering dianggap akibat kerasukan roh halus atau ilmu gaib. Akibatnya, pasien sering dikucilkan bahkan dipasung dan diperlakukan tidak manusiawi. Skizofrenia bisa mengenai siapa saja, dari berbagai bangsa, negara, maupun kelompok sosial ekonomi dan budaya. Skizofrenia bisa terjadi karena disebabkan beberapa fase yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Padahal jika diketahui sejak dini dan ditangani dengan baik, gangguan ini bisa diatasi (Kriswandaru, 2006). Pada kenyataannya pasien dengan skizofrenia yang dirawat di rumah sakit jarang dikunjungi oleh keluarganya. Hal ini disebabkan karena keluarga malu ada keluarganya yang menderita penyakit skizofrenia. Padahal, kunjungan keluarga sangat diperlukan oleh pasien skizofrenia guna mempercepat kesembuhan pasien. Prevensi penderita Skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 1 persen dan biasanya timbul pada usia sekitar 18 45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11 12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita Skizofrenia. Skizofrenia adalah gangguan mental yang cukup luas yang di alami di Indonesia, di mana sekitar 99 % pasien di RS jiwa di Indonesia adalah pasien Skizofrenia. Hal ini dikemukakan oleh dr. Danardi Sosrosumihardjo, Sp. KJ dari Kedokteran Jiwa FKUI/RSCM Republika, 2000 (dalam Arif, 2006). Menurut Pramudya 2005 ada beberapa penyebab munculnya skizofrenia, diantaranya (a) Model diastesis stress yang mana mengintegrasikan pada faktor Biologi, Psikososial dan Lingkungan. Seseorang 1

2 mungkin memiliki kerentanan spesifik (diastesis) yang apabila diaktifan oleh pengaruh stress memungkinkan berkembangnya simptom skizofrenia. (b) faktor neurobiologi, dimana penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. (c) faktor genetik, penelitian yang dilakukan sekitar tahun 30-an menunjukkan seseorang mengalami skizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga memiliki gangguan yang sama. (d) faktor psikososial, dimana faktor dari psikologis dan sosial dapat mempengaruhi timulnya skizofrenia seperti individu pasien. Keluarga dan lingkungan sosial. Banyak faktor yang mendukung timbulnya skizofrenia yang merupakan perpaduan beberapa aspek dan saling mendukung yang meliputi biologis, psikologis, sosial dan lingkungan (environmental) ( Yosep dalam Nevid,2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa berupa gangguan spektrum skizofrenia tampak memiliki kesamaan hubungan genetik (Nevid,dkk,2005). Selain dari faktor genetik ada juga banyak bukti yang menunjukkan bahwa stress (terutama stress dan kecemasan sosial) adalah faktor risiko dan mungkin memicu episode skizofrenia. Sebagai contoh, emosi bergejolak keluarga dan peristiwa kehidupan menegangkan telah dikaitkan sebagai faktor resiko skizofrenia maupun untuk kambuh atau pemicu untuk episode skizofrenia (Schizophrenia.com.2009). Perawatan medis yang diberikan pada penderita skizofrenia biasanya hanya menghilangkan sebagian gejala gangguan ini, namun jarang sekali yang dapat memulihkan kondisi mereka sepenuhnya. Bahkan gangguan ini sering kambuh setelah pasien kembali dari rumah sakit jiwa ke keluarga mereka sehingga suasana rumah menjadi sangat tidak nyaman bagi semua anggota keluarga, khususnya bagi pasien skizofrenia tersebut. Gangguan jiwa Skizofrenia ini dapat ditekan serendah mungkin dengan menciptakan pola komunikasi serta hubungan orang tua anak yang

