PENINGKATAN KUALITAS ASAP CAIR DENGAN DISTILASI ABSTRAK. Kata kunci : Serbuk kayu gergajian, pirolisis, distilasi dan asap cair

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Teknologi Kimia Unimal

PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI BAHAN PENGAWET MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR (LIQUID SMOKE)

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu)

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian

ISOLASI DAN PEMURNIAN ASAP CAIR BERBAHAN DASAR TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA SECARA PIROLISIS DAN DISTILASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

Bab III Metodologi Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

M. Yunus: Teknologi Pembuatan Asap Cair dari Tempurung Kepala Sebagai Pengawet Makanan

PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT PADA PENGOLAHAN KARET MENTAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. Hasil dan Pembahasan

TEKNOLOGI ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA, TONGKOL JAGUNG, DAN BAMBU SEBAGAI PENYEMPURNA STRUKTUR KAYU

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan dispersi koloid yang berasal dari uap asap kayu dalam air yang diperoleh dari

Bab IV Pembahasan. Pembuatan Asap cair

PENGARUH VARIABEL WAKTU DAN TEMPERATUR TERHADAP PEMBUATAN ASAP CAIR DARI LIMBAH KAYU PELAWAN (CYANOMETRA CAULIFLORA)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

KARAKTERISTIK KIMIA ASAP CAIR HASIL PIROLISIS BEBERAPA JENIS KAYU

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

OPTIMASI PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SEKAM PADI DAN APLIKASINYA SEBAGAI PUPUK TANAMAN HIDROPONIK

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAQULANT

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II Tinjauan Pustaka

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asam asetat dalam ilmu kimia disebut juga acetid acid atau acidum aceticum,

BEBERAPA SIFAT FISIKA DAN RENDEMEN ASAP CAIR GRADE III, II DAN I DARI LIMBAH BUAH KELAPA MUDA (Cocos nucifera L.)

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

REKAYASA PERALATAN BIOBRIKET

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012

BAB II LANDASAN TEORI

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

STUDI TENTANG PEMBUATAN ASAP CAIR (Liquid Smoke) DARI KAYU SEPATU AFRIKA (Spathodea campanulata)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan industri skala kecil dan menengah berkembang

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PIROLISIS DAN BAHAN BIOMASSA TERHADAP KAPASITAS HASIL PADA ALAT PEMBUAT ASAP CAIR

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. A. Pemanfaatan Rumput Ilalang Sebagai Bahan Pembuatan Bioetanol Secara Fermentasi.

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

cukup inggi. Potensi areal perkebunan Indonesia masih terbuka luas untuk puluh tahun terakhir mencapai 45,1% per tahun sementara areal perkebunan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

II. DESKRIPSI PROSES

POTENSI TEKNOLOGI ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA TERHADAP KEAMANAN PANGAN

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Pembahasan. Gambar IV 1 alat pirolisator sederhana

IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU

PEMANFAATAN TANDAN KOSONG SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU ASAP CAIR (LIQUID SMOKE) Kata Kunci : Asap cair, limbah, kelapa sawit, tandan kosong sawit

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi

BAHAN AJAR SISWA PERALATAN DAN PEMANFAATAN BIOBRIKET DAN ASAP CAIR

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

OPTlMASl PEMURNIAN ASAP CAIR DENGAN METODA REDISTILAS1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi

II. TINJAUAN PUSTAKA

OPTIMALISASI PENGGUNAAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA IKAN SEGAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1.3 Tujuan Percobaan Tujuan pada percobaan ini adalah mengetahui proses pembuatan amil asetat dari reaksi antara alkohol primer dan asam karboksilat

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

Transkripsi:

