KATA PENGANTAR. Sehubungan dengan hal di atas, Puspendik Balitbang

dokumen-dokumen yang mirip
Penilaian Kelas (Classroom Assessment) dalam Penerapan Standard Kompetensi

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PROSES PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN SMA NEGERI 10 SAMARINDA TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

Perencanaan Pembelajaran Akuntansi Oleh: Annisa Ratna Sari, M.S.Ed. Penentuan dan Penyusunan Evaluasi Pembelajaran

Click to edit Master title style KELOMPOK IV : 1. MUJAENI 2. ELLA NURLELAWATI 3. MAIMUNAH 4. HERMANTO

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata asesmen berasal dari serapan bahasa Inggris yaitu assessment. Asesmen atau

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

PENILAIAN AUTENTIK DALAM KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi

Penilaian Berbasis Kinerja untuk Penjasorkes. Oleh : Tomoliyus

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Rosda Karya, 2013) hlm. 16. aplikasinya (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2009) hlm, 13

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KETERAMPILAN MENILAI (MENGEVALUASI)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB VI PENILAIAN DAN PENDEKATAN PENILAIAN

TEKNIK PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mencapai cita-cita luhur bangsa. Cita-cita luhur bangsa Indonesia telah tercantum

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

PENILAIAN HASIL BELAJAR DAN PENGELOLAAN NILAI

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses

PENILAIAN DALAM KURIKULUM 2013

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA IMPLEMENTASI KTSP DALAM PEMBELAJARAN

DAFTAR ISI. Contents A. LATAR BELAKANG B. TUJUAN C. RUANG LINGKUP KEGIATAN D. UNSUR YANG TERLIBAT E. REFERENSI...

ANALISIS MUATAN IPA PADA BUKU TEKS PELAJARAN TEMATIK TERPADU SD KELAS V TEMA 1 SUBTEMA 1 WUJUD BENDA DAN CIRINYA

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk memperjelas istilah pada permasalahan yang ada.

SUPLEMEN KEPALA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menjadi sebuah harapan, keinginan, tuntutan dan pandangan bersama. untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak

Disampaikan pada Pembekalan Mikro teaching Mahasiswa PGSD-UAD RINI NINGSIH, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. VIII. No. 2 Tahun 2010, Hlm

Lamp 1. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

PENILAIAN BERBASIS KELAS Nuryani Y.Rustaman*

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nuraini S., 2015

RANCANGAN PENILAIAN HASIL BELAJAR DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPDIKNAS DIT. PEMBINAAN SMA

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

TUGAS EVALUASI PROSES & HASIL PEMBELAJARAN KIMIA

BAB VI STANDAR PROSES PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BAHASA ARAB DI MADRASAH IBTIDAIYAH, TSANAWIYAH DAN ALIYAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. keaktifan siswa. Bahan uji publik Kurikulum 2013 menjelaskan standar penilaian

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 ((2)

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di Sekolah Dasar. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING. Oleh

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Indonesia telah mengalami sepuluh kali perubahan, yaitu Kurikulum

EDISI : 4 PENGEMBANGAN SILABUS. Modul : Pengembangan Silabus Soal-soal Pengembangan Silabus

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran untuk menambah wawasan di suatu bidang. Kompetensi

Keberhasilan suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa komponen. Dalam prosesnya, siswa dituntut untuk meningkatkan kompetensinya dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PANDUAN PENGEMBANGAN RPP

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC

BAB III STANDAR KOMPETENSI LULUSAN STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM

KONSEP PENILAIAN AUTENTIK PADA PROSES DAN HASIL BELAJAR

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB IV

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

ELEMEN PERUBAHAN KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan tujuan pendidikan secara umum. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab I yaitu seberapa baik penggunaan pendekatan saintifik dalam rencana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diartikan sebagai usaha atau kegiatan untuk mengembangkan

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

PEDOMAN PENDAMPINGAN PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENILAIAN PEMBELAJARAN IPA. Heru Kuswanto

KURIKULUM 2013 PELATIHAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi akan lancar apabila perbendaharaan katanya cukup memadai. Hal ini

I. PENDAHULUAN. kegunaan penelitian. Pembahasan secara rinci masing-masing kajian tersebut

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

EDISI : 2. PENGEMBANGAN RPP. Modul : Pengembangan RPP Soal-soal seputar RPP

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41

BAB IV STANDAR KOMPETENSI GURU. Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami standar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Astrid Sutrianing Tria, 2014

Transkripsi:

KATA PENGANTAR Penilaian adalah bagian dari kurikulum. Penilaian merupakan alat evaluasi yang berfungsi sebagai gambaran ketercapaian Standar Nasional pendidikan. Penilaian dalam kurikulum 2004 maupun 2013 memiliki cakupan yang sama untuk dinilai, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang dan terintegrasi dalam proses pembelajaran, sehingga dapat digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi untuk setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Implementasi Kurikulum 2013 berimplikasi pada model penilaian pencapaian kompetensi peserta didik yang harus dilakukan oleh pendidik. Penilaian oleh pendidik tidak hanya berfokus pada penilaian hasil belajar, tetapi juga harus memperhatikan proses penilaian yang sifatnya lebih kualitatif untuk proses perbaikan pembelajaran baik untuk pendidik maupun untuk peserta didik. Instrumen penilaian harus dirancang secara bervariasi sesuai tuntutan dalam kurikulum dan dibuat sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian yang tepat. Untuk dapat mengembangkan penilaian sesuai tuntutan tersebut, maka dibutuhkan langkah-langkah perencanaan dan pengembangan instrumen penilaian yang tepat yang mengacu pada indikatorindikator pembelajaran dan kompetensi dasarnya. Sehubungan dengan hal di atas, Puspendik Balitbang Kemendikbud yang bergerak di bidang penilaian, menyempurnakan buku pedoman penilaian hasil belajar yang sudah dikembangkan sebelumnya, sesuai dengan kebijakan baru berkaitan dengan penilaian, sehingga secara umum buku ini dapat dijadikan acuan oleh pendidik dari sekolah-sekolah yang menerapkan kurikulum 2013. Buku ini diharapkan dapat digunakan untuk semua jenjang. Di samping itu, buku pedoman i

