II. TINJAUAN TEORITIS

dokumen-dokumen yang mirip
VI. GAMBARAN APKI SECARA UMUM

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PAD1 DAN PERLUASAN AREAL TANAM DAN PENGEMBANGAN UBI KAYU (P3PATPU) DI LONG MIDANG

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pemberdayaan Masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. banyak dilaksanakan rnelalui program-program yang sentralistik serta diterapkan secara seragam

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. pukul 20:09 WIB] 1 [diakses pada hari Rabu, 04 Mei 2011,

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

SAMBUTAN KEPALA DESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Perspektif Pelibatan Masyarakat Lokal Dalam Sosial Dan Pembangunan Kehutanan Di Indonesia

I. PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia

BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI

Modal Sosial Pedagang di Pasar Bintan Center Kota Tanjungpinang. (Nanik Rahmawati, S.Sos, M.Si) Abstrak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Mata Kuliah Sosiologi Pertanian. Sosiologi Perkebunan

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

Secara umum, perencanaan sosial dimaksudkan untuk:

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Desentralisasi dan Otonomi Daerah:

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR. tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 32 TAHUN 2001 SERI D NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

BAB III VISI, MISI DAN NILAI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 9 TAHUN 2005 T E N T A N G LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA, RUKUN WARGA DAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 18 TAHUN 2002

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan. bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan

KEPPRES 49/2001, PENATAAN LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT DESA ATAU SEBUTAN LAIN

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG : TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan asas desentralisasi dalam

PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH

Transkripsi:

II. TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pemberdayaan Menurut Ife (2002) pandangan tentang pemberdayaan adalah; An empowerment strategy would aim to increase people power over these institution an their effects, by equipping people to have and impact on them and, more fundamentally,by changing these institution to make them more accessible responsive and accountable to all people, not just the powerful. Empowerment aims to increase the power of the disadvantage. Definisi tersebut menjelaskan bahwa strategi pemberdayaan akan mengarahkan, meningkatkan dan menggerakkan orangorang agar dapat mengadakan perubahan atas diri mereka sendiri serta mengubah institusi ini agar dapat diakses oleh semua orang, yang tidak hanya oleh pihak yang kuat saja namun juga dari pihak yang kurang diuntungkan. Pemberdayaan mengarahkan untuk meningkatkan keberdayaan dari pihak yang kurang beruntung. Adi (2001) secara harfiah menjelaskan pemberdayaan sebagai suatu Konsep pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata power (Kekuasaan atau keberdayaan) dalam arti pemberian atau peningkatan kekuasaan (Power) kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung (disadvantaged). Dengan demikian pemberdayaan adalah upaya untuk menempatkan seluruh masyarakat dalam posisi sentral dalam pembangunan (People center development) sehingga memiliki kemampuan dan untuk melaksanakan sendiri berbagai aktifitas pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya yang sudah ada dalam masyarakat itu sendiri, yang pada intinya pemberdayan membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pemberdayaan komunitas dalam pembangunan partisipatif merupakan salah satu strategi yang dianggap tepat dengan menegaskan bahwa komunitas menjadi pelaku utama dalam pembangunan.