PENINGKATAN KUALITAS ASAP CAIR DENGAN DISTILASI Fachraniah *), Zahra Fona *), Zahratur Rahmi **) ABSTRAK Asap cair diperoleh dari kondensasi uap hasil pirolisis serbuk kayu gergajian. Distilasi dilakukan untuk meningkatkan kualitas asap cair yang dihasilkan. Distilasi dilakukan pada temperatur 100 o C (fraksi I), 101 125 o C (fraksi II), 126-150 o C (fraksi III) dan 151-200 o C (fraksi IV), selanjutnya ditentukan indeks bias, konsentrasi asam, ph, densiti, analisis warna dan aroma asap. Hasil menunjukkan adanya perbedaan karakteristik asap cair sebelum dan sesudah distilasi. Indeks bias menjadi lebih kecil, ph makin rendah, konsentrasi asam makin pekat, warna makin jernih dan aroma asap makin kuat. Variasi temperatur distilasi menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur maka ph makin rendah, sedangkan densiti dan konsentrasi asam makin tinggi. Kondisi optimal distilasi diperoleh pada fraksi III. Kata kunci : Serbuk kayu gergajian, pirolisis, distilasi dan asap cair PENDAHULUAN Berbagai jenis kayu dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan asap cair (Tranggono dkk.,1996 dalam Elvira, 2004). Untuk mendapatkan asap yang berkualitas sebaiknya menggunakan kayu keras seperti kayu bakau, kayu rasamala, serbuk kayu jati serta tempurung kelapa. Limbah serbuk kayu gergajian dapat dimanfaatkan untuk memperoleh asap cair melalui kondensasi uap hasil proses pirolisis. Cara tersebut dapat meningkatkan nilai tambah serbuk kayu gergajian karena asap cair yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Penggunaan asap cair terutama dikaitkan dengan sifat-sifat fungsional asap cair, diantaranya adalah sebagai antioksidan, antibakteri, antijamur, dan potensinya dalam pembentukan warna coklat pada produk celupan. Asap cair dapat diaplikasikan pada bahan pangan karena dapat berperan dalam pengawetan bahan pangan. *) Staf Pengajar **)Alumni Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe 1 Penggunaan asap cair lebih menguntungkan daripada menggunakan metode pengasapan langsung karena warna dan citarasa produk dapat dikendalikan, produk karsinogen lebih kecil, dan proses dapat dilakukan dengan cepat. Salah satu cara untuk memperoleh sifat organoleptik yang diinginkan adalah dengan perlakuan distilasi, sehingga diharapkan metode distilasi dapat menghasilkan asap cair yang lebih bermutu sebagai bahan pengawet yang murah dan aman bagi kesehatan. TINJAUAN PUSTAKA Serbuk kayu Serbuk kayu merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari proses penggergajian kayu. Serbuk kayu memiliki komponen kimia yang sama dengan kayu. Komponen kimia serbuk kayu tergantung dari jenis kayu asalnya. Unsur-unsur penyusun kayu terkandung dalam sejumlah senyawa organik. seperti selulosa, hemiselulosa

dan lignin. Komponen kimia kayu terdiri dari 3 unsur, yaitu unsur karbohidrat yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa, unsur non karbohidrat yang terdiri dari lignin, dan unsur-unsur yang diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan (zat ekstraktif). Tabel 1 Klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia Komponen Kayu daun lebar - Selulosa - Lignin - Pentosan - Zat ekstraktif - Abu Kelas komponen Tinggi (%) Sedang (%) Rendah (%) 45 33 24 3 6 40-44 18-32 21-24 2-3 0,22-6 40 18 21 2 0,22 Kayu daun jarum - Selulosa - Lignin - Pentosan - Zat ekstraktif - Abu 44 32 13 7 0,89 41-44 28-32 8-13 5-7 0,89 Sumber : Vademacum Kehutanan Indonesia dalam Erliza dkk, 2007 41 28 8 5 0,89 Asap Cair Asap cair adalah destilat asap yang merupakan campuran larutan dari dispersi asap hasil pirolisis kayu. Asap cair mengandung lebih dari 400 komponen dan memiliki fungsi sebagai penghambat perkembangan bakteri dan cukup aman sebagai pengawet alami. Cara memproduksi asap cair serbuk gergaji dikeringkan agar kadar airnya konsisten, kemudian dipirolisis dengan waktu dan suhu tertentu. Asap kemudian dikondensasikan melalui suatu kondensor dengan menggunakan media air sebagai pendingin. Produk kasar ini didiamkan dalam tangki penampungan selama kurang lebih 10 hari untuk mengendapkan komponen larut. Senyawa yang berhasil dideteksi di dalam asap dikelompokkan menjadi beberapa golongan : a. Senyawa Fenol Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan Senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Kualitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol dan siringol. HO H 3 CO Guaiakol HO H 3 CO OCH 3 Siringol Gambar 1. Jenis senyawa fenol 2

