POKOK-POKOK PIKIRAN KERJASAMA PENANGGULANGAN KEBAKARAN ANTAR DAERAH, DITINJAU DARI ASPEK KEAMANAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PADA DAERAH PERBATASAN

dokumen-dokumen yang mirip
MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Tentang Perberdaan pengetahuan Responden Mengenai Emergency Preparedness Berdasarkan Masa Kerja...

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

KERENTANAN (VULNERABILITY)

BAB I PENDAHULUAN. satunya rawan terjadinya bencana alam banjir. Banjir adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sebagai Ibukota Negara dan pusat pemerintahan Provinsi Daerah. Khusus Ibukota Jakarta menjadi titik sentral aktivitas pembangunan di

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG BANTUAN TERHADAP KORBAN BENCANA PADA SAAT TANGGAP DARURAT BENCANA BUPATI MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun demi tahun negeri ini tidak lepas dari bencana. Indonesia sangat

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Banjir bukan masalah yang ringan. 2008). Sedikitnya ada lima faktor penting penyebab banjir di Indonesia yaitu

PENGANTAR LOKAKARYA MANAJEMEN KEDARURATAN DAN PERENCANAAN KONTINJENSI. Painan, 29 November 3 Desember 2005 BAKORNAS PBP KABUPATEN PESISIR SELATAN

BAB II SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN BANJIR

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

KETERKAITAN KEMAMPUAN MASYARAKAT DAN BENTUK MITIGASI BANJIR DI KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH

No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman.

Definisi Bencana (2) (ISDR, 2004)

BAB I PENDAHULUAN. teknologi sederhana atau tradisional menjadi teknologi maju dan sangat maju. dari segi modal maupun sumber daya manusia.

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah telah menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

MITIGASI BENCANA BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Tris Eryando

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Fasilitasi Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya.

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun Rencana Tahun 2015 Kebutuhan Dana/ Pagu Indikatif (Rp.

BAB III LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PENUTUPAN LATIHAN SEARCH AND RESCUE (SAR) MALAYSIA-INDONESIA (MALINDO) KE-33 TAHUN 2008

BAB VI PENUTUP. terlambat dan terkesan terlalu lama dalam proses pengaktivasiannya. Sehingga

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan 1. Di Kabupaten Malang penerapan manajemen rantai pasok dilaksakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh faktor alam, atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA ORIENTASI KESIAPAN SATLINMAS DALAM PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

Modul Pelatihan MODUL MP-2 I. DESKRIPSI SINGKAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana kebakaran yang dapat terjadi setiap saat. yang terlambat ( tahun 2010)

DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR PERAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DASAR DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kebutuhan tanah untuk tempat tinggal dan kegiatan aktifitas lainnya.

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DAN TANAH LONGSOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat

BAB I PENDAHULUAN. menunjang aktivitas di Ibu kota Negara ini. Di wilayah ini banyak tempat-tempat

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan darurat (Emergency) menurut Federal Emergency. Management Agency (FEMA) dalam Emergency Management

PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. kewilayahan dalam konteks keruangan. yang dipelajari oleh ilmu tersebut. Obyek formal geografi mencakup

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. Bencana banjir merupakan limpahan air yang melebihi tinggi muka air

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

Menurut data National Fire Protection Association (NFPA) di U.S Tahun

a. Visi Masyarakat Kabupaten Aceh jaya Tangguh Menghadapi Bencana Yang Didukung Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas, Beriman dan Bertaqwa

Transkripsi:

POKOK-POKOK PIKIRAN KERJASAMA PENANGGULANGAN KEBAKARAN ANTAR DAERAH, DITINJAU DARI ASPEK KEAMANAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PADA DAERAH PERBATASAN RISSALWAN HABDY LUBIS rissalwan.lubis@gmail.com PENDAHULUAN Perkembangan Propinsi DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan negara sekaligus menjadi pusat pertumbuhan bisnis telah menciptakan pola hubungan spasial yang cukup unik antara DKI Jakarta dengan daerah-daerah lain yang berbatasan langsung dengannya. Sebut saja misalnya keberadaan para komuter, yang mampu meningkatkan jumlah penghuni Jakarta hingga lebih dari dua ribu jiwa pada siang hari merupakan bentuk nyata dari pola hubungan spasial tersebut. Pada prinsipnya interaksi spasial dapat terjadi jika telah memenuhi tiga unsur (Daldjoeni, 2003). Yang pertama adalah komplementaritas, yakni adanya upaya saling melengkapi kebutuhan masing-masing wilayah. Dalam konteks ini keunikan pola hubungan spasial antara DKI Jakarta dengan wilayah-wilayah di sekitarnya menjadi semakin jelas, bahwa komplementaritas yang tercipta cenderung untuk timpang atau berat sebelah. Kedua adalah adanya transferabilitas, yaitu dimungkinkannya perpindahan fisik atau material dari satu wilayah ke wilayah yang lain. Unsur ini cukup penting untuk menjelaskan pesatnya perkembangan daerah-daerah penyangga DKI, yang selain dapat berfungsi sebagai lokasi industri, pada saat yang bersamaan juga menjadi pilihan pemukiman baru bagi warga Jakarta. Dan yang ketiga adalah unsur intervening opportunity, yaitu adanya kesempatan untuk masuk ke wilayah lain demi untuk kepentingan bersama antara wilayah asal dan wilayah yang dituju. Unsur ketiga dalam interaksi spasial ini merupakan hal yang cukup penting untuk dijadikan alasan dalam membangun kerjasama penanggulangan kebakaran antar daerah, dalam hal ini antara DKI Jakarta dan Kodya Bekasi. Kenyataan bahwa DKI Jakarta memiliki kelengkapan dan kesiapan yang lebih baik dalam hal sumber daya dan fasilitas sarana dan prasarana pemadam kebakaran, akan dapat bermanfaat pula untuk membantu upaya pemadaman kebakaran di wilayah perbatasan DKI Jakarta dengan Bekasi. Namun demikian, permasalahannya adalah justru bagaimana menciptakan kelembagaan kerjasama yang benar-benar optimal dalam penanggulangan kebakaran di daerah perbatasan.

KELEMBAGAAN KERJA SAMA Paling tidak ada 3 hal penting, dari 6 tahap penanggulangan bencana bencana (Maskrey, 1989) yang harus mengemuka dalam konteks kerjasama penanggulangan kebakaran antara DKI Jakarta denga Kodya Bekasi. Pertama adalah masalah preparedness, yakni suatu keadaan kesiapsiagaan dimana masing-masing pihak yang bekerja sama sudah harus mengerti benar status dan peran serta hak dan kewajibannya jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran di daerah perbatasan. Kedua adalah response, yaitu keadaan tanggap darurat pada saat terjadi kebakaran. Dengan kerja sama yang diatur secara tertulis, permasalahan kendala teknis yang sering kali terjadi pada response terhadap kebakaran di daerah perbatasan layaknya dapat lebih diminimalisir. Masing-masing pihak akan membicarakan kekuatan dan kelemahan serta potensi yang dimiliki untuk dapat menemukan