ini juga dilengkapi dengan buku pedoman teknis untuk beberapa mata pelajaran pada jenjang SD, SMP, dan SMA yang lebih rinci lagi tentang teknis perancangan, pengembangan dan pengolahan hasil penilaian untuk setiap mata pelajaran. Buku pedoman penilaian hasil belajar ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan oleh para pendidik di lapangan dalam merancang, mengembangkan, dan melaporkan hasil penilaian yang harus dilakukan oleh pendidik di kelas. Jakarta, Januari 2015 Kepala Pusat, Prof. Ir Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI...iii BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1 B. Tujuan Penyusunan Pedoman Penilaian...5 C. Ruang Lingkup Pedoman Penilaian...5 D. Manfaat Pedoman Penilaian...6 BAB 2 A. B. C. D. BAB 3 A. B. C. D. STRATEGI DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KELAS...7 Perkembangan Kurikulum...8 Penilaian Otentik (Authentic Assessment)... 11 Penilaian Kelas... 12 Kaitan Penilaian Kelas dan Proses Pembelajaran... 17 MODEL-MODEL PENILAIAN KELAS... 20 PENILAIAN SIKAP... 21 PENILAIAN PENGETAHUAN... 46 PENILAIAN KETERAMPILAN (KINERJA)... 73 PENILAIAN PORTOFOLIO... 98 BAB 4 PENGOLAHAN, PELAPORAN DAN PEMANFAATAN HASIL PENILAIAN...125 A. Pengolahan Hasil Penilaian...126 B. Pelaporan dan Pemanfaatan Hasil Penilaian...140 BAB V PENUTUP...149 DAFTAR PUSTAKA iii

iv

BAB I PENDAHULUAN Pedoman Penilaian Kelas oleh Pendidik A. Latar Belakang Penilaian (assessment) merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, UNESCO menyatakan assessment as a lever to reform education. Istilah penilaian (assessment) sering dipertukarkan secara rancu dengan dua istilah lain, yakni pengukuran (measurement) dan evaluasi (evaluation). Pada hal ketiga istilah tersebut memiliki makna yang berbeda, walaupun memang saling berkaitan. Pengukuran, penilaian, dan evaluasi merupakan suatu hirarki. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan sesuatu dengan sesuatu sejenis yang digunakan sebagai kriteria; penilaian adalah proses menafsirkan dan mendeskripsikan bukti-bukti hasil pengukuran, sedangkan evaluasi adalah kegiatan memutuskan atau menetapkan sesuatu berdasarkan hasil-hasil penilaian. Di abad XXI yang mengalami perkembangan luar biasa dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan transformasi nilai-nilai budaya, menyebabkan penilaian juga mengalami pergeseran paradigma. Penilaian yang dirancang guru tidak bisa hanya terfokus pada penilaian kognitif. Penilaian berbagai keterampilan belajar dan berpikir, literasi, serta kemampuan memecahkan masalah kehidupan nyata dalam rangka membentuk kecakapan hidup justru harus mendapatkan porsi yang lebih banyak. Guru tidak cukup hanya menilai apa yang diketahui siswa tetapi juga harus menekankan pada apa yang dapat dilakukan oleh siswa. Karena itu penilaian harus bersifat otentik, bukan artifisial; juga harus mencapai level berpikir 1

tingkat tinggi, yang menuntut berpikir logis, analitis, kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan maslah (problem solving) pada konteks kehidupan nyata. Beberapa pakar pendidikan mensinyalir bahwa proses pembelajaran dan penilaian di sekolah-sekolah kita belum bersifat otentik, karena belum menggunakan konteks kehidupan sehari-hari. Sejumlah pakar pendidikan menyatakan bahwa pembelajaran kita lebih banyak memaparkan fakta, pengetahuan, dan hukum, kemudian biasa dihafalkan, bukan mengaitkannya dengan pengalaman empiris dalam kehidupan nyata. Proses pembelajaran seperti di atas menjadi semakin tidak bermakna karena ternyata instrumen penilaian yang digunakan guru bersifat artifisial, tidak bersifat otentik yang menggunakan konteks kehidupan sehari-hari (daily life). Sinyalir para pakar pendidikan di atas sejalan dengan hasil studi internasional TIMSS dan PISA yang menunjukkan bahwa trend kemampuan rata-rata siswa Indonesia selalu di bawah ratarata internasional, umumnya siswa Indonesia hanya mampu mengingat fakta sederhana, terminologi, dan hukum-hukum tetapi belum mampu mengimplementasikannya untuk menjelaskan fenomena di sekitarnya, apalagi memecahkan permasalahan kehidupan nyata. Agar otentik, penilaian harus dirancang tidak hanya dilakukan di akhir proses pembelajaran atau hanya menilai hasil belajar (assessment of learning). Penilaian otentik juga harus dirancang menyatu dengan pembelajaran sehingga penilaian juga merupakan proses belajar (assessment for learning), apalagi jika proses penilaian tersebut dengan melibatkan siswa, maka siswa akan belajar menjadi penilai dirinya sendiri (assessment as learning). Pada hakikatnya, penilai terbaik bagi seorang siswa dalam proses belajar adalah dirinya sendiri. Bila penilaian dilakukan dengan tiga pendekatan di atas (assessment of, for, dan as learning) maka penilaian tidak hanya terfokus pada hasil yang 2

cenderung berdimensi kognitif, tetapi pasti juga menilai proses yang berdimensi keterampilan dan sikap. Tentu saja untuk menilai banyak dimensi diperlukan berbagai metode dan instrumen penilaian yang sesuai. Tidak ada satu metode penilaian yang mampu menyajikan semuanya. Setiap dimensi memerlukan metode dan instrumen penilaian sesuai karakteristiknya masing-masing. Karena itulah guru, sekolah, dan pemerintah harus merancang sistem penilaian, mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan sesuai prinsip dan aturan yang benar. Apalagi ketika diberlakukan kurikulum baru, yaitu Kurikulum 2013 seperti sekarang ini, hadirnya Standar Penilaian sebagai acuan utama dalam merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan hasil penilaian menjadi sangat diperlukan. Dalam implementasinya, Kurikulum 2013 sebenarnya sudah dilengkapi dengan Standar Penilaian Pendidikan sebagaimana dituangkan dalam Permendikbud Nomor 66 tahun 2013, Permendikbud Nomor 104 tahun 2013 tentang penilaian hasil belajar oleh pendidik, dan ditunjang lagi dengan Permendikbud Nomor 57 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SD/MI), Nomor 58 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SMP/MTs), dan Nomor 59 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SMA/MA), dan Nomor 60 tahun 2014 (tentang Kurikulum 2013 pada jenjang SMK/MAK). Peraturan-peraturan ini masih terus dikembangkan karena masih terdapat sejumlah inkonsistensi, kekurangjelasan, atau kekuranglengkapan pada aturan-aturan di atas, misalnya tentang konsep dan pelaksanaan penilaian otentik, perumusan kriteria mastery learning, teknik dan instrumen penilaian terutama untuk penilaian sikap, serta cara penskoran dan pelaporan. Munculnya permasalahan tentang penilaian dalam menerapkan kurikulum 2013 menyebabkan permendikbud 104 tentang penilaian dikaji kembali, sehingga direvisi menjadi permendikbud 53 tentang 3