b. Senyawa Karbonil. Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Jenis Senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin dan siringaldehid. HO H 3CO Vanilin O C H HO H 3CO OCH 3 Siringaldehida O C H Gambar 2. Jenis senyawa karbonil c. Senyawa Asam Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat, dan valerat. d. Senyawa Hidrokarbon Polisiklis Aromatis (HPA) Senyawa HPA dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu, seperti benzo(a)pirena, disebut Tar dan memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen sehingga harus dihilangkan pada proses awal pembuatan asap cair. Pembentukan berbagai Senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. Pengendapan dan penyaringan akan menurunkan kadar bezo(a)pirena dalam asap cair e. Alkohol dan Ester f. Hidrokarbon Alifatik g. Lakton Sifat Fungsional Asap Fungsi komponen asap terutama adalah untuk memberi flavor dan warna yang diinginkan pada produk asapan, dan berperan dalam pengawetan serta bertindak sebagai antibakteri dan antioksidan, yaitu : a. Pemberi flavor Asap cair memberikan flavor asap khas yang tidak dapat digantikan dengan cara lain. Fenol merupakan Senyawa yang paling bertanggung jawab pada pembentukan aroma tipikal yang diinginkan pada produk asapan. Fenol dalam hubungannya dengan sifat sensoris mempunyai bau tajam menyengat. Meskipun Senyawa fenol memegang peranan penting dalam flavor asap, namun diperlukan senyawa lain seperti karbonil dan lakton agar flavor karakteristik asap dapat muncul. b. Pemberi warna Opini umum pembentukan warna pada pengasapan adalah bahwa warna dihasilkan langsung oleh tar yang terdeposit pada permukaan selama proses pengasapan. Warna produk berkisar dari kuning keemasan sampai coklat gelap. Padahal warna tersebut disebabkan oleh senyawa karbonil. c. Antibakteri Potensi asap cair sebagai antibakteri dapat memperpanjang masa simpan produk dengan mencegah kerusakan akibat aktivitas bakteri perusak atau pembusuk dan juga dapat melindungi konsumen dari penyakit karena aktivitas bakteri patogen. Senyawa yang mendukung sifat antibakteri dalam asap cair adalah fenol dan asam. Asap lebih kuat menghambat pertumbuhan bakteri daripada senyawa fenol, namun apabila keduanya digabungkan akan menghasilkan 3

kemampuan penghambat yang lebih besar daripada masing-masing senyawa. Manfaat Asap Cair Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai industri, antara lain : a. Industri Pangan Asap cair memiliki kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat anti mikroba dan antioksidan. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran yang semua tersebut dapat dihindari. b. Industri perkebunan Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan. c. Industri Kayu Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap daripada kayu tanpa diolesi asap cair dan juga bisa digunakan untuk bahan campuran larutan finishing meubel guna menambah ketahanan warna kuning keemasan (M. Zaman, 2007). Pirolisis Pirolisis disebut juga sebagai Destructive distillation yaitu suatu proses penguraian material berserat pada suhu tinggi tanpa kontak langsung dengan udara untuk menghasilkan arang dan larutan pirognate. Peruraian pirolitik kayu dengan adanya udara atau oksigen dalam suhu akhir sekitar 500 O C menghasilkan tiga kelompok umum senyawa, yaitu komponen-komponen padat, senyawa-senyawa yang mudah menguap dan dapat dikondensasikan, dan gas-gas yang mudah menguap dan tidak dapat dikondensasikan. Tabel 2. Produk-produk pirolisis berbagai kayu pada 400 o C Kayu Pinus Spruce Alder Beech Ekaliptus Maple Oak Red ironwood Arang (%) 32,8 34,2 35,5 32,5 36,5 35,0 35,7 41,4 Asam asetat (%) 3,9 3,6 6,5 7,7 4,1 6,6 5,6 3,1 Metanol (%) 1,5 1,7 1,9 2,1 2,1 1,8 1,6 2,4 Sumber : Brocksiepe 1976 dalam D. Fengel dan G. Wagener, 1995. Tar (%) 18,9 15,6 16,2 14 12,3 15,5 13,6 11,0 Gas (%) 15,4 15,2 16,8 16,0 16,3 15,5 14,9 17,2 4