3 harmonis, orang tua diharapkan menjadi kawan bagi anaknya sehingga permasalahan yang dihadapi seorang anak dapat dideteksi dan diselesaikan secara bijaksana sehingga tidak menyebabkan trauma bagi anak, lingkungan masyarakat juga turut berperan misalkan dengan memberi dukungan pada keluarga penderita sehingga pihak keluarga tidak merasa sendiri menanggung beban. Salah satu faktor yang berperan sangat penting adalah hubungan pasien dengan keluarga. Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang berperan dalam memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan sehat dan sakit pasien. Umumnya keluarga meminta bantuan tenaga kesehatan jika mereka tidak sanggup merawatnya ( Budi Ana Keliat 96 ). Dalam keluarga terdapat suatu sistem yang berisi sejumlah relasi yang berfungsi secara unik Scharff & Scharff (dalam Arif, 2006). Definisi tentang keluarga tersebut menegaskan bahwa hakikat dari keluarga adalah relasi yang terjalin antara individu yang merupakan komponen dalam keluarganya. Setiap anggota keluarga berhubungan satu sama lain dalam suatu matriks relasi yang kompleks. Dalam relasi yang saling terkait ini, dapat dipahami bahwa bila sesuatu menimpa atau dialami oleh salah satu anggota keluarga dampaknya akan mengenai seluruh anggota keluarga yang lain. Semakin dekat hubungan keluarga biologis, semakin tinggi resiko terkena skizofrenia. Beban dan penderitaan keluarga serta kurangnya pengetahuan menghadapi gejala yang berdampak negatif pada pasien. Seorang pasien skizofrenia seringkali tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari keluarga. Padahal, dukungan dari keluarga merupakan faktor penting yang dapat membantu kesembuhan seorang skizofrenia. Untuk itulah, maka diperlukan penyesuaian diri yang baik dan penerimaan dari pihak keluarga akan keadaan dari pasien skizofrenia.

4 Menurut hasil Penelitian di Inggris (Vaugh dalam Keliat, 1992) dan di Amerika serikat (Snyder dalam Keliat, 1992) memperlihatkan bahwa keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan, mengkritik) diperkirakan kambuh dalam waktu 9 bulan. Hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang rendah. Terapi keluarga dapat diberikan untuk menurunkan ekspresi emosi. Masalah yang dihadapi adalah karena sebagian besar keluarga klien skizofrenia kurang memahami dan pengetahuan tentang perawatan klien skizofrenia masih rendah. Menurut teori Object relations theory dikatakan bahwa kebutuhan akan objek relations adalah kebutuhan paling mendasar bagi manusia, sama mendasarnya dengan kebutuhan akan makanan dan seks Scharff & Scharff, 1991 (dalam Arif, 2006). Seorang pasien Skizofrenia, dengan selfnya yang rapuh, juga mencari Object relations tersebut, Object relation yang pertama dan yang paling penting bagi individu adalah Object relation dengan keluarganya, maka konflik yang dialami Skizofrenia adalah konflik dengan keluarganya. Departemen Kesehatan RI, 1989 (dalam Effendy (1998) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas kepala keluarga, anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal dalam satu rumah tangga karena pertalian darah dan ikatan perkawinan dan adopsi, satu dengan yang lainnya saling tergantung dan berintraksi. Dimana keluarga ini merupakan orangorang terdekat dengan pasien, setelah pasien keluar dari perawatan medis. Dan keluarga memegang peran penting dalam perawatan pasien lebih lanjut. Disamping itu semua etiologi, patofisiologi dan perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi atau heterogen bagi setiap penderita, sehingga mempersulit diagnosis dan penanganannya. Keadaan seperti ini akan menimbulkan beban dan penderitaan bagi keluarga. Keluarga seringkali

5 mengalami tekanan mental dan gejala yang ditampilkan oleh penderita dan juga ketidaktahuan keluarga menghadapi gejala tersebut. Kondisi inilah yang akan melahirkan sikap dan emosi yang keliru dan berdampak negative pada penderita. Biasanya keluarga menjadi emosional, kritis dan bahkan bermusuhan yang jauh dari sikap hangat yang dibutuhkan oleh penderita (Irmansyah dalam Sirait, 2006) diakses 18 Juni 2012. Tidak jarang kita temui para keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita skizofrenia mengucilkan penderita, tidak mempedulikan kondisi dan keadaan si penderita. Keluarga hanya memasukkan penderira ke dalam Rumah Sakit Jiwa kemudian membiarkan penderita berada di rumah Sakit Jiwa dalam rentang waktu yang sangat lama, bahkan ada diantara penderita sampai meninggal di Rumah Sakit Jiwa. Bagi mereka memiliki anggota keluarga yang skizofrenia merupakan sebuah aib yang akan menimbulkan malu bagi nama baik keluarga tersebut, dan memasukkan penderita ke dalam Rumah Sakit Jiwa untuk menjauhkan dari orang yang mengetahui penderita mengalami gangguan skizofrenia adalah salah satu keputusan terbaik, dan hal ini sangat disayangkan. Jarang sekali keluarga yang mempedulikan anggota keluarganya yang menderita skizofrenia. Padahal dukungan dari keluarga merupakan faktor terpenting yang dapat membantu kesembuhan seorang skizofrenia. Disisi lain, hasil penelitian sebelumnya, yakni berkaitan dengan dukungan sosial dari keluarga dalam pencegahan rilaps pada skizofrenia yang dilakukan oleh Febri (2011) ialah, bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga terhadap tingkat kekambuhan skizofrenia. Hasil penelitian di atas didukung dengan adanya pemaparan dari dr. Darmadi dari Klinis Jiwa Dharma Mulia surabaya, mengungkapkan bahwa penderita skizofrenia sangat membutuhkan biaya perawatan yang tinggi, tetapi penderita skizofrenia tidak hanya membutuhkan itu melainkan dukungan