standar penilaian hasil belajar oleh pendidik dan satuan pendidikan. Inkonsistensi, kekurangjelasan, atau kekuranglengkapan peraturan yang memayungi proses penilaian pendidikan berpotensi menimbulkan kekurangpahaman guru dan pemangku kepentingan terhadap konsep penilaian dan kekurangterampilan mereka mengimplementasikan proses penilaian. Hal ini dapat dilihat dari beberapa data empiris yang menunjukkan kemampuan guru dalam merancang instrumen penilaian sesuai indikator dan kompetensi dasar masih rendah dan instrumen penilaian yang dibuat guru masih dominan mengukur penguasaan pengetahuan, belum menyentuh bagaimana pengetahuan tersebut diterapkan dalam kehidupan nyata. Fakta sejenis dalam skala lebih besar ditunjukkan oleh hasil analisis Direktorat Pembinaan SMP (2014) yang menunjukkan guru-guru SMP di 76 kabupaten/kota dari 29 provinsi di Indonesia yang menguasai konsep penilaian sesuai Kurikulum 2013 baru berkisar 30%-42%, sedangkan yang mampu menerapkan penilaian sesuai Kurikulum 2013 lebih kecil lagi, hanya 25%37%. Berdasarkan deskripsi di atas, puspendik merasa perlu mengembangkan pedoman penilaian untuk Pendidikan Dasar dan Menengah yang lebih rinci dan lengkap yang dilengkapi dengan contoh-contoh yang mudah diadaptasi dan diimplementasikan, sehingga dapat memberikan kemudahan bagi guru, memandu, dan menjamin terlaksananya proses penilaian yang benar dan berkualitas. Buku pedoman ini berisi panduan untuk pendidik dalam melakukan penilaian kelas yang mencakup aspek afektif, kognitif, dan psikomotor, dan tidak secara khusus mengacu pada kurikulum tertentu, tetapi bersifat sangat umum. Tetapi contoh-contohnya mengacu pada kurikulum 2013 yang digunakan oleh pendidik di beberapa sekolah. 4

B. Tujuan Penyusunan Pedoman Penilaian Tujuan penyusunan Pedoman Penilaian Hasil Belajar oleh pendidik adalah: 1. memberikan arah dan kesatuan persepsi terhadap konsep penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah; 2. memberikan panduan tahap-tahap pengembangan instrumen beserta contohnya untuk penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah, mencakup penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan; 3. memberikan panduan dalam mengembangkan instrumen penilaian beserta contoh formatnya, sehingga diperoleh instrumen yang standar dan berkualitas; 4. memberikan panduan analisis hasil penilaian beserta contohnya, untuk penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah; dan 5. memberikan panduan mekanisme pelaporan capaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sehingga mampu memberikan informasi yang akurat dan akuntabel C. Ruang Lingkup Pedoman Penilaian Sebagaimana diuraikan dalam PP Nomer 19 Tahun 2005 jo PP Nomer 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan, bahwa penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah dilakukan oleh: a) pendidik/guru, b) satuan pendidikan (sekolah/madrasah), dan c) pemerintah. Pedoman penilaian ini hanya menguraikan penilaian yang dilakukan oleh pendidik/guru yang dikenal dengan penilaian kelas (classroombased assessment). Pedoman penilaian oleh satuan pendidikan dan oleh pemerintah akan diuraikan pada pedoman tersendiri. Penilaian kelas oleh pendidik mencakup penilaian sikap (attitude), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan 5

(performance). Di dalam kurikulum 2013 ketiga ranah tersebut tersirat dalam capaian Kompetensi Inti 1 (KI-1): Sikap Spiritual, Kompetensi Inti 2 (KI-2): Sikap Sosial, Kompetensi Inti 3 (KI-3): Pengetahuan, dan Kompetensi Inti 4 (KI-4): Keterampilan. Untuk setiap jenjang pendidikan dikembangkan contoh-contoh instrumen penilaian yang sesuai dengan pendekatan pembelajaran yang diterapkan, misalnya untuk SD/MI instrumen penilaian memperhatikan pembelajaran tematik, sedangkan untuk SMP/MTs memperhatikan pembelajaran terpadu, dan pada jenjang SMA/MA memperhatikan karakteristik masingmasing pembelajaran. D. Manfaat Pedoman Penilaian Dengan tersusunnya Pedoman Penilaian untuk Pendidikan Dasar dan Menengah ini diharapkan memberikan manfaat: 1. tidak terjadi perbedaan persepsi atau ketidaksinkronan antar bentuk-bentuk penilaian yang dituangkan pada aturan penilaian pada Pendidikan Dasar dan Menengah yang menimbulkan kebingungan di lapangan; 2. tersedia acuan yang operasional bagi guru dalam mengembangkan instrumen penilaian, melakukan penilaian, mengolah, dan melaporkan hasil penilaian secara akurat dan akuntabel; dan 3. tersedia contoh-contoh instrumen penilaian yang standar beserta formatnya sehingga memberikan kemudahan bagi pendidik untuk mengadaptasi atau mengembangkan sendiri instrumen-instrumen yang sejenis. 6

BAB 2 STRATEGI DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KELAS Pedoman Penilaian Kelas oleh Pendidik Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, mengamanatkan bahwa pembelajaran pada tingkat dasar dan menengah mengikuti Standar Penilaian. Standar penilaian adalah standar nasional pendidikan berkaitan dengan penilaian pada jenjang tingkat dasar dan menengah yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut penilaian hasil pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. Dalam rangka melakukan pembaharuan sistem pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara berkala melakukan penyempurnaan kurikulum nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Upaya penyempurnaan kurikulum ini merupakan respon atas berbagai kritik dan tanggapan terhadap konsep dan implementasi kurikulum 2004 yang dianggap memiliki beberapa kelemahan dan kekurangan, baik dari segi substansi maupun pendekatan dan organisasi kurikulum. Perubahan kurikulum ini juga paralel dengan diterapkannya otonomi pendidikan di tingkat kabupaten dan kota, serta pendekatan manajemen berbasis sekolah (schoolbased management) dan pendidikan berbasis masyarakat (community-based education). Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan kurikulum 2004 yang disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum ini disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Tujuannya adalah untuk mendorong peserta didik agar mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan) apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan 7

pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan tersebut diharapkan peserta didik memiliki kompetensi yang mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan ketrampilan secara terintegrasi yang jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga dapat menghadapi berbagai persoalan dan tantangan menghadapi perkembangan abad 21. Implementasi Kurikulum 2013, berimplikasi pada model penilaian pencapaian kompetensi peserta didik. Penilaian pencapaian kompetensi lebih menekankan pada proses sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi untuk menentukan sejauhmana peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, penilaian pencapaian kompetensi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh pendidik, satuan pendidikan, Pemerintah dan/atau lembaga mandiri. Penilaian pencapaian kompetensi oleh pendidik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan pencapaian kompetensi peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan. Penilaian juga dapat memberikan umpan balik kepada pendidik agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses pembelajaran berikutnya. A. Perkembangan Kurikulum Suatu sistem pendidikan membutuhkan suatu standar, serendah apapun suatu standar tetap diperlukan karena berperan sebagai patokan dan sekaligus pemicu untuk memperbaiki kualitas mutu. Dalam konteks pendidikan, standar diperlukan sebagai acuan minimal (dalam hal kompetensi) yang harus dipenuhi oleh seorang lulusan dari suatu lembaga pendidikan sehingga setiap calon lulusan dinilai apakah yang 8

