ANALISIS MENGENAI CARA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Oleh : Hj. MUSKIBAH, S.H., M.H. 1. Keywords:. Penyelesaian, Sengketa Konsumen.

dokumen-dokumen yang mirip
RATIO LEGAL PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DI DAERAH PADIMUN LUMBAN TOBING ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kekuatan Hukum Putusan BPSK Dalam Menjamin Perlindungan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu Badan/Lembaga independent, badan publik yang mempunyai

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN

BAB IV. A. Kekuatan Hukum Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Dalam Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Konsumen

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bervariasi, baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri.

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA LAYANAN JASA SPEEDY PADA PT TELKOM, Tbk CABANG PADANG SKRIPSI

B. Rini Heryanti, Dewi Tuti Muryati (dosen Fakultas Hukum USM) ABSTRAK

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

JURNAL. Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Pengecer yang melanggar ketentuan Pasal 4 UUPK dan Pasal 8 wajib

Oleh L.P Hadena Hoshita Adiwati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar

BAB IV PENUTUP. 1. Berdasarkan dari data-data yang telah penulis peroleh dari penelitian ini,

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Imam Baehaqi, dkk, 1990, Menggugat Hak: Panduan. Konsumen bila dirugikan, YLKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. maka pemerintah menaruh kepedulian akan hal tersebut dengan upaya. dilihat dengan keluarnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan oleh UUPK, BPSK Kota Semarang

J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan perekonomian, ada 2 (dua) pemain utama yang

Oleh : Made Dwi Pranata A.A. Sri Indrawati Dewa Gede Rudy Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. memberikan angin segar bagi masyarakat publik. Dalam peraturan tersebut

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan dan analisa mengenai penerapan alternatif

BAB I PENDAHULUAN. serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. 1

No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821, ps. 6 huruf a. Perlindungan hukum..., Dea Melina Nugraheni, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

KETERBATASAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Peran Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta

SILABI : PENGERTIAN TENTANG KONSEP ISTILAH-ISTILAH HUKUM DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN. a. Pengertian Konsumen. b. Pengertian Pelaku Usaha

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PRODUSEN TERHADAP MAKANAN DALUWARSA 1 Oleh: Yunia Mamarama 2

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017

BAB II PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. efektif hanya dalam kondisi jika Pelaku Usaha dan Konsumen mempunyai

Lex Crimen Vol. V/No. 6/Ags/2016. Kata kunci: Peran dan fungsi, lembaga pengawasan, pelaku usaha, perlindungan konsumen.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

BAB V PENUTUP. 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

SOSIALISASI PENTINGNYA BPSK TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DI DESA BUAHAN KAJA, KECAMATAN PAYANGAN, KABUPATEN GIANYAR, PROPINSI BALI ABSTRAK

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

(Studi Di Dinas Usaha Kecil Menengah, Perindustrian Dan Perdagangan Kota Batu dan Lembaga Perlindungan Konsumen) PENULISAN HUKUM OLEH: INA ZAKHINA

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. mengenal batas Negara membuat timbul berbagai permasalahan, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI LAYANAN OPERATOR SELULAR TELKOMSEL CABANG PADANG. Oleh : FADLI ZAINI DALIMUNTHE BP :

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BELANJA ONLINE DI LUAR PENGADILAN Oleh. Ni Komang Ayuk Tri Buti Apsari *

Kata Kunci: Penyelesaian Sengketa, Konsumen, BPSK, Pengadilan,

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian-uraian pada bagian pembahasan, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

I. PENDAHULUAN. Transportasi adalah suatu alat yang terus berlangsung dalam kehidupan manusia. 1

Lex Crimen Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2014

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan kehadiran manusia yang lain. Pada masa dahulu ketika kehidupan manusia

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU USAHA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA DI BIDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh: Merlin M. Paat 2

PERANAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENJUALAN OBAT-OBATAN MELALUI INTERNET

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT CACAT TERSEMBUNYI PADA PRODUK MINUMAN BOTOL

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

STIE DEWANTARA Sengketa Bisnis & Penyelesaiannya

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

ANALISIS YURIDIS UPAYA KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN KONSUMEN GABRIEL SIALLAGAN

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

HAK GUGAT PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTION) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN 1 Oleh : Muh. Syahrul R. Lamsu 2

