SOTK DAN KOMPETENSI JABATAN

dokumen-dokumen yang mirip
oleh : Dra. Rahajeng Purwianti, M.Si Direktorat Fasilitasi kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA IMPLIKASI PELAKSANAAN UU NO.23 TAHUN 2014 TERHADAP EKSISTENSI LEMBAGA PANGAN DAERAH

I. TAHAPAN PERKEMBANGAN BIROKRASI

oleh : Dr. NURDIN, S.Sos, M.Si.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PENATAAN KELEMBAGAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH. (Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah)

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

ARAH KEBIJAKAN DAN PENGATURAN KELEMBAGAAN DAERAH BERDASARKAN UU NO 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA ISU STRATEGIS BIDANG PEMERINTAHAN DI PULAU SUMATERA UNTUK MENDUKUNG PROGRAM NAWACITA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI RIAU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH

PERANGKAT DAERAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI MALUKU

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2016

URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PANGAN (UU No. 23 Tahun 2014)

BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PENATAAN KELEMBAGAAN URUSAN PANGAN

GUBERNUR SULAWESI BARAT

KEBIJAKAN PENATAAN KELEMBAGAAN BERDASARKAN PP NO. 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH

Dr. Halilul Khairi (Dosen IPDN dan Tim Perumus/Pembahas UU No 23/2014) Hp

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KETAPANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

MODEL KELEMBAGAAN INSTANSI LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH

BUPATI NIAS BARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN NIAS BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

PASCA PP 18 TAHUN 2016

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2016

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR

2017, No telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

GUBERNUR BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI BANTEN

OLEH: Dr. SUMARSONO, MDM Direktur Jenderal Otonomi Daerah

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

2017, No Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 10 TAHUN 2016

PERAN STRATEGIS KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH MENUJU PENCAPAIAN GOOD GOVERNANCE

BUPATI TUBAN PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

2016, No Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republ

PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA. NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN/KOTA.

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGORGANISASIAN DINAS KESEHATAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA.

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak dan perubahan lingkungan strategi dalam menghadapi globalisasi,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA OPD YANG MENANGANI BUMD, BLUD, DAN BARANG MILIK DAERAH DAN ARAH PERUBAHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KOTA CIREBON

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG dan BUPATI TEMANGGUNG

BUPATI TIMOR TENGAH UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BUTON UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN

PENGUATAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH DALAM RANGKA PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

SKEMA KELEMBAGAAN PATROLI TERPADU PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI TINGKAT TAPAK TERKAIT DENGAN SATLINMAS DESA

U NDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DLM KONTEKS KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 48 TAHUN 2016

BUPATI NATUNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SEMANGAT DESENTRALISASI

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

Transkripsi:

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA K E B I J A K A N P E N A T A A N U R U S A N P E M E R I N T A H A N D A N K E L E M B A G A A N P E R A N G K A T D A E R A H B E R D A S A R K A N A M A N A T U N D A N G - U N D A N G N O M O R 2 3 T A H U N 2 0 1 4 T E N T A N G P E M E R I N T A H A N D A E R A H SOTK DAN KOMPETENSI JABATAN Disampaikan oleh: DR. SUHAJAR DIANTORO M.SI STAF AHLI MENTERI DALAM NEGERI BIDANG PEMERINTAHAN.

KEBIJAKAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH MERUPAKAN SALAH SATU UPAYA MEWUJUDKAN TERCIPTANYA POROS JALANNYA PEMERINTAHAN MEMPERCEPAT PENINGKATAN KESRA, PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PELAYANAN PUBLIK & PENINGKATAN DAYA SAING MENGOPTIMALKAN KINERJA PEMERINTAHAN DAERAH DLM PENCAPAIAN TUJUAN OTDA MEMPERKUAT ASPEK REGULASI PERUBAHAN UU 32/2004 UU 23/2014 ttg Pemda UU ttg Pemilihan KDH/WKDH MEMPERKUAT ASPEK IMPLEMENTASI REGULASI UU 6/2014 ttg Desa SOSIALISASI, EVALUASI, PEMBINAAN, PENGAWASAN & PENINGKATAN KAPASITAS 2

KEMENTERIAN DALAM NEGERI RI KEPEMIMPINAN KDH & DPRD KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH KUNCI SUKSES PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH PARTISIPASI DAN KONTROL MASYARAKAT