5 Modal Sosial Woolcock dalam Nasdian dan Utomo (2005:20) mendefinisikan modal sosial berisi informasi, kepercayaan dan norma-norma timbal balik yang melekat dalam suatu sistem jaringan sosial. Senada dengan pendapat di atas, Fukuyama dalam Nasdian dan Utomo (2005:21) mendefinisikan modal sosial sebagai seperangkat rangkaian nilai-nilai internal atau norma-norma yang disebarkan diantara anggotaanggota suatu kelompok yang mengizinkan mereka untuk bekerja sama antara satu dengan yang lain. Bahwa syarat penting untuk munculnya modal sosial adalah adanya kepercayaan (trust, kejujuran dan timbal balik). Modal sosial, menurut Woolcock (1998) seperti dikutip Colletta & Cullen (2000), modal sosial memiliki empat dimensi. Pertama adalah integrasi (integration), yaitu ikatan kuat antar anggota keluarga, dan keluarga dengan tetangga sekitarnya, seperti ikatan-ikatan berdasarkan kekerabatan, etnik, dan agama. Kedua adalah pertalian (linkage), yaitu ikatan dengan komunitas lain di luar komunitas asal, seperti jejaring (network) dan asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan (civic association) yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik, dan agama. Ketiga adalah integritas organisasional (organizational integrity), yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan. Keempat adalah sinergi (synergy), yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (state-community relations). Fokus perhatian dalam sinergi ini adalah apakah negara memberikan ruang yang luas atau tidak bagi partisipasi warganya. Dimensi pertama dan kedua berada pada tingkat horizontal, sedangkan dimensi ketiga dan keempat ditambah dengan pasar (market), berada pada tingkat vertikal. Kelembagaan dan Pengembangan Kelembagaan Menurut Sugianto (2002) kelembagaan dalam pendekatan bahasa merupakan terjemahan dari dua istilah yaitu : institute, yang merupakan wujud kongkrit dari lembaga yang berarti organisasi dan instutition yang merupakan wujud abstrak dari lembaga yang berarti pranata sebab merupakan sekumpulan norma- norma pengatur perilaku dalam aktifitas hidup tertentu.

6 Soekamto (2001) menjelaskan bahwa proses perkembangan kelembagaan sosial tersebut dinamakan pelembagaan atau institualization yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga masyarakat. Maksudnya ialah sampai norma itu oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai, dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya Djatiman (1997) menggolongkan institusi/kelembagaan menjadi tiga, yatu; (1) Bureaucratic institution adalah institusi yang datangnya dari pemerintah (atas/birokrasi) dan tetap menjadi milik birokrasi, contohnya Pemerintah Desa, Pemerintah Kelurahan. (2) Community based institution adalah institusi yang dibentuk pemerintah berdasarkan atas sumber daya masyarakat yang diharapkan menjadi milik masyarakat, seperti KUD, RT/RW, APKI, dan (3) Grass root institutions adalah institusi yang murni tumbuh dari masyarakat dan merupakan milik masysrakat, contohnya perkumpulan ojek, arisan. Kebijakan Pembangunan Dalam menghadapi perkembangan keadaan baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan sistem pemerintahan dengan mewujudkan otonomi daerah dan desentralisasi berbentuk pemberian kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah. Otonomi dan desentralisasi tersebut diimplementasikan dengan menggunakan prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, dan dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. UU No. 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah merupakan kemauan politis pemerintah untuk mengedepankan inisiatif dan kemampuan (swadaya) masyarakat dalam pembangunan, sementara pemerintah berfungsi sebagai pendukung atau fasilitator. Dari ideologi pembangunan tersebut strategi pembangunan dengan konsep pengembangan masyarakat merupakan pendekatan pembangunan yang diterapkan di setiap daerah di Indonesia.

