RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD dan DPRD Pemilihan Pimpinan MPR

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

PUTUSAN NOMOR 117/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 109/PUU-XIV/2016 Jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 22/PUU-VII/2009 tentang UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Syarat masa jabatan bagi calon kepala daerah]

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

KUASA HUKUM Veri Junaidi, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18 Agustus 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor /PUU-VII/2009 tentang UU SISDIKNAS Pendidikan usia dini

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XII/2014 Pengisian Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 128 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pajak Penghasilan Pemerintah tidak berhak menetapkan pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 8/PUU-VIII/2010 Tentang UU Penetapan Hak Angket DPR Hak angket DPR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 11/PUU-VIII/2010 Tentang UU Penyelenggaraan Pemilu Independensi Bawaslu

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan DPR Dalam Pembahasan APBN dan APBN-P

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XV/2017 Pembebanan Pajak Penerangan Jalan Kepada Pengusaha

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 56/PUU-XIII/2015 Kualifikasi Pemohon dalam Pengujian Undang-Undang dan Alasan yang Layak dalam Pemberian Grasi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 60/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN KEDUA PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (Outsourching)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan DPR Dalam Pembahasan APBN dan APBN-P

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

Transkripsi:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD dan DPRD Pemilihan Pimpinan MPR I. PARA PEMOHON Wahidin Ismail; Marhany Victor Poly Pua; Sri Kadarwati; K.H. Sofyan Yahya; Intsiawati Ayus, selanjutnya disebut Para Pemohon. KUASA HUKUM Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M., Dr. Tommy S. Bhail, S.H., LL.M., Alexander Lay, S.H., LL.M., Taufik Basari, S.H., S.Hum, LL.M., Dr. Tommy Sihotang, S.H., LL.M., dan B. Cyndy Panjaitan, S.H. para Advokat yang memilih domisili hukum di Lubis, Santosa & Maulana Law Offices, beralamat di Mayapada Tower, Lantai 5, Jl. Jend. Sudirman Kav. 28, Jakarta 12920 II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI : Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah : Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. III. KEDUDUKAN PEMOHON (LEGAL STANDING) Bahwa menurut ketentuan Pasal 51 Ayat (1) UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah 1

Konstitusi (UU MK), agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai pemohon dalam permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, maka orang atau pihak dimaksud haruslah; a. menjelaskan kedudukannya dalam permohonannya, yaitu apakah yang sebagai perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum, atau lembaga negara; b. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya, dalam kedudukan sebagaimana dimaksud pada huruf (a), sebagai akibat diberlakukannya undang-undang yang dimohonkan pengujian Atas dasar ketentuan tersebut Pemohon perlu terlebih dahulu menjelaskan kedudukannya, hak konstitusi yang ada pada Pemohon, beserta kerugian spesifik yang akan dideritanya secara sebagai berikut : Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. IV. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI. A. NORMA MATERIIL - Sebanyak 1 (satu) norma, yaitu : Pasal 14 ayat (1) Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang berasal dari DPR dan 4 (empat) orang wakil ketua yang terdiri atas 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPR dan 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPD yang ditetapkan dalam sidang paripurna MPR. B. NORMA UUD 1945 SEBAGAI ALAT UJI - Sebanyak 2 (dua) norma, yaitu : 1. Pasal 2 ayat (1) berbunyi : Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. 2

2. Pasal 27 ayat (1) berbunyi : Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 3. Pasal 28D ayat (1) berbunyi : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. 4. Pasal 28D ayat (3) berbunyi : Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. V. Alasan-Alasan Pemohon Dengan Diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD 1945, karena : 1. Ketentuan Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD tersebut menunjukkan ketidaksetaraan kedudukan anggota MPR yang berasal dari DPD dibandingkan dengan kedudukan anggota MPR yang berasal dari DPR. Kedudukan anggota MPR yang berasal dari DPD ditempatkan dalam posisi yang lebih rendah dibandingkan kedudukan anggota MPR yang berasal dari DPR. 2. Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD secara tegas menyatakan bahwa Ketua MPR harus berasal dari DPR. Dengan kata lain, hak menjadi Ketua MPR hanya dimiliki oleh anggota MPR yang berasal dari DPR sementara anggota MPR dari DPD tidak berhak untuk memilih dan dipilih sebagai Ketua MPR. 3. Adanya frasa yang berasal dari DPR dalam Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD tersebut bertentangan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945. 4. Dari aspek tata bahasa dan redaksional, kata dan dalam Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menunjukkan adanya kesetaraan antara anggota MPR yang berasal dari DPR dengan anggota MPR yang berasal dari DPD, bukan perbedaan kedudukan dan ketidaksetaraan. Setiap anggota MPR memiliki kewenangan, tugas, hak, dan kewajiban yang sama sebagai anggota MPR tanpa perbedaan sama sekali bagi anggota MPR yang berasal dari DPD maupun anggota MPR yang berasal dari DPR. Oleh karena itu, Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang menutup hak anggota MPR yang berasal dari DPD, termasuk Para Pemohon, untuk memilih dan dipilih sebagai Ketua MPR, dan menempatkan kedudukan anggota DPD dalam keanggotaan MPR menjadi tidak setara, bertentangan dengan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945. 3