KEMENTERIAN DALAM NEGERI RI P E M B A G I A N URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH ABSOLUT URUSAN PEM. UMUM KONKUREN Dibagi berdasarkan prinsip Eksternalitas, Akuntabilitas dan Efisiensi 1. PERTAHANAN 2. KEAMANAN 3. AGAMA 4. YUSTISI 5. POLITIK LUAR NEGERI 6. MONETER & FISKAL PELAYANAN DASAR WAJIB Kes, Pendidik, PU, dll. NON PELAYANAYAN DASAR PILIHAN Pertambangan, Perdagangan, dll. S P M 4

U R G E N S I P E R C E P A T A N P E N E T A P A N R P P P E R A N G K A T D A E R A H 1. Pada Tanggal 2 Oktober 2016 Semua Urusan Yang Oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Beralih Kepada Tingkatan/Susunan Pemerintahan Yang Lain Harus Sudah Dilaksanakan Sesuai Dengan Kewenangannya. 2. Menyambut Batas Waktu Peralihan Kewenangan Tersebut, Maka Perangkat Daerah Harus Sudah Sesuai Dengan Kewenangan Masing-masing Daerah Sebelum Batas Waktu Tanggal 2 Oktober 2016. 3. Untuk Membentuk Perangkat Daerah, Pemerintah Daerah Masih Harus Melakukan Pemetaan Urusan Pemerintahan Yang Selanjutnya Ditetapkan Oleh K/L. 4. Berdasarkan Hasil Pemetaan Urusan Pemerintahan, Pemerintah Daerah Dan DPRD Harus Membentuk Peraturan Daerah, Yang Dilanjutkan Dengan Pengisian Jabatan Perangkat Daerah. 5. Perkiraan Waktu Untuk Melaksanakan Tahapan Tersebut Di Atas Oleh Daerah Adalah : a. Pemetaan Lebih Kurang 2 Bulan; b. Penyusunan Dan Pembahasan Perda Lebih Kurang 3 Bulan; c. Pengisian Jabatan Lebih Kurang 2 Bulan. 6. Meperhatikan Kerangka Waktu Tersebut Di Atas, Penyelesaian RPP Perangkat Daerah Seharusnya Paling Lambat Bulan Maret 2016. Keterlambatan Penyelesaian RPP Perangkat Daerah Dapat Mengakibatkan Kekacauan Pelaksanaan Kewenangan Setelah 2 Oktober 2016. 5

M A S A L A H D A L A M I M P L E M E N T A S I K E B I J A K A N P E R A N G K A T D A E R A H S E B E L U M N Y A 1. Adanya perumpunan dalam pembentukan perangkat daerah telah menimbulkan ketidakpuasan kementerian/lembaga karena tidak mempunyai mitra yang fokus mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. 2. Perumpunan beberapa urusan pemerintahan ke dalam satu perangkat daerah menimbulkan kesulitan dalam menentukan standar kompetensi bagi kepala perangkat daerah. 3. Diberikannya peluang untuk membentuk perangkat daerah yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan telah membawa konsekuensi : a. Kementerian/Lembaga berlomba-lomba memasukkan amanat pembentukan perangkat daerah dalam peraturan perundang-undangan sektor. Seperti Pangan, Penyuluhan, KB, Pemuda Olah Raga, Kominfo, Perdagangan, dll b. Jumlah perangkat daerah akhirnya tetap membengkak jauh lebih besar dari jumlah maksimal yang sudah ditetapkan dalam PP No. 41/2007. 4. Tidak adanya penegasan perbedaan fungsi antara badan, dinas dan kantor sehingga menimbulkan variasi pengelompokkan suatu urusan ke dalam badan, dinas atau kantor. 5. Jumlah bidang perangkat daerah ditetapkan sama besarnya antara daerah kecil dengan daerah besar. Misalnya Dinas Pendidikan pada daerah dengan penduduk 30 ribu sama dengan Dinas Pendidikan pada daerah dengan penduduk 3 juta. 6

D A S A R P E M I K I R A N R P P P E R A N G K A T D A E R A H 1. Agar perangkat daerah lebih fokus dan memudahkan koordinasi pusat dan daerah serta kemudahan dalam menetapkan standar kompetensi, pada dasarnya setiap urusan dapat diwadahi dalam perangkat daerah. 2. Tipologi perangkat daerah yang sudah diatur dalam UU No 23 Tahun 2014 dilakukan dalam rangka menyeimbangkan beban urusan antar daerah yang satu dengan daerah yang lain. 3. Untuk menghemat struktur birokrasi, jumlah unit kerja pada setiap perangkat daerah dikurangi yaitu 2 bidang utk tipe C, 3 Bidang Untuk tipe B dan 4 bidang untuk tipe A. 4. penentuan besaran masing-masing perangkat daerah ditentukan berdasarkan indikator beban kerja makro yang mampu membedakan beban suatu daerah dengan daerah lain. Indikator setiap urusan ditetapkan berdasarkan masukan dalam pembahasan bersama K/L. 5. Pengukuran beban urusan dilakukan melalui pemetaan urusan berdasarkan indikator urusan yang sudah ditentukan. 6. Hasil pemetaan urusan ditetapkan oleh K/L setelah mendapat persetujuan Mendagriyang menjadi dasar bagi daerah untuk menetapkan kebijakan perangkat daerah. Hasil pemetaan menghasilkan beban urusan kategori besar, sedang, dan kecil atau sangat kecil. 7. Dalam rangka efisiensi, daerah dapat menurunkan tipologi perangkat daerah menjadi lebih rendah satu tingkat. Perangkat daerah tipe C yang beban urusannya tidak maksimal dapat digabung. 7

P E R B E D A A N R P P P E R A N G K A T D A E R A H D E N G A N P P N O 4 1 T A H U N 2 0 0 7 ISU-ISU STRATEGIS RPP PERANGKAT DAERAH PP NO 41 TAHUN 2007 1. PENGELOMPOKAN PERANGKAT DAERAH Perangkat Daerah Dikelompokkan sesuai dengan UU No 23 Tahun 20014 tentang Pemda Pasal 209 yaitu : Setda; Set DPRD; Inspektorat; Dinas; Badan; Kecamatan (khusus untuk Kab/Kota) Perangkat Daerah di Kelompokkan : Setda; Set DPRD; Inspektorat; Lemtekda. Kecamatan (khsusus kab/kota) Sekretariat Sebagai Unsur Pendukung (dukungan administrasi) Sekda sekaligus merangkap sebagai Middle line yaitu fungsi koordinator yang menghubungkan perangkat daerah lain dengan KDH/WK KDH. Tidak ada perbedaan fungsi yang tegas antara badan, dinas atau kantor. Dinas Melaksanakan urusan pemerintahan dengan tugas utama memebreikan layanan langsung kepada masyarakat. (Pasal 217) Badan sebagai unsur penunjang dengan tugas memebrikan dukungan teknokratik kepada perangkat daerah yang melaksanakan urusan dan perangkat daerah sebagai unsur pendukung. (Pasal 219). 8

P E R B E D A A N R P P P E R A N G K A T D A E R A H D E N G A N P P N O 4 1 T A H U N 2 0 0 7 ISU-ISU STRATEGIS RPP PERANGKAT DAERAH PP NO 41/2007 2. TIPOLOGI PERANGKAT DAERAH 3. PEMETAAN URUSAN Jumlah perangkat Derah sesuai dengan jumlah fungsi pendukung, urusan pemerintahan dan fungsi penunjang. Fungsi pendukung, urusan pemerintahan dan urusan pemerintahan dikelmpkkan menjadi : Fungsi atau Urusan dengan beban besar, diwadahi perangkat daerah tipe A. Fungsi atau Urusan dengan beban sedang, diwadahi perangkat daerah tipe B Fungsi atau Urusan dengan beban kecil, diwadahi perangkat daerah tipe C Fungsi atau Urusan dengan beban sangat kecil, tidak menjadi perangkat namun bisa berupa Bidang, atau Seksi/Subbidang. Tipologi perangkat daerah ditentukan berdasarkan hasil pemetaan beban urusan atau beban penunjang atau beban pendukung. Hasil pemetaan bersifat makro (beban urusan) yang dapat juga digunakan untuk perencanaan dan penganggaran. Penggunaan hasil pemetaan dalam perencanaan dan penganggaran diatur dlm PP Pelaksanaan Urusan. 1. Jumlah Perangkat Daerah dibatasi dan diwajibkan dilakukan perumpunan. 2. Tidak ada tipologi perangkat daerah, yang ada hanya tipologi daerah. Tidak ada pemetaan beban masing urusan, fungsi penunjang dan pendukung. Pemetaan dilakukan terhadap Daerah. 9

P E R B E D A A N R P P P E R A N G K A T D A E R A H D E N G A N P P N O 4 1 T A H U N 2 0 0 7 ISU-ISU STRATEGIS RPP PERANGKAT DAERAH PP NO 41/2007 4. JUMLAH PERANGKAT DAERAH Jumlah perangkat Derah Kemungkinan Lebih Banyak dari Sebelumnya, Namun Jumlah Struktur Perangkat Daerah Secara Keseluruhan Akan Berkurang Karena Adanya Perbedaan Jumlah Bidang dan Kasi pada setiap Perangkat Daerah. Jumlah Bidang Minimal 2 Maksimal 4. Tidak dapat menambah perangkat daerah lain di luar yang sudah ditentukan. Untuk memperkecil struktur Birokrasi, Pemerintah Daerah Dapat menurunkan tipe perangkat daerah. 1. Jumlah perangkat daerah dibatasi, namun diluar jumlah yang sudah dibatasi masih dapat menambah perangkat daerah jika ada perintah peraturan perundang-undangan. 2. Jumlah bidang antara 4 sampai 7. 10

T A N T A N G A N D A L A M P E M B A H A S A N R P P P E R A N G K A T D A E R A H 1. Penentuan indikator dan interval pengukuran beban urusan pemerintahan memerlukan simulasi untuk mendapatkan nilai yang tepat berdasarkan variasi daerah di Indonesia. Simulasi Indikator dan interval memerlukan waktu untuk pengumulan data dan verifikasi data. 2. Kecenderungan K/L ingin memperbesar perangkat daerah yang melaksanakan urusan yang menjadi mitranya. Jika hal ini dibiarkan maka akan menyebabkan terjadinya pembengkakan birokrasi di daerah. Sehingga memerlukan waktu untuk memberikan pengertian kepada K/L. 3. Dengan adanya pemebedaan yang tegas antara dinas dan badan oleh UU No 23 Tahun 2014, terdapat beberapa perangkat daerah yang berubah nomenklatur sehingga tidak sesuai lagi dengan yang diatur dalam undangundang sektor antara lain badan ketahanan pangan, badan kependudkan dan KB, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Badan Penanggulan Bencana Daerah, dll. Meskipun perubahan nomenklatur tersebut tidak menimbulkan masalah dalam perencanaan dan penganggaran di daerah karena sudah ditata dalam UU No 23 Tahun 2014, namun ada K/L yang menolak perubahan nomenklatur perangkat daerat tersebut yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 11

I. I. K O N D I S I P E R A N G K A T D A E R A H S A A T I N I Daerah Kecil (Nilai <40): 1. Setda: paling banyak 3 (tiga) asisten; 2. Sekretariat DPRD; 3. dinas paling banyak 12 (dua belas); 4. lembaga teknis daerah paling banyak 8 (delapan). Daerah Sedang (Nilai 40-70): 1. Setda paling banyak 3 (tiga) asisten; 2. Sekretariat DPRD; 3. Dinas paling banyak 15 (lima belas); 4. lembaga teknis daerah paling banyak 10 (sepuluh). Daerah Besar (Nilai >70): a. Setda, terdiri dari paling banyak 4 (empat) asisten; b. sekretariat DPRD; c. dinas paling banyak 18 (delapan belas); dan.lembaga teknis daerah paling banyak 12 (duabelas). DAPAT DIBENTUK LEMBAGA LAIN Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pelaksanaan peraturan perundang- undangan Akibatnya: 1. Tidak sinergis kelembagaan daerah dengan Urusan pemerintahan (Misal: Dinas Perhubungan dan Kominfo, Dinas Perdagangan, Perindustrian, UMKM dan Tenaga Kerja). 2. Dengan dibukanya lembaga lain, perangkat daerah berkembang tanpa batas walaupun jumlah dinas dan badan sudah dibatasi 3. Kriteria penentuan nilai dilakukan berdasarkan kriteria besaran daerah, sehingga tidak mencerminkan beban dari urusan pemerintahan tersebut