6 keluarga, bentuk dukungan sosial dari orang tua sangat membantu proses pemulihan dari penderita skizofrenia. Pada dasarnya keluarga terutama orang tua, memiliki andil yang cukup besar dalam proses penyembuhan. Lamb (1990) menjelaskan bahwa dalam konteks keluarga ibu dan ayah mempunyai peran yang berbeda namun saling mendukung. Arif (2006) mengatakan kepribadian individu terbentuk di dalam matriks keluarga. Keluarga adalah rahim tempat hidup dan berkembangnya kepribadian para anggotanya. Relasi antara anggota keluarga merupakan relasi yang intim. Prototip dari relasi ini adalah relasi antara ibu dan anak. Yang dimaksud dari figur ibu tidak harus berarti ibu kandung individu, melainkan figur caretaker yang menjalankan fungsi mothering bagi anak. Jadi, bisa saja yang menjadi ibu bagi anak adalah ayahnya, neneknya, tantenya atau gabungan beberapa orang signifikan itu. Pemberian dukungan sosial yang diberikan orang tua pada penderita agar kemampuan sosialisasi dan keterampilan komunikasi anak dapat berkembang secara optimal sebagai bekal untuk hidup bersama dalam masyarakat, karena hanya dari dukungan tersebutlah yang mampu memberikan pengaruh besar dalam kehidupan anak. Menurut Saronson dkk ( dalam Suhita, 2005) dukungan sosial memiliki peranan penting untuk mencegah dari ancaman kesehatan mental. Individu yang memiliki dukungan sosial yang lebih kecil, lebih memungkinkan mengalami konsekuensi psikis yang negatif. Keuntungan individu yang memperoleh dukungan sosial yang tinggi akan menjadi individu lebih optimis dalam menghadapi kehidupan saat ini maupun masa yang akan datang, lebih terampil dalam memenuhi kebutuhan psikologi dan memiliki sistem yang lebih tinggi, serta tingkat kecemasan yang lebih rendah, mempertinggi interpersonal skill (keterampilan interpersonal), memiliki kemampuan untuk

7 mencapai apa yang diinginkan dan lebih dapat membimbing individu untuk beradaptasi dengan stress. Sebagaimana kasus yang peneliti dapatkan, Yakni subyek berinisial F, telah mendapatkan pengobatan sejak berumur 18 tahun, ketika di wawancara pasien terlihat malu dan menjawab dengan baik, wawancara dibantu oleh kakak pasien, pasien terlihat baik dan tidak ada gangguan dalam menjawab walaupun menjawab dengan malu-malu, kemudian menurut kakak pasien, ketika SMA pasien pernah ditinggal kawin pacar pasien, karena kejadian itu pasien sering menangis dan mengurung diri, tidak mau makan, hanya ingin didalam kamar, tidak mau keluar kamar, diam saja, dan menangis, kemudian pasien di bawa berobat secara teratur, kini pasien terlihat baik dan tidak mempunyai kelainan yang berarti dan dapat menjalani kehidupan dengan normal. Selama 9 tahun berobat teratur ke dokter specialis jiwa. Kekambuhan pasien juga berkurang sejak 2 tahun yang lalu. Kesembuhan pasien karena dukungan dari semua anggota keluarga, dan pengobatan secara teratur. kini pasien terlihat baik dan tidak mempunyai kelainan yang berarti dan dapat menjalani kehidupan dengan normal. Selama 9 tahun berobat teratur ke dokter specialis jiwa. Kekambuhan pasien juga berkurang sejak 2 tahun yang lalu. (drlizahidup.blogspot.com.) diakses 29 november 2011). Berbeda lagi ketika penderita skizofrenia tidak diberikan bentuk dukungan sosial dari keluarga. Penderita akan sulit mengakui dirinya ada dan berharga untuk orang lain dan dirinya sendiri. Menurut Dunkell-Schheff 1987 (dalam c.abraham dan E.Shanley, 1997) dukungan sosial itu meliputi ekspresi perasaan positif, termasuk menunjukkan perasaan bahwa seseorang diperlakukan dengan rasa penghargaan yang tinggi. Disini kita bisa lihat bahwa, bila tidak ada dukungan sosial yang diberikan orang tua pada anak yang memerlukannya, maka anak tersebut akan sulit mengakui dirinya ada dan berharga untuk orang lain dan dirinya sendiri. Sebagai contoh kasus yang