Proses pirolisis telah lama dimanfaatkan untuk memperoleh selain arang juga bahan kimia, seperti metanol dan terpentin. Fraksi-fraksi pirolitik kasar tar dan minyak merupakan campuran yang sangat kompleks yang terutama terdiri dari komponenkomponen minyak ringan dan berat yang dapat digunakan untuk tujuan impregnasi dan dalam penggunaan obat-obatan. Percobaan dengan berbagai spesies kayu yang dipanaskan pada 400 o C menghasilkan sekitar 33-41% arang, 3-7% asam asetat, 1.5-2.5% metanol, 11-19% tar, dan 15-17% gas yang tidak dapat dikondensasi. Hal-hal yang mempengaruhi proses pirolisis adalah waktu pemanasan, suhu pemanasan, dan ukuran bahan. Produkproduk pirolisis berbagai kayu pada 400 o C diperlihatkan pada Tabel 2 (Brocksiepe 1976 dalam D. Fengel dan G. Wagener, 1995). Distilasi Distilasi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Gambar 3. Perlengkapan distilasi di laboratorium Campuran zat dididihkan sehingga menguap dan uap didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Uap yang dikeluarkan dari campuran disebut sebagai uap bebas, kondensat yang jatuh sebagai destilat dan bagian cairan yang tidak menguap sebagai residu. Produk destilat yang pertama kali tertampung mempunyai kadar komponen yang lebih ringan dibandingkan dengan destilat yang lain. Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Komponen-komponen dominan yang mendukung sifat-sifat fungsional asap cair adalah senyawa fenolat, karbonil dan asam. Pada distilasi asap cair, variasi temperatur bertujuan untuk mendapatkan asap cair dengan sifatsifat fungsional yang menonjol. Misalnya, pada temperatur 100 o C (menghilangkan atau menguapkan kandungan air), 101 125 o C (mendapatkan kandungan asam asetat ), 126-150 o C (mendapatkan kandungan asam propianat), 151-200 o C (mendapatkan kandungan asam butirat dan asam isovalerat) dan sebagainya. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan menggunakan seperangkat alat pirolosis, seperangkat alat distilasi, timbangan, dan alat-alat gelas sebagai pendukung lainnya. Bahan baku berupa limbah kayu gergajian dari panglong di daerah Punteuet Buketrata Lhokseumawe, indikator fenolftalin dan natrium hidroksida digunakan sebagai reagen 5