MENJADIKAN DAERAH SEBAGAI UJUNG TOMBAK PELAKSANAAN NAWACITA II. ARAH KEBIJAKAN Untuk mendorong kehadiran Negara secara efektif dalam melayani seluruh lapisan masyarakat perlu menata ulang Kelembagaan Pemda sesuai dengan perubahan kewenangan antar susunan pemerintahan sebagai bagian dari penguatan otonomi daerah dan reformasi birokrasi. Penyesuaian harus menjadikan Kelembagaan efektif dalam melaksanakan tugasnya tetapi harus efisien dari sisi pembiayaan, mengingat saat ini proporsi biaya birokrasi >50% Pengaturan kelembagaan bersifat asimetris yang memungkinkan kelembagaan dari satu daerah berbeda dengan daerah yang lain karena perbedaan prioritas Daerah dalam pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya. Mendorong terwujudnya sinergi kelembagaan antara Pemerintah Pusat dan Daerah agar jelas pemangku kepentingan (stakeholder) dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian tersebut di tingkat provinsi dan kabupaten/kota secara nasional. Menciptakan sinergi dalam perencanaan pembangunan antara kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dengan Daerah untuk mencapai target nasional dengan akselerasi realisasi target nasional tersebut. Memastikan tersedianya dukungan personel yang memadai baik dalam jumlah maupun standar kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, sehingga Pemerintah Daerah akan mempunyai birokrasi karir yang kuat dan memadai dalam aspek jumlah dan kompetensinya.

III. KONSEP PENGELOMPOKAN PERANGKAT DAERAH Perangkat Daerah provinsi: a. sekretariat daerah; b. sekretariat DPRD; Secara teoritis pengelompokan perangkat daerah terdiri atas 5 (lima) komponen, yaitu: kepala Daerah (strategic apex) sekretaris Daerah (middle line) dinas Daerah (operating core) Badan sebagai fungsi penunjang (technostructure) staf pendukung (supporting staff). c. inspektorat; d. dinas; dan e. badan. Perangkat Daerah Kab/Kota a. sekretariat daerah; b. sekretariat DPRD; c. inspektorat; d. dinas; e. badan; dan f. kecamatan Dinas dibentuk untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. Badan sebagaimana dibentuk untuk melaksanakan fungsi penunjang Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah (Dinas dan Badan melaksanakan fungsi manajemen (yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengoordinasian, penganggaran, pengawasan, penelitian dan pengembangan, standardisasi, dan pengelolaan informasi)

I V. T I P O L O G I P E R A N G K A T D A E R A H PADA PRINSIPNYA SETIAP URUSAN PEMERINTAHAN DILAKSANAKAN OLEH 1 DINAS PADA PRINSIPNYA SETIAP FUNGSI PENUNJANG DILAKSANAKAN OLEH 1 BADAN UNTUK MELAKSANAKAN PRINSIP TERSEBUT DI ATAS, DINAS DAN BADAN DIKATEGORIKAN KE DALAM TIPE A (Skor lebih 800) TIPE B. dan (Skor 601-800) TIPE C (Skor lebih dari 400 600) TIDAK LAGI DIKENAL PERUMPUNAN DINAS DAN BADAN, KECUALI URUSAN YANG SANGAT KECIL SEHINGGA BEBAN TUGASNYA TIDAK MASUK KATEGORI TIPE C, DIWADAHI DENGAN KRITERIA: SKOR 300-400, SETINGKAT BIDANG SKOR KURANG DARI 300, SETINGKAT SUB BIDANG

V I I. U P T D A N C A B A N G D I N A S Pada dinas dan Badan dapat dibentuk UPT dinas untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu; Untuk urusan yang hanya diotonomikan kepada daerah provinsi dibentuk cabang dinas di kabupaten/kota yang mempunyai urusan tersebut Kehutanan Energi dan Sumber Daya Mineral Kelautan Pendidikan Menengah

V I I I. K R I T E R I A U P T D A N C A B A N G D I N A S 1. UPT pada dinas Provinsi: Kelas A, dipimpin oleh Pejabat Administrator, dengan 1 subbag Tu dan dua Seksi Kelas B, dipimpin oleh Pengawas tanpa kepala seksi 1. UPT pada dinas Kab/Kota: Kelas A, dipimpin oleh Pejabat Pengawas dg satu subbag TU Kelas B, dipimpin oleh Pengawas tanpa subbag TU 1. Cabang dinas Provinsi: Kelas A, dipimpin oleh Pejabat Administrator, dengan 1 subbag Tu dan dua Seksi Kelas B, dipimpin oleh Pengawas tanpa kepala seksi

