ANALISIS PERMASALAHAN BELANJA PEGAWAI DALAM APBN I. PROFIL BELANJA PEGAWAI Belanja Pegawai termasuk belanja yang cukup besar dan terus meningkat, bila pada tahun 2006 hanya 73,2 triliun (17%), maka pada tahun tahun 2012 angkanya mencapai Rp215,8 triliun atau 22% dari total Belanja Pemerintah Pusat. Dalam komponen Belanja pegawai ada 3 (tiga) komponen utama yaitu Gaji dan tunjangan, Honorarium dan vakasi, dan kontribusi sosial. Dari ketiga komponen Belanja Pegawai yang paling besar adalah Gaji dan Tunjangan (49%), diikuti dengan Kontribusi Sosial (32%), dan honorarium dan vakasi sebesar 19% dari belanja pegawai. Triliun Rupiah 250 200 150 100 50 0 Sumber: Kemenkeu Grafik 1. Perkembangan Belanja Pegawai dalam APBN Anggaran (Rp Triliun) Persentase thd Belanja Pusat (%) 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 25% 20% 15% 10% 5% 0% Dalam APBN tahun 2012, belanja pegawai merupakan yang terbesar jumlahnya yakni Rp215,8 triliun, diikuti dengan subsidi Rp208,8 triliun, belanja barang Rp188,0 triliun, belanja modal Rp151,9 triliun, dan terakhir bantuan sosial Rp47,7 triliun dari total belanja pemerintah pusat. Sementara dari sisi pertumbuhannya pada tahun 2006-2012 belanja pegawai tumbuh 20%, Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 7
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan belanja barang (27%), belanja modal (21%), dan belanja subsidi (21%). Adapun komponen pegawai yang menjadi objek belanja adalah Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil Pusat, TNI, dan Polri, PNS TNI/Polri, Dokter dan Bidan PTT, Pegawai Non PNS, dan Honorer Tetap, Belanja Pegawai Transito, dan Belanja Pensiun dan Uang Tunggu PNS. II. PERMASALAHAN BELANJA PEGAWAI DALAM APBN Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab terus membengkaknya anggaran Belanja Pegawai antara lain: a. Kenaikan Jumlah Pegawai dan Program Reformasi Birokrasi. Kenaikan jumlah Belanja Pegawai disebabkan oleh beberapa komponen kebijakan (tabel 1). Dari tabel tersebut terlihat bahwa kenaikan belanja pegawai didorong oleh beberapa faktor antara lain penambahan PNS baru, program reformasi birokrasi dan kenaikan gaji dan pensiun pokok. Tambahan jumlah pegawai baru semakin membesar dari tahun 2006-2011. Sementara dari sisi program reformasi birokrasi, grafik 1 menunjukkan besarnya proyeksi kebutuhan anggaran untuk program reformasi birokrasi. Tabel 1. Perkembangan Kebijakan Belanja Pegawai No Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 Kebijakan pemberian gaji ke 13 2 Kenaikan Gaji dan Pensiun Pokok (rata-rata) 15% 15% 20% 15% 5% 10% 10% 3 Kenaikan Rata-rata Tunj. Struktural (%) 50% 40% - - - - - 4 Kenaikan Rata-rata Tunj. Fungsional (%) 10% 20% - - - - - 5 Pemberian Tunjangan Umum PNS Gol I 175,000 - - - - - - PNS Gol II 180,000 - - - - - - PNS Gol III 185,000 - - - - - - PNS Gol IV 190,000 - - - - - - TNI/Polri 75,000 - - - - - - 6 Uang makan dan lauk pauk ULP TNI/POLRI (Rp) 25,000 30,000 35,000 35,000 40,000 40,000 45,000 Uang Makan PNS 10,000 15,000 15,000 20,000 20,000 25,000 7 Tambahan pegawai baru (Pem Pusat) 8 Orang 50,000 50,000 75,000 100,000 100,000 100,000 38,174 Perkembangan Pelaksanaan Remunerasi - 3 K/L - 2 K/L 9 K/L 2 K/L 36 K/L Sumber: Kemenkeu Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 8
Grafik 2. Proyeksi Kebutuhan Anggaran untuk Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Seluruh K/L Sumber: Kemenkeu b. Meningkatnya Jumlah Lembaga Non Sruktural (LNS) baru. Pembentukan LNS ini dipastikan akan meningkatkan anggaran yang cukup besar. Tidak hanya anggaran untuk pegawai tetapi juga anggaran yang diperlukan untuk menyiapkan infrastruktur LNS. Dari tahun 2007-2010 jumlah LNS cenderung meningkat secara signifikan (grafik 2, jenis jenis LNS berdasarkan), dan ini tentunya akan menambah beban belanja pegawai. Pada tahun 2007 hanya ada 76 LNS yang dibentuk berdasarkan UU, PP, Perpres maupun Keppres. Akan tetapi pada tahun 2010 sudah ada sebanyak 100 LNS. Ini jelas membutuhkan belanja pegawai yang cukup besar. Dari 22 LNS yang masuk Satker di 11 K/L, anggaran tertinggi adalah pada tahun 2008 sebesar Rp.201, 867,4 juta. Di sisi lain kemunculan lembagalembaga baru tersebut berpotensi menyebabkan tumpang tindih tupoksi dengan kementerian dan lembaga yang sudah ada. c. Kenaikan Belanja Pensiun. Peningkatan alokasi anggaran untuk kontribusi sosial beberapa tahun terakhir terutama dipergunakan untuk menampung: (i) tambahan anggaran berkaitan dengan kebijakan penyesuaian pensiun pokok sebesar 10 persen dan pemberian Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 9
pensiun bulan ketiga belas; (ii) kewajiban untuk memenuhi iuran asuransi kesehatan (Askes) yang menjadi beban Pemerintah Pusat melalui PT Askes, untuk mendukung upaya perbaikan pelayanan asuransi kesehatan kepada pegawai, pensiunan, serta veteran nontuvet; (iii) percepatan pembayaran unfunded liability program Tunjangan Hari Tua; serta (iv) pendanaan program pensiun melalui sistem pay as you go untuk menjaga agar dana pensiun yang diperoleh dari akumulasi iuran peserta tidak habis dipakai untuk pembayaran sharing pensiun. Dengan penerapan sistem pay as you go murni mulai tahun 2009, Pemerintah menanggung 100 persen kewajiban pembayaran pensiun. Sebelumnya, beban pembayaran pensiun terbagi atas 85,5 persen merupakan beban APBN dan 14,5 persen menjadi beban PT Taspen pada tahun 2007, dan meningkat menjadi 91 persen beban APBN dan 9 persen beban PT Taspen pada tahun 2008. Anggaran pensiun meningkat dari tahun 2006 yang sebesar Rp23,8 trilyun menjadi Rp 69,2 trilyun pada tahun 2012 atau meningkat sebesar 190,76%. Sementara secara rata-rata anggaran pensiun dalam kurun waktu yang sama mengalami peningkatan sebesar 19,75%, sebagaimana ditunjukkan pada grafik 3. Pada realisasi APBN 2010, misalnya, dari belanja pegawai yang mencapai Rp148,1 triliun sebesar Rp50.6 triliun (34,2%) merupakan Belanja pensiun dan uang tunggu. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan belanja gaji dan tunjangan PNS senilai Rp42,4 triliun dan belanja gaji dan tunjangan TNI/Polri yang mencapai Rp37 triliun (Hendri Saparini). Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 10
Grafik 3. Perkembangan Anggaran Pensiun pada APBN dan Jumlah Penerima Ribu orang 2,500.0 2,400.0 2,300.0 2,200.0 2,100.0 2,000.0 1,900.0 1,800.0 1,700.0 1,600.0 1,500.0 Sumber: PT Taspen dan Depkeu d. Pegawai Honor. Saat ini jumlah total tenaga honor sebesar 794.910 orang terdiri dari kategori I (rekrutmen sebelum tahun 2005) sebesar 152.130 orang, dan kategori II (rekrutmen setelah tahun 2005) sebesar 642.780 orang. Jumlah ini merupakan tenaga honor yang ada di K/L maupun di Pemda. Kehadiran tenaga honor tersebut secara umum memberikan dampak positif bagi negara. Hal ini karena keberadaan mereka dapat membantu tugas-tugas kementerian/lembaga/daerah dalam bidang tugasnya masingmasing. Selain itu, Pemerintah mendapatkan keuntungan dengan hanya mengeluarkan biaya gaji yang kecil untuk tenaga honor. Meski demikian, akan berdampak negatif jika para tenaga honor tersebut menuntut untuk diangkat menjadi PNS sehingga memberatkan belanja pegawai. Anggaran Pensiun (Triliun) Peneriman Manfaat Pensiun (ribu orang) 80 70 60 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 50 40 30 20 10 0 Triliun Rupiah Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 11
III. SOLUSI KEBIJAKAN Dari sejumlah persoalan di atas maka beberapa alternatif kebijakan yang dapat ditempuh antara lain: a. Moratorium. Dengan adanya program rekrutmen PNS baru dan pelaksanaan remunerasi tentunya akan meningkatkan jumlah belanja pegawai, dan salah satu solusi untuk mengatasi masalah PNS adalah dengan melakukan moratorium PNS. Pada September 2011 pemerintah memutuskan untuk melakukan moratorium pengangkatan pegawai baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah hingga akhir 2012 kecuali untuk posisi guru dan tenaga kesehatan. Selama moratorium tersebut dilakukan, harus disertai dengan kebijakan dari sektor lain yang terintegrasi dan sejalan, seperti; pembenahan LNS, perampingan pegawai yang tidak produktif, rasio pegawai, indikator kinerja pegawai, standar pelayanan, perbaikan skema dana perimbangan, dan pemekaran daerah. Dengan demikian, beban belanja pegawai diharapkan menjadi lebih kecil terutama untuk belanja gaji dan pensiun diwaktu yang akan datang. Pada tahun 2010 misalnya pemerintah membuat Grand Desain Reformasi Birokrasi 2010 2025 Salah satunya melalui penataan Pegawai Negeri Sipil (rightsizing) sehingga jumlah pegawai negeri proporsional bila dibandingkan dengan bobot dan beban pekerjaan pemerintah dalam rangka mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia serta efisiensi anggaran belanja pegawai. Hasil yang diharapkan sebagai berikut: a) besaran dan ukuran organisasi yang tepat, b). jumlah maupun kualitas pegawai yang proporsional sesuai dengan kebutuhan riil. b. Reformasi Birokrasi. Program Reformasi Birokrasi tetap dilaksanakan walaupun anggarannya cukup besar, dengan harapan Reformasi Birokrasi dapat menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 12
c. Program Pensiun dini. Pensiun dini akan memberikan dampak positif dalam jangka panjang bila diawali dengan tes kompetensi bagi PNS sesuai dengan bidangnya masingmasing, sehingga diharapkan dapat menyeleksi pegawai yang kompeten dan yang tidak kompeten. Untuk pegawai yang dinilai tidak kompeten dan tidak produktif inilah yang diharapkan untuk mengikuti program pensiun dini, sehingga dapat mengurangi belanja pegawai. Meskipun disisi lain diperlukan strategi agar pegawai yang masih potensial dan kompeten tetap menjadi PNS dan tidak mengikuti program pensiun dini dan pindah ke swasta yang lebih menjanjikan memberikan penghasilan yang lebih besar. Sedangkan yang tidak kompeten dipensiunkan dini. Tentu saja sebelumnya telah disiapkan berbagai kebijakan dan program pendukung sebagai insentif, misal dengan memberikan modal dan keterampilan untuk dapat melakukan usaha setelah pensiun dengan dukungan APBN. d. Mengurangi Jumlah Lembaga Negara. Saat ini jumlah LNS sudah banyak dan bahkan sebagian tupoksinya mengalami tumpang tindih dengan K/L yang ada. Dengan demikian perlu dilakukan evaluasi ulang terhadap LNS tersebut baik yang pembentukannya berdasarkan PP, Perpres, Keppres dan Undang-undang. Banyaknya pembentukan LNS disebabkan beberapa K/L belum dapat menjalankan tugasnya secara efektif e. Mengurangi Belanja Pensiun. Dengan semakin besarnya jumlah pejabat negara, PNS dan TNI/Polri yang pensiun maka anggaran untuk belanja pensiun akan semakin besar. Oleh karena itu, dibutuhkan sejumlah solusi untuk mengatasi masalah tersebut, antara lain 1) burden sharing antara pemerintah dengan lembaga pengelola asuransi sebagaimana dipraktikkan di beberapa negara, 2) meningkatkan iuran asuransi pegawai dan 3) membayar dana pensiun sesuai dengan kontribusinya terhadap dana pensiun. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 13
Box 1 Permasalahan Belanja Pegawai Daerah Besarnya belanja pegawai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) selain berdampak langsung terhadap APBD juga berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui pos anggaran transfer ke daerah. Hal ini disebabkan salah satu komponen penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU) adalah alokasi dasar yang mencakup jumlah Pegawai Negeri Sipil Daerah. Mengingat hal tersebut, menjadi penting kiranya agar jumlah Pegawai Negeri Sipil daerah lebih diatur pengangkatannya. Seperti halnya belanja pegawai di tingkat pemerintah pusat, belanja pegawai daerah juga mengalami permasalahan yang hampir serupa, antara lain : a. Dampak dari pemberlakukan otonomi daerah sejak tahun 1999 adalah berkembangnya jumlah daerah pemekaran baik ditingkat provinsi, kabupaten dan kota. Akibatnya, jumlah PNS di daerah juga mengalami perkembangan yang signifikan. Jika pada tahun 2003 jumlah PNS di daerah sebanyak 2.808 ribu orang maka pada tahun 2010 jumlahnya meningkat menjadi 3.753 ribu orang atau naik 34% dalam tujuh tahun terakhir. Grafik Perkembangan Jumlah PNS Pusat dan Daerah ribu orang 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 - PNS Pusat 2,808 2,763 2,796 2,849 840 825 866 876 856 820 876 Sumber: Kemenpan dan Reformasi Birokrasi PNS Daerah 3,211 3,263 b. Dengan adanya penambahan jumlah PNS tersebut maka anggaran untuk belanja pegawai daerah pun mengalami lonjakan tajam. Apalagi ditambah dengan peningkatan gaji pegawai dan sejumlah tunjangan lainnya membuat anggaran pemerintah daerah sebagian besar tersedot untuk membiaya belanja pegawai. Berdasarkan data Kementerian Keuangan pada tahun 2011 persentase belanja pegawai mencapai 58 persen dari total belanja pemerintah daerah. Angka tersebut meningkat dari 2007 yang porsinya hanya 39 persen. Bahkan banyak daerah yang alokasi belanja pegawainya lebih dari 60 persen. c. Peningkatan belanja pegawai berdampak pada pengurangan belanja modal yang sangat signifikan. Pada tahun 2007 rasio belanja pemerintah daerah terhadap total APBD mencapai 30%, namun pada tahun 2011 turun menjadi 22%. Rendahnya proporsi belanja modal tersebut khususnya bagi daerah-daerah yang membutuhkan stumulus fiskal yang besar jelas tidak ideal sebab ruang gerak fiskal pemerintah menjadi sangat minimal. 3,504 3,753 979 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Penyusun : Titik Kurnianingsih Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 14