PEMBANGUNAN FASTEL USO WHITE PAPER PELUANG USAHA DI BIDANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perbandingan antara NGN dengan PSTN dan Internet [ 1] Analisa penerapan enum, Nurmaladewi, FT UI, Gunawan Wibisono

2017, No b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika te

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA INTERNET TELEPONI UNTUK KEPERLUAN PUBLIK

Dalam memberikan masukan penataan frekuensi pada band 3,3-3,5 GHz dalam dokumen ini, dijiwai dengan pandangan-pandangan berikut :

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : PM. TAHUN 2005 TENTANG INTERKONEKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TANTANGAN INDONESIA PADA ERA BROADBAND ICT

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. 08/Per/M.KOMINF/02/2006 TENTANG INTERKONEKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. 08/Per/M.KOMINF/02/2006 TENTANG INTERKONEKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2011, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunika

Paradigma baru di bisnis telekomunikasi ini sudah barang tentu juga akan berimbas pada kebijakan dan strategi perusahaan itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Analisis daya saing..., 1 Rani Nur'aini, FT UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 4 ANALISA ASPEK PASAR DAN ASPEK KEUANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyampaikan informasi. Teknologi telekomunikasi. berkomunikasi, berikut perkembangan teknologi telekomunikasi:

FTP Nasional 2000 I - i Pendahuluan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 20 TAHUN 2001 T E N T A N G PENYELENGGARAAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI MENTERI PERHUBUNGAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Keputusan Menteri tentang penyelenggaraan NAP (Netwok Access Point) dan ISP (Internet Service Provider) Oleh: Yudha Febi Irawan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 33 TAHUN 2004 TENTANG

3 BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB V ANALISIS POTENSI PEMANFAATAN TEKNOLOGI BROADBAND WIRELESS ACCESS PADA PITA FREKUENSI 2,3 GHz DI DAERAH USO

BAB 3 ANALISA ASPEK REGULASI DAN ASPEK TEKNIS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tidak pasti dan turbulen baik dari sisi teknologi, regulasi, pasar maupun

BAB 4 ANALISIS 5 FORCES PORTER DAN STRATEGI SWOT

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

DAFTAR PM KOMINFO TERKAIT PERIZINAN DAN INVESTASI

5. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Komunikasi

tu a S n TELEKOMUNIKASI ia DAN INTERNET g a B

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber: Laporan Postel Sem.I/2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Industri Telekomunikasi di Indonesia. baik untuk mendukung kegiatan pemerintahan, pendidikan, bisnis, kesehatan,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara sangat menentukan tingkat. kesejahteraan masyarakat suatu negara, yang berarti bahwa suatu negara

pelanggan yang dinamakan dengan FTTH (fiber to the home). Selain itu, Telkom IndiHome menggunakan kabel serat optik yang sebelumnya hanya

Information Technology Processing (ISP)

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. terlihat dari tingkat pertumbuhan negara tersebut. Namun beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. telekomunikasi. Jaringan ini tentunya harus memiliki bandwidth yang lebar,

MASUKAN PUSAT KEBIJAKAN INDUSTRI DAN REGULASI TELEKOMUNIKASI ITB ATAS RPM LELANG 2100 MHZ DAN 2300 MHZ

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: 02/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

BAB I PENDAHULUAN. akumulasi modal yang diperlukan untuk pembangunan perekonomian.

SOSIALISASI REGULASI SUBDIT JASA TELEKOMUNIKASI DIREKTORAT TELEKOMUNIKASI DITJEN PPI 2015

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : TAHUN 2005 TENTANG

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

Pemahaman Terhadap UU.36 / 1999 Tentang Telekomunikasi

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN TETAP LOKAL TANPA KABEL DENGAN MOBILITAS TERBATAS

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang bisnis, baik jasa maupun

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 11 / PER / M.KOMINFO / 04 / 2007 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. telekomunikasi di Indonesia memiliki perkembangan yang sangat cepat seiring

Peluang dan Hambatan Bisnis Industri Telekomunikasi di Era Konvergensi

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

I. PENDAHULUAN. Pada masa persaingan bebas ini, ketika semua aspek kehidupan. terus berkembang, konsumen semakin membutuhkan jasa telekomunikasi

DAFTAR ISI. DAFTAR LAMPIRAN...xiii

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, memicu

RANCANGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM TAHUN 2002 T E N T A N G KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL MENTERI PERHUBUNGAN

3. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor: 107,

PENGANTAR TELEKOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. dan Indonesia pada khususnya, maka semakin banyak peluang bagi penyelenggara

Analisis Kebijakan Regulasi Indonesia untuk Penyelenggaraan IMS

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

Manfaat Teknologi Nirkabel bagi Masyarakat. Oleh : Harjoni Desky, S.Sos.I., M.Si Senin, 25 Oktober :26

KEBIJAKAN KEWAJIBAN PELAYANAN UMUM (KPU/USO) ICT DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN POS DAN INFORMATIKA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga seolah menjadi bayang-bayang

BAB I PENDAHULUAN. makro adalah pandangan bahwa sistem pasar bebas tidak dapat mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Studi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya teknologi telepon bergerak adalah penurunan pendapatan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Layanan jasa telekomunikasi di Indonesia telah disediakan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi juga mengalami. perkembangan yang pesat terutama dalam bidang teknologi informasi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan

Aturan Hukum & Administrasi

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA TELEKOMUNIKASI

Kebijakan Tarif Telekomunikasi

PROPOSAL TRADAPHONE. To : Customer

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : /PER/M.KOMINFO/ /2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG SEDANG BERJALAN

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 06 / P/ M. Kominfo / 5 / 2005 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Indonesia

I. PENDAHULUAN. menghimpun dana dari pihak yang berkelebihan dana dan menyalurkannya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. memberikan peluang-peluang baru bagi pemain industri telekomunikasi baik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Transkripsi:

T PEMBANGUNAN FASTEL USO WHITE PAPER PELUANG USAHA DI BIDANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI DIREKTORAT JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI DIREKTORAT TELEKOMUNIKASI

Kata Pengantar Dokumen white paper ini merupakan konsep kebijakan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan telekomunikasi khususnya mengenai pembukaan peluang usaha penyelenggaraan telekomunikasi (penyelenggaraan jaringan tetap lokal, penyelenggaraan jaringan tetap SLJJ dan penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional). Konsep ini disusun untuk menghimpun masukan dari berbagai pihak dalam rangka penyempurnaan White Paper Rencana Pembukaan Peluang Usaha Pembangunan Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal, Penyelenggaraan Jaringan Tetap SLJJ Dan Penyelenggaraan Jaringan Tetap Sambungan Internasional. Tujuan kebijakan pemerintah dalam Rencana Pembukaan Peluang Usaha Pembangunan Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal, Penyelenggaraan Jaringan Tetap SLJJ Dan Penyelenggaraan Jaringan Tetap Sambungan Internasional antara lain: 1. Meningkatkan laju pertumbuhan dan perkembangan industri telekomunikasi yang diharapkan dapat memicu pertumbuhan di sektorsektor usaha lainnya; 2. Meningkatkan kualitas layanan telekomunikasi bagi masyarakat dengan meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana telekomunikasi yang lebih luas; 3. Mendorong terciptanya iklim kompetisi yang sehat, adil dan transparan bagi para penyelenggara telekomunikasi, sehingga dapat mendorong penyelenggaraan telekomunikasi yang lebih efisien. 4. Mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi baru dalam bentuk tumbuhnya berbagai peluang usaha baru bagi perusahaan sekala kecil dan menengah agar penyelenggaraan telekomunikasi dapat tumbuh lebih pesat. 5. Menciptakan kompetisi layanan sewa bandwidth dengan tarif (harga) yang kompetitif dan affordable. Kami masih membuka kesempatan berbagai pihak, dari para penyelenggara telekomunikasi, industri telekomunikasi, Asosiasi-Asosiasi di bidang telekomunikasi, para akademisi dan tenaga ahli, dan lainnya untuk memberikan masukan bagi penyempurnaan konsep kebijakan pemerintah ini dalam waktu yang tidak terlalu lama, sebelum ditetapkan menjadi suatu regulasi. Semoga konsep kebijakan pembukaan peluang usaha dibidang telekomunikasi ini akan dapat diimplementasikan dengan baik dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perkembangan telekomunikasi di Indonesia. Jakarta, Desember 2006 DIREKTORAT JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI 2

