BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

PERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan Millenium Development Goals (MDGS), yang semula dicanangkan

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

MATERI PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG

PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG

PENGEMBANGAN KTSP. A. Rasional

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SMP NEGERI 1 BAKI SUKOHARJO

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 24 TAHUN 2006 dan NOMOR 6 TAHUN 2007 Tentang PELAKSANAAN STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 51 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 50 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. semuannya dirumuskan oleh Pemerintah. perencana tentang keberadaan pendidikan.

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. terencana, terarah, dan berkesinambungan. kurikulum yang lebih baik, dalam arti yang seluas-luasnya, bukan

PENGEMBANGAN KURIKULUM SATUAN PENDIDIKAN SMK

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea ke-iv yaitu. Mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu komponen penting dari

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN BERDASARKAN STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30

Kompetensi Dasar. perencanaan program. rangka implementasi

Djuharis Rasul Peneliti di Pusat Kurikulum Diknas Sosialisasi KTSP

KONSEP DASAR PERENCANAAN PEMBELAJARAN. M. Nasir Tamalene (Dosen Universitas Khairun Ternate)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan atau Kurikulum Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum

KESIAPAN SEKOLAH DALAM PENERAPAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) DI SEKOLAH DASAR ISLAM AL HILAL RAWA LUMBU, BEKASI Tahun Ajaran 2008/2009

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN MADRASAH ALIYAH DAN MONEV PELAKSANAANNYA. Makalah

DAFTAR ISI. Kata Pengantar 1. Daftar Isi 2

BAB I PENDAHULUAN BAB I

PEDOMAN PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

PANDUAN PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN. Pusat Kurikulum - Balitbang Depdiknas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SOSIALISASI DAN PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 / 34

PANDUAN PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1

STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN APA, BAGAIMANA, DAN MENGAPA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 101 B. TUJUAN 101 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 101 D. UNSUR YANG TERLIBAT 102 E. REFERENSI 102 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 102

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

PENGEMBANGAN SILABUS

BSNP PANDUAN PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi ditandai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41

BAB I PENDAHULUAN A. Latar B el akang Pen eli tian

Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada

KATA PENGANTAR. Jakarta, 00Juni 2015 Direktur Pembinaan SMA, Harris Iskandar, Ph.D NIP. Dit.

Unit-6 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) PENDAHULUAN Tentu Anda sering bertanya mengapa Indonesia menggunakan KTSP?

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dianut pemangku kebijakan. Kurikulum memiliki. kedudukan yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan.

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sebuah salah satu upaya dalam mencerdaskan. kehidupan bangsa. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional juga

PENYUSUNAN PENYUSUN KTSP

Standar Nasional Pendidikan

PANDUAN PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 51 B. TUJUAN 51 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 52 D. UNSUR YANG TERLIBAT 52 E. REFERENSI 52 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 53

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

KURIKULUM Pedoman Implementasi Kurikulum

BABI PENDAHULUAN. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan. sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. Copyright by Asep Herry Hernawan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. antara pendidikan dengan tingkat perkembangan bangsa tersebut yang

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu

PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki

PANDUAN PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar,

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 1 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Pada Bab ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan penyusunan RKS

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. iii

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

DAFTAR HADIR A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 1 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 2

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era globalisasi, dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, sistem pendidikan nasional dituntut untuk melak ukan perubahan dan penyesuaian sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat (Widiatmoko, 2009). Penyesuaian tersebut secara langsung mengubah tatanan dalam sistem makro, meso, maupun mikro, demikian halnya dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum, karena kurikulum merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan, baik oleh pengelola maupun penyelenggara; khususnya oleh guru dan kepala sekolah. Oleh karena itu, mengatakan sejak Indonesia memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak bangsanya, sejak saat itu pula pemerintah menyusun kurikulum (Mulyasa, 2006). Perkembangan kurikulum di Indonesia dimulai dari tahun 1947 dimana kurikulum hanya berupa rencana pelajaran yang dirinci dalam Rencana Pelajaran Terurai. Pada tahun 1961, kurikulum disempurnakan menjadi Rencana Pendidikan Sekolah Dasar, kemudian pada tahun 1975 menjadi Kurikulum Sekolah Dasar, pada tahun 1984 menjadi Kurikulum 1984, dan pada tahun 1994 menjadi Kurikulum 1994. Tahun 1997, Kurikulum 1994 mengalami perbaikan yang pada akhirnya pada tahun 2004 dikeluarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi atau yang

2 lebih dikenal dengan nama KBK (Pusat Kurikulum, 2008). Kurikulum yang berlaku selama itu mempunyai beberapa kelemahan diantaranya kurikulum nasional beserta pedoman, petunjuk pelaksanaan dan teknis dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, daerah hanya sebagai pembina dan pengawas pelaksanaan kurikulum, sekolah sebagai pelaksana kurikulum, sehingga kurikulum nasional kurang mengakomodasi kekhasan dan variasi kondisi satuan pendidikan yang berbeda-beda. Pada tahun 2006 keluarlah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan di SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK (BSNP, 2006). Dalam Standar Nasional Pendidikan dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). KTSP merupakan hasil pengembangan/penyempurnaan kurikulum berbasis kompetensi agar lebih familier dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan diharapkan memiliki tanggungjawab yang memadai. Pengembangan kurikulum yang berkelanjutan diharapkan menjadikan sistem pendidikan nasional selalu relevan dengan perkembangan dan bersifat kompetitif. Pengembangan juga dilakukan terhadap struktur kurikulum yang meliputi jumlah mata pelajaran, beban belajar, alokasi waktu, mata pelajaran pilihan dan muatan lokal, serta sistem pelaksanaannya, baik sistem paket maupun sistem satuan kredit semester (SKS). Dalam KTSP, guru mempunyai peran yang sangat dominan, terutama

3 dalam menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, tidak saja dalam program tertulis, tetapi juga dalam pembelajaran nyata di kelas. Permasalahannya yang muncul dengan pengembangan kurikulum oleh/melibatkan guru adalah bagaimana guru bisa mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam bentuk KTSP dan menerapkannya di sekolah masing-masing. KTSP merupakan bentuk operasional pengembangan kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah, yang akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah, khususnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Mengingat peserta didik memiliki karakteristik dan latar belakang berbeda-beda, maka sekolah harus memperhatikan asas pemerataan, baik dalam bidang sosial, ekonomi, maupun politik. Di sisi lain, sekolah juga harus meningkatkan efisiensi, partisipasi, dan mutu, serta bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah. Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem penilaian. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP sebagai berikut: pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi, kepemimpinan yang demokratis dan profesional, serta team kerja yang kompak dan transparan. KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Strategi yang harus diperhatikan oleh sekolah dalam pengembangan dan pelaksanaan KTSP antara lain: menciptakan suasana

4 yang kondusif, mengembangkan fasilitas dan sumber belajar, membina disiplin, mengembangkan kemandirian kepala sekolah, mengubah paradigma (pola pikir) guru, serta memberdayakan staf. Dalam rangka pelaksanaan hasil pengembangan KTSP, sekolah harus mengembangkan fasilitas laboratorium, pusat sumber belajar, dan perpustakaan, serta tenaga pengelola yang profesional. Sesuai Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Kurikulum dimaksud juga harus berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dengan diterbitkannya berbagai Permendiknas yang berkaitan dengan SNP maka Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) juga harus mengacu pada Standar Proses dan Standar Penilaian Pendidikan. Selain itu, KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU No.20/2003 dan PP No.19/2005. Pasal 38 ayat (2) UU RI Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Provinsi untuk pendidikan menengah. Peraturan Menteri Pendidikan (Permendiknas) RI Nomor 6 Tahun 2007 pasal 5 butir b tentang Perubahan Permendiknas RI Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 dan Permendiknas RI Nomor 23 Tahun 2006, menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Mandikdasmen) melakukan bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum. Disebutkan juga dalam Panduan Penyusunan KTSP jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah oleh BSNP, pemberlakuan dokumen KTSP pada Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah setelah mendapat

5 pertimbangan dari Komite sekolah dan diketahui oleh dinas tingkat kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan tingkat provinsi untuk SMA dan SMK. Salah satu ketentuan yang diatur dalam Permendiknas Nomor 24/2006 pasal 2 (dua) bahwa Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah harus sudah mulai menerapkan Permendiknas No. 22 dan 23 paling lambat pada tahun pelajaran 2009/2010 berkaitan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bagi satuan pendidikan yang telah melaksanakan Kurikulum 2004 dapat melaksanakan Standar Isi dan SKL (KTSP) secara menyeluruh di semua tingkatan kelasnya mulai tahun pelajaran 2006/2007. Salah satu kebijakan yang sangat mendesak adalah penyusunan dan pelaksanaan KTSP, mengingat ketentuan yang diatur dalam Permendiknas Nomor 24/2006 khususnya pada pasal 2 (dua) adalah bahwa Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah paling lambat harus sudah mulai menerapkan Permendiknas No. 22 dan 23 paling lambat tahun pelajaran 2009/2010. Bagi satuan pendidikan yang telah melaksanakan Kurikulum 2004 dapat melaksanakan Standar Isi dan SKL (KTSP) secara menyeluruh di semua tingkatan kelasnya mulai tahun pelajaran 2006/2007. Dengan adanya ketentuan dimaksud, maka akan terdapat sejumlah SMA yang menerapkan KTSP (berdasarkan data daerah sejak tahun pelajaran 2002/2003 sampai dengan 2006/2007 terdapat sekitar 4.500 SMA telah melaksanakan Kurikulum 2004). Pengalaman di masa lalu, menunjukkan bahwa sebaik apapun konsep atau kebijakan dalam berbagai bidang yang diluncurkan oleh Pemerintah, tidak akan berhasil dengan baik apabila kebijakan atau konsep dimaksud tidak dapat dipahami secara benar oleh masyarakat terutama oleh pihak-pihak yang mempunyai tugas pokok dan fungsi terkait langsung dengan kebijakan dimaksud, mulai dari tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dan tingkat Satuan Pendidikan/Sekolah selaku pelaksana kebijakan. Dalam PP No. 19/2005 Pasal 94 butir b, dinyatakan bahwa satuan pendidikan wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 7 (tujuh) tahun sejak diterbitkannya PP tersebut. Hal dimaksud berarti bahwa paling lambat pada tahun 2013 seluruh satuan pendidikan

6 diharapkan sudah/hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan yang berarti berada pada kategori sekolah mandiri. Oleh karena itu, agar penerapan seluruh Standar Nasional Pendidikan tersebut di atas dapat terlaksana dan tercapai sesuai dengan harapan dan tujuan yang telah ditetapkan, maka semua personil yang terlibat dalam proses penyiapan pelaksanaan KTSP harus memahami seluruh standar dimaksud secara benar, baik yang berkaitan dengan substansi maupun implikasi dari penyelenggaraannya. Dengan demikian, masing-masing pihak akan dapat menetapkan strategi implementasi yang tepat dan mampu menerapkan dan mengimplementasikannya sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing. Berkaitan dengan hal dimaksud, perlu adanya program Sosialisasi dan Bimbingan Teknis KTSP (bimtek KTSP) yang komprehensif dan tersistem mulai tahun 2007-2009. Bimbingan teknis (bimtek) KTSP adalah kegiatan pemberian bantuan secara sistematis dalam rangka pelaksanaan KTSP, kepada individu maupun kelompok, agar tahu, paham, mau dan mampu mengembangkan, mengimplementasikan dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi berkaitan dengan pelaksanaan KTSP. Kegiatan bimtek KTSP dapat dilaksanakan melalui berbagai program pendampingan, fasilitasi atau pelayanan, antara lain dalam bentuk workshop dan atau in house training Mengingat luasnya ruang lingkup materi/substansi dan beragamnya karakteristik sasaran peserta sosialisasi/bimtek KTSP dan keragaman kondisi baik geografis maupun demografis satuan pendidikan/sekolah, maka kegiatan sosialisasi/bimtek KTSP harus dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan dan terkoordinasi dengan baik sehingga mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat baik yang secara langsung terlibat dalam proses penyelenggaraan pendidikan, maupun para pengguna hasil pendidikan, mulai dari tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan Satuan Pendidikan/Sekolah. Hal tersebut juga sejalan dengan Permendiknas No. 25 tahun 2006 tentang rincian tugas unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, pasal 46 butir f dan g disebutkan bahwa rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran pada Direktorat Pembinaan SMA adalah sebagai berikut: butir f. melaksanakan pemberian bimbingan teknis pelaksanaan

7 pembelajaran dan butir g. melaksanakan supervisi dan evaluasi pelaksanaan pembelajaran. Dan rincian tugas Seksi Pelaksanaan Kurikulum adalah sebagai berikut: butir f. melakukan penyusunan bahan pemberian bimbingan teknis pelaksanaan kurikulum; dan butir g. melakukan penyusunan bahan supervisi dan evaluasi pelaksanaan kurikulum. Untuk merealisasikan hal tersebut di atas, salah satu program Direktorat Pembinaan SMA mulai tahun 2008 adalah melaksanakan kegiatan Bimbingan Teknis (bimtek) KTSP di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang akan diselenggarakan di 33 Provinsi. Kegiatan ini diselenggarakan melalui kerjasama antara Direktorat Pembinaan SMA dengan Dinas Pendidikan Provinsi, dan diikuti oleh berbagai unsur yang terkait antara lain: Direktorat Pembinaan SMA, Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/kota dan unsur sekolah (Kepala Sekolah dan Guru), LPMP dan P4TK. Pada tahun anggaran 2008, Direktorat Pembinaan SMA telah melaksanakan sosialisasi/bimbingan teknis KTSP dengan sasaran 2.500 SMA di 212 Kabupaten/Kota dan 33 provinsi. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penyiapan fasilitator melalui TOT dan pelaksanaan bimtek di 250 SMA. Dan pada tahun 2009, Direktorat Pembinaan SMA melaksanakan bimbingan teknis KTSP dengan sasaran 4.500 SMA di 307 Kabupaten/Kota dan 33 provinsi. Kegiatan tersebut juga dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penyiapan fasilitator melalui TOT dan pelaksanaan bimtek di 310 SMA. Dapat dilihat dari data di atas, bahwa sampai dengan tahun 2009 bimbingan teknis KTSP yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan SMA belum meliputi seluruh sasaran yang akan dicapai. Sasaran yang baru dicapai sampai dengan tahun 2009 baru menjangkau 7.000 SMA di 483 Kabupaten/Kota, sedangkan target yang harus dicapai adalah seluruh SMA di Indonesia yang berjumlah 11.377 SMA di 483 Kabupaten/Kota. Sasaran kegiatan bimbingan teknis KTSP sebagaimana telah diuraikan di atas adalah seluruh satuan pendidikan di Indonesia, dalam hal ini Kepala Sekolah dan Guru, Dinas Pendidikan terkait, yaitu Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota serta seluruh stakeholder yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan proses keberhasilan pelaksanaan KTSP. Agar

8 program bimbingan teknis dapat terlaksana sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, sasaran diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu: (1) kelompok sasaran utama yaitu: Kepala Sekolah dan Guru; (2) kelompok sasaran pemangku kebijakan yaitu: jajaran birokrat di lingkungan Depdiknas, Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Dari hasil pelaksanaan bimbingan teknis KTSP yang telah dilakukan, diperoleh masukan, antara lain: 1. Belum semua warga sekolah dapat memahami secara utuh esensi KTSP; 2. Sekolah masih menghadapi kesulitan dalam proses penyusunan kurikulum sampai dengan proses pelaksanaan. Penyebabnya antara lain adalah terbatasnya sumber daya yang dimiliki sekolah, belum ada pembimbingan yang intensif dari Dinas Pendidikan, dan sekolah belum dapat meyakini apakah dokumen KTSP yang disusun sudah memenuhi syarat; 3. Dalam pelaksanaannya, KTSP belum optimal diterapkan karena belum memadainya faktor-faktor pendukung pelaksanaannya (antara lain: sumber daya manusia, sarana dan prasarana, manajemen, serta pembiayaan). (Laporan Nasional Bimtek KTSP 2008, Direktorat Pembinaan SMA) Berdasarkan Laporan Hasil Pemantauan dan Evaluasi Keterlaksanaan KTSP SMA Tahun 2009, permasalahan lain yang mendasar, meskipun sudah dilaksanakan bimbingan teknis KTSP selama dua tahun berturut-turut, masih ada sekolah-sekolah yang belum melakukan analisis konteks yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan dokumen KTSP. Tim pengembang KTSP di sekolah pada umumnya tidak memiliki program kerja, dan penyusunan dokumen KTSP belum melalui tahap review, revisi, dan finalisasi. Di dalam dokumen KTSP sekolah-sekolah tersebut tidak ada penjelasan mengenai muatan lokal, pengaturan beban belajar, ketuntasan belajar, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan berdasarkan keunggulan lokal dan global. Sekolah belum mengembangkan silabus sendiri, masih mengadopsi silabus dari berbagai contoh atau sekolah lain. Dengan demikian sekolah-sekolah tersebut tidak melakukan langkah-langkah pengembangan silabus yang distandarkan yaitu melalui pengkajian SK-KD, identifikasi materi pembelajaran, pengembangan indikator pencapaian, penentuan jenis penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.

9 Program bimbingan teknis KTSP harus disiapkan dengan lebih baik. Untuk itu perlu dirancang pendekatan bimbingan teknis yang efektif, efisien, feasible dan dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Setiap program bimbingan teknis dimulai dari input, kemudian diproses sehingga menghasilkan output dan mempunyai dampak kepada outcome bimbingan teknis tersebut. Untuk itu, para pembina pendidikan di tingkat pusat (Direktorat Pembinaan SMA), tingkat provinsi (Dinas Pendidikan Provinsi) dan tingkat kabupaten/kota (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota), perlu bersinergi membantu sekolah untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dari hal diatas, penulis merasa perlu untuk menganalisis efektivitas proses pelaksanaan bimbingan teknis KTSP yang telah diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan SMA. Menganalisis berdasarkan input yang ikut berperan dalam proses yang menentukan efektivitas proses pelaksanaan bimbingan teknis KTSP. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah ditetapkan, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas proses pelaksanaan bimbingan teknis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan SMA? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran tentang efektivitas proses pelaksanaan bimbingan teknis KTSP yang telah diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan SMA. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan untuk: 1. Dari segi praktis, sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak Direktorat Pembinaan SMA, Ditjen Mandikdasmen dalam rangka meningkatkan efektivitas proses pelaksanaan bimbingan teknis KTSP agar dapat tercapai sesuai dengan perencanaan program bimtek KTSP yang telah ditetapkan.

10 2. Dari segi akademis keilmuan, memberikan sumbangan kepada perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang peningkatan kualitas layanan di sektor publik dalam hal pendidikan ataupun pelatihan. 1.5 Batasan Penelitian Fokus kajian penelitian ini adalah efektivitas proses pelaksanaan bimbingan teknis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan SMA. Pengukuran efektivitas menurut Lubis dan Huseini (1987) dapat didekati melalui 4 (empat) pendekatan yaitu pendekatan sasaran (goal approach), pendekatan sumber (system approach), pendekatan proses (process approach) dan pendekatan gabungan dari tiga pendekatan tersebut. Pengukuran efektivitas juga didasarkan pada pendapat Windham (1988) bahwa efektivitas pendidikan dalam hal ini bimbingan teknis dapat dilihat dari faktor input, proses, output dan outcomenya. Namun karena batasan penelitian maka dalam penelitian ini tidak sampai meneliti efektivitas melalui pendekatan sumber, tetapi hanya melalui pendekatan proses dan pendekatan sasaran serta faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas bimtek meliputi faktor input dan faktor proses. 1.6 Keterbatasan Penelitian Penelitian tentang efektivitas proses pelaksanaan bimbingan teknis KTSP hanya dilakukan di provinsi DI. Yogyakarta dari 33 provinsi yang ada. Alasan pemilihan lokasi berdasarkan Laporan Hasil Pemantauan dan Evaluasi Keterlaksanaan KTSP SMA Tahun 2009, yang menyatakan bahwa keterlaksanaan KTSP SMA provinsi DI. Yogyakarta masuk dalam kategori baik. Mengingat keterbatasan waktu dan biaya dari penelitian ini, dengan tidak mengurangi makna penelitian yang ada.