5. Selanjutnya, Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD tersebut juga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 karena tidak menjamin bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. 6. Sebagai sesama anggota MPR, anggota MPR baik yang berasal dari dari DPR maupun yang berasal dari DPD seharusnya bersamaan kedudukannya di dalam lembaga MPR, termasuk dalam hal hak memilih dan dipilih sebagai Ketua MPR. Ketentuan Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yang memuat frasa bahwa Ketua MPR harus berasal dari DPR, telah menempatkan anggota DPD tidak sama kedudukannya dengan anggota DPR dalam lembaga MPR meskipun sama-sama anggota MPR. 7. Para Pemohon yang merupakan Warga Negara Indonesia yang terpilih menjadi anggota DPD telah dirugikan hak konstitusionalnya oleh ketentuan Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD ini akibat adanya frasa yang berasal dari DPR karena Para Pemohon ditempatkan dalam kedudukan yang tidak sama meskipun memiliki kualifikasi yang sama, yakni sama-sama anggota MPR dan sama-sama dipilih melalui Pemilu. 8. Frasa yang berasal dari DPR dalam Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD tersebut juga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena tidak memberikan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Sebab, ada sebagian anggota MPR yang memiliki hak memilih dan dipilih sebagai Ketua MPR dan ada sebagian lain anggota MPR yang tidak memiliki hak memilih dan dipilih sebagai Ketua MPR. Padahal mereka adalah sama-sama anggota MPR; dan mereka samasama menjadi anggota MPR tersebut dengan cara dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilu yang sama, oleh rakyat pemilih yang sama, dengan Undang-undang yang sama, serta di bawah KPU yang sama. 9. Lebih lanjut, frasa yang berasal dari DPR dalam Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD tersebut juga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 karena tidak memberikan kesempatan yang sama dalam pemerintahan kepada setiap warga negara. 10. Setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri menjadi anggota DPD maupun anggota DPR. Oleh karena itu, ketika mereka telah terpilih melalui Pemilu yang sama, oleh rakyat pemilih yang sama, dengan Undang-undang yang sama, serta di bawah KPU yang sama dan dengan demikian sama-sama merupakan anggota MPR, konsekuensi lanjutannya adalah, mengingat mereka adalah warga negara yang berada pada kualifikasi yang sama (yakni anggota MPR), mereka harus memiliki kesempatan yang sama untuk memilih dan dipilih menjadi Ketua MPR. 11. Namun ketentuan frasa yang berasal dari DPR dalam Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD ini membuat para anggota MPR tidak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, dalam hal ini kesempatan yang sama untuk memilih dan dipilih 4

sebagai Ketua MPR: ada sebagian anggota MPR yang memperoleh kesempatan untuk memilih dan dipilih sebagai Ketua MPR, ada sebagian anggota MPR yang tidak memperoleh kesempatan untuk memilih dan dipilih sebagai Ketua MPR, padahal mereka semua adalah sama-sama anggota MPR. 12. Para Pemohon menyadari bahwa bila frasa "yang berasal dari anggota DPR" dihilangkan maka Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD akan diam (silent) atau tidak mengatur secara tegas bagaimana Ketua MPR dipilih dan ditetapkan. 13. Sebagai konsekuensi logis dari dinyatakannya frasa "yang berasal dari anggota DPR" dalam Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagai bertentangan dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka kata "ditetapkan" dalam ayat tersebut harus ditafsirkan secara conditionally constitutional bahwa sepanjang menyangkut Ketua MPR, penetapannya harus melalui suatu musyawarah untuk mufakat dalam sidang paripurna MPR atau jika tidak berhasil mencapai mufakat harus melalui suatu pemilihan Ketua MPR di dalam sidang paripurna MPR, yang ketentuan mekanisme lebih lanjutnya- akan ditentukan lebih lanjut dalam peraturan tata tertib MPR. 14. Oleh karena itu, agar memperoleh kepastian hukum maka kata "ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD dan DPRD menyangkut pemilihan dan penetapan Ketua MPR hams ditafsirkan sebagai berikut: a. Ketua MPR dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam sidang paripurna MPR; b. dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, Ketua MPR dipilih oleh anggota MPR dan ditetapkan dalam sidang paripurna MPR. 15. Untuk lebih memperjelas makna dan untuk menjamin terwujudnya kesetaraan, maka mekanisme pemilihan Pimpinan MPR sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) tanpa frasa "yang berasal dari anggota DPR" jo. Pasal 14 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (8) dilakukan dengan ketentuan: Ketua MPR dipilih dari para Wakil Ketua MPR, yaitu dua orang Wakil Ketua MPR hasil rapat paripurna DPR dan dua orang Wakil Ketua MPR hasil sidang paripuma DPD. Apabila. salah satu Pimpinan MPR sebagaimana yang dimaksud Pasal 14 ayat (2), (3), (4), dan (5) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD terpilih sebagai Ketua MPR, maka lembaga asal Pimpinan MPR yang terpilih tersebut segera mengusulkan penggantinya untuk ditetapkan sebagai Pimpinan MPR dalam sidang paripurna MPR sehingga ketentuan 2 (dua) orang Wakil Ketua dari anggota DPR dan 2 (dua) orang Wakil Ketua dari anggota DPD tetap terpenuhi. 16. Dengan adanya penafsiran conditionally constitutional sebagaimana di atas maka hak Para Pemohon sebagai anggota MPR yang berasal dari DPD untuk dipilih menjadi Ketua MPR tidak lagi terhalangi sehingga terwujud kesetaraan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 dan tidak ada lagi penghalangan hak konstitusional Para Pemohon 5

sebagaimana dijamin dan dilindungi Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. VI. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan bahwa Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD sepanjang menyangkut frasa yang berasal dari anggota DPR bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 2 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3); 3. Menyatakan bahwa Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD dan DPRD sepanjang menyangkut frasa yang berasal dari anggota DPR tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya; 4. Menyatakan bahwa terkait pemilihan Ketua MPR, Pasal 14 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD dan DPRD sepanjang menyangkut kata ditetapkan adalah konstitusional sepanjang dairtikan sebagai berikut: a) Ketua MPR dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam sidang paripurna MPR; b) Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, Ketua MPR dilih oleh anggota MPR dan ditetapkan dalam sidang paripurna MPR 6