ANALISIS TERHADAP KEWAJIBAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MENYELENGGARAKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM. Disusun Oleh : Andri Wihanjaya N.P.M.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai

HUKUM PERSEROAN TERBATAS (Berdasar UU Nomor 40 Th 2007 tentang Perseroan Terbatas) Oleh: Rahmad Hendra

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk.

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE

PIAGAM DIREKSI. Piagam ini diterbitkan untuk menjadi panduan Direksi dan anggotanya dalam mengelola dan menjalankan Perseroan. A.

Pedoman Dewan Komisaris. PT Astra International Tbk

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk.

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PIAGAM KOMISARIS. A. Organisasi, Komposisi dan Keanggotaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

KEJAHATAN KORPORASI (CORPORATE CRIME) OLEH: Dr. Gunawan Widjaja,SH.,MH.,MM

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

Piagam Dewan Komisaris. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris

BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk

Pedoman Direksi. PT Acset Indonusa Tbk

BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN

2 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara R

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

Pedoman Direksi. PT Astra International Tbk

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

B AB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN. A. Kedudukan PT dan PT Bank dalam Hukum Perusahaan

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE. Hj. MUSKIBAH, SH. M.Hum.

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

RENCANA PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR PT BANK DANAMON INDONESIA, TBK. DENGAN PERATURAN POJK NOMOR 32/ POJK.04/2014 DAN NOMOR 33/ POJK.

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. 1. Dalam hal pemegang saham tidak menaikan modalnya pada saat Perseroan

PEDOMAN KERJA DIREKSI PT INTERMEDIA CAPITAL Tbk. ("Perusahaan")

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat

PEDOMAN DEWAN KOMISARIS PT SOECHI LINES Tbk.

Transkripsi:

ANALISIS TERHADAP KEWAJIBAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MENYELENGGARAKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM Disusun Oleh : Andri Wihanjaya N.P.M. 010108141 ABSTRAK Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kewajiban Direksi dalam menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa. Direksi memiliki berbagai kewajiban dalam melaksanakan tugasnya sehubungan dengan pengurusan Perseroan, termasuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), baik RUPS Tahunan dan RUPS Luar Biasa. RUPS Tahunan wajib dilakukan di mana Direksi menyampaikan laporan tahunan mengenai jalannya Perseroan. Apabila tidak menyelenggarakan RUPS Tahunan, Direksi dianggap telah melalaikan fiduciary duty-nya terhadap Perseroan. RUPS Luar Biasa tidak wajib diadakan, namun dapat diadakan jika kepentingan Perseroan menghendakinya. Permintaan RUPS Luar Biasa ini dapat muncul dari Dewan Komisaris ataupun juga atas permintaan pemegang saham yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Berdasarkan UU PT, Direksi harus melakukan pemanggilan RUPS, termasuk RUPS Luar Biasa. Direksi dapat menilai dan menaksir apakah ada dampak buruk bagi Perseroan sehubungan dengan perbuatan-perbuatan Perseroan yang sekiranya akan diputuskan dalam RUPS Luar Biasa. Dengan demikian, terbuka kemungkinan bagi Direksi untuk menolak atau tidak mau menyelenggarakan RUPS Luar Biasa, jika Direksi menilai bahwa penyelenggaraan RUPS Luar Biasa tersebut tidak bermanfaat atau berdampak buruk bagi kepentingan Perseroan. Timbul permasalahan hukum apakah menyelenggarakan RUPS Luar Biasa merupakan fiduciary duty dari Direksi Perseroan, apalagi mengingat UU PT sendiri memberikan peluang bagi pemegang saham untuk meminta penyelenggaraan RUPS kepada Dewan Komisaris atau bahkan menyelenggarakan sendiri RUPS Luar Biasa atas penetapan pengadilan negeri. Selanjutnya, apakah Direksi yang menolak menyelenggarakan RUPS Luar Biasa tersebut 1

dapat berlindung pada prinsip business judgment rule. Untuk memperoleh jawaban dari permasalahan, dilakukan penelitian hukum normatif disertai pendekatan perundangundangan. Penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum, baik yang tertulis di dalam buku, maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Pendekatan perundang-undangan, yaitu dengan meneliti peraturanperaturan yang berlaku, karena penelitian ini akan terfokus pada aturan hukum yang sekaligus sebagai tema sentral penelitian. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, artinya data hasil penelitian diolah dan diuraikan untuk memberikan gambaran faktafakta sehubungan dengan kewajiban Direksi dalam penyelenggaraan RUPS Luar Biasa. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa, penyelenggaraan RUPS Luar Biasa juga merupakan kewajiban Direksi yang diberikan oleh undang-undang dan/atau anggaran dasar, walaupun UU PT tidak secara tegas menyebutkan dalam pasal-pasalnya dan Direksi bukan merupakan organ Perseroan yang mutlak berwenang menyelenggarakan RUPS Luar Biasa. Direksi, dalam kedudukannya sebagai pengurus dan yang mewakili Perseroan, memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan RUPS Luar Biasa sewaktu-waktu bila kepentingan Perseroan menghendakinya. Direksi memiliki tanggung jawab berdasarkan fiduciary duty dalam memenuhi kewajibannya menyelenggarakan RUPS Luar Biasa. Direksi wajib menyelenggarakan RUPS Luar Biasa dengan penuh itikad baik, kepedulian, dan loyalitas terhadap Perseroan demi kepentingan Perseroan semata-mata. Direksi yang menolak atau tidak mau menyelenggarakan RUPS Luar Biasa setelah dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian menilai bahwa tidak ada urgensi kepentingan Perseroan yang menghendaki diselenggarakannya RUPS Luar Biasa tersebut dapat dikategorikan sudah melaksanakan fiduciary duty-nya. Business judgment rule akan melindungi Direksi dari derivative action oleh pemegang saham atas keputusan penolakan Direksi untuk menyelenggarakan RUPS Luar Biasa, yang dalam UU PT mengacu pada ketentuan Pasal 97 ayat (5), apabila penolakan tersebut disebabkan oleh penilaian Direksi bahwa: a). Tidak adanya urgensi kepentingan Perseroan yang menghendaki diselenggarakannya RUPS Luar Biasa tersebut, b). Agenda rapat yang dimintakan untuk dibahas atau disetujui dalam RUPS Luar Biasa akan membawa dampak buruk terhadap kepentingan Perseroan atau bertentangan dengan hukum, c). Permintaan RUPS Luar Biasa diajukan secara bertentangan dengan hukum, d). Permintaan RUPS Luar Biasa 2