8 terjadi pada kasus Ishak dalam buku Arif (2006), Ishak dilahirkan di keluarga yang berkecukupan, Ishak tidak kekurangan apapun secara fisik, semua keinginan dipenuhi. Bahkan sebagai anak laki-laki pertama, mungkin Ishak mendapatkan segala sesuatu yang berlebih. Namun karena situasi dalam keluarga, tampaknya Ishak kurang terperhatikan. Kondisi ini menjadi predisposisi perkembangan kepribadian Ishak menjadi lemah dan cendrung narcissitic (seseorang merasa tidak membutuhkan orang lain). Selain contoh kasus yang telah dipaparkan, peneliti juga mendapatkan subyek penelitian yakni IM, yang memiliki anak angkat menderita skizofrenia, Dari pemaparan pengelolah tempat anak angkat dirawat, anak kurang mendapat dukungan keluarga. fenomena diatas mengandung sebuah arti, jika anak kurang mendapat dukungan keluarga bagaimana anak mampu melewati permasalahannya. Fenomena yang lainnya, yakni subyek kedua adalah DM, yang juga memiliki saudara tiri menderita skizofrenia. Permasalahan yang dihadapi oleh saudara tirinya hampir sama dengan fenomena yang dialami oleh IM yang juga kurang mendapat dukungan keluarga. Fenomena yang lainnya, yakni subyek yang ketiga adalah ST, yang memiliki saudara kandung menderita skizofrenia. Permasalahan yang dialami ialah subyek jarang menjengguk penderita saat subyek berkunjung ke tempat saudara kandungnya dirawat. Subyek hanya membawakan keperluan saudara kandungnya kepada pengelolah Yayasan. Sehingga dari sinilah dapat dimunculkan sebuah pertanyaan sederhana bagaimana bentuk dukungan dari keluarga yang diberikan agar anak atau saudara yang menderita skizofrenia mampu melewati permasalahannya. Dukungan yang dimiliki oleh seseorang dapat mencegah berkembangnya masalah akibat tekanan yang dihadapi. Seseorang dengan

9 dukungan yang tinggi akan lebih berhasil menghadapi dan mengatasi masalahnya dibandingkan dengan yang tidak memiliki dukungan (Taylor, 2003). Berdasarkan pemaparan diatas dapat diketahui bahwasannya dukungan pada penderita skizofrenia, yang diberikan oleh keluarga sangatlah penting terutama dukungan sosialnya. Karena hanya dari dukungan tersebutlah yang mampu memberikan pengaruh besar dalam proses penyembuhan pada penderita skizofrenia. Mengacu pada beberapa fenomena diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai bagaimana bentuk dukungan sosial yang diberikan dari keluarga pada penderita skizofrenia. B. Rumusan Masalah Bagaimana bentuk dukungan sosial dari keluarga pada penderita skizofrenia? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui bentuk-bentuk dukungan sosial dari keluarga pada penderita skizofrenia. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Dalam penelitian ini, diharapkan mampu untuk memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan Ilmu Psikologi, khususnya Psikologi di bidang Klinis.

10 2. Secara Praktis Dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan masukan bagi para keluarga yang memiliki sanak keluarga penderita skizofrenia yang memerlukan kebutuhan khusus guna membantu mengatasi hambatan-hambatan dalam proses belajar yang dialami oleh anak, baik dirumah maupun dilingkungan sekitar, agar kemampuan sosialisasi dan keterampilan komunikasi anak dapat berkembang secara optimal sebagai bekal untuk hidup bersama dalam masyarakat.