WHITE PAPER PELUANG USAHA DI BIDANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI I. UMUM 1. Pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia akhir-akhir ini dan dimasa mendatang berkembang dan meningkat secara signifikan. Kecenderungan tersebut akan lebih menggairahkan bagi para penyelenggara (operator) telekomunikasi untuk mengembangkan bisnisnya dan hal ini dapat memicu pertumbuhan bisnis turutan/pendukung (complementary) dan sektor-sektor lainnya karena apabila sarana dan prasarana telekomunikasi telah tersedia serta terus dikembangkan seiring dengan kebutuhan masyarakat, maka kebutuhan masyarakat dan sektor-sektor lainnya akan jasa telekomunikasi diharapkan dapat terpenuhi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kegiatan bisnis telekomunikasi akan terjadi lebih intens begitu juga sebaliknya sehingga terjadi hubungan timbal balik yang saling memperkuat antara sektor telekomunikasi dengan sektor bisnis lainnya. 2. Laju pertumbuhan dan perkembangan industri telekomunikasi sangat dipengaruhi parameter dan faktor-faktor demografi dan ekonomis yang melingkupi sektor-sektor industri tersebut serta parameter tersebut secara langsung akan terkait dengan beberapa variable dominan antara lain : a. Populasi penduduk yang akan menentukan ukuran pasar industri telekomunikasi. b. GDP, yang menyangkut seluruh output produksi dan menggambarkan kekuatan ekonomi nasional. c. GDP perkapita yang menggambarkan tingkat penghasilan penduduk dan kemampuan daya belinya. d. Pertumbuhan ekonomi, variabel ini menentukan besarnya pengembangan volume ekonomi nasional yang menyebabkan membesarnya potensi pasar pada industri telekomunikasi. e. Tingkat inflasi. f. Besarnya angkatan kerja yang merupakan besaran angka usia produktif yang memiliki penghasilan dan komponen penduduk ini merupakan penggerak ekonomi sekaligus pasar potensial untuk layanan telekomunikasi. 3

g. Kurs rupiah terhadap valuta asing terutama dollar USA, hal ini menarik karena fluktuasi rupiah yang labil terutama pada periode puncak krisis 1997-2000. Umumnya investasi pada industri telekomunikasi dilakukan dalam US $ mengingat sebagian terbesar komponennya berasal dari import, sedangkan pendapatan operator dalam rupiah. h. ARPU dan densitas perkembangan penetrasi serta struktur tariff merupakan kombinasi serta kemampuan daya beli pelanggan untuk menyerap layanan tersebut. i. Kebijakan regulasi dan tariff yang ditentukan oleh pemerintah sangat mempengaruhi laju perkembangan industri telekomunikasi. II. PERMASALAHAN Kebijakan Reformasi sektor telekomunikasi yang telah dijalankan khususnya dalam era duopoly ternyata dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2000-2005) pelaksanaannya belum menunjukan hasil yang maksimal terhadap perkembangan lndustri telekomunikasi terutama dalam hal memenuhi kebutuhan layanan telekomunikasi bagi masyarakat. Skema duopoly tersebut belum memberikan peningkatan yang signifikan terhadap teledensitas telekomunikasi, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya sarana jaringan telekomunikasi baik yang berskala jaringan akses maupun jaringan backbone. Beberapa permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan telekomunikasi saat ini untuk masing-masing jenis penyelenggaraan diidentifikasi sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal a. Pembangunan jaringan lokal hanya terkonsentrasi pada daerah-daerah provitable. b. Tarif layanan masih dibawah cost. c. Izin penggelaran jaringan lebih sulit. d. Nilai investasi jaringan yang menggunakan kabel relatif lebih mahal. 2. Penyelenggaraan Jaringan Tetap Sambungan Langsung Jarak Jauh : a. Nilai investasi jaringan yang menggunakan kabel relatif lebih mahal. b. Kondisi geografis yang terlalu luas. c. Jumlah penyelenggara jaringan tetap SLJJ masih terbatas. d. Jaringan Backbone masih terkonsentrasi di wilayah-wilayah profitable 4

3. Penyelenggaraan Jaringan Tetap Sambungan Internasional a. Nilai investasi jaringan yang menggunakan kabel relatif lebih mahal. b. Landing point negara tujuan terbatas. c. Jumlah penyelenggara jaringan tetap Sambungan internasional masih terbatas. d. Jaringan Backbone internasional masih terbatas baik link dan kapasitasnya. e. Harga layanan (sewa bandwidth) masih mahal. III. TUJUAN 1. Menyediakan infrastruktur jaringan akses, jaringan backbone domestik dan jaringan sambungan internasional yang memadai. 2. Mendorong ketersediaan backbone nasional, hal ini diperlukan karena luasnya wilayah geografis Indonesia dan masih kurangnya kapasitas serta cakupan / akses ke wilayah-wilayah terpencil. 3. Menyediakan jaringan akses pita lebar (broadband) internasional yang terhubung ke jaringan backbone internet (TIER-1). 4. Menyediakan sewa bandwidth dengan tarif (harga) sewa bandwidth yang kompetitif dan affordable. 5. Menciptakan kompetisi layanan sewa bandwidth Internasional yang dapat mendorong penyelenggaraan telekomunikasi lebih efisien dan kompetitif sehingga mampu menekan biaya internet menjadi lebih terjangkau oleh masyarakat Indonesia yang menggunakan layanan tersebut. 6. Mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi baru dalam bentuk tumbuhnya berbagai peluang usaha baru bagi perusahaan skala kecil dan menengah agar penyelenggaraan telekomunikasi tumbuh lebih pesat. IV. ARAH KEBIJAKAN PEMBUKAAN PELUANG USAHA Percepatan pembangunan infrastruktur harus menjadi dasar kebutuhan kebijakan persaingan dan liberalisasi sektor telekomunikasi. Mengingat alokasi dana pembangunan infrastruktur telekomunikasi tidak lagi menjadi tanggung jawab Pemerintah sepenuhnya, maka pembukaan pasar (peluang usaha) merupakan hal mendesak yang perlu dilakukan. 5

1. Jaringan Tetap Lokal (Jartap lokal): a. Kondisi eksisting 1) Tarif masih dibawah cost sehingga operator sulit berkompetisi jika hanya memiliki izin jartap lokal. 2) Pembangunan jaringan akses didominasi menggunakan wireless karena investasi lebih murah dan penggelaran jaringan lebih cepat. 3) Beberapa operator memiliki jaringan akses yang dapat digunakan sebagai jartap lokal dan pada prinsipnya berminat menjadi penyelenggara jaringan tetap lokal. b. Arah Kebijakan 1) Pembukaan peluang usaha dengan pemberian izin penyelenggaraan baru kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia. 2) Peluang usaha dapat diberikan kepada operator eksisting (operator yang belum memiliki izin penyelenggaraan jaringan tetap lokal) atau calon operator. 3) Izin yang diberikan berupa paket izin penyelenggaraan jaringan tetap lokal dan SLJJ 4) Tidak berafiliasi dengan penyelenggara yang memiliki izin penyelenggaraan jaringan tetap lokal c. Kewajiban 1). Memiliki komitmen untuk membangun infrastruktur jaringan akses menggunakan kabel dengan cakupan nasional; 2) Membangun sentral lokal dan junction untuk keperluan interkoneksi dengan jaringan lain; 3). Menyediakan sarana operasi, pemeliharaan dan billing system; 4). Menyampaikan Roll Out Plan sampai dengan 5 (lima) tahun ke depan. d. Item Penilaian Utama 1) Kemampuan financial perusahaan; 2) Lokasi pembangunan jaringan tetap lokal (wilayah yang belum terlayani mendapat nilai lebih); 3) Kapasitas sentral lokal yang akan dibangun; 4) Jumlah dan lokasi sentral lokal; 5) Jaringan eksisting 6

2. Penyelenggaraan Jaringan Tetap Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) a. Kondisi Eksisting 1) Pada prakteknya sulit mendapatkan trafik dari pelanggan jartap lokal Other License Operator sehingga operator harus memiliki customer based (pelanggan) sendiri. 2) Pemilihan jaringan operator melalui kode akses sulit diterapkan. 3) Beberapa operator memiliki infrastruktur yang dapat digunakan untuk jartap jarak jauh dan pada prinsipnya berminat menjadi penyelenggara jaringan tetap SLJJ b. Arah Kebijakan 1) Pembukaan peluang usaha dengan pemberian izin penyelenggaraan jaringan tetap SLJJ baru kepada operator eksisting yang belum memiliki izin jaringan tetap SLJJ. 2) Peluang usaha dapat diberikan kepada operator eksisting yang memiliki customer base (pelanggan) yaitu penyelenggara jaringan tetap lokal dan jaringan bergerak seluler. 3) Tidak berafiliasi dengan penyelenggara yang memiliki izin penyelenggaraan jaringan tetap SLJJ. c. Kewajiban : 1). Memiliki komitmen untuk membangun infrastruktur backbone SLJJ (fiber optic) di wilayah Indonesia. 2). Menyampaikan Roll Out Plan kapasitas bandwidth jaringan tetap SLJJ s/d 5 (lima) tahun kedepan. d. Item Penilaian Utama 1) Lokasi pembangunan backbone (wilayah timur mendapat nilai lebih) 2) Kapasitas dan panjang Backbone domestic yang akan dibangun 3) Jumlah dan lokasi sentral trunk 4) Harga sewa bandwidth yang kompetitif dan affordable. 5) Jumlah pelanggan dan kapasitas backbone FO eksisting 7

3. Penyelenggaraan Jaringan Tetap Sambungan Internasional (SLI). a. Kondisi eksisting 1) Meskipun trafik dari Other License Operator masih memungkinkan namun sulit berkompetisi apabila tidak memiliki customer based (pelanggan) sendiri. 2) Trafik SLI melalui operator SLI semakin berkurang sejak adanya operator ITKP. 3) Beberapa operator yang ada saat ini memiliki infrastruktur yg dapat digunakan untuk jartap sambungan langsung internasional. b. Arah Kebijakan 1) Pembukaan peluang usaha dengan pemberian izin penyelenggaraan SLI baru kepada operator eksisting. 2) Peluang usaha dapat diberikan kepada operator eksisting yang memiliki customer base (pelanggan) yaitu penyelenggara jaringan tetap lokal dan atau jaringan bergerak seluler dan atau jaringan bergerak satelit. 3) Tidak berafiliasi dengan penyelenggara yang memiliki izin penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional (SLI) c. Kewajiban : 1). Memiliki komitmen untuk membangun infrastruktur backbone internasional (fiber optic) dari wilayah Indonesia dengan prioritas langsung ke TIER-1 IP backbone; 2). Jaringan domestik yang dibangun harus memiliki interkoneksi lastmile FO langsung minimal ke salah satu lokasi Internet Exchanged; 3). Membangun sentral gerbang Indonesia (SGI) sejumlah 10 yang saling terhubung dengan sarana kabel optik milik sendiri; 4). Membangun minimal 1 (satu) landing point di wilayah Indonesia dan menjadi essential facility (dapat digunakan oleh operator lain) 5). Menyampaikan Roll Out Plan kapasitas bandwidth internasional (kapasitas yang terinterkoneksi ke sirkuit/hub di Luar Negeri); 6). Rencana harga sewa bandwidth internasional s/d 5 (lima) tahun kedepan. 8

d. Item Penilaian Utama 1) Kapasitas Backbone Internasional 2) Jumlah dan lokasi SGI 3) Harga layanan sewa bandwidth internasional V. TAHAPAN KEGIATAN SELEKSI 1 PENERBITAN KEPMEN TENTANG PELUANG USAHA PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI 2 PENERBITAN SK. DIRJEN PENETAPAN PANITIA LELANG/SELEKSI 3 PENGUMUMAN PELUANG USAHA DI MEDIA SWASTA DENGAN BEBERAPA PERSYARATAN SELEKSI 4 PENGAMBILAN DOKUMEN SELEKSI ADMINISTRASI DAN TEKNIS 5 PENGAJUAN PERTANYAAN TERTULIS OLEH CALON PESERTA SELEKSI 6 RAPAT AANWIJZING 7 RAPAT PENJELASAN TAMBAHAN (MISAL: JIKA ADA PENGUNDURAN JADUAL) 8 PENYERAHAN DOKUMEN SELEKSI OLEH CALON PESERTA SELEKSI 9 PEMBUKAAN PERSYARATAN ADMINISTRASI YANG DISAKSIKAN OLEH SEMUA PESERTA 10 EVALUASI DOKUMEN SELEKSI 11 LAPORAN HASIL EVALUASI OLEH DIRJEN KE MENTERI 12 PENETAPAN PERSETUJUAN PEMENANG OLEH MENTERI 13 DIRJEN POSTEL SELAKU KETUA PANITIA MENETAPKAN PEMENANG DENGAN SK. DIRJEN DAN MEMBERIKAN PEMBERITAHUAN PEMENANG SELEKSI KEPADA PESERTA SELEKSI 14 MASA SANGGAH 15 JAWABAN SANGGAHAN OLEH PANITIA SELEKSI 16 PENYERAHAN JAMINAN BANK SEBAGAI JAMINAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN 17 PENERBITAN IZIN PRINSIP 9

10