BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability

dokumen-dokumen yang mirip
2015 PENGASUHAN YANG DILAKUKAN ORANG TUA YANG MEMILIKI LEBIH DARI SATU ANAK INTELLECTUAL DISABILITY

POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP ANAK. Pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas intelektual berbasis keluarga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BAB I PENDAHULUAN. Ernisa Purwandari, 2015

TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Devinisi pengasuh menurut arti kata, pengasuh memiliki kata dasar asuh yang artinya

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pendidikan yang terbaik yakni pendidikan yang mencangkup. kepada kebudayaan, pendidikan, nilai dan norma-norma kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kebutuhannya. Sekolah merupakan salah satu lembaga yang

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB IV ANALISIS PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL ANAK DI DESA WONOSARI KECAMATAN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MANFAAT GERAK FISIK OLAHRAGA BAGI KEMANDIRIAN INTELEKTUAL DISABILITAS

BAB I PENDAHULUAN. masa estetik. Pada masa vital anak menggunakan fungsi-fungsi biologisnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, seiring harapan untuk memiliki anak dari hasil pernikahan.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. baik secara ukuran (pertumbuhan) maupun secara perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

2015 METODE SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN INTERKASI SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLBN-A CITEUREUP

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

2016 RUMUSAN PROGRAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MERAWAT DIRI BAGI ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB X PALEMBANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, sekaligus dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. familiar dikehidupan masyarakat adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Keluarga merupakan orang terdekat dari seseorang yang mengalami

BAB II TINJAUAN TEORI. proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang. diharapkan oleh masyarakat pada umumnya (Casmini, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

Kepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

PERANAN NILAI BUDAYA DALAM MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

POLA PERLAKUAN ORANG TUA DAN DAMPAKNYA PADA PERILAKU ANAK USIA DINI DI KELURAHAN PISANG KECAMATAN PAUH KOTA PADANG JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Lingkungan yang mendukung perkembangan individu adalah lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya menuju dewasa. Remaja cenderung memiliki peer group yang

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kenikmatan dan pelengkap kebahagiaan dalam keluarga. Anak merupakan titipan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. peranan adalah untuk mengatur perilaku seseorang pada batas-batas tertentu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self regulated learning. (Najah, 2012) mendefinisikan self regulated learning adalah proses aktif dan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab I Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. Konsep diri merupakan terjemahan dari kata self-concept. William D.

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. istri. Ketika pasangan suami istri memutuskan untuk memiliki anak, mereka

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

MENGELOLA STRESS DAN MENGENDALIKAN EMOSI. dr Gunawan Setiadi Tirto Jiwo, Pusat Pemulihan dan Pelatihan Gangguan Jiwa

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability Beban pengasuhan orang tua dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dirasakan orang tua akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan orang tua dengan kemampuan orang tua dalam mengasuh. Menurut WHO (dalam Napolion, 2010, hlm 52), ada dua jenis pengelompkan beban keluarga, yaitu: Beban Objektif, yaitu beban yang berhubungan dengan masalah dan pengalaman anggota keluarga meliputi gangguan hubungan antar anggota keluarga, terbatasnya hubungan sosial dan aktifitas kerja, kesulitan finansial dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik anggota keluarga. Beban Subjektif, yaitu beban yang berhubungan dengan reaksi psikologis anggota keluarga meliputi perasaan kehilangan, kesedihan, cemas dan malu dalam situasi sosial, koping stress terhadap gangguan perilaku dan frustasi yang disebabkan karena perubahan hubungan. Sementara menurut Robinson (dalam Napolion, 2010, hlm 52) beban keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan kebutuhan khusus meliputi beban pekerjaan, keuangan, fisik, sosial, dan waktu. Rosenzweig (dalam Fitryasari, 2009, hlm 20) menekankan beban pekerjaan dirasakan ketika orang tua tidak mampu mengatur peran sebagai seseorang yang bekerja dan sebagai pengasuh dengan anak berkebutuhan khusus. Hal ini akan dirasakan sebagai beban yang berat oleh seorang Ibu yang bekerja, dimana Ibu adalah anggota 8

9 keluarga yang paling banyak terlibat dalam memberikan pengasuhan kepada anak dengan tunagrahita. Menurut Friedman (dalam Napolion, 2010, hlm 53) beban keluarga dengan anak tunagrahita diartikan sebagai stress atau efek dari anak dengan tunagrahita. Sedangkan menurut Hamid (dalam Napolion, 2010, hlm 53) stress pada keluarga dapat dilihat dari adanya gangguan pada fungsi keluarga. Kehadiran anak dengan Intellectual Disability di tengah keluarga akan membawa masalah pada orang tua. Jenis beban yang dirasakan keluarga terkait keberadaan anak dengan tunagrahita dapat berupa beban mental dan material, yaitu: a. Beban fisik, akan dirasakan sebagai kelelahan dan keluhan fisik oleh anggota keluarga yang terlibat dalam proses pengobatan dan perawatan. b. Beban sosial, terjadi saat keluarga merasa tidak diterima dimasyarakat karena ada salah satu anggota keluarga yang mengalami keterbatasan. c. Beban waktu, ini dialami oleh keluarga, karena hampir seluruh waktu dihabiskan untuk mengasuh dan merawat anak dengan tunagrahita, bahkan keluarga mengorbankan waktu pribadi, waktu untuk bekerja, waktu untuk bergaul dengan lingkungan, dan waktu untuk berbagi bersama dengan anggota keluarga yang lain. d. Beban keuangan, sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk memenuhi semua kebutuhan anak tunagrahita seperti terapi. Seluruh beban yang dirasakan orang tua merupakan permasalahan yang harus dihadapi oleh orang tua.

10 2. Pengasuhan a. Pengertian Pengasuhan Hoghughi (dalam NICHCY, 2003, hlm. 3) menyebutkan bahwa: pengasuhan mencakup beragam aktifitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik. Prinsip pengasuhan menurut Hoghughi tidak menekankan pada siapa (pelaku) namun lebih menekankan pada aktifitas dari perkembangan dan pendidikan anak. Oleh karenanya pengasuhan meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi dan pengasuhan sosial. Brooks (2001, hlm. 8) juga mendefinisikan bahwa: pengasuhan sebagai sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung perkembangan anak. Proses pengasuhan bukanlah sebuah hubungan satu arah yang mana orang tua mempengaruhi anak namun lebih dari itu, pengasuhan merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak yang dipengaruhi oleh budaya dan kelembagaan sosial dimana anak dibesarkan. Ginintansasi (2009, hlm. 3) pengasuhan atau disebut juga parenting adalah proses menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran anak hingga anak memasuki usia dewasa. Tugas ini biasanya dikerjakan oleh Ayah dan Ibu (orang tua biologis dari anak), namun bila orang tua anak biologisnya tidak mampu melakukan pengasuhan, maka tugas ini diambil alih oleh keluarga terdekat seperti kakek, nenek, dan saudara lainnya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang terus menerus antara orang tua dengan anak yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, baik secara fisik, mental maupun sosial, sebagai sebuah proses interaksi dan

11 sosialisasi yang tidak bisa dilepaskan dari sosial budaya dimana anak dibesarkan. b. Tipe Pengasuhan Menurut Hastuti (2010, hlm 11) gaya pengasuhan adalah cara interaksi pengasuh kepada anak asuh. Pada dasarnya ada dua tipe pengasuhan yaitu: gaya pelatihan emosi (parental emosional styles) dan gaya pendisiplinan. Gaya pelatihan emosi terbagi dua yaitu; gaya pengasuhan emosi (coaching) dan gaya pendisiplinan. Sedangakan untuk gaya pendisiplinan terbagi atas tiga yaitu: Otoriter (authoritarian), demokratis (authoritative), dan membiarkan (permissive). Tipe pengasuhan menurut Hastuti (2010, hlm 11), yaitu: Gaya pelatihan emosi (parental emosional styles) merupakan pola pengasuhan dimana pengasuh mampu membantu anak asuh untuk menangani emosi teurtama emosi negatif. Pengasuh tipe ini mampu menilai emosi negatif sebagai kesempatan untuk menciptakan keakraban tanpa kehilangan kesabaran. Bentuk pengasuhan ini berhubungan dengan kepercayaan pengasuh terhadap anak untuk mengatur emosi dan menyelesaikan suatu masalah sehingga pengasuh bersedia meluangkan waktu saat anak sedih, marah dan takut serta mengajarkan cera mengungkapkan emosi yang dapat diterima orang lain. Gaya pengabai emosi (dimsissing parenting style). Pola pengasuhan dimana pengasuh tidak punya kesadaran dan kemampuan untuk mengatasi emosi anak serta percaya bahwa emosi negatif sebagai cerminan buruknya keterampilan pengasuhan. Pengasuh tipe ini menganggap bahwa anak terlalu cengeng saat sedih sehingga pengasuh tidak menyelesaikan masalah anak dan beranggapan bahwa emosi anak akan hilang dengan sendirinya. Sementara itu untuk gaya pendisiplinan menurut Santrock (dalam Hastuti 2010, hlm 14) terbagi atas tiga, yaitu: Pendisiplinan otoriter (authoritarian), yaitu pola asuh dimana pengasuh memberi aturan yang ketat dan adanya otoritas dari

12 pengasuh untuk menetapkan aturan yang bersifat kaku dan tanpa penjelasan. Pengasuh dengan tipe ini biasa mendikte segala perbuatan yang seharusnya dilakukan anak serta tidak mengharapkan anak membantah keputusan yang telah ditetapkan. Pendisiplinan demokratis (authoritative) pola asuh ini dimana pengasuh memberi batasan yang tinggi namun juga memberi penjelasan sesuai pola pikir anak (toleran kepada anak). Pengasuh tipe ini memberikan batasan dan aturan kepada anak tetapi juga memberikan konsekuensi yang bersifat naluriah kepada anak apabila mereka melakukan kesalahan kepada anak. Selain itu pengaruh tipe ini juga menjelaskan pentingnya aturan yang telah disepakati dan mengapa aturan tersebut harus dijalani oleh anak. Pendisiplinan permissive merupakan pola asuh dimana pengasuhan tipe ini memberi aturan atau batasan yang longgar ke anak dan kurang memberi penghargaan atau penjelasan ke anak dalam memahami masalah kehidupan. Pengasuhan tipe ini lebih responsive terhadap kebutuhan anak namun tidak memberi batasan yang tepat bagi perilaku anak sehingga anak dapat membuat aturan, jadwal dan aktivitas sendiri. Hess, etc (dalam Berns, 1997, hlm 55) membandingkan gaya pengasuhan dari keluarga yang memiliki status sosial ekonomi tinggi dan rendah, diantaranya: a. Orang tua yang memiliki status sosio-ekonomi lebih rendah cenderung menekankan ketaatan, rasa hormat, kerapihan, kebersihan, dan menjauhi masalah, sedangkan orang tua dari status sosio-ekonomi lebih tinggi lebih suka menekankan kebahagiaan, kreativitas, ambisi, kebebasan, kewaspadaan, dan kontrol pribadi. b. Orang tua yang memiliki status sosio-ekonomi lebih rendah cenderung lebih mengontrol, otoriter, dan sewenang-wenang dalam kedisiplinan mereka dan siap menggunakan hukuman fisik, sedangkan orang tua dengan status sosio-ekonomi cenderung lebih demokratis. Mereka lebih suka menggunakan gagasan dengan anak mereka dan menjadi terbuka dengan opini anak mereka. c. Orang tua yang memiliki status sosio-ekonomi lebih tinggi cenderung menunjukan kehangatan dan kasih sayang kepada anak mereka dari pada orang tua yang memiliki status sosioekonomi lebih rendah.

13 d. Orang tua yang memiliki status sosio-ekonomi lebih tinggi lebih banyak berbicara dengan anaknya, memikirkan gagasan dengan anaknya, dan menggunakan bahasa yang kompleks dari pada orang tua yang memiliki status sosio-ekonomi lebih rendah. c. Metode dan Teknik Mengasuh Menurut Hastuti (2010, hlm 23) bahwa dalam mengasuh anak ada beberapa metode yang harus disesuaikan dengan karakteristik anak, diantaranya: 1) Pemberian Reward/Penghargaan, 2) Disiplin. 3) Time Out, 4) Role Modeling, 5) Encouragement, 6) Attension Ignore. Berikut akan dijelasakan masing-masing metode dan teknik mengasuh: Pemberian Reward atau Penghargaan kepada anak asuh biasanya dalam bentuk mainan, uang, makanan, dll. Namun reward bisa dalam bentuk privilages/keistimewaan yaitu hadiah yang memungkinkan anak asuh dapat memperoleh kebebasan dan kesempatan. Bentuknya dapat berupa waktu main yang lebih banyak, memperbolehkan anak asuh meminjamkan mainan yang disukainya. Saat memberikan reward pengasuh harus memperhatikan bahwa reward berupa sesuatu yang spontan sebagai penghargaan atas tindakan anak asuh yang baik dan untuk menyuap anak asuh. Reward bukan untuk mengubah perilaku anak asuh tapi menghargai hasil karya anak asuh. Disiplin pada anak asuh dapat menentukan kepercayaan diri sehingga mereka memiliki kontrol yang ada pada dirinya. Time Out adalah proses bagi anak asuh untuk menenangkan diri dan menyadari kesalahannya. Time out bukan hukuman, namun memberi waktu dan kesempatan pada anak asuh untuk memperoleh kontrol atas perilakunya. Tujuan time out untuk mengajarkan anak kontrol diri, mengakhiri perilaku keliru dan

14 memberi kesempatan pada anak asuh untuk memikirkan kembali tindakannya dan dampaknya. Role modeling yang dimaksud adalah anak asuh belajar dari mengamati tingkah laku, perbuatan, persepsi, pemikiran, cara berkomunikasi dari pengasuh yang ada disekitarnya sehingga perilaku positif dan cara komunikasi pengasuh dapat ditiru oleh anak asuh. Attention ignore dapat dilakukan pengasuh dengan memfokuskan pada perbuatan baik yang dilakukan oleh anak asuh sehingga akan mengulangi perbuatan tersebut. Dan mengabaikan perilaku buruk sehingga ia tidak akan mengulanginya lagi. Pengasuh juga perlu membatasi diri sampai berapa lama ia akan mengabaikan tindakan anak asuh untuk mengalihkan perhatiannya pada tindakan yang lebih positif. 3. Konsep Intellectual Disbaility Intellectual Disability menurut AAIDD (2011) (dalam Totsika, Hasting, Vagenas dan Emerson, 2014, hlm. 2) mendefinisikan intellectual disability sebagai berikut : Intellectual Disability is a disability that occurs before age 18. It is characterized by significant limitations in intellectual function and adaptive behavior as expressed in conceptual, social and practical skills. Intellectual Disability terjadi sebelum usia 18 tahun. Hal ini ditandai dengan keterbatasan yang signifikan dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif baik yang dinyatakan secara konseptual, sosial, maupun keterampilan adaptif secara praktis. Dari pengertian di atas bahwa seseorang Intellectual Disability mengalami keterbatasan yang berdampak kepada perkembangan anak, diantaranya 1) Fungsi Intelektual, dimana seseorang Intellectual Disability mengalami kesulitan seperti belajar, penalaran, pemecahan

15 masalah, dll. 2) Perilaku Adaptif, dimana seseorang Intellectual Disability mengalami keterbatasan dalam konseptual, sosial, dan keterampilan dalam kehidupan sehari-hari. Pada umumnya pengelompokan atau klasifikasi anak-anak dengan Intellectual Disability didasarkan pada tingkat Intellegence Quetient (IQ) mereka, seperti yang dijelaskan Blake (Soemantri, 2006 hlm, 108) dalam tabel berikut: Tabel 2.1 Kasifikasi Anak dengan Intellectual Disability IQ Level Standford Binet Skala Weschler Ringan 62-52 69-55 Sedang 51-36 54-40 Berat 35-20 39-25 Sangat Berat >19 >24 B. Penelitian Terdahulu yang Relevan Berikut beberapa penelitian terdahulu yang di pandang relevan dalam penelitian ini untuk memberikan gambaran penelitian tentang beban pengasuhan orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability : 1. Penelitian karya Lidanial pada tahun 2014 dengan judul Problematika yang Dihadapi Keluarga Dari Anak Dengan Intellectual Disability (Studi Etnografi). Hasil penelitian menunjukan bahwa kehadiran anak dengan Intellectual Disability ditengah-tengah keluarga memunculkan berbagai dampak negatif dan positif, baik secara personal, secara intepersonal dalam satu keluarga, maupun secara interaksional keluarga dengan lingkungan sekitar.

16 2. Penelitian karya Kens Napolion tahun 2010 dengan judul Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Anak Tunagrahita Di Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor 2010: Studi Fenomenologi. Hasil penelitian menunjukaan bahwa seorang anak dengan tunagrahita sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan keluarga, dimana dengan segala keterbatasan kemampuannya dapat menimbulkan beberapa permasalahan di dalam keluarga, bahkan dapat menimbulkan perselisihan dalam keluarga, dan saling menggugat. Berdasarkan dua penelitian terdahulu yang relevan diatas menunjukan bahwa kehadiran anak dengan Intellectual Disability akan membawa keluarga atau orang tua berhadapan dengan berbagai permasalahanpermasalahan yang akan dihadapi orang tua yang memiliki anak Intellectual Disability. Sedangkan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang dirasakan orang tua yang memiliki lebih dari satu anak Intellectual Disability dalam proses pengasuhan.