UPT DINAS DAERAH PROVINSI Pada dinas Daerah provinsi dapat dibentuk UPT dinas Daerah provinsi untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu. UPT dinas Daerah provinsi dibedakan dalam 2 (dua) klasifikasi, diantaranya adalah: 1. UPT dinas Daerah provinsi kelas A untuk mewadahi beban kerja yang besar; dan 2. UPT dinas Daerah provinsi kelas B untuk mewadahi beban kerja yang kecil. Pembentukan UPT dinas Daerah provinsi ditetapkan dengan Peraturan Gubernur setelah dikonsultasikan secara tertulis kepada Menteri. Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi UPT dinas Daerah provinsi dan pembentukan UPT dinas Daerah provinsi diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan tertulis dari menteri terkait dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang aparatur negara.

RUMAH SAKIT DAERAH PROVINSI Selain UPT dinas Daerah provinsi, terdapat UPT dinas Daerah provinsi di bidang kesehatan berupa rumah sakit Daerah provinsi sebagai unit organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara profesional. Rumah sakit Daerah provinsi dipimpin oleh direktur rumah sakit Daerah provinsi. Rumah sakit Daerah bersifat otonom dalam penyelenggaraan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis serta menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum Daerah. Dalam hal rumah sakit Daerah provinsi belum menerapkan pengelolaan keuangan badan layanan umum Daerah, pengelolaan keuangan rumah sakit Daerah provinsi tetap bersifat otonom dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban keuangan.

TANGGUNGJAWAB RUMAH SAKIT DAERAH PROVINSI Rumah sakit Daerah provinsi dalam penyelenggaraan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis dibina dan bertanggung jawab kepada dinas yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan. Pertanggungjawaban dilaksanakan melalui penyampaian laporan kinerja rumah sakit kepada kepala dinas yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan. Pembinaan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis serta pertanggungjawaban dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan. Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata hubungan kerja rumah sakit Daerah provinsi serta pengelolaan keuangan rumah sakit Daerah provinsi diatur dengan Peraturan Presiden.

UPT DINAS DAERAH KABUPATEN/KOTA Pada dinas Daerah kabupaten/kota dapat dibentuk UPT dinas Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu. UPT dinas Daerah kabupaten/kota dibedakan dalam 2 (dua) klasifikasi, terdiri dari: 1. UPT dinas Daerah kabupaten/kota kelas A untuk mewadahi beban kerja yang besar; dan 2. UPT dinas Daerah kabupaten/kota kelas B untuk mewadahi beban kerja yang kecil. Pembentukan UPT dinas Daerah kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Wali kota setelah dikonsultasikan secara tertulis kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi UPT dinas Daerah kabupaten/kota dan pembentukan UPT dinas Daerah kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan tertulis dari menteri terkait dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang aparatur negara.

RUMAH SAKIT DAERAH KABUPATEN/KOTA Selain UPT dinas Daerah kabupaten/kota, terdapat UPT dinas Daerah kabupaten/kota di bidang kesehatan berupa rumah sakit Daerah kabupaten/kota dan pusat kesehatan masyarakat sebagai unit organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara profesional. Rumah sakit Daerah kabupaten/kota dipimpin oleh direktur rumah sakit Daerah kabupaten/kota. Rumah sakit Daerah kabupaten/kota bersifat otonom dalam penyelenggaraan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis serta menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum Daerah. Dalam hal rumah sakit Daerah kabupaten/kota belum menerapkan pengelolaan keuangan badan layanan umum Daerah, pengelolaan keuangan rumah sakit Daerah kabupaten/kota tetap bersifat otonom dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban keuangan.

TANGGUNGJAWAB RUMAH SAKIT DAERAH KABUPATEN/KOTA Rumah sakit Daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis dibina dan bertanggung jawab kepada dinas yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan. Pertanggungjawaban dilaksanakan melalui penyampaian laporan kinerja rumah sakit kepada kepala dinas yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan. Pembinaan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis serta pertanggungjawaban dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan. Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata hubungan kerja rumah sakit Daerah kabupaten/kota serta pengelolaan keuangan rumah sakit Daerah kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Presiden.

PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT Pusat kesehatan masyarakat, dipimpin oleh kepala pusat kesehatan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata hubungan kerja pusat kesehatan masyarakat diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Menteri dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang aparatur negara.

I X. B E S A R A N D I N A S / B A D A N D A E R A H P R O V I N S I URUSAN PEMERINTAHAN Administrator: 4 Pengawas : 12 Pelaksana:? Administrator: 3 Pengawas : 9 Pelaksana:? Administrator 2 Pengawas : 6 Pelaksana:?

X. B E S A R A N D I N A S / B A D A N D A E R A H K A B / K O T A URUSAN PEMERINTAHAN Administrator: 4 Pengawas : 12 Pelaksana:? Administrator: 3 Pengawas : 9 Pelaksana:? Administrator 2 Pengawas : 6 Pelaksana:?

X I. B E S A R A N P E R A N G K A T K A B / K O T A ( K E C A M A T A N ) BUPATI/WALIKOTA SEKRETARIAT DAERAH

XII. PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN dilakukan untuk memperoleh informasi tentang intensitas urusan pemerintahan wajib dan potensi urusan pilihan serta beban kerja peneyelnggaraan urusan. Pemetaan urusan pemerintahan digunakan untuk menentukan susunan dan tipe perangkat daerah. FAKTOR KESULITAN WILAYAH a. Jawa dan Bali dikalikan 1; b. Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dikalikan 1,1; c. Nusa Tenggara dan Maluku dikalikan 1,2; d. Papua dikalikan 1,4; e. Daerah provinsi dan kabupaten/kota kepulauan dikalikan 1,4. f. Kabupaten d/kota di wilayah perbatasan darat negara dikalikan 1,4. g. Kabupaten/kota di pulaupulau terpencil daerah perbatasan laut dikalikan 1,5.

Ketentuan Peralihan Pasal 407 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan Daerah wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada Undang-Undang ini.

KEMENTERIAN DALAM NEGERI RI URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KESEHATAN NO INDIKATOR & KELAS INTERVAL SKALA NILAI BOBOT (%) SKOR 1 2 3 4 5 1 Jumlah Penduduk a. 600.000 a. 600.001 1.200.000 a. 1.200.001 4.000.000 a. 4.000.001 6.000.000 a. >6.000.000 200 400 600 800 1.000 70 140 280 420 560 700 2 Kepadatan penduduk (jiwa/km2) a. > 551 200 20 a. 401 550 400 40 10 a. 251 400 600 60 a. 250 51 800 80 a. 50 1.000 100 30

XII. BESARAN ORGANISASI TIPE A, Dengan Skor 801 ke atas TIPE B, Dengan Skor 601-800 TIPE C, Dengan Skor 401 600 Skor 400 atau kurang diwadahi setingkat bidang dan vergabung dengan Badan yang mewadahi Kepegawaia 26

KEMENTERIAN DALAM NEGERI RI

KEMENTERIAN DALAM NEGERI RI

KEMENTERIAN DALAM NEGERI RI

KEMENTERIAN DALAM NEGERI RI

KEMENTERIAN DALAM NEGERI RI

PENYUSUNAN STANDAR KOMPETENSI JABATAN PERATURAN KEPALA BKN NO. 13 TAHUN 2011 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Dokumen Standar Kompetensi Jabatan: Hard-competency Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Soft-competency 37

ASSESSMEN INDIVIDU BERDASARKAN KOMPETENSI PERATURAN KEPALA BKN NO. 23 TAHUN 2011 tentang Pedoman Penilaian Kompetensi PNS Peta Profil Kompetensi Individu: Hard-competency Assessmen Individu berdasarkan Kompetensi Soft-competency 38

PENERAPAN SISTEM PENILAIAN KINERJA PNS PP NOMOR 46 TAHUN 2011 PERKA BKN NOMOR 1 TAHUN 2013 Sasaran Kerja Pegawai (SKP) + Perilaku Kerja Penerapan Sistem Penilaian Kinerja PNS 39