tidak disertai dengan pembuktian secara sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan adanya kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS Luar Biasa. Sehubungan dengan hal tersebut, diharapkan dalam UU PT, setidak-tidaknya dalam aturan penjelasan, dapat dipertegas kewajiban Direksi dalam menyelenggarakan RUPS Luar Biasa, bahkan bila perlu memberikan sanksi yang tegas bagi Direksi yang tidak menyelenggarakan RUPS Luar Biasa serta memberikan kewenangan bagi Direksi untuk menolak menyelenggarakan RUPS Luar Biasa demi kepentingan Perseroan. Latar belakang Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal. Sebagai badan hukum, PT memiliki status, kedudukan dan kewenangan yang dapat dipersamakan dengan manusia sehingga disebut sebagai artificial person. Oleh karena itu, PT merupakan subyek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban yang diakui oleh hukum. Mengenai hal tersebut, Dirdjosisworo mengatakan bahwa: "Sebagai badan hukum atau artificial person, Perseroan Terbatas mampu bertindak melakukan perbuatan hukum melalui wakilnya. Untuk itu ada yang disebut agent, yaitu orang yang mewakili Perseroan serta bertindak untuk dan atas nama Perseroan. Karena itu, Perseroan juga merupakan subyek hukum, yaitu subyek hukum mandiri atau persona standi in judicio. Dia bisa mempunyai hak dan kewajiban dalam hubungan hukum sama seperti manusia biasa atau natural person atau natuurlijke persoon. Dia bisa menggugat ataupun digugat, bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban, utang piutang, mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia". 1 Teori organ yang dipelopori oleh Otto von Gierke mengatakan bahwa badan hukum bukanlah suatu hal yang abstrak, melainkan riil dengan membentuk kehendaknya melalui perantaraan organorgan badan tersebut. 2 Sebagai artificial person, PT juga memiliki organ, sebagaimana layaknya manusia, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris. Selayaknya manusia, PT juga memiliki kegiatan sehari-hari yang harus dilakukan. Organ PT yang langsung 1 Rachmadi Usman. Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas. (Bandung: Alumni. 2004), Hlm. 50. 2 Chidir Ali. Badan Hukum. (Bandung: Alumni. 1999), Hlm. 32-33. 3

bertanggung jawab penuh atas kepengurusan kegiatan sehari-hari ataupun rutin dari PT adalah Direksi, dengan diawasi oleh Dewan Komisaris. Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, dengan itikad baik dan penuh tangung jawab, serta kehati-hatian. Direksi memiliki kedudukan seperti sebagai seorang trustee atau fiducia dalam menjalankan tugasnya. Menurut pengalaman common law hubungan itu dapat didasarkan pada teori fiduciary duty. Hubungan fiduciary duty tersebut didasarkan atas kepercayaan dan kerahasiaan, yang dalam peran ini meliputi ketelitian, itikad baik, dan keterusterangan, serta didasarkan pada hubungan kepercayaan dengan standar yang tinggi. Kewajiban utama dari Direksi adalah kepada Perseroan secara keseluruhan, bukan kepada individu ataupun kelompok pemegang saham. Tanggung jawab penuh Direksi atas pengurusan Perseroan tersebut merupakan fiduciary duty dari seorang Direksi, yaitu bertanggung jawab terhadap Perseroan, bukan organ Perseroan lainnya, baik Rapat Umum Pemegang Saham ataupun Dewan Komisaris. Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi dibebani berbagai kewajiban sehubungan dengan pengurusan Perseroan, dalam hal ini termasuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham. Pemegang saham berhak atas terselenggaranya RUPS, menghadirinya dan mengeluarkan suara dalam RUPS. Pasal 78 ayat (1) UU PT membagi RUPS atas RUPS Tahunan dan RUPS lainnya. Penyelenggaraan RUPS Tahunan adalah bersifat rutin, sedangkan RUPS lainnya, yang dalam praktik sering dikenal dengan RUPS Luar Biasa, dapat dilaksanakan jika kepentingan Perseroan memerlukannya, sehingga bersifat insidentil. RUPS Tahunan wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 6 bulan setelah tahun buku berakhir. RUPS Luar Biasa tidak wajib diadakan, namun dapat diadakan jika kepentingan Perseroan menghendakinya. Dalam perkembangannya penerapan prinsip fiduciary duty telah menimbulkan kekhawatiran yang mendalam bagi Direksi dalam mengambil keputusan bisnisnya, terutama keputusan yang spekulatif. Hal tersebut akan menjadi masalah ketika ternyata keputusan tersebut merugikan Perseroan. Oleh sebab itu, untuk melindungi Direksi yang beritikad baik tersebut, muncul prinsip business judgment rule. Prinsip Business judgment rule ini memberikan 4

perlindungan bagi Direksi yang mengambil calculated business decision untuk tidak dihukum apabila nantinya keputusan bisnisnya, yang telah dilakukan demi kepentingan Perseroan semata-mata, merugikan Perseroan. Organ Perseroan Terbatas Sebagai subyek hukum, PT adalah artificial person, sesuatu yang fiksi, yang diciptakan oleh hukum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam melakukan perbuatan hukum. PT tidak mungkin memiliki kehendak dan juga tidak dapat melakukan tindakannya sendiri. Untuk membantu PT dalam melaksanakan tugasnya dibentuklah organ-organ, yang secara teoritis dikenal dalam teori organ badan hukum, yang bertindak untuk dan atas nama PT. Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat tiga organ PT, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 UU PT, yaitu: 1. Rapat Umum Pemegang Saham. 2. Direksi. 3. Dewan Komisaris. Dari ketiga organ tersebut Direksi merupakan satu-satunya organ dalam Perseroan yang melaksanakan fungsi pengurusan Perseroan di bawah pengawasan Dewan Komisaris. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, serta mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dewan Komisaris melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi, bilamana perlu. Sedangkan Rapat Umum Pemegang Saham hanya melaksanakan seluruh tugas dan fungsi Perseroan yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham Karakteristik dari suatu PT adalah adanya pemisahan antara pemilikan (saham) dalam Perseroan dan pengurusan PT. Walaupun demikian, pada umumnya pemegang saham tetap menginginkan suatu kontrol atau pengawasan terhadap jalannya Perseroan, sehingga para pendiri atau pemegang saham, dewasa ini, seringkali tidak menjadi pengurus atau pengelola dari PT yang didirikan. Adanya kontrol tersebut adalah untuk memastikan atau menjamin bahwa harta kekayaan para pemegang saham yang telah diasosiasikan dalam wadah PT tersebut tidak diganggu gugat sehubungan dengan kegiatan usaha yang dilaksanakan oleh PT tersebut. Peran pemegang saham ini kemudian disederhanakan menjadi peran yang 5

diletakkan dalam suatu Rapat Umum Pemegang Saham pada setiap tahunnya dalam bentuk RUPS Tahunan. Dalam hal tertentu, yang diperkirakan membawa akibat bagi finansial atau kebijakan yang luas dan besar bagi Perseroan, keterlibatan pemegang saham dapat juga dimintakan dalam bentuk penyelenggaraan RUPS Luar Biasa. Para pemegang saham sebagai perseorangan bukanlah merupakan alat atau organ dari Perseroan, melainkan yang menjadi alat/organ adalah RUPS. 3 Selanjutnya, Simanungkalit menyatakan bahwa: "RUPS adalah rapat umum yang dihadiri oleh para pemegang saham secara bersama-sama. Rapat umum ini menurut hukum dianggap mewakili atau mencetuskan kehendak dari Perseroan, sehingga keputusan yang diambil dalam rapat ini dianggap sebagai keputusankeputusan itu sendiri. Keputusan ini tidak dapat ditentang oleh siapa pun, kecuali jika keputusan tersebut bertentangan dengan undang-undang, atau maksud dan tujuan Perseroan yang dimuat dalam anggaran dasar". 4 3 Parasian Simanungkalit. RUPS Kaitannya Dengan Tanggung Jawab Direksi Pada Perseroan Terbatas. (Jakarta: Wajar Hidup. 2006). Hlm. 35. 4 Ibid. Sebagai upaya untuk tetap dapat mempertahankan konsep monitoring atau pengawasan dari para pendiri atau pemegang saham terhadap kebijakan pengurusan dan pengelolan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, kepada para pendiri atau pemegang saham diberikan saham-saham yang merefleksikan sampai seberapa jauh pemegang saham tersebut dapat melakukan pengawasan dan/atau mempengaruhi kebijakan pengurusan dan pengelolaan Perseroan sesuai dan maksud dan tujuan Perseroan melalui RUPS. Semakin besar jumlah saham yang dimiliki, semakin besar pula kewenangan yang dimilikinya dalam RUPS. Kebebasan bergerak tersebut sangat penting guna memanfaatkan peluang ekonomi demi keuntungan Perseroan. Selama Direksi telah menjalankan wewenangnya dalam batas ketentuan undang-undang dan/atau anggaran dasar, ia berhak untuk tidak mematuhi perintahperintah atau instruksi-instruksi dari organ lain baik dari Dewan Komisaris maupun dari RUPS. 5 Sehubungan dengan hal tersebut, Budiarto mengatakan bahwa: "Instruksi dari RUPS dapat saja tidak dipenuhi oleh Direksi, meskipun 5 Ali Rido. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum, Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf. (Bandung: Alumni. 1986). Hlm. 339. 6

Direksi diangkat oleh RUPS, sebab pengangkatan Direksi oleh RUPS tidak berarti bahwa wewenang yang dimiliki Direksi merupakan pemberian kuasa atau bersumber dari pemberian kuasa dari RUPS kepada Direksi, melainkan wewenang yang ada pada Direksi adalah bersumber dari undang-undang dan anggaran dasar. Oleh karena itu, RUPS tidak dapat mencampuri tindakan pengurusan Perseroan sehari-hari yang dilakukan Direksi, sebab tindakan Direksi semata-mata adalah untuk kepentingan Perseroan, bukan untuk RUPS". 6 Direksi Direksi atau disebut juga pengurus Perseroan adalah alat perlengkapan Perseroan yang melakukan semua kegiatan Perseroan dan mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sehingga ruang lingkup tugas Direksi ialah mengurus Perseroan. 7 Keberadaan Direksi dalam PT adalah sangat penting, dimana tidak mungkin suatu Perseroan tanpa adanya 6 Agus Budiarto. Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002), Hlm. 57-58. 7 Ibid. Hlm. 61. Direksi, dan sebaliknya Direksi tidak mungkin ada tanpa adanya Perseroan. Filosofi PT sebagai badan hukum yang mandiri menjadikan pihak luar yang tidak memiliki andil (saham) dalam PT tersebut tidak dapat turut campur, dan pengurus (Direksi) mempunyai kebebasan dalam mengelola PT asalkan dalam koridor manajemen yang benar. Kebebasan tersebut diberikan agar Direksi tidak dilingkupi dengan rasa takut atau ragu-ragu dalam membuat kebijakan bisnis, sehingga dapat menghasilkan kebijakan bisnis yang tepat. Namun, jika terbukti pengurus PT tidak menjalankan manajemen yang benar sehingga PT merugi, ia bertanggung jawab secara pribadi. Dalam peta bisnis moderen, posisi Direksi tidak selamanya dipegang oleh pemilik perusahaan, melainkan dipegang oleh para profesional di bidangnya. Dengan dikelolanya suatu badan usaha secara profesional, kemungkinan terjadinya konflik kepentingan dalam mengelola perusahaan dapat dicegah sedini mungkin. 8 Anggota Direksi diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Direksi dapat diangkat dari pemegang saham atau bukan 8 Sentosa Sembiring. Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas. (Bandung: Nuansa Aulia. 2006). Hlm. 43. 7

pemegang saham, bahkan pemegang jabatan Direksi sekaligus sebagai pemegang saham hanyalah suatu kebetulan, karena di dalam praktik sering dijumpai Direksi PT adalah bukan pemegang saham. 9 Pada umumnya, jabatan Direksi ditetapkan untuk jangka waktu tertentu paling lama lima tahun dengan hak untuk dipilih dan diangkat kembali berdasarkan keputusan RUPS. Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian. Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Direksi. Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut. Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS. Prinsip Fiduciary Duty Direksi dalam Pengelolaan Perseroan 9 Agus Budiarto. Op. Cit. Hlm. 62. Sebagai artificial person, Perseroan tidak mungkin dapat bertindak sendiri tanpa bantuan organ-organnya, seperti yang di Indonesia dikenal dengan RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris. Dalam menjalankan kegiatan dan aktivitasnya sehari-hari, Perseroan memiliki kepentingan tertentu yang dimuat dalam setiap akta pendirian dan anggaran dasar Perseroan. Setiap tindakan Direksi memiliki peran ganda, yaitu di satu pihak menunjukkan keberadaan atau eksistensi Perseroan, dan di lain pihak menjadi pembatasan bagi kecakapan bertindak Perseroan. 10 Direksi hanya berhak dan berwenang untuk bertindak atas nama dan untuk kepentingan Perseroan dalam batas-batas yang diizinkan oleh peraturan perundangundangan yang berlaku dan anggaran dasar Perseroan. Direksi memiliki limitasi (pembatasan) dalam bertindak atas nama dan untuk kepentingan Perseroan. Sehubungan dengan hal tersebut, Direksi Perseroan dalam menjalankan tugas kepengurusannya senantiasa harus: a. Bertindak dengan itikad baik. b. Memperhatikan kepentingan Perseroan semata-mata dan bukan kepentingan dari pemegang saham. c. Melakukan kepengurusan Perseroan dengan baik, sesuai dengan tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya, dengan tingkat kecermatan yang wajar, dengan ketentuan bahwa Direksi tidak diperkenankan untuk memperluas maupun mempersempit ruang lingkup geraknya sendiri. 10 Gunawan Widjaja. Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT. (Jakarta: Forum Sahabat. 2008). Hlm. 41-42. 8

d. Tidak berada dalam suatu keadaan yang dapat mengakibatkan kepentingan dan atau kewajibannya terhadap Perseroan berbenturan dengan kepentingan Perseroan, kecuali dengan pengetahuan dan persetujuan Perseroan. 11 Keempat hal tersebut di atas menjadi penting karena mencerminkan suatu hubungan saling ketergantungan di antara Perseroan dan Direksi, dimana kegiatan dan aktivitas Perseroan bergantung pada Direksi sebagai organ yang dipercayakan untuk melakukan pengurusan Perseroan. Keberadaan Perseroan merupakan sebab keberadaan Direksi, sehingga tanpa Perseroan, Direksi tidak akan pernah ada. Hubungan ini dinamakan dengan fiduciary relation, yang selanjutnya melahirkan fiduciary duty bagi Direksi terhadap Perseroan yang telah mengangkatnya sebagai pengurus dan perwakilan bagi Perseroan. 12 Fiduciary duty, pada dasarnya, merupakan suatu tugas dari seseorang yang disebut dengan trustee yang terbit dari suatu hubungan hukum antara trustee dengan pihak lain yang disebut dengan beneficiary. Pihak beneficiary memiliki kepercayaan yang tinggi kepada trustee, dan sebaliknya pihak trustee juga mempunyai kewajiban yang tinggi untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, dengan itikad baik yang tinggi dan penuh tanggung jawab. 13 Seseorang dikatakan mempunyai fiduciary duty manakala dia dipercayakan 11 Ibid. Hlm. 43. 12 Ibid. Hlm. 44. 13 Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law: Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 36-38. untuk berbuat sesuatu untuk kepentingan seorang lain atau untuk kepentingan pihak ketiga, di mana dia seolah-olah berbuat untuk kepentingan dirinya sendiri. Hubungan antara Direksi dengan Perseroan adalah unik, sebab walaupun ada hubungan fiduciary, tidaklah sama persis dengan hubungan antara trustee dengan beneficiary dalam suatu trustee agreement. Umumnya tugas untuk mengelola dengan penuh keahliannya dari Direksi kepada Perseroan derajatnya tidaklah setinggi yang terdapat dalam hubungan antara trustee dengan beneficiary dalam fiduciary relation dari suatu perjanjian trustee. 14 Dalam perkembangannya, pranata hukum trust yang melahirkan konsep fiduciary duty tersebut berhasil berinteraksi dengan hukum negara civil law, sehingga banyak ketentuan hukum negara civil law mulai memberlakukan konsep fiduciary duty tersebut dalam hukum perseroannya. Walaupun demikian, beberapa ahli hukum menganggap bahwa fiduciary duty selama ini adalah sebuah konsep yang cukup familiar di kalangan praktisi hukum civil law, yaitu statutory duty of good faith, yaitu kewajiban dari setiap orang dalam berhadapan dengan sesamanya untuk bertindak dengan itikad baik kepada mereka dalam melakukan segala sesuatu, yang diperintahkan oleh undang-undang. 15 Dalam hukum Perseroan, fiduciary duty merupakan suatu tindakan untuk dan atas nama orang lain, di mana seseorang mewakili kepentingan orang lain yang merupakan standar tertinggi dalam hukum. 14 Ibid. Hlm. 36. 15 Hendra Setiawan Boen. Bianglala Business Judgment Rule. (Jakarta: Tatanusa. 2008), Hlm. 95, 105. 9

Fiduciary duty adalah menyangkut tugas Direksi yang dilaksanakan berdasarkan suatu kepercayaan (trust), kecakapan, kehati-hatian dan ketekunan (duty of skill, care, and diligence), serta dengan itikad baik, kejujuran dan loyalitas kepada Perseroan. Prinsip fiduciary duty mengharuskan Direksi Perseroan menjalankan tugasnya untuk kepentingan Perseroan, di mana Perseroan mempunyai kepercayaan yang besar (great trust) kepadanya. Sementara di lain pihak, Direksi wajib mempuyai itikad baik (good faith), loyalitas (loyalty), kejujuran (honesty), kepedulian dan kemampuan (care and skill) dengan derajat yang tinggi (high degree) dalam menjalankan tugasnya kepada Perseroan. 16 Standar dari pelaksanaan duty of skill and care adalah bahwa Direksi harus melaksanakan tugasnya untuk mengelola Perseroan dengan itikad baik dan hati-hati sebagaimana orang biasa melaksanakan pengelolaan terhadap kekayaannya. 17 Pada prinsipnya, ada 2 (dua) fungsi utama dari Direksi Perseroan, yaitu sebagai berikut: 18 a. Fungsi manajemen, dalam arti Direksi melakukan tugas memimpin perusahaan. William mengatakan bahwa manajemen berarti penyelesaian pekerjaan melalui orang lain. Terry berpendapat bahwa manajemen meliputi proses yang terdiri dari kegiatan planning, organizing, actuating, dan controlling, yang diikuti dengan suatu ilmu pengetahuan dan keahlian Fungsi- 16 Munir Fuady. Op. Cit. Hlm. 51-52. 17 Hendra Setiawan Boen. Op. Cit. Hlm. 106 18 Munir Fuady. Op. Cit. Hlm. 32. fungsi manajemen secara efektif dipengaruhi kemampuan para manager dalam merespons faktorfaktor lingkungan, seperti teknologi, kondisi sosial, etika, termasuk politik dan hukum. 19 b. Fungsi representasi, dalam arti Direksi mewakili Perseroan di dalam maupun di luar pengadilan. Prinsip mewakili Perseroan di luar pengadilan menyebabkan Perseroan sebagai badan hukum akan terikat dengan transaksitransaksi atau kontrak-kontrak yang dibuat oleh Direksi atas nama dan untuk kepentingan Perseroan. Prinsip umum dalam hukum Perseroan adalah bahwa teori fiduciary duty dari Direksi berlaku, baik dalam kedudukan Direksi dalam menjalankan tugas manajemen, maupun terhadap pelaksanaan tugas-tugas representatif. 20 Berkaitan dengan fiduciary duty tersebut, secara umum ada dua hal yang dapat dikemukakan, yaitu: a. Direksi sebagai trustee bagi Perseroan. Sebagai trustee, Direksi bertanggung jawab kepada Perseroan sehubungan dengan berkurangnya nilai harta kekayaan Perseroan yang dipercayakan untuk diurus olehnya. b. Direksi adalah agen bagi Perseroan dalam mencapai tujuan dan kepentingannya. Sebagai agen, Direksi mewakili 19 Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis. Hukum Bisnis untuk Perusahaan. Teori & Contoh Kasus (Ed. 2). (Jakarta: Kencana. 2005), Hlm. 4. 20 Ibid. Hlm. 49. 10

Perseroan dalam setiap hubungan hukum Perseroan dengan pihak ketiga serta Direksi tidak bertanggung jawab atas setiap perbuatan yang dilakukan olehnya untuk dan atas nama Perseroan. 21 Sepanjang sejarah penerapan prinsip fiduciary duty, muncul beberapa pedoman dasar bagi Direksi dalam menjalankan fiduciary duty terhadap Perseroan yang dipimpinnya. Pedoman dasar tersebut adalah sebagai berikut: a. Fiduciary duty merupakan unsur wajib dalam hukum Perseroan. b. Dalam menjalankan tugasnya, Direksi tidak hanya harus memenuhi unsur itikad baik, tetapi juga harus memenuhi unsur tujuan yang layak. c. Pada prinsipnya Direksi dibebani prinsip fiduciary duty terhadap Perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaanlah yang dapat memaksakan Direksi untuk melaksanakan fiduciary duty tersebut. d. Dalam menjalankan fungsinya, Direksi juga harus memperhatikan kepentingan stakeholders, seperti pemegang saham dan buruh perusahaan. e. Direksi bebas dalam memberikan suara dan pendapat sesuai dengan keyakinan dan kepentingannya dalam setiap rapat yang dihadirinya. f. Direksi bebas dalam mengambil keputusan sesuai dengan pertimbangan bisnis dan sense of business yang dimilikinya, bahkan Pengadilan tidak boleh ikut campur mempertimbangkan sense of business Direksi tersebut. g. Direksi dilarang atau setidaktidaknya dibatasi atau diawasi dalam menjalankan tugasnya. Pengawasan tersebut misalnya dengan memberlakukan prinsip keterbukaan informasi terhadap setiap transaksi yang ada conflict of interest. 22 Kewajiban Direksi Dalam Menyelenggarakan RUPS Luar Biasa Ditinjau Dari Prinsip Fiduciary Duty Tanggung jawab Direksi pada dasarnya dilandasi oleh dua prinsip penting yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepadanya oleh Perseroan berdasarkan fiduciary duty, yaitu duty of loyalty dan duty of care. Kedua prinsip ini menuntut Direksi harus bertindak dengan itikad baik serta dengan penuh kepedulian serta kehati-hatian, semata-mata untuk kepentingan Perseroan. Pelanggaran terhadap fiduciary duty tersebut akan membawa Direksi pada tanggung jawab pribadi secara renteng. Prinsip umum dalam hukum Perseroan adalah bahwa teori fiduciary duty dari Direksi berlaku, baik dalam kedudukan Direksi dalam menjalankan tugas manajemen sebagai pengurus Perseroan, maupun terhadap pelaksanaan tugas-tugas 21 Gunawan Widjaja. Op. Cit. Hlm. 44-45. 22 Munir Fuady. Op. Cit. Hlm. 61-62. 11

representatif untuk mewakili Perseroan di dalam dan di luar pengadilan. Fiduciary duty merupakan unsur wajib dalam hukum Perseroan. Pada prinsipnya Direksi dibebani prinsip fiduciary duty terhadap Perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya Perseroan yang dapat memaksakan Direksi untuk melaksanakan fiduciary duty tersebut melalui forum RUPS. UU PT memberikan kewenangan kepada RUPS dalam hal: a. Penetapan perubahan anggaran dasar. b. Pembelian kembali saham. c. Penetapan penambahan modal Perseroan. d. Penetapan pengurangan modal Perseroan. e. Persetujuan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan. f. Penentuan penggunaan laba. g. Pengangkatan/pemberhentian/pemba gian tugas dan wewenang Direksi dan Dewan Komisaris. h. Persetujuan pengalihan/penjaminan kekayaan Perseroan. i. Persetujuan atas penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan Perseroan. j. Pembubaran Perseroan. Selanjutnya, untuk meninjau pemberlakuan fiduciary duty Direksi dalam menyelenggarakan RUPS Luar Biasa, harus dilihat keterkaitan antara tanggung jawab Direksi terhadap Perseroan dengan RUPS. Adapun tanggung jawab Direksi dalam kaitannya dengan RUPS pada umumnya adalah merupakan sebagian tugas dan wewenang Direksi terhadap Perseroan, yang dapat diuraikan sebagai berikut: a. Karena tugas dan wewenang setiap anggota Direksi serta besar dan jenis penghasilan Direksi ditetapkan oleh RUPS dan Direksi itu sendiri diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, sehingga Direksi bertanggung jawab kepada RUPS untuk memberikan laporan pertanggungjawaban mengenai segala pelaksanaan tugas dan wewenangnya terhadap Perseroan. b. Direksi wajib dan bertanggung jawab untuk membuat Risalah RUPS. c. Direksi bertanggung jawab melaksanakan pemanggilan dan penyelenggaraan RUPS Tahunan untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban seperti yang diatur dalam UU PT dan untuk kepentingan Perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS Luar Biasa. 12

d. Direksi menjalankan semua keputusan RUPS yang telah disahkan dalam rapat. e. Direksi wajib memberitahukan hasil keputusan RUPS kepada para pemegang saham. f. Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan Perseroan; g. Direksi wajib mengadakan dan meminta persetujuan RUPS untuk perubahan anggaran dasar, penambahan modal Perseroan, penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan dan pembubaran Perseroan. h. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya. Pemegang saham, atas nama Perseroan yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan. Tanggung jawab Direksi dalam kaitannya dengan RUPS adalah merupakan kewajiban yang diemban oleh Direksi dari wewenang dan tugas-tugas yang ditetapkan oleh undang-undang dan anggaran dasar Perseroan, yaitu melaksanakan RUPS, menjalankan hasil Keputusan RUPS dan memberikan pertanggungjawaban kepada RUPS. Keputusan RUPS merupakan acuan bagi Direksi untuk melaksanakan dan menjalankan tugas-tugas demi kepentingan Perseroan. Direksi, sebagai penerima kuasa dari Perseroan untuk mengurus dan mewakili Perseroan, diwajibkan untuk membuat dan memberikan laporan pertanggungjawaban kepada si pemberi kuasa, yaitu Perseroan, dalam forum RUPS. Sebagai bentuk pertanggungjawaban tersebut, Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS. Berdasarkan kewajiban untuk memberikan laporan pertanggungjawaban tersebut, UU PT memberikan kewajiban kepada Direksi untuk menyelenggarakan RUPS Tahunan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir. Direksi juga diwajibkan untuk melakukan pemanggilan RUPS kepada seluruh pemegang saham. Walaupun UU PT tidak dengan tegas menyebutkan dalam 13

pasal-pasalnya mengenai kewajiban Direksi dalam menyelenggarakan RUPS Tahunan ini, penulis berpendapat bahwa penyelenggaraan RUPS Tahunan tersebut tetap merupakan kewajiban dari Direksi yang ditetapkan oleh UU PT dan/atau anggaran dasar, karena bagaimanapun, menurut ilmu hukum Perseroan dan pandangan umum, Direksi diwajibkan untuk memberikan laporan pertanggungjawaban atas pengurusan Perseroan, yang hanya dapat dilakukan dalam forum RUPS. Selanjutnya yang menjadi perhatian adalah mengenai penyelenggaraan RUPS Luar Biasa. RUPS Luar Biasa merupakan rapatrapat di antara para pemegang saham Perseroan, yang dapat diselenggarkan sewaktu-waktu. RUPS Luar Biasa diselenggarakan khusus untuk membahas hal-hal tertentu yang dianggap perlu oleh pemegang saham. RUPS Luar Biasa bersifat insidentil, dan dapat diadakan sewaktuwaktu bila kepentingan Perseroan menghendakinya. RUPS Luar Biasa diselenggarakan sehubungan dengan beberapa hal tindakan Perseroan yang bersifat tidak tentu waktunya, namun memerlukan persetujuan RUPS dalam pelaksanaannya, yang dalam UU PT adalah sebagai berikut: a. Melakukan perubahan anggaran dasar. b. Pemberian jaminan perusahaan. c. Penjaminan kebendaan/pemberian agunan, penjualan atau pengalihan sebagian besar harta kekayaan PT. d. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan. e. Permohonan kepailitan dan pembubaran PT. Direksi Perseroan diberikan wewenang oleh UU PT untuk menyelenggarakan RUPS Luar Biasa atas inisiatif Direksi sendiri dan dapat juga dilakukan atas permintaan: a. 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; atau b. Dewan Komisaris; dengan didahului oleh kewajiban Direksi untuk melakukan pemanggilan RUPS Luar Biasa dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS Luar Biasa diterima, atau dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS Luar Biasa diadakan dengan tidak 14

memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS Luar Biasa, dalam hal penyelenggaraan RUPS Luar Biasa tersebut atas inisiatif Direksi sendiri. UU PT memang tidak menyebutkan secara tegas dalam pasal-pasalnya bahwa penyelenggaraan RUPS Luar Biasa merupakan kewajiban Direksi. Sebagai perbandingan, Pasal 66 UU PT lama hanya menentukan bahwa "Direksi berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya (RUPS Luar Biasa) untuk kepentingan Perseroan". UU PT sendiri tidak memberikan sanksi yang tegas bagi Direksi yang lalai ataupun tidak menyelenggarakan RUPS Luar Biasa. Sehubungan dengan hal tersebut, UU PT justru memberikan kewenangan bagi Dewan Komisaris untuk menggantikan peran Direksi dalam melakukan pemanggilan RUPS Luar Biasa, dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS Luar Biasa. Bahkan dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS Luar Biasa, pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS Luar Biasa dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan PT yang bersangkutan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS Luar Biasa tersebut. Ketua pengadilan negeri setelah memanggil dan mendengar pemohon, Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan RUPS Luar Biasa apabila pemohon secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS Luar Biasa. Ketua pengadilan negeri menolak permohonan dalam hal pemohon tidak dapat membuktikan secara sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS Luar Biasa. Dalam hal ini, Direksi bukan merupakan organ Perseroan yang mutlak berwenang menyelenggarakan RUPS Luar Biasa. Menurut penulis, walaupun UU PT tidak secara tegas menyebutkannya, penyelenggaraan RUPS Luar Biasa merupakan kewajiban Direksi yang secara implisit diberikan oleh undang-undang dan/atau anggaran dasar. Walaupun sifatnya insidentil dan Direksi bukan merupakan organ Perseroan yang mutlak berwenang menyelenggarakan RUPS Luar Biasa, Direksi, dalam kedudukannya sebagai pengurus dan yang mewakili Perseroan, 15

memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan RUPS Luar Biasa sewaktu-waktu bila kepentingan Perseroan menghendakinya. UU PT hanya memberikan rule kepada Direksi untuk berinisiatif menyelenggarakan RUPS Luar Biasa. UU PT bermaksud menyerahkan kepada internal PT untuk mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi yang diberikan kepada Direksi yang tidak atau lalai dalam menyelenggarakan RUPS Luar Biasa. Namun, karena sifatnya untuk kepentingan Perseroan semata-mata, Direksi wajib menyelenggarakan RUPS Luar Biasa. Pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, oleh karenanya pemegang saham berhak hadir dan memberikan suara dalam RUPS Luar Biasa, serta meminta penyelenggaraan RUPS Luar Biasa. Sehubungan dengan kewajiban Direksi dalam menyelenggarakan RUPS Luar Biasa tersebut, dapat dikatakan bahwa RUPS Luar Biasa merupakan hak pemegang saham secara kolektif yang wajib dipenuhi oleh Direksi. Wewenang Direksi untuk menyelenggarakan RUPS Luar Biasa merupakan fiduciary power yang harus dilaksanakan oleh Direksi hanya sematamata untuk kepentingan Perseroan. Sebagai pengurus dan yang mewakili PT, Direksi memiliki tanggung jawab berdasarkan fiduciary duty dalam memenuhi kewajibannya menyelenggarakan RUPS Luar Biasa. Direksi wajib menyelenggarakan RUPS Luar Biasa sewaktu-waktu dengan penuh itikad baik, kepedulian, dan loyalitas terhadap Perseroan, bilamana kepentingan Perseroan menghendaki diselenggarakannya RUPS Luar Biasa tersebut. Kewajiban Direksi dalam menyelenggarakan RUPS Luar Biasa memiliki dasar hukum dalam UU PT. Penyelenggaraan RUPS Luar Biasa diatur dan ditetapkan dalam UU PT, sehingga dapat juga dikatakan bahwa penyelenggaraan RUPS Luar Biasa termasuk dalam kategori statutory duty. Namun penulis berpendapat bahwa fiduciary duty Direksi-lah yang mewajibkan Direksi, dalam mengurus Perseroan, untuk menyelenggarakan RUPS Luar Biasa apabila kepentingan Perseroan menghendakinya. Walaupun UU PT telah menetapkannya, namun kewajiban penyelenggaraan RUPS Luar Biasa tersebut memiliki akar pada prinsip fiduciary duty, 16

apalagi sifatnya saja untuk kepentingan Perseroan semata-mata. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis menunjuk ketentuan Pasal 92 ayat (1) dan (2) serta Pasal 97 ayat (1) dan (2) UU PT sebagai dasar hukum bagi Direksi untuk mengurus Perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Walaupun sudah ditetapkan dalam UU PT sehingga dapat dikategorikan sebagai statutory duty Direksi, ketentuan tersebut berakar dari prinsip fiduciary duty yang mewajibkan Direksi, selayaknya seorang trustee dalam perjanjian trust, untuk mengurus kepentingan Perseroan berdasarkan suatu kepercayaan (trust), dengan itikad baik dan loyalitas kepada Perseroan disertai dengan kecakapan dan ketekunan. Dalam hal tersebut, undang-undang hanya memberikan dasar hukum tertulis, serta dengan menegaskan beberapa ketentuan atau larangan khusus bagi Direksi dalam rangka pengaturan dan penegakan prinsip fiduciary duty Direksi. Ketentuan undang-undang akan berkaitan dengan masalah legitimasi, interpretasi, sanksi, serta yurisdiksi yang menjadikan pengaturan fiduciary duty Direksi, sebagai bagian dari sistem hukum Perseroan, berfungsi dengan baik. Prinsip Business Judgment Rule bagi Direksi dalam Pengelolaan Perseroan Direksi wajib menyelenggarakan RUPS Luar Biasa sewaktu-waktu dengan penuh itikad baik, kepedulian, dan loyalitas terhadap Perseroan, apabila kepentingan Perseroan menghendaki diselenggarakannya RUPS Luar Biasa tersebut. Dari deskripsi tersebut, kata "apabila" memungkinan Direksi menolak untuk menyelenggarakan RUPS Luar Biasa. Kata "apabila" tersebut memungkinkan adakalanya Direksi menolak atau tidak mau menyelenggarakan RUPS Luar Biasa apabila kepentingan Perseroan tidak menghendaki diselenggarakannya RUPS Luar Biasa tersebut. Dalam hal inilah sangat diperlukan kecermatan dan kehatihatian dari Direksi untuk melihat apakah ada urgensi kepentingan Perseroan yang menghendaki diselenggarakannya RUPS Luar Biasa. Secara kasat mata, dengan mendalilkan bahwa jika kewajiban untuk menyelenggarakan RUPS Luar Biasa merupakan fiduciary duty Direksi, maka Direksi yang menolak atau tidak mau menyelenggarakan RUPS Luar Biasa telah melanggar fiduciary duty-nya. Namun yang menjadi perhatian adalah bagaimana halnya dengan Direksi yang menolak atau tidak 17

mau menyelenggarakan RUPS Luar Biasa setelah dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian melihat tidak adanya urgensi kepentingan Perseroan yang menghendaki diselenggarakannya RUPS Luar Biasa tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, Direksi dapat dikategorikan sudah melaksanakan fiduciary duty-nya, meskipun Direksi secara diam-diam telah mengeluarkan keputusan untuk menolak menyelenggarakan RUPS Luar Biasa. Dalam hal ini terbuka kemungkinan diajukannya derivative action terhadap Direksi. Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 80 ayat (4) UU PT, secara implisit, juga memberikan kemungkinan bagi Direksi untuk menolak permintaan penyelenggaraan RUPS Luar Biasa dalam hal yang meminta penyelenggaraan RUPS Luar Biasa tersebut tidak dapat membuktikan secara sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan adanya kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS Luar Biasa. Hal tersebut diperoleh melalui interpretasi penulis terhadap Pasal 80 ayat (4) UU PT yang memberikan kewenangan kepada ketua pengadilan negeri untuk menolak permohonan dalam hal pemohon tidak dapat membuktikan secara sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS Luar Biasa. Business judgment rule lahir sebagai akibat telah dilaksanakannya fiduciary duty oleh seorang Direksi. Dengan kata lain, fiduciary duty adalah pohon dari buah yang bernama business judgment rule. Business judgment rule merupakan satu-satunya pertahanan yang dapat dipakai oleh Direksi yang beritikad baik dalam melindungi dirinya dari gugatan pemegang saham ataupun kreditor akibat kerugian Perseroan yang disebabkan oleh keputusan Direksi. Business judgment rule hanya akan melindungi Direksi yang telah melaksanakan fiduciary duty-nya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, sehingga business judgment rule akan berperan dalam: a. Melindungi tanggung jawab pribadi seorang Direksi apabila terjadi pelanggaran. b. Membagi tanggung jawab di antara Perseroan dan Direksi, manakala terjadi kerugian Perseroan akibat keputusan Direksi. c. Memberlakukan pembenaranpembenaran terhadap keputusan bisnis Direksi. d. Mencegah pengadilan-pengadilan untuk mempertanyakan pengambilan 18

keputusan bisnis oleh Direksi, yang diambil dengan itikad baik, tanpa kepentingan pribadi, dan keyakinan yang dapat dipertanggungjawabkan bahwa Direksi telah mengambil suatu keputusan yang menguntungkan Perseroan. e. Memberikan beban pembuktian kepada pihak yang menyangkal berlakunya business judgment rule bagi Direksi terhadap suatu keputusan atau tindakan bisnis tertentu yang mengatasnamakan Perseroan, untuk membuktikan bahwa Direksi dalam mengambil keputusan atau tindakan tidak mendasarkannya pada prinsip fiduciary duty. f. Memberikan izin kepada pengadilan untuk melakukan penilaian terhadap setiap keputusan dari Direksi, untuk memeriksa dan meneliti secara obyektif terhadap kualitas keputusan Direksi yang dilakukan secara limitatif. Penilaian tersebut tidak untuk menilai sesuai atau tidaknya keputusan Direksi dengan kebijakan bisnis, namun sepanjang untuk memutuskan apakah keputusan Direksi tersebut memenuhi syarat-syarat berikut: 1) Sesuai dengan hukum yang berlaku. 2) Dilakukan dengan itikad baik. 3) Dilakukan dengan tujuan yang benar (proper purpose). 4) Mempunyai dasar-dasar yang rasional. 5) Dilakukan dengan kehati-hatian (due care) seperti dilakukan oleh orang yang cukup hati-hati pada posisi yang serupa. 6) Dilakukan dengan cara yang secara layak dipercayainya (reasonable belief) sebagai yang terbaik (best interest) bagi Perseroan. Sebuah keputusan bisnis yang dilakukan oleh Direksi hanya dimengerti oleh pihak yang bergerak di bidang yang sejenis dan hakim tidak mungkin mengerti substansi dan rasionalitas di balik keputusan tersebut. Beberapa tindakan Direksi yang tidak dilindungi oleh business judgment rule antara lain adalah jika tindakan atau keputusan Direksi tersebut didasarkan pada/mengandung suatu kecurangan atau lahir dari suatu conflict of interest tanpa suatu keterbukaan atau merupakan perbuatan melawan hukum atau menerbitkan kerugian sebagai akibat kelalaian berat. Direksi yang melanggar fiduciary duty tidak dilindungi oleh business judgment rule. Dengan kata lain, terjadi atau tidaknya 19

pelanggaran terhadap fiduciary duty oleh Direksi dalam suatu Perseroan diukur dengan mempergunakan business judgment rule, dengan memperhatikan kepentingan Perseroan, pemegang saham Perseroan, khususnya pemegang saham minoritas, serta pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan Perseroan, termasuk para kreditor. Sehubungan dengan tidak diselenggarakannya RUPS Luar Biasa oleh Direksi, akan memberikan peluang bagi diajukannya gugatan melalui pengadilan negeri terhadap Direksi oleh pemegang saham, atas nama Perseroan, yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dengan pokok gugatan adanya kesalahan atau kelalaian Direksi yang menimbulkan kerugian pada Perseroan. Direksi akan bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan, jika gugatan tersebut dikabulkan. Seperti yang telah diuraikan, business judgment rule akan melindungi Direksi dari tanggung jawab pribadi asalkan Direksi tersebut telah melaksanakan fiduciary duty-nya. Keputusan Direksi yang menolak atau tidak mau menyelenggarakan RUPS Luar Biasa, setelah dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian melihat serta menilai bahwa tidak ada urgensi kepentingan Perseroan yang menghendaki diselenggarakannya RUPS Luar Biasa tersebut, akan dilindungi berdasarkan prinsip business judgment rule, meskipun tindakan atau keputusan Direksi tersebut telah menimbulkan kerugian bagi Perseroan. Dalam beberapa kasus di luar Indonesia, mengenai keputusan Direksi yang tidak menyelenggarakan RUPS Luar Biasa atas permintaan pemegang saham, pengadilan-pengadilan berpendapat bahwa: Jika alasan permintaan RUPS Luar Biasa tidak sah menurut hukum, Direksi berhak untuk menolak permintaan tersebut, dan RUPS Luar Biasa tidak boleh diselenggarakan berdasarkan alasan yang ditolak tersebut. Jika sebagian alasan permintaan RUPS Luar Biasa tidak sah menurut hukum, Direksi berhak menghapus alasan yang tidak sah tersebut dari mata acara RUPS Luar Biasa, namun Direksi harus menyelenggarakan RUPS Luar Biasa untuk alasan yang sah lainnya. Perlindungan melalui prinsip business judgment rule tersebut akan semakin nyata jika ternyata penolakan Direksi untuk menyelenggarakan RUPS Luar Biasa disebabkan oleh penilaian Direksi bahwa: a. Tidak adanya urgensi kepentingan Perseroan yang menghendaki 20

diselenggarakannya RUPS Luar Biasa tersebut. b. Agenda rapat yang diminta untuk dibahas atau disetujui dalam RUPS Luar Biasa akan membawa dampak buruk terhadap kepentingan Perseroan atau bertentangan dengan hukum. c. Permintaan RUPS Luar Biasa diajukan secara bertentangan dengan hukum. d. Permintaan RUPS Luar Biasa tidak disertai dengan pembuktian secara sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan adanya kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS Luar Biasa. Sehubungan dengan hal tersebut, jika terhadap Direksi diajukan derivative action oleh pemegang saham, maka Direksi dapat berlindung pada prinsip business judgment rule, yang dalam UU PT mengacu pada ketentuan Pasal 97 ayat (5) yang menentukan bahwa anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian Perseroan apabila dapat membuktikan: a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya. b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian. d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Di samping itu, Pasal 97 ayat (7) UU PT juga memberikan peluang bagi Direksi untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan untuk kepentingan Perseroan. Jika RUPS Luar Biasa memutuskan memberhentikan Direksi akibat perubahan susunan Direksi dan/atau Dewan Komisaris, karena sifat hubungan Direksi dengan Perseroan adalah hubungan kontraktual yang tidak melahirkan hubungan kerja, maka ia dapat menggugat keabsahan keputusan tersebut, apabila keputusan RUPS Luar Biasa ternyata diambil bertentangan dengan prosedur sebagaimana diatur oleh UU PT dan/atau anggaran dasar. Jika Direksi menang, maka ada dua kemungkinan keputusan yang dikeluarkan, yaitu: a. Pemberhentiannya batal demi hukum (seandainya ada prosedur yang dilanggar); atau b. Ia tetap diberhentikan dan memperoleh kompensasi (seandainya tidak ada prosedur yang dilanggar, 21

namun pemberhentiannya dilakukan dengan alasan yang tidak wajar). Tanggung jawab Direksi atas pengurusan Perseroan harus didasarkan pada prinsip fiduciary duty, yang standarnya didasarkan pada duty of care dan duty of loyalty. Sedangkan untuk pembelaan Direksi yang beritikad baik dapat dilindungi melalui prinsip business judgment rule. Fiduciary duty hanya dimiliki oleh Direksi yang memegang kebebasan cukup besar untuk menentukan jalannya Perseroan, sedangkan business judgment rule adalah wujud pembelaan bagi Direksi apabila dia dituduh telah mengambil keputusan bertentangan dengan fiduciary duty-nya. Relevansi pemberlakuan business judgment rule terhadap pelaksanaan fiduciary duty tersebut adalah sepanjang Direksi masih memiliki diskresi dan kewenangan penuh dalam menentukan kebijakan menjalankan roda Perseroan. Sebaliknya, business judgment rule akan menjadi sia-sia penerapannya jika dalam suatu Perseroan keputusan pemegang saham berpengaruh besar dalam Perseroan dan Direksi hanya pelaksana di lapangan, misalnya terdapat seorang atau beberapa orang pemegang saham mayoritas yang bermaksud untuk mengendalikan jalannya Perseroan. Penutup Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) diselenggarakan sehubungan dengan beberapa hal tindakan Perseroan yang bersifat tidak tentu waktunya, namun memerlukan persetujuan RUPS dalam pelaksanaannya. Tindakan tersebut seperti melakukan perubahan anggaran dasar, pemberian jaminan perusahaan, penjaminan kebendaan/pemberian agunan, atau penjualan/pengalihan sebagian besar harta kekayaan PT, penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan Perseroan, atau permohonan kepailitan dan pembubaran PT. Berdasarkan fiduciary duty-nya, Direksi wajib menyelenggarakan RUPS Tahunan, karena RUPS Tahunan merupakan wadah bagi Direksi untuk memberikan laporan pertanggungjawaban Direksi atas pengurusan Perseroan kepada Perseroan setiap tahunnya. Walaupun UU PT tidak secara tegas menyebutkan dalam pasalpasalnya, penyelenggaraan RUPS LB juga merupakan kewajiban Direksi yang diberikan oleh undang-undang dan/atau anggaran dasar. RUPS LB sifatnya insidentil, dan Direksi bukan merupakan organ Perseroan yang mutlak berwenang menyelenggarakan RUPS LB. Direksi, 22

dalam kedudukannya sebagai pengurus dan yang mewakili Perseroan, memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan RUPS LB sewaktu-waktu bila kepentingan Perseroan menghendakinya. Sebagai pengurus dan yang mewakili PT, Direksi memiliki tanggung jawab berdasarkan fiduciary duty dalam memenuhi kewajibannya menyelenggarakan RUPS LB. Direksi wajib menyelenggarakan RUPS LB sewaktu-waktu dengan penuh itikad baik, kepedulian, dan loyalitas terhadap Perseroan, bila kepentingan Perseroan menghendaki diselenggarakannya RUPS LB tersebut. Business judgment rule lahir sebagai akibat telah dilaksanakannya fiduciary duty oleh Direksi. RUPS LB mengandung kepentingan subyektif pemegang saham, namun kehendak pemegang saham mayoritas belum tentu didukung oleh pemegang saham lain, terutama pemegang saham minoritas, dan belum tentu terbaik untuk Perseroan. Direksi yang menolak atau tidak mau menyelenggarakan RUPS LB setelah dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian menilai bahwa tidak ada urgensi kepentingan Perseroan yang menghendaki diselenggarakannya RUPS LB tersebut dapat dikategorikan sudah melaksanakan fiduciary duty-nya, meskipun Direksi secara diam-diam telah mengeluarkan keputusan menolak untuk menyelenggarakan RUPS LB. Kewajiban untuk menyelenggarakan RUPS Luar Biasa merupakan fiduciary duty Direksi, maka Direksi yang menolak atau tidak mau menyelenggarakan RUPS Luar Biasa telah melanggar fiduciary duty-nya. Namun yang menjadi perhatian adalah bagaimana halnya dengan Direksi yang menolak atau tidak mau menyelenggarakan RUPS Luar Biasa setelah dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian melihat tidak adanya urgensi kepentingan Perseroan yang menghendaki diselenggarakannya RUPS Luar Biasa tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, Direksi dapat dikategorikan sudah melaksanakan fiduciary duty-nya, meskipun Direksi secara diam-diam telah mengeluarkan keputusan untuk menolak menyelenggarakan RUPS Luar Biasa. Dalam hal ini terbuka kemungkinan diajukannya derivative action terhadap Direksi. Apabila Direksi pada saat mengambil keputusan telah melakukannya dengan pertimbangan yang matang, dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, maka, mengingat suasana bisnis yang penuh dengan ketidakpastian, seandainya keputusan tersebut ternyata merugikan 23