bersangkutan telah memenuhi standar minimal yang telah ditetapkan. Penyempurnaan kurikulum 2013 merupakan bagian dari pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu dan berimbang. Dalam Kurikulum 2013 Kompetensi Inti merupakan operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan dalam bentuk kualitas yang harus dikuasai peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu. Gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dicapai peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills. Kompetensi Inti tersebut berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Kompetensi Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari peserta didik. Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait, yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi inti 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi inti 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching), yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok 4). Perubahan kurikulum tersebut tidak hanya sekedar penyesuaian substansi materi dan format kurikulum sesuai dengan tuntutan perkembangan, tetapi juga adanya pergeseran paradigma (paradigm shift) dari pendekatan pendidikan yang 9

berorientasi masukan (input-oriented education) ke pendekatan pendidikan berorientasi hasil atau standar (outcome-based education). Secara lebih sederhana, apa yang harus ditetapkan sebagai kebijakan kurikuler secara nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bergeser dari pertanyaan tentang apa yang harus diajarkan (kurikulum) ke pertanyaan tentang apa yang harus dikuasai anak (standar kompetensi) pada tingkatan dan jenjang pendidikan tertentu. Perubahan paradigm ini berimplikasi pada perubahan penilaiannya yang lebih menekankan pada penilaian selama proses pembelajaran untuk ketercapaian kompetensi peserta didik. Diterapkannya standar kompetensi sebagai acuan dalam proses pendidikan diharapkan semua komponen yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan di semua tingkatan, termasuk peserta didik itu sendiri akan mengarahkan upayanya pada pencapaian standar dimaksud. Diharapkan dengan pendekatan ini pendidik memiliki orientasi yang jelas tentang apa yang harus dikuasai anak di setiap tingkatan dan jenjang, serta pada saat yang sama memiliki kebebasan yang luas untuk mendesain dan melakukan proses pembelajaran yang ia pandang paling efektif dan efisien untuk mencapai standar tersebut. Dengan demikian, pendidik didorong untuk menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) serta tidak berorientasi pada pencapaian target kurikulum semata. Pendekatan standar kompetensi memiliki ciri, antara lain: Adanya visi, misi dan tujuan pendidikan yang disepakati secara bersama di tingkat nasional Adanya standar kompetensi lulusan (exit outcome) yang secara konsisten dan jelas dijabarkan dari tujuan pendidikan Adanya kerangka kurikulum dan silabus yang merupakan artikulasi yang ketat dari kompetensi lulusan Adanya sistem penilaian acuan kriteria (criterion-referenced assessment) dan standar pencapaian (performance standard) yang diterapkan secara konsisten. 10

Implikasi dari diterapkannya standar kompetensi adalah proses penilaian yang dilakukan oleh pendidik, baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu, dalam menerapkan standar kompetensi pendidik harus mengembangkan matriks kompetensi belajar (learning competency matrix) yang menjamin pengalaman belajar yang terarah, Mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan (continuous authentic assessment) yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi. B. Penilaian Otentik (Authentic Assessment) Menurut Jon Mueller (2006) penilaian otentik merupakan suatu bentuk penilaian dimana peserta didik diminta untuk menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang bermakna. Prinsip-prinsip penilaian otentik. Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from, instruction), Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real world problems), bukan masalah dunia sekolah (school workkind of problems), Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar, Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensorimotorik) 11

C. Penilaian Kelas Penilaian kelas merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh pendidik untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan (standar komptensi, komptensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar). Hasil penilaian berbasis kelas dapat menggambarkan kompetensi dan kemajuan siswa selama di kelas. Dalam penilaian proses dan hasil belajar, terdapat tiga jenis utama penilaian yaitu: Penilaian untuk pembelajaran (assessment for learning), terjadi ketika pendidik menggunakan dugaan-dugaan mengenai perkembangan peserta didik sebagai bahan untuk mengembangkan pengajaran mereka (formatif) Penilaian sebagai pembelajaran (assessment as larning) terjadi ketika para peserta didik melakukan refleksi dan mengamati perkembangan pembelajaran mereka sebagai bahan untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran mereka dimasa depan (formatif) Penilaian hasil pembelajaran (assessment of learning) terjadi ketika para pendidik menggunakan bukti-bukti dari pembelajaran para peserta didik untuk menilai pencapaian peserta didik atas tujuan-tujuan dan standar-standar pembelajaran (sumatif). Dengan diterapkannya standar kompetensi sebagai acuan dalam proses pembelajaran, pendidik memiliki orientasi yang jelas tentang apa yang harus dikuasai peserta didik di setiap tingkatan dan jenjang, serta pada saat yang sama juga memiliki kebebasan yang luas untuk mendesain dan melakukan proses pembelajaran yang ia pandang paling efektif dan efisien untuk mencapai standar tersebut. 12

1. Karakteristik Penilaian Kelas Penilaian kelas adalah suatu usaha untuk membangun praktek mengajar yang lebih baik dengan melakukan umpan balik pada pembelajaran peserta didik lebih sistimatik, lebih fleksibel, dan lebih efektif. Pendidik siap menanyakan dan mereaksi pertanyaan peserta didik, memonitor bahasa badan dan ekspresi wajah peserta didik, mengerjakan pekerjaan rumah dan tes peserta didik, dan seterusnya. Penilaian kelas memberi suatu cara untuk melakukan penilaian secara menyeluruh dan sistimatik dalam proses pembelajaran di kelas. Berikut adalah karakteristik penilaian kelas. Pusat belajar. Penilaian kelas berfokus perhatian pendidik dan peserta didik pada pengamatan dan perbaikan belajar, dari pada pengamatan dan perbaikan mengajar. Penilaian kelas memberi informasi dan petunjuk bagi pendidik dan peserta didik dalam membuat pertimbangan untuk memperbaiki hasil belajar. Partisipasi aktif peserta didik. Karena difokuskan pada belajar, maka penilaian kelas memerlukan partisipasi aktif peserta didik. Kerjasama dalam penilaian, peserta didik memperkuat penilaian materi mata pelajaran dan skill dirinya. Pendidik memotivasi peserta didik agar meningkat dengan tiga pertanyaan bagi pendidik: (1) apakah kemampuan dasar dan pengetahuan saya sudah tepat untuk mengajar?; (2) bagaimana saya dapat menemukan bahwa peserta didik sedang belajar?; (3) bagaimana saya dapat membantu peserta didik belajar lebih baik? Karena pendidik bekerja lebih dekat dengan peserta didik untuk menjawab pertanyaan ini, maka pendidik dapat memperbaiki skill mengajarnya. Formatif. Tujuan penilaian kelas adalah untuk memperbaiki mutu belajar peserta didik. Penilaian bukan hanya untuk memberi nilai atau skor (grading) peserta didik, tetapi juga untuk mendapatkan informasi bagi perbaikan mutu belajar peserta didik. 13