SKEMATIS PENILAIAN PRESTASI KERJA OBYEKTIF TERUKUR AKUNTABEL PARTISIPASI TRANSPARAN KINERJA PNS POTENSI PNS PRESTASI KERJA PNS PERILAKU KERJA PNS MINAT BAKAT PNS S K P PENG- AMAT- AN KONTRAK KINERJA ASPEK: KUANTITAS KUALITAS WAKTU BIAYA ASPEK: ORIENTASI PELAYANAN INTEGRITAS KOMITMEN DISIPLIN KERJASAMA KEPEMIMPINAN REKOMEN- DASI BOBOT 60 % HASIL PENILAIAN BOBOT 40 % REWARD BAIK FEEDBACK HASIL PENILAIAN BURUK PEMBINAAN PUNISHMENT ASS-CEN PSI-TEST REKOMENDASI TINDAK LANJUT HASIL PENILAIAN REKOMENDASI ASS-CEN PSI-TEST PSIKOTES ASSESSMENT CENTER 40

A. P E N G I S I A N P E R A N G K A T D A E R A H PNS diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu pada Instansi Pemerintah. Pengangkatan PNS dalam jabatan ditentukan berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai. Administrator: 4 Pengawas : 8 Pelaksana:? Ketrampilan Keahlian Sesuai kebutuhan Pengawas : 5 Pelaksana:? Ketrampilan Keahlian Sesuai kebutuhan Pegawai aparatur sipil yang menduduki jabatan kepala Perangkat Daerah, harus memenuhi persyaratan kompetensi: a. teknis; b. manajerial; dan c. sosial kultural. Selain memenuhi kompetensi tersebut, harus memenuhi kompetensi pemerintahan. Kompetensi teknis ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian setelah dikoordinasikan dengan Menteri. Kompetensi pemerintahan ditetapkan oleh Menteri. Ketentuan di atas berlaku secara mutatis mutandis terhadap pegawai aparatur sipil negara yang menduduki jabatan administrator di bawah kepala 41 Perangkat Daerah dan jabatan pengawas.

Nama : Dr. H. SUHAJAR DIANTORO, M.Si Tempat/Tgl Lahir : Sei Ungar Kepuluan Riau, 02 mei 1964 Jabatan Sekarang : Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Pemerintahan, Pj. Gubernur Bengkulu NIP : 19640502.198702.1.005 Pangkat/Gol. : Pembina Utama, IV/e Riwayat Pendidikan APDN Riau 1987 S1 Ilmu Sosial Politik IIP Jakarta 1990 S2 Universitas Airlangga Surabaya 2003 S3 Ilmu Sosial Konsentrasi Ilmu Pemerintahan, PPs Universitas Padjadjaran Bandung 2011 43

Riwayat pekerjaan: 1. Staf Protokol Gub Riau 1987-1988 2. Staf Biro Kepegawaian Prov.Riau, 1990 3. Sekwilcam Karimun, Kab.Kepulauan Riau, Prov.Riau, 1991-1993 4. Camat Serasan Kab.Kepulauan Riau, Prov.Riau, 1993-1995 5. Camat Kundur Kab.Kepulauan Riau, Prov.Riau 1996-1999 6. Camat Karimum, Kab.Kepulauan Riau, Prov.Riau, 1999-2000 7. Kadispenda Kab.Karimun, Prov.Riau 2000-2004 8. Kepala Bappeda Kab.Karimun, Prov. Kepulauan Riau, 2004-2007 9. Kepala Badan Kepegawaian Prov.Kepulauan Riau, 2007-2008 10. Kepala Bappeda Prov.Kepulauan Riau, 2008-2010 11. Sekretaris Daerah Prov.Kepulauan Riau, 2010-2013 12. Rektor IPDN, 2013-2015 13. Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Pemerintahan, 2015 (Sejak Juli 2015) Organisasi: 14. Penjabat Gubernur Bengkulu (2 Desember 2015-15 Februari 2016) 1. Ketua Yayasan pendidikan Prov.Kepulauan Riau, 2007-2012 (sampai penegrian universitas maritim raja ali haji) 2. Ketua Kwarda Prov.Kepulauan Riau 3. Ketua Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Prov.Kepulauan Riau 4. Ketua Ikatan Keluarga Alumni Perguruan Tinggi Kepamongprajaan (IKAPTK) Prov.Kepulauan Riau 44

SIMULASI PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAN TIPELOGI KELEMBAGAAN PERANGKAT DAERAH http://fasilitasi.otda.kemendagri.go.id