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab PT NMI Terhadap Iklan yang Merugikan Konsumen

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN LEASING KENDARAAN BERMOTOR MELALUI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) Supriyanto & Triwanto ABSTRAK

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Produsen/Pelaku Usaha dan satu subjek hukum berperan sebagai pihak yang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ONLINE

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DAN PELAKU USAHA MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Transkripsi:

ANALISIS MENGENAI CARA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Oleh : Hj. MUSKIBAH, S.H., M.H. 1 ABSTR AK Secara faktual dalam kehidupan sehari-hari selalu terjadi atau timbul sengketa konsumen. Secara yuridis proses penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat ditempuh dengan menggunakan jalur litigasi (melalui pengadilan) dan jalur non litigasi. Penyelesaian melalui jalur non litigasi dilakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dengan cara Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase. BPSK tidak dapat berperan aktif dalam penyelesaian sengketa konsumen, hal ini disebabkan substansi pengaturan, prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa banyak mengandung kelemahan dan saling bertentangan sehingga BPSK tidak dapat berperan banyak dalam penyelesaian sengketa konsumen, terutama yang menyangkut keberatan mengenai putusan konsiliasi atau mediasi, serta penetapan eksekusi sama sekali belum ada pengaturannya. Keywords:. Penyelesaian, Sengketa Konsumen. I. Pendahuluan Salah satu masalah yang mendasar dari Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 (UUPK) adalah ketentuan mengenai penyelesaian sengketa konsumen. Untuk menyelesaikan sengketa konsumen, Pasal 45 Ayat (1) UUPK memberikan dua pilihan yaitu menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Apabila penyelesaian sengketa konsumen dilakukan di luar peradilan menurut Pasal 52 UUPK adalah melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dengan cara melalui mediasi, arbitrase,dan konsiliasi.gugatan yang sudah diajukan ke BPSK harus ditindaklanjuti oleh BPSK, dan BPSK wajib memberikan putusan. Putusan tersebut berdasarkan Pasal 56 Ayat (2) UUPK bersifat final dan mengikat, dengan kata lain tidak dapat dilakukan banding dan kasasi. Akan tetapi 1 Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi.

Lingkungan Hidup, Perlindungan Dan Pengelolaan, Hukum Islam 143 berdasarkan Pasal 54 Ayat (3) UUPK terhadap putusan tersebut dapat dimintakan upaya hukum (keberatan) ke pengadilan Negeri. Peluang mengajukan keberatan atas putusan BPSK kepada Pengadilan Negeri adalah bentuk campur tangan demikian besar dari lembaga peradilan umum terhadap penyelesaian sengketa melalui BPSK. Artinya kekuatan putusan dari BPSK secara yuridis masih digantungkan pada supremasi pengadilan sehingga tidak benar-benar final. Sementara dalam praktek pengajuan keberatan atas putusan BPSK di pengadilan Negeri berlaku hukum secara perdata umum, sehingga menambah panjang proses penyelesaian sengketa konsumen. Persoalan lainnya adalah dalam eksekusi terhadap putusan BPSK, agar mempunyai kekuatan eksekusi, putusan BPSK harus dimintakan penetapan eksekusi ke pengadilan, tetapi aturan mengenai tatacara permohonan eksekusi terhadap putusan BPSK tersebut belum ada. Berdasarkan hal itu tulisan ini mencoba membahas, bagaimana substansi, dan proses mengenai penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan UUPK, guna mewujudkan optimalisasi perlindungan terhadap konsumen. II. Perumusan Masalah Masalah yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah berkaitan dengan upaya untuk mengoptimalisasikan perlindungan terhadap konsumen. Dengan demikian masalah yang akan dibahas adalah : 1. Bagaimana proses penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan UUPK. 2. Bagaimana substansi pengaturan mengenai peran dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen. III. PEMBAHASAN 1. Proses Penyelesaian Sengketa Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi telekomunikasi dan informatika turut mendukung perluasan ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa hingga melintasi batas-batas wilayah suatu Negara. Kondisi demikian pada satu pihak sangat bermanfaat bagi kepentingan konsumen karena kebutuhannya akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat dipenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis barang dan/atau jasa sesuai dengan kemampuannya. Di lain pihak, kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang. Konsumen dapat menjadi objek aktivitas bisnis dari pelaku usaha melalui iklan, promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian-perjanjian

144 Lingkungan Hidup, Perlindungan Dan Pengelolaan, Hukum Islam standar yang merugikan konsumen. Hal ini disebabkan karena kurangnya pendidikan konsumen, dan rendahnya kesadaran akan hak-hak dan kewajibannya. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), yang mengatur tentang perlindungan terhadap konsumen menegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Dengan kata lain UUPK secara tegas telah memberikan jaminan perlindungan terhadap konsumen, jika konsumen dirugikan oleh pelaku usaha. Penyelesaian sengketa yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha,dapat diselesaikan melalui jalur litigasi (melalui pengadilan) dan jalur nonlitigasi (tidak melalui pengadilan).penyelesaian, melalui lembaga litigasi dianggap kurang efisien baik waktu, biaya, maupun tenaga,sehingga penyelesaian melalui lembaga non litigasi banyak dipilih oleh masyarakat dalam menyelesaikan sengketa dimaksud. Meskipun demikian pengadilan juga tetap akan menjadi muara terakhir bila di tingkat non litigasi tidak menemui kesepakatan 2. Sebagai lembaga yang berwenang menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen, BPSK dalam kewenangannya dapat menempuhnya dengan cara mediasi, konsiliasi atau arbitrase. UU perlindungan konsumen tidak mendefinisikan apa itu mediasi, konsiliasi atau arbitrase di bidang perlindungan konsumen. Hal ini kemudian dijelaskan lebih jauh dalam Keputusan Menperindag No. 350 Tahun 2001 tentang Tugas dan Wewenang BPSK. Dalam Kepmen tersebut, mediasi diartikan sebagai proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dengan BPSK sebagai penasehat dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak. Proses konsiliasi mirip dengan mediasi. Bedanya, dalam proses konsiliasi, BPSK hanya mempertemukan para pihak yang bersengketa. Sementara arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa kepada BPSK. Berdasarkan Hasil penelitian 3, ada beberapa kendala utama yang dihadapi BPSK dalam mengimplementasikan UU perlindungan konsumen. 1. Kendala Kelembagaan. 2. Kendala Pendanaan. 2 Aries Kurniawan, Peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen, Kompas 6 Agustus 2008, hlm.3. 3 Susanti Adi Nugroho, Mencari Ujung Tombak Penyelesaian Sengketa Konsumen, Hukum Online, 9 Mei 2009, hlm.1.

Lingkungan Hidup, Perlindungan Dan Pengelolaan, Hukum Islam 145 3. Kendala Sumber Daya Manusia BPSK. 4. Kendala Peraturan. 5. Kendala Pembinaan dan Pengawasan, dan Rendahnya Koordinasi antara Aparat Penanggung Jawab. 6. Kendala Kurangnya Sosialisai Terhadap Kebijakan Perlindungan Konsumen. 7. Kendala Kurangnya Respon Masyarakat Terhadap UU Perlindungan Konsumen dan lembaga BPSK. Menurut Susanti 4 : juga menyinggung problem yang muncul dalam eksekusi putusan BPSK. Berdasarkan Pasal 54 Ayat (3) UU Perlindungan Konsumen, putusan BPSK dari hasil konsilitasi, arbitrase,dan mediasi bersifat final dan mengikat.final berarti dan sebagai sesuatu yang harus dijalankan para pihak. Prinsip res judicata pro vitatate habetur-suatu putusan yang tidak mungkin lagi untuk dilakukan upaya hukum-dinyatakan sebagai putusan yang mempunyai kekuatan hukum pasti. Berdasarkan prinsip demikian, putusan BPSK mestinya harus dipandang sebagai putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde). Namun, coba bandingkan prinsip tersebut dengan Pasal 56 Ayat (2) UU Perlindungan Konsumen.Para pihak ternyata masih bias mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri paling lambat 14 hari setelah pemberitahuan BPSK. Hal ini bertentangan dengan sifat putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat. Masalah juga timbul pada saat eksekusi. Agar mempunyai kekuatan eksekusi, putusan BPSK harus dimintakan penetapan (fiat eksekusi) ke pengadilan. Dalam praktek, tidak mungkin memintakan penetapan eksekusi karena belum ada peraturan atau petunjuk tentang tata cara pengajuan keberatan terhadap putusan BPSK. Perma No. I Tahun 2006 tentang cara pengajuan keberatan terhadap putusan BPSK pada hakikatnya hanya mengatur mengenai pengajuan keberatan terhadap putusan BPSK. Pasal 2 Perma ini menegaskan bahwa yang bias diajukan keberatan adalah terhadap putusan arbitrase BPSK. Sedangkan keberatan mengenai putusan konsiliasi atau mediasi, serta penetapan eksekusi sama sekali tidak diatur. BPSK ini sebenarnya diadopsi dari model Small Claims Tribunal, dalam tatanan konsep memiliki potensi menjadi pilihan penyelesaian sengketa konsumen yang diminati.potensi-potensi tersebut antara lain : BPSK menjembatani antara mekanisme ADR (Alternatif Dispute Resolution) yang simple dan fleksibel dengan mekanisme pengadilan yang dimiliki otoritas; perpaduan ketiga unsure yang seimbang (Konsumen,pelaku Usaha dan pemerintah) dalam BPSK merupakan kekuatan dalam menyelaraskan konflik kepentingan; BPSK berfungsi 4 Ibid, hlm. 2.

146 Lingkungan Hidup, Perlindungan Dan Pengelolaan, Hukum Islam sebagai Quasi Pengadilan Plus (fungsi ajudikasi dan non ajudikasi); dan berdasarkan konsep yuridisnya BPSK berkedudukan di setiap Kota/Kabupaten. Jadi setidaknya jika dijalankan dengan baik BPSK telah memenuhi prinsip pengelolaan lembaga penyelesaian sengketa. 5 Dalam kenyataannya BPSK hingga kini justru semakin kehilangan pamor. Masyarakat pada umumnya lebih familiar dengan LPKSM semacam YLKI dari pada BPSK. Di sisi lain Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) kerap kebanjiran adauan dari konsumen. Atas aduan ini, YLKI biasanya memfasilitasi perdamaian antara pelaku usaha dan konsumen yang terkait. Pada prakteknya, dalam mendamaikan aduan konsumen ini, YLKI secara tidak langsung telah melakukan konsiliasi dan mediasi layaknya kewenangan BPSK. Dalam tahap konsiliasi ini, YLKI berusaha mempertemukan pelaku usaha dengan konsumen. Biasanya sengketa bias selesai di tahap ini. Jika konsiliasi ini gagal, YLKI masih bias menempuh langkah berikutnya, yaitu mediasi. Dalam tahap ini, YLKI memberikan nasihat kepada para pihak. Kalau perkaranya tidak terlalu rumit, biasanya juga berakhir di tahap mediasi ini. Tapi kalau tidak tercapai titik temu, akan direkomendasikannya ke BPSK 6. Dalam konteks sengketa konsumen, kehadiran BPSK yang dibentuk pemerintah, semestinya bisa menjadi bagian dari upaya perlindungan konsumen ketika sengketa dengan pelaku usaha. Pemerintah sebagai institusi pembentuk BPSK rasanya kurang serius dalam pengembangan BPSK sehingga benar-benar bisa menjadi optimal.kesan umum yang nampak baik pemerintah pusat maupun daerah lebih sibuk mengejar dan melayani investor dari pada memikirkan kepentingan publik termasuk hakhak konsumen. Diantara kendala-kendala yang bersifat multidimensi dalam pengelolaan BPSK, terdapat dua hal yang menjadi sumber persoalan yakni keberadaan peraturan perundang-undangan dan sumber daya manusia. Kedua persoalan tersebut saling terkait dan menyebabkan munculnya persoalan-persoalan lain yang mengakibatkan kurang berperannya BPSK selama ini. Selain hal tersebut diatas persyaratan bagi anggota BPSK yang diatur dalam Kepmenperindag RI No. 301/MPP/Kep/10/2001 tentang Pengangkatan, Pemberhentian, Anggota dan Sekretariat BPSK Nampak lebih mengedepankan aspek formal dari pada kapasitas maupun kompetensinya. Misalnya saja persyaratan pangkal/ golongan tertentu 5 Al.Wisnubroto, 2009. Alternatif Penyelesaian Sengketa Konsumen Butuh Progresivitas, Hukum Online.Com, 9 Mei 2009. 6 Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999,Hlm.17.

Lingkungan Hidup, Perlindungan Dan Pengelolaan, Hukum Islam 147 (minimal Pembina/Iva)bagi anggota BPSK dari unsur pemerintah seringkali mempersulit dalam pencarian dan perekrutan orang yang tepat. Pada umumnya pegawai pemerintah di daerah dengan golongan pangkat tersebut telah menduduki jabatan yang penting. Establish dan tentunya amat sibuk dengan tugas dinasnya sehingga sulit terlibat aktif dan progresif di BPSK. Padahal SDM sangat penting dalam menunjang operasional dan pengembangan BPSK. 2. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) diatur dalam UUPK No. 8 Tahun 1999 Bab XI Pasal 49 sampai Pasal 58. Pada Pasal 49 ayat (1) dinyatakan bahwa pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Badan ini merupakan peradilan kecil (Small Claim Court) yang melakukan persidangan dengan menghasilkan keputusan secara cepat,sederhana dan dengan biaya murah sesuai dengan asas peradilan. Disebut cepat karena harus memberikan keputusan dalam waktu maksimal 21 hari kerja ( Pasal 55), dan tanpa ada penawaran banding yang dapat memperlama proses pelaksanaan keputusan (Pasal 56 dan Pasal 58). Sederhana karena proses penyelesaiannya dapat dilakukan sendiri oleh pihak yang bersengketa, dan murah karena biaya yang dikeluarkan untuk menjalani proses persidangan sangat ringan. Keanggotaan BPSK terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen,dan unsur pelaku usaha,yang masing-masing unsur diwakili oleh 3-5 orang, yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (Pasal 49 ayat(3) dan ayat (5)UUPK ). Tugas dan wewenang BPSK berdasarkan ketentuan Pasal 52 UUPK antara lain, Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara mediasi, arbitrase dan atau konsiliasi. Untuk menindaklanjuti ketentuan undang-undang tersebut,menteri Perindustrian dan perdagangan RI telah mengeluarkan SK No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK diselesaikan melalui cara konsiliasi atau mediasi atau arbitrase, yang dilakukan atas dasar pilihan dan persetujuan para pihak yang bersangkutan, dan bukan merupakan proses penyelesaian sengketa secara berjenjang (Pasal 4 UUPK). Prosedurnya cukup sederhana, konsumen yang bersengketa dengan pelaku usaha bisa langsung datang ke BPSK Provinsi dimana mereka berada dengan membawa permohonan penyelesaian sengketa, mengisi form pengaduan dan juga berkas-berkas/dokumen yang mendukung pengaduannya. Pihak-pihak yang berpekara di BPSK tidak dikenai biaya perkara alias gratis. Sementara biaya operasional BPSK ditanggung APBD. Selain bebas biaya, prosedur pengaduan konsumen

148 Lingkungan Hidup, Perlindungan Dan Pengelolaan, Hukum Islam pun cukup mudah, yaitu hanya membawa barang bukti atau bukti pembelian/pembayaran, dan kartu identitas (KTP). Formulir pengaduan disediakan di sekretariat BPSK. Pihak BPSK lalu akan melakukan pemanggilan pada pihak-pihak yang bersengketa guna dipertemukan dalam prasidang. Dari prasidang itu bisa ditentukan langkah selanjutnya apakah konsumen dan pelaku usaha masih bisa didamaikan atau harus menempuh langkah-langkah penyelesaian yang telah ditetapkan antara lain dengan konsiliasi, mediasi, atau arbitrase. Penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dalam bentuk kesepakatan yang dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa, yang dikuatkan dalam bentuk keputusan BPSK (SK No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pasal 6). Putusan yang dikeluarkan BPSK dapat berupa perdamaian, gugatan ditolak, atau gugatan dikabulkan. Meski memiliki kewenangan dalam memutuskan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha, tetapi tidak banyak konsumen yang mau mempercayakan penyelesaian sengketanya kepada BPSK. Hal ini disebabkan substansi pengaturan, prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa banyak mengandung kelemahan dan saling bertentangan sehingga BPSK tidak dapat berperan banyak dalam penyelesaian sengketa konsumen. Menurut S. Sothi Rachagan di dalam Al Wisnubroto 7 ada beberapa prinsip yang musti harus dipenuhi dalam pengelolaan lembaga penyelesaian sengketa konsumen : 1. Aksesibiltas yakni bagaimana mengupayakan agar lembaga penyelesaian sengketa konsumen dapat diakses seluas-luasnya oleh masyarakat. Prinsip ini meliputi elemen-elemen seperti : biaya murah, prosedur yang sederhana dan mudah, pembuktian yang fleksibel, bersifat komprehensif,mudah diakses langsung, dan tersosialisasi serta tersedia di berbagai tempat. 2. Fairness dalam arti keadilan lebih diutamakan daripada kepastian hukum sehingga sebuah lembaga penyelesaian sengketa konsumen setidaknya harus bersifat mandiri (independent) dan dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat (public accountability). 3. Efektif, lembaga penyelesaian sengketa harus dibatasi cakupan perkaranya (kompleksitas dan nilai klaim) dan setiap perkara yang 7 Al.Wisnubroto, Alternatif Penyelesaian Sengketa Konsumen Butuh Progresivitas, Hukum Online.Com, 9 Mei 2009.

Lingkungan Hidup, Perlindungan Dan Pengelolaan, Hukum Islam 149 masuk harus diproses secepat mungkin tanpa mengabaikan kualitas penanganan perkara. Dalam hubungan tersebut diatas, agar BPSK sebagai lembaga yang diberi wewenang untuk menyelesaikan sengketa konsumen dapat berperan aktif, perlu penguatan peran BPSK dimasa akan datang, yaitu pertama dengan perubahan terhadap kaedah-kaedah yang mengatur BPSK, kedua mendesain BPSK dengan memadukan model pengadilan dan model ADR (Altenative Dispute Resolution) yang khas Indonesia. Hal ini Nampak misalnya dari konsep BPSK yang didasarkan UUPK merupakan salah satu lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan, namun dalam proses penyelesaian perkara diatur dengan hukum acara yang amat prosedural layaknya hukum acara perdata di pengadilan negeri. III. PENUTUP 1. Kesimpulan a. bahwa proses penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat ditempuh dengan menggunakan jalur litigasi dan jalur non litigasi. Penyelesaian melalui jalur non litigasi dilakukan oleh BPSK dengan cara Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase b. BPSK tidak dapat berperan aktif dalam penyelesaian sengketa konsumen, hal ini disebabkan substansi pengaturn, prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa banyak mengandung kelemahan. 2. Saran Perlu adanya perubahan-perubahan terhadap kaedah-kaedah yang mengatur Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), sehingga BPSK dapat berperan lebih aktif. DAFTAR PUSTAKA Ahmmmadi Miru dan Suratman Yodo, 2005. Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Raja Wali, Jakarta. Aries Kurniawan, 2008, Peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen, Kompas 6 Agustus 2008. Al.Wisnubroto, 2009. Alternatif Penyelesaian Sengketa Konsumen Butuh Progresivitas, Hukum Online.Com, 9 Mei 2009. Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta.

150 Lingkungan Hidup, Perlindungan Dan Pengelolaan, Hukum Islam Endang Sri Wahyuni, 2003, Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, Citra Aditya Bakti, Bandung. Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Cetakan Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Harian Kompas,2009, Undang-undang Perlindungan Konsumen Persulit Penyelesaian Sengketa. Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung. Janus Sidabolok, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. M. Ali Masyur, 2007, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam Perwujudan Perlindungan Konsumen, Genta Press, Yogyakarta. Nasution, AZ, 2003, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Rahmadi Usman, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung. Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, Citra Aditya Bakti, Bandung. Susanti Adi Nugroho, 2009, Mencari Ujung Tombak Penyelesaian Sengketa Konsumen, Hukum Online, 9 Mei 2009. Yusuf Shofie, 2003, Perlindungan Konsumen Dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Terhadap Konsumen. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa. Keputusan Menperindag Nomor 350 Tahun 2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK. Keputusan Menperindag Nomor 301 Tahun 2001 Tentang Pengangkatan, Pemberhentian Anggota dan Sekretariat BPSK.