7 Komunitas Nasdian F.T dan Kolopaking (2004) memberikan pemahaman mengenai komunitas yaitu: Suatu unit atau kesatuan sosial yang terorganisasikan dalam kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama baik yang bersifat fungsional maupun yang mempunyai teritorial. Dari uraian tersebut menjelaskan bahwa pengertian komunitas dalam perspektif sosiologi adalah; Warga setempat yang dapat dibedakan dari masyarakat lebih luas (society) melalui kedalaman kepentingan bersama-sama (a community of interest) atau oleh tingkat interaksi yang tinggi (an attachment community). Para anggota komunitas mempunyai kebutuhan bersama (communneeds). Pengembangan Kapasitas Hasil yang diharapkan dari pengembangan kapasitas menurut Sumpeno (2003) adalah; Peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi dan sistim maasyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Capacity building sebagai strategi untuk meningkatkan daya dukung kelembagaan dalam mengantisipasi masalah dan kebutuhan yang dihadapi. Pengembangan kapasitas menurut Saharudin (2005) adalah Mencakup pengembangan kapasitas institut dan kapasitas sumberdaya manusia. Asosiasi Petani Kelapa Indonesia APKI adalah wadah berhimpun petani untuk menyalurkan aspirasi petani, memahami persoalan yang mengganggu pengembangan usahanya dan mencari upaya pemecahannya serta untuk memperkuat posisi tawar petani terhadap stakeholder perkebunan lainya. Asosiasi petani perkebunan kelapa di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Propinsi Kalimantan Tengah, secara kualitas pada umumnya masih berada pada tahap awal pembentukan Struktur Organisasi dan penyusunan personil kepengurusan, namun belum dilengkapi dengan penyusunan program kerja. Kondisi Asosiasi Petani yang diharapkan kedepan adalah petani yang mandiri dan berlandasan organisasi modern.

8 Sasaran dari kegiatan penumbuhan dan pengembangan asosiasi petani perkebunan: 1. Terwujudnya asosiasi petani perkebunan yang tangguh sehingga mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. 2. Menjadi mitra pemerintah dalam strategi yang berkaitan dengan produksi, mutu dan pemasaran. Asosiasi dibentuk karena petani memang merasa perlu mendirikan asosiasi komoditi perkebunan kelapa serta menginginkan perubahan dan kemajuan yang nyata dibidang yang selama ini ditekuni. Selanjutnya asosiasi dikembangkan dan diberdayakan sesuai kondisi sosial, ekonomi dan budaya setempat. Asosiasi harus didasari oleh kemandirian sedangkan dukungan sifatnya hanya pelengkap/penyempurna. Oleh karena itu, posisi Pemerintah sebagai fasilitator, dinamisator adalah tepat dalam pengembangan organisasi asosiasi petani. Ke depan peran Dinas Perkebunan Propinsi maupun Kabupaten sebagai fasilitator masih sangat diharapkan, sehingga alokasi dana dan fasilitasi melalui proyek-proyek yang ada di Dinas Perkebunan baik Propinsi maupun Kabupaten masih sangat diperlukan. Hal tersebut diatas mengingat masih lemahnya kelembagaan maupun permodalan petani yang masih memerlukan fasilitasi pemerintah. Stakeholders Aktivitas masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan pihak lain untuk menunjang keberhasilannya, pihak-pihak terkait itu ada yang memiliki kepentingan secara langsung maupun tidak langsung, namun pada prinsipnya mereka semua tidak bisa dilepaskan. Pihak-pihak terkait ini disebut dengan stakeholders. Istilah stakeholders menurut Ann Svendsen (1998) the term stakeholders refers to individuals or groups who can affect or are affected by a corporation s activities, Walaupun istilah tersebut diambil dari istilah perindustrian dan perdagangan, namun dari sudut sosiologis, stakeholders memiliki makna yang hampir sama tetapi lebih