penitrasi. Temperatur Pirolisis 250 o C dengan waktu 12 jam, sedangkan waktu distilasi 8 jam dengan variasi Temperatur 100 o C, 101 125 o C, 126-150 o C, dan 151-200 o C. Analisis produk meliputi nilai Indeks bias, Konsentrasi asam, Derajat keasaman (ph), Warna, dan aroma. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu proses pirolisis, distilasi, dan tahap analisis. Proses Pirolisis Serbuk kayu gergajian yang sudah dibersihkan dan dikeringkan ditimbang sebanyak 20 kg, selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki pirolisis yang telah dihubungkan dengan kondensor. Alat pirolisis dijalankan pada temperatur 250 o C selama 12 jam. Hasil kondensasi berupa asap cair ditampung, diendapkan selama 10 hari, kemudian disaring dan dianalisis. Distilasi Asap cair sebanyak 400 ml dimasukkan ke dalam labu bulat ukuran 500 ml, dididihkan dengan mantel pemanas dengan variasi temperatur, yaitu 100 o C untuk fraksi I, 101 125 - o C untuk fraksi II, 126-150 o C untuk fraksi III dan 151-200 o C untuk fraksi IV. Tahap Analisis Indeks Bias ditentukan dengan alat Refraktometer, pengukuran Densiti dilakukan dengan piknometer, penentuan Kadar Asam dilakukan dengan cara titrasi, penentuan nilai ph dengan alat ph Meter, penentuan Warna diamati secara visual dan aroma sampel asap cair dibaui dengan indera penciuman. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah melakukan penelitian, hasil yang diperoleh meliputi rendemen asap cair dari hasil pirolisis, empat fraksi hasil distilasi dan analisis kualitas asap cair berupa nilai indeks bias, densiti, kadar asam, ph, warna, dan aroma. Hasil Pirolisis Pirolisis serbuk kayu gergajian sebanyak 20 kg secara batch menggunakan reaktor pirolisis pada suhu 250 o C selama 12 jam menghasilkan asap cair sebanyak 5,8 liter dan rendemennya sebesar 29,88 %. Hasil Distilasi Asap cair hasil pirolisis selanjutnya dilakukan proses distilasi dengan variasi temperatur untuk mendapatkan empat fraksi yang tujuannya adalah untuk memisahkan tar dan untuk mendapatkan asap cair dengan sifat-sifat fungsional yang menonjol. Dengan proses distilasi ini diharapkan asap cair yang dihasilkan memiliki warna yang lebih jernih dan tetap memiliki aroma asap. Hasil distilasi asap cair sebanyak 400 ml disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil distilasi asap cair sebanyak 400 ml. Fraksi (suhu) Volume ( ml ) Rendemen ( % ) I ( 100 o C) 105 26,25 II (101 125 o C) 250 62,5 III (126-150 o C) 10 2,5 IV (151-200 o C) 8 2 6

Indeks Bias Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa rendemen terbesar adalah fraksi II yaitu sebesar 62,5 %, ini dikarenakan bahwa pada fraksi II mengandung banyak senyawa yang memiliki titik didih antara 101-125 o C. Sedangkan fraksi terkecil adalah fraksi IV yaitu sebesar 2 %. Hal ini diperkirakan karena fraksi IV adalah fraksi yang paling terakhir dimana fraksi-fraksi yang ringan telah menguap terlebih dahulu. Jika dijumlahkan seluruh asap cair dari fraksi I-IV maka diperoleh 93,25 % (v/v). Jadi, jumlah asap cair yang tidak terdistilasi adalah sebanyak 6,75 % yaitu tar dan senyawa-senyawa yang memiliki titik didih >200 o C. Hasil Analisis a. Indeks Bias Grafik yang memperlihatkan pengaruh temperatur distilasi terhadap indeks bias asap cair dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel 5. Perbandingan indeks bias, densiti, ph dan konsentrasi asam asetat (CH 3 COOH) asap cair sebelum dan sesudah proses distilasi. Fraksi Indek Bias Densiti Konsentrasi Asam ph (gr/ml) Asetat (N) I 1,3469 1,0016 1,35 0,7 II 1,3415 1,0184 1,14 1,25 III 1,3440 1,0212 0,97 1,8 IV 1,3700 1,0280 0,36 7,25 V* 1,3731 1,0304 1,43 0,45 Keterangan : * adalah asap cair sebelum didistilasi 1.3800 1.3700 1.3600 1.3500 1.3400 1.3300 1.3200 I II III IV Fraksi Gambar 4. Grafik temperatur distilasi terhadap indeks bias asap cair. Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa indeks bias sesudah distilasi lebih kecil dibandingkan dengsn sebelum distilasi. Berdasarkan pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa indeks bias yang terkecil yaitu pada fraksi II yang nilainya hampir mendekati fraksi III, sedangkan indeks bias terbesar terdapat pada fraksi IV yang hampir mendekati indeks bias sebelum distilasi. Hal tersebut disebabkan oleh senyawa tar dan senyawa bertitik didih tinggi 7

Densiti (gr/ml) Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) lainnya ikut teruapkan. Asap cair hasil distilasi ini memiliki indeks bias yang lebih besar bila dibandingkan dengan asap cair yang beredar di pasaran yang memiliki indeks bias 1,3352 (bahan baku tempurung kelapa). b. Densiti Untuk mengetahui massa dari sejumlah volume asap cair maka perlu diukur densiti. Gambar 5 memperlihatkan pengaruh temperatur distilasi terhadap densiti asap cair. Pada Tabel 5. dapat dilihat bahwa densiti sebelum distilasi lebih besar daripada sesudah distilasi. Hal ini diperkirakan karena masih mengandung senyawa tar yang tidak larut dan senyawa-senyawa berat lainnya. Berdasarkan Gambar 5. dapat diketahui bahwa semakin tinggi temperatur distilasi maka semakin besar densiti asap cair. Pada fraksi I diperkirakan banyak kandungan air dan pada fraksi berikutnya mengandung senyawa asam dan senyawa lain yang memiliki titik didih di setiap fraksi. Dengan demikian, pada fraksi IV kemungkinan mengandung tar dan senyawa lain yang memiliki titik didih yang lebih tinggi, sehingga densitinya hampir sama dengan densiti asap cair sebelum didistilasi. Densiti asap cair hasil distilasi pada fraksi III dan IV mendekati dengan densiti asap cair yang beredar di pasaran yaitu 1,026 gr/ml (bahan baku tempurung kelapa). c. Derajat Keasaman (ph) dan Konsentrasi Asam Asetat (CH 3 COOH) Untuk mengetahui kadar asam/derajat keasaman asap cair maka perlu diukur ph asap cair masingmasing fraksi. Grafik yang memperlihatkan pengaruh temperatur distilasi terhadap ph asap cair dapat dilihat pada Gambar 6. Dari Tabel 5. dapat dilihat bahwa asap cair hasil distilasi memiliki ph lebih rendah daripada asap cair sebelum distilasi. Hal tersebut disebabkan karena adanya pemisahan komponen asam pada asap cair sesudah distilasi yang berdasarkan titik didihnya. Pada Gambar 6. dapat dilihat bahwa ph yang paling rendah yaitu pada fraksi IV dan paling tinggi pada fraksi I. Dapat disimpulkan bahwa asap cair hasil distilasi dengan urutan 1.0300 1.0200 1.0100 1.0000 0.9900 0.9800 I II III IV Fraksi Gambar 5. Grafik temperatur distilasi terhadap densiti asap cair. 8

Konsentrasi Asam (N) ph Jurnal Reaksi (Journal of Science and Technology) 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 I II III IV Fraksi Gambar 6. Grafik temperatur distilasi terhadap ph asap cair 8 7 6 5 4 3 2 1 0 I II III IV Fraksi Gambar 7. Grafik temperatur distilasi terhadap konsentrasi asam asetat dalam asap cair kadar asam dari yang paling kuat adalah sebagai berikut : Asap cair Fraksi IV > fraksi III > fraksi II > fraksi I. Ada kemungkinan jenis asam yang terkandung dalam asap cair berupa Asam Asetat (CH 3 COOH). Untuk menentukan konsentrasi Asam Asetat dapat dilakukan dengan cara titrasi menggunakan larutan standar NaOH 0,5 N. Grafik yang memperlihatkan pengaruh temperatur distilasi terhadap konsentrasi asam asetat dapat dilihat pada Gambar 7. Dari Tabel 5. dapat dilihat bahwa asap cair setelah distilasi memiliki konsentrasi asam asetat lebih besar daripada asap cair sebelum distilasi. Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa konsentrasi asam 9

asetat yang paling rendah terdapat pada fraksi I. Hal ini disebabkan kandungan asam asetat dalam asap cair masih sedikit teruap karena titik didihnya belum tercapai pada fraksi I ini. Sedangkan konsentrasi asam asetat terbesar terdapat pada fraksi IV. Asam asetat yang memiliki titik didih 118 o C sudah mulai menguap pada fraksi II dan semakin besar hingga fraksi ke IV. d. Warna dan Aroma asap Hasil analisis warna dan aroma asap cair disajikan pada Tabel 6. Asap cair sebelum distilasi memiliki warna coklat kemerahan. Hal ini disebabkan oleh kandungan senyawa tar yang pada dasarnya berwarna hitam dan komponen yang memiliki berat molekul tinggi, maka dari itu pada penelitian ini dilakukan proses distilasi dengan maksud menghasilkan asap cair yang berwarna lebih jernih, sehingga bila diaplikasikan pada bahan pangan akan menghasilkan warna produk asapan yang menarik dan tidak gelap karena pada umumnya konsumen cenderung lebih menyukai bahan pangan yang lebih terang. Perbedaan warna asap cair tiap fraksinya dipengaruhi oleh adanya tar. Fraksi IV memiliki warna yang paling gelap karena pada temperatur tersebut kemungkinan terikutnya tar. Hasil analisis warna asap cair ini agak sedikit berbeda dengan warna asap cair dari tempurung kelapa yang didapatkan oleh Elvira, 2004 yaitu pada fraksi I kuning muda dan fraksi II kuning keputihan. Asap cair memiliki aroma asap yang khas. Asap cair sebelum distilasi memiliki aroma asap yang kuat dan menyengat tetapi setelah didistilasi memiliki aroma asap yang berbedabeda tiap fraksinya. Aroma asap yang paling kuat adalah pada fraksi I, itu kemungkinan disebabkan oleh senyawa karbonil yang sangat berperan dalam menghasilkan aroma asap. Senyawa karbonil bertitik didih rendah (21-97 o C) sehingga pada fraksi I sudah mulai teruapkan. Fraksi II dan III memiliki aroma asap yang lemah, sedangkan fraksi IV sama dengan aroma asap cair sebelum distilasi yaitu memiliki aroma asap yang kuat. Pada fraksi ini ada aromanya begitu menyengat. Hal tersebut kemungkinan diakibatkan oleh senyawa tar yang terikut pada fraksi ini sehingga menimbulkan aroma yang menyengat. Hasil analisis aroma asap cair ini sesuai dengan asap cair dari tempurung kelapa yang diperoleh oleh Elvira, 2004. Tabel 6. Warna dan aroma asap cair Fraksi Warna Aroma asap I Kuning kehijauan Sangat kuat II Kuning keputihan dan jernih Tidak kuat III Kuning muda dan jernih Tidak kuat IV Kuning kecoklatan Kuat dan menyengat V* Coklat kemerahan Kuat dan menyengat Keterangan : * asap cair sebelum didistilasi 10

KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat simpulkan bahwa : 1. Ada perbedaan karakteristik antara asap cair sebelum dan sesudah distilasi. 2. Indeks bias dan ph asap cair setelah distilasi lebih rendah dari indeks bias sebelum distilasi. 3. Konsentrasi asam asetat asap cair setelah distilasi lebih tinggi dari konsentrasi asam asetat asap cair sebelum distilasi. 4. Semakin tinggi temperatur distilasi maka semakin tinggi densiti dan konsentrasi asam, semakin rendah nilai ph. 5. Warna asap cair yang paling jernih didapatkan pada fraksi III (126-150 o C). Teknologi Bioenergi. AgroMedia Pustaka; Jakarta. M. Zaman, 2007. Penanggulangan dan Pemanfaatan Limbah Serbuk Kayu Gergajian Melalui Proses Pirolisis. Karya Ilmiah Seminar Kenaikan Jabatan, Politeknik Negeri Sriwijaya; Palembang. Nazariah, 2007. Pemanfaatan Sabut Kelapa Sebagai Bahan Baku Produksi Asap Cair. TGA DIII Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe; Buket Rata. Wikipedia Indonesia. Distilasi. www.wikipediaindonesia.co m, diakses tanggal 3 Mai 2008. DAFTAR PUSTAKA Bernasconi,G, dkk.,1995. Teknologi Kimia, bagian 2. Terjemahan Lienda Handojo. PT Pradnya Paramita; Jakarta. Elvira, 2004. Peningkatan Mutu Asap Cair Tempurung Kelapa Dengan Metode Distilasi Dengan Variasi Temperatur. Skripsi S-1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UGM; Yogyakarta. D. Fengel dan G. Wagener, 1995. Kayu, Kimia Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Terjemahan Hardjono Sastrohamidjoyo, Gadjah Mada University Press; Yogyakarta. Erliza H,, Siti M,, Armansyah HT,, Abdul WP dan Roy H, 2007. 11