Kontekstual spesifik. Pelaksanaan penilaian kelas adalah jawaban terhadap kebutuhan khusus bagi pendidik dan peserta didik. Kebutuhan khusus berada dalam kontekstual pendidik dan peserta didik yang harus bekerja dengan baik dalam kelas. Umpan balik. Penilaian kelas adalah suatu alur proses umpan balik (feedback loop) di kelas. Dengan sejumlah TPK, pendidik dan peserta didik dengan cepat dan mudah menggunakan umpan balik dan melakukan saran perbaikan belajar berdasarkan hasil-hasil penilaian. Untuk mengecek pemanfaatan saran tersebut, pimpinan sekolah menggunakan hasil penilaian kelas, dan melanjutkan pengecekan alur umpan balik. Karena pendekatan umpan balik ini dalam kegiatan di kelas setiap hari, maka komunikasi alur hubungan antara pimpinan sekolah, pendidik dan peserta didik dalam KBM akan menjadi lebih efisien dan lebih efektif. 2. Tujuan Penilaian Kelas Tujuan penilaian di kelas oleh pendidik hendaknya diarahkan pada empat (4) tujuan berikut (Chittenden, 1991). Penelusuran (Keeping track), yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran peserta didik tetap sesuai dengan rencana. Pendidik mengumpulkan informasi sepanjang semester dan tahun pelajaran melalui berbagai bentuk penilian kelas agar memperoleh gambaran tentang pencapaian kompetensi oleh peserta didik. Pengecekan (Checking-up), yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami peserta didik dalam proses pembelajaran. Melalui penilaian kelas, baik yang bersifat formal maupun informal pendidik melakukan pengecekan kemampuan (kompetensi) apa yang peserta didik telah kuasai dan apa yang belum dikuasai. Pencarian (Finding-out), yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran. 14

Pendidik harus selalu menganalisis dan merefleksikan hasil penilaian kelas dan mencari hal-hal yang menyebabkan proses pembelajaran tidak berjalan secara efektif. Penyimpulan (Summing-up), yaitu untuk menyimpulkan apakah peserta didik telah menguasai seluruh kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum atau belum. Penyimpulan sangat penting dilakukan pendidik, khususnya pada saat pendidik diminta melaporkan hasil kemajuan belajar anak kepada orang tua, sekolah, atau pihak lain seperti di akhir semester atau akhir tahun ajaran baik dalam bentuk rapor peserta didik atau bentuk lainnya. 3. Fungsi Penilaian Kelas Penilaian kelas yang disusun secara terencana dan sistimatis oleh pendidik memiliki fungsi motivasi, belajar tuntas, efektivitas pengajaran, dan umpan balik. Fungsi Motivasi, penilaian yang dilakukan oleh pendidik di kelas harus mendorong motivasi peserta didik untuk belajar. Fungsi Belajar Tuntas, penilaian di kelas harus diarahkan untuk memantau ketuntasan belajar peserta didik.. Fungsi sebagai Indikator Efektivitas Pengajaran, di samping untuk memantau kemajuan belajar peserta didik, penilaian kelas juga dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh proses belajar mengajar telah berhasil. Fungsi Umpan balik, hasil penilaian harus dianalisis oleh pendidik sebagai bahan umpan balik bagi peserta didik dan pendidik itu sendiri. 15

4. Prinsip Penilaian Kelas Agar penilaian kelas memenuhi tujuan dan fungsi sebagaimana dijelaskan di atas, perlu diperhatikan hal-hal berikut. Mengacu pada kemampuan (competency referenced), Penilaian kelas perlu disusun dan dirancang untuk mengukur apakah peserta didik telah menguasai kemampuan sesuai dengan target yang ditetapkan dalam kurikulum. Materi yang dicakup dalam penilaian kelas harus terkait secara langsung dengan indikator pencapaian kemampuan tersebut. Berkelanjutan (Continuous), Penilaian yang dilakukan di kelas oleh pendidik harus merupakan proses yang berkelanjutan dalam rangkaian rencana mengajar pendidik selama satu semester dan tahun ajaran. Didaktis, Alat yang akan digunakan untuk penilaian kelas berupa tes maupun non-tes harus dirancang baik isi, format maupun tata letak (layout) dan tampilannya agar peserta didik menyenangi dan menikmati kegiatan penilaian. Menggali Informasi, Penilaian kelas yang baik harus dapat memberikan informasi yang cukup bagi pendidik untuk mengambil keputusan dan umpan balik. Pemilihan metoda, teknik, dan alat penilaian yang tepat sangat menentukan jenis informasi yang ingin digali dari proses penilaian kelas. Melihat yang benar dan yang salah, Dalam melaksanakan penilaian, pendidik hendaknya melakukan analisis terhadap hasil penilaian dan hasil kerja peserta didik secara seksama untuk melihat adanya kesalahan yang secara umum terjadi pada peserta didik dan sekaligus melihat hal-hal positif yang diberikan peserta yaitu peserta didik yang memiliki kelebihan kecerdasan, pengetahuan, dan pengalaman sangat mungkin memberikan jawaban dan penyelesain masalah yang tidak tersedia pada bahan yang diajarkan di kelas. Analisis terhadap kesalahan jawaban dan penyelesaian masalah yang diberikan peserta didik sangat berguna untuk menghindari terjadinya 16

mis-konsepsi dan ketidakjelasan dalam proses pembelajaran. Pendidik harus hendaknya memberikan penekanan terhadap kesalahan-kesalahan yang bersifat umum tersebut. D. Kaitan Penilaian Kelas dan Proses Pembelajaran Penilaian kelas yang baik mempersyaratkan adanya keterkaitan langsung dengan aktivitas proses pembelajaran Demikian pula, pembelajaran akan berjalan efektif apabila didukung oleh penilaian kelas yang efektif oleh pendidik. Penilaian merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Kegiatan penilaian harus dipahami sebagai kegiatan untuk mengefektifkan proses belajar mengajar agar sesuai dengan yang diharapkan. Keterkaitan dan keterpaduan antara penilaian dan pembelajaran dapat digambarkan pada siklus di bawah ini. RENCANA MENGAJAR ANALISIS & PROJEK PENILAIAN Gambar 1 Keterkaitan Penilaian dan Pembelajaran Pada gambar di atas tampak jelas bahwa langkah yang pendidik lakukan dalam rangkaian aktivitas pengajaran meliputi penyusunan rencana mengajar, proses belajar mengajar, penilaian, analisis dan umpan balik. Dalam siklus pembelajaran, hal pertama yang harus dilakukan pendidik adalah menyusun rencana mengajar. Dalam menyusun rencana mengajar ini halhal yang harus dipertimbangkan meliputi rincian kompetensi yang harus dicapai peserta didik, cakupan dan kedalaman materi, 17

indikator pencapaian kompetensi, pengalaman belajar yang harus dialami peserta didik, persyaratan sarana belajar yang diperlukan, dan metoda serta prosedur untuk menilai ketercapaian kompetensi. Setelah rencana mengajar tersusun dengan baik, pendidik melakukan kegiatan belajar mengajar sesuai rencana tersebut. Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam proses belajar mengajar ini adalah adanya interaksi yang efektif antara pendidik, peserta didik, dan sumber belajar lainnya sehingga menjamin terjadinya pengalaman belajar yang mengarah ke penguasaan kompetensi oleh peserta didik. Untuk mengetahui dengan pasti ketercapaian kompetensi dimaksud, pendidik harus melakukan penilaian secara terarah dan terprogram. Penilaian harus digunakan sebagai proses untuk mengukur dan menentukan tingkat ketercapaian kompetensi, dan sekaligus untuk mengukur efektivitas proses belajar mengajar. Untuk itu, penilaian yang efektif harus diikuti oleh kegiatan analisis terhadap hasil penilaian dan merumuskan umpan balik yang perlu dilakukan dalam perencanaan proses belajar mengajar berikutnya. Dengan demikian, rencana mengajar yang disiapkan pendidik untuk siklus pembelajaran berikutnya harus didasarkan pada hasil dan umpan balik penilaian sebelumnya. Jika ini dilakukan, maka kegiatan belajar mengajar yang dilakukan sepanjang semester dan tahun pelajaran merupakan rangkaian dari siklus pembelajaran yang saling bersambung. Pembelajaran secara tuntas dan pencapaian kompetensi akan dapat dijamin apabila siklus pembelajaran yang satu terkait dengan siklus pembelajaran berikutnya. Agar tujuan penilaian tersebut tercapai, pendidik harus menggunakan berbagai metoda dan teknik penilaian yang beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik pengalaman belajar yang dilaluinya. Oleh sebab itu, pendidik hendaknya memiliki pengetahuan dan kemahiran tentang 18

berbagai metode dan teknik penilaian sehingga dapat memilih dan melaksanakan dengan tepat metode dan teknik yang dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses pembelajaran, serta pengalaman belajar yang telah ditetapkan. Di antara metode dimaksud adalah Penilaian Tertulis (paper-pencil) baik soal pilihan maupun uraian; Penilaian Kinerja (performance test) baik Penilaian Produk maupun Penilaian Projek; Penilaian Sikap; dan Portofolio. 19

BAB 3 MODEL-MODEL PENILAIAN KELAS Pedoman Penilaian Kelas oleh Pendidik Penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajaran yang dilakukan berhasil atau tidak. Beragam konsep dan metode penilaian sejauh ini telah dilakukanpendidik di sekolah.konsep dasar penilaian dalam Kurikulum 2013 diarahkan untuk menunjang dan memperkuat pencapaian kompetensi yang dibutuhkan oleh peserta didik di abad ke-21, yang menekankan pada penilaian kemampuan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tema pengembangan kurikulum adalah menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), pengetahuan (tahu apa), dan keterampilan (tahu bagaimana). Proses pencapaian ketiga aspek ini perlu dilakukan secara terintegrasi. Penyempurnaan kurikulum bertujuan untuk memberi jawaban terhadap beberapa permasalahan yang melekat pada kurikulum sebelumnya,dan mendorong peserta didik mampu lebih baik dalam mencapai kompetensinya. Pada kutikulum 2013 ketercapaian kompetensi ini dilakukan dengan meningkatkan kemampuan peserta didik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan (mempresentasikan)apa yang diperoleh atau diketahui peserta didik. Berdasarkan analisis kemampuan yang dibutuhkan oleh peserta didik di abad ke-21, maka penilaian didesain terutama untuk mendukung proses pembelajaran kreatif. Oleh karena itu, ketika menggunakan penilaian berbentuk tes atau tugas tertentu, maka pendidik hendaknya memberi ruang kreativitas jawaban yang beragam untuk melatih daya kritis dan kreativitas peserta didik. Dengan demikian, tugas yang diberikan tidak didesain 20

tertutup dalam arti hanya punya satu jawaban yang benar, bahkan pendidik diharapkan dapat mentolerir jawaban yang dianggap tidak biasa.selain itu ekspresi pengetahuan, seni, olahraga, dan lainnya juga harus mendapat ruang dan apresiasi dari pendidik. Selain itu peserta didik juga dilibatkan untuk melakukan penilaian sebagai bagian dari tanggung jawab peserta didik untuk bahan refleksi diri dari kemampuan yang sudah dicapainya. Konsep penilaian yang diajukan dalam Kurikulum 2013 adalah penilaian yang konstruktifatau menunjang pengembangan aspek sikap,pengetahuan, dan keterampilan peserta didik.untuk mencapai hal tersebut,pendidik harus menggunakan berbagai model dan teknik penilaian yang bervariasi sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik pengalaman belajar peserta didik. Oleh sebab itu, pendidik hendaknya memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang berbagai metode dan teknik penilaian sehingga dapat memilih dan melaksanakan penilaian dengan tepat melalui metode dan teknik yang dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses pembelajarannya, serta pengalaman belajar yang telah ditetapkan. Berikut ini akan dipaparkan berbagai model danteknik penilaian kelas yang dapat digunakan pendidik dalam menilai aspek sikap, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan. A. PENILAIAN SIKAP 1. Pendidikan Sikap Dalam Perspektif Pendidikan Sikap menurut konsep psikologi didifinisikan sebagai kecenderungan seseorang untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap sesuatu objek (Anastasi, 1982). Sementara Birren et. Al. (1981) mendefinisikan sikap sebagai kumpulan 21

hasil evaluasi seseorang terhadap objek, orang, atau masalah tertentu. Sikap menentukan bagaimana kepribadian seseorang diekspresikan. Lebih lanjut Birren menjelaskan bahwa sikap berbeda dengan ciri-ciri atau sifat kepribadian yang dapat didefinisikan sebagai pola kebiasaan atau cara bereaksi terhadap sesuatu. Sikap lebih merupakan "stereotype" seseorang. Oleh karena itu, melalui sikap seseorang, kita dapat mengenal siapa orang itu yang sebenarnya.penilaian sikap sebagai salah satu bentuk penilaian kelas ditujukan untuk pendidik dalam melakukan pembentukkan dan pembinaan terhadap sikap peserta didik. Dalam perspektif pendidikan, pendidikan sikap merupakan proses holistik yang diarahkan pada berkembangnya sikap dan karakter peserta didik yang dilandasi nilai-nilai dasar yang diperlukan dalam hidupnya sebagai seorang individu, warga negara, dan warga masyarakat global. Sementara sikap dalam konteks pendidikan karakter tidak hanya dibatasi pada pengertian kecenderungan individu baik yang berupa aspekafektif, kognitif, maupun konatif (behavioral tendency), melainkan lebih dimaknai dalam konteks internalisasi nilai, serta pembiasaan dan pembudayaan nilai sebagai landasan untuk bertindak dan berperilaku secara baik dan benar (Bahrul Hayat, 2015). Sebagai proses internalisasi dan pembiasaan serta pembudayaan nilai, pendidikan sikap sosial dan spiritual seringkali menggunakan empat (4) pendekatan secara integratif:1) membuat kurikulum khusus, 2) memberi kesempatan peserta didik untuk beraktivitas sesuai kehidupan nyata, 3) menyisipkan unsur-unsur non-kognitif pada seluruh kurikulum mata pelajaran, dan 4) mengembangkan iklim sekolah dan organisasi sekolah yang mendukung. Integrasi pendidikan sikap pada berbagai mata pelajaran di sekolah harus disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran. 22

Nilai-nilai dasar yang hendak diinternalisasi secara implisit menyatu dengan spirit dari isi mata pelajaran. Pendidikan sikap harus membedakan antara attitude knowledge and reasoning dengan attitude and moral behavior yang merupakan proses pembiasaan. Sebagai contoh, sikap menghormati pendapat teman, menghindari perilaku menyontek, membantu meminjamkan pulpen kepada teman yang kehilangan pulpen, dsb merupakan sikap yang bersifat generik untuk semua mata pelajaran. Tetapi, menjaga kebersihan lingkungan, memelihara dan merawat tanaman di sekolah merupakan sikap spesifik kepedulian lingkungan yang sangat terkait dengan mata pelajaran ilmu pengetahuan alam. Hasil pendidikan sikap harus dipahami sebagai: outcome bukan sebagai output proses pendidikan yang secara instant dapat diniliai oleh pendidik pada setiapkali menyelesaikan suatu proses pembelajaran. proses akumulatif yang bersifat judgmental pendidik terhadap perilaku peserta didik selama periode waktu tertentu (per semester) yang didasarkan pada observasi dan rekaman catatan harian dengan indikator perilaku yang disepakati dan ditetapkan. Metode dan teknik yang digunakan untuk penilaian sikap (attitude assessment) sebaiknya tidak harus menggunakan metode dan teknis pengukuran sikap (attitude measurement) sebagaimana dikembangkan dalam pendekatan psikometrik. Untuk menilai sikap yang terintegrasi dengan proses pembelajaran, pendidik dapat menggunakan catatan harian pendidik berdasarkan observasi, pertanyaan langsung, dan laporan pribadi yang berisi pandangan pribadi tentang suatu permasalahan. Pembentukkan sikap peserta didik dapat juga dilakukan dengan penilaian diri, dan penilaian antarteman sebagai bahan refleksi diri peserta didik. Penggunaan skala sikap 23

(Likert atau diferensial semantik) walaupun tidak disarankan namun tidak menutup kemungkinan pendidik untuk menggunakan teknik pengukuran sikap dengan metode ini apabila sudah memiliki instrumen yang handal dana reliabel. Kurikulum 2013 membagi aspek sikap menjadi dua yaitu (1) sikap spiritual yaitu sikap yang terkait dengan pembentukan perilaku peserta didik sebagai orang yang beriman dan bertakwa, dan (2) sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Kedua sikap tersebut saling beririsan seperti gambar berikut ini. Sikap Spiritual Sikap Sosial Penilaian terhadap sikap spiritual dapat dilakukan pendidik terhadap hal-hal yang berkaitanmenghargai, menghayati ajaran agama, dannilai-nilai yang terdapat dalam ajaran agama sepertikejujuran, menghormati orang yang lebih tua, menghargai orang lain dan lain-lain. Sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan penghayatan tidak dapat dilakukan karena bersifat abstrak. Penilaian terhadap sikap sosial dapat dilakukan pendidik terhadap hal-hal yang berkaitan dengan objek sikap sebagai berikut: (1) sikap yang berhubungan dengan perilaku interpersonal; (2) sikap yang berhubungan dengan kesuksesan akademik; (3) sikap terhadap penerimaan teman sebaya; dan (4) sikap-sikap yang berhubungan dengan nilai-nilai tertentu yang ingin ditanamkan dalam diri peserta didik seperti kejujuran, 24

kedisiplinan, tanggung jawab, toleransi, gotong royong, santun, dan percaya diri. 2. Pembentukan Sikap Menurut Klausmeier (1985), ada tiga model belajar dalam rangka pembentukan sikap yang sesuai dengan kepentingan penerapan dalam dunia pendidikan yaitu: Mengamati dan meniru. Pembelajaran model ini berlangsung melalui pengamatan dan peniruan. Bandura (1977) menyebut proses pembelajaran ini dengan pembelajaran melalui model (learningthroughmodeling). (Menurut Bandura, banyak tingkah laku manusia dipelajari melalui model, yakni dengan mengamati dan meniru tingkah laku atau perbuatan orang lain, terutama orang-orang yang berpengaruh Menerima penguatan Pembelajaran model ini berlangsung melalui pembiasaan operan, yakni dengan menerima atau tidak menerima atas suatu respon yang ditunjukkan.penguatan dapat berupa ganjaran (penguatan positif) dan dapat berupa hukuman (penguatan negatif). Dalam proses pembelajaran, pendidik atau orang tua dapat memberikan ganjaran berupa pujian atau hadiah kepada peserta didik yang berbuat sesuai dengan nilai-nilai ideal tertentu, atau sebaliknya memberi hukuman jika tidak berbuat sesuai dengan nilai dan norma yang ada. Menerima informasi verbal Informasi tentang norma tentang objek tertentu dapat diperoleh melalui lisan atau tulisan. Informasi tentang objek tertentu yang diperoleh oleh seseorang akan mempengaruhi pembentukan sikapnya terhadap objek yang bersangkutan. Melakukan pembiasaan dan pengkondisian Pembentukan sikap melalui proses pembiasaan bertujuan agar peserta didik terbiasa memiliki sikap yang diharapkan, 25

sedangkan dengan pengkondisian pesera didik akan lebih mudah untuk menunjukkan sikap yang diharapkan 3. Objek sikap yang perlu dinilai Penilaian sikap selama proses pembelajaran secara umum dapat dilakukan dalam kaitannya dengan berbagai objek sikap antara lain sebagai berikut. Sikapterhadapmatapelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap mata pelajaran. Dengan sikap positif dalam diri peserta didik akan tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang diajarkan. Oleh karena itu, pendidik perlu menilai tentang sikap peserta didik terhadap mata pelajaran yang diajarkannya. Sikapterhadappelajaran.pendidikmataPeserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap pendidik, yang mengajar suatu mata pelajaran. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap pendidik, akan cenderung mengabaikan halhal yang diajarkan. Dengan demikian, peserta didik yang memiliki sikap negatif terhadap pendidik pengajar akan sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh pendidik tersebut. Sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik juga perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran disini mencakup: suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran yang digunakan. Tidak sedikit peserta didik yang merasa kecewa atau tidak puas dengan proses pembelajaran yang berlangsung, namun mereka tidak mempunyai keberanian untuk menyatakan. Akibatnya mereka terpaksa mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung dengan perasaan yang kurang nyaman. Hal ini dapat mempengaruhi terhadap penyerapan materi pelajarannya. 26

Sikap terhadap pendidik mata pelajaran. Peserta didik perlu memiliki sifat positif terhadap pendidik yang mengajar mata pelajaran. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap pendidik akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan dan berdampak sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan pendidik tersebut. Sikap terhadap materi pembelajaranyang ada. Peserta didik juga perlu memiliki sikap positif terhadap materi pelajaran yang diajarkan, sebagai kunci keberhasilan proses pembelajaran. Sikap yang berhubungan dengan nilai-nilai tertentu yang ingin ditanamkan dalam diri peserta didik melalui materi suatu kompetensi dasar tertentu untuk kepentingan pembinaan sikap spiritual dan sosial.. 4. Sikap yang dinilai Perkembangan sikap dapat dilihat dari perilaku peserta didik yang diungkapkan dalam bentuk ucapan, cara berpikir, dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan Setiap saat ketika peserta didik menggunakan kata-kata dan kalimat (lisan atau tulisan) yang mencerminkan aspek atau sikap tertentu. Dalam cara berpikir Cara berpikir peserta didik dapat dilihat ketika berbicara dalam komunikasi biasa, dalam menjawab atau menulis jawaban atas suatu pertanyaan. Dalam bentuk perbuatan Bentuk perbuatan terlihat pada mimik ketika berbicara, dalam gerakan ketika melakukan sesuatu, dan dalam tindakan ketika berkomunikasi atau bekerja sama dengan teman, 27

pendidik, pegawai administrasi dan orang lain yang ada di sekolah. 5. Penilaian Sikap dalam pembelajaran di kelas Penilaian sikap sosial dan spiritual lebih tepat dinilai dengan pendekatan evaluative judgmentpendidik terhadap perilaku peserta didik melalui salah holistic format: judgment terhadap perilaku peserta didik secara menyeluruh dengan deskripsi yang eksplisit dari perilaku ideal (sangat baik) sampai perilaku kurang ideal (kurang baik) yang mencakup semua aspek sikap yang dinilai. analytic format: judgment terhadap perilaku peserta didik secara rinci untuk aspek sikap yang dinilai dengan indikator perilaku yang eksplisit yang menggambarkan perilaku ideal (sangat baik) sampai perilaku kurang ideal (kurang baik). Deskripsi perilaku untuk Holistic format (penilaian secara menyeluruh) dan indikator perilaku untuk analytic format (penilaian yang dibuat berdasarkan aspek-aspek tertentu)dirumuskan secara bersama antara pendidik dan sekolah dengan mengacu kepada nilai (values) yang ingin dikembangkan yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan moral peserta didik. Gunakan catatan harian, mingguan, bulanan, ataupun semester pendidik sebagai dasar dalam melakukan pertimbangan penilaiandan catatan pendidik tersebut juga menjadi instrumen dalam pembinaan perilaku peserta didik. Komunikasikan ringkasan catatan harian pendidik dalam bahasa yang positif kepada peserta didik dan orang tua peserta didik melalui laporan semester dalam rangka mengembangkan perilaku peserta didik ke arah positif.penilaian sikap peserta 28

didikdiarahkan pada fungsi pembinaan peserta didik secara individual. Contoh Instrumen Penilain sikap peserta didik dapat dilakukan pendidik dengan menggunakan lembar observasi (pengamatan), baik observasi tertutup maupun terbuka. Namun untuk melengkapi hasil penilaian sikap tersebut, pendidik juga dapat menggunakan penilaian diri danpenilaian antarteman sebagai penunjang.untuk memperkaya pengetahuan pendidik tentang instrumen penilaian sikap lainnya, berilut juga akan diuraikan tentang skala Likert dan Skala Diferensiasi Semantik. Berikut akan diuraikan contoh-contoh instrumen yang dapat digunakan pendidik dalam menilai sikap peserta didik. 1. Lembar Observasi Lembar observasi merupakan instrumen yang dapat digunakan oleh pendidik untuk memudahkan dalam membuat laporan hasil pengamatan terhadap perilaku peserta didik yang berkaitan dengan sikap spiritual dan sikap sosial. Catatan pengamatan yang dilakukan pendidik hanya dilakukan pada perilaku peserta didik yang tidak biasa. Berdasarkan catatan tersbut pendidik dapat membuat deskripsi penilaian sikap peserta didik yang bersangkutan. Sedangkan bagi peserta didik yang secara umum memperlihatkan sikap yang termasuk kategori berperilaku baik sekali, baik, cukup,ataupun kurang pendidik dapat membuat deskripsi untuk masing-masing kategori tersebut dan berikut saran pembinaan (bimbingan) yang akan dilakukan. Lembar observasi yang digunakan untuk mengamati sikap peserta didik di kelas maupun di luar kelasdapat berupa lembar observasi terbuka maupun tertutup. Observasi terbuka, yaitu pendidik mengamati perilaku secara langsung peserta didik yang diobservasinya. Pendidik dapat mencatat butir-butir inti dari perilaku peserta didik yang diamati secara terbuka. Hasil catatan tersebut kemudian 29

dikonstruksi kembali di akhir pengamatan. Cara terbaik untuk melalukan observasi ini adalah menyusun catatan sefaktual mungkin dan tidak melakukan interpretasi apa pun sehingga hasil observasi ini valid; Observasi tertutup yaitu pendidik mengamati peserta didik melalui panduan yang sudah disiapkan sebelum pengamatan. Panduan tersebut dapat berupa rating scale (skala rentang) atau daftar cek dsb. Dalam melakukan observasi terhadap sikap, hal yang perlu direkam adalah suasana atau keadaan ketika suatu perilaku terekam. Informasi tersebut penting karena perilaku itu terekam dalam suasana bebas tetapi terencana. Suasana terencana yang dimaksud adalah suasana yang tercipta sebagai kegiatan dalam proses pembelajaran yang direncpeserta didikan pendidik, seperti pada proses pembelajaran di kelas atau ulangan. Contoh 1. Lembar Observasi Terbuka Tanggal: Hari: Aspek yang No. Nama peserta Perilaku yang diamati didik ditampilkan 1. Deni Antasari 2. Ahmad Fadli 3. Ana Puspita dst Catatan: Perilaku yang ditampilkan berisikan perilaku yang tidak biasa atau kondisi khusus (bukan yang terjadi seharihari). 30