9 dipertegas lagi dengan keterlibatan komunitas itu sendiri, karena komunitas itulah yang paling terkena dampak dari kegiatannya. Stakeholders tidak selalu mudah dilibatkan secara aktif dalam pembangunan mengingat ada kemungkinan bahwa stakeholders akan mengedepankan kepentingannya sendiri. Namun demikian keuntungan yang diperoleh dari pelibatan stakeholders dapat lebih besar dibandingkan dengan kerugiannya (Syaukat dan Hendrakusumaatmaja, 2005) Kerangka Pemikiran Penguatan Kapasitas APKI Pembangunan perkebunan saat ini diharapkan dapat mewujudkan perkebunan yang efisien artinya perkebunan yang sesuai dengan kondisi alam dan sosial wilayah masyarakat sehingga dapat produktif artinya dapat menghasilkan usaha yang dapat memajukan masyarakat petani dan berdaya saing dari segi mutu hasil, dan harga untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat secara berkeadilan maksudnya keuntungan untuk semua pihak sesuai keterlibatan dalam usaha perkebunan sehingga dapat berkelanjutan. Upaya yang telah dilakukan dalam bidang perkebunan selama ini terfokus kepada usaha produksi, sedangkan upaya pengembangan SDM petani dan kelembagaannya belum dapat dilakukan secara proporsional. Terkait dengan hal tersebut di atas Pemda melalui UU No. 32 Tahun 2004 sekuat tenaga memfasilitasi terbentuknya kelembagaan kelembagaan perkebunan guna mencapai kemajuan perkebunan milik rakyat. Pemerintah daerah dapat memfasilitasi masyarakat untuk turut secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan penikmatan hasil program pembangunan perkebunan. Kebijakan itu juga memungkinkan masyarakat dapat berpartisipasi dalam berbagai aspek pembangunan. Langkah awal dan mendasar adalah memperkuat kelembagaan petani agar terbuka jalan karena tanpa organisasi kelembagaan petani yang kuat, komunitas petani sulit untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan. APKI adalah satu-satunya kelembagaan petani kelapa di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau yang perlu mendapat penguatan dalam pola hubungan baik dalam struktur kelembagaannya termasuk bagaimana pola hubungan

10 untuk meningkatkan sumber petani yang masih rendah menginggat anggota dan pengurus dalam mengelola perkebunan masih menggunakan sistem tradisonal yaitu tradisi warisan orang tua. Peningkatan pengetahuan, ketrampilan bagi anggota dan pengurus APKI sangat diperlukan. Begitu juga dengan penguatan sistem pemanfaatan teknologi baru. Kemajuan teknik produksi perlu dikuasai oleh petani, dan bagaimana APKI mampu mengoptimalkan modal sosial yang ada dalam komunitas sebagai sarana untuk mengatasi permasalahan permasalahan yang ada. Sehingga APKI mampu secara terbuka mengajak komunitas berpartisipasi dan jujur dalam menjalankan usaha dengan penuh rasa tanggung jawab. Permasalahan yang ada dalam dunia usaha petani, apakah itu masalah pola hubungan untuk menghasilkan produksi, pemasaran, memperluas jaringan pasar yang dapat meningkatkan pendapatan petani dapat dicarikan solusinya dengan bersama-sama. Masalah kebijakan dari luar petani seperti dari instansi terkait dapat diatasi dengan bekerjasama dengan sesama kelompok petani dan Dinas Perkebunan agar kemajuan perkebunan dapat berkelanjutan seperti yang menjadi harapan semua masyarakat, sehingga tidak petani saja yang sejahtera tetapi seluruh masyarakat karena usaha petani dapat menghasilkan pemasukan bagi pemerintah daerah. Gambar Kerangka Pikir Penguatan Pola Hubungan Asosiasi Petani Kelapa Indonesia di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan tahun 2006 seperti di bawah ini:

11 APKI lemah SDM (Pengetahuan, keterampilan Teknik Produksi (olahan lanjutan) Modal social (Truts, Network, solidarity) APKI kuat Pengetahuan SDM meningkat Keterampilan berorganisasi tinggi Produksi olahan lanjutan beraneka ragam Hasil produksi berkelanjutan Jaringan pasar meluas Kepercyaan meningkat Kerjasama meningkat Solidaritas meningkat Petani kelapa sejahtera UU No. 32 Th 2004 menjadi dasar kebijakan program meningkatkan pemamfaatan potensi lokal Program penguatan pola hubungan dalam APKI Pelatihan manejemen SDM Pelatihan keterampilan diversifikasi produksi Bantuan teknologi produksi tepat guna Kerjasama dengan instansi yang terkait Kemitraan guna memperluas jaringan pemasaran Keterangan : = Mendorong = Bantuan = Wilayah kajian penelitian Gambar 1 : Kerangka Pemikiran Penguatan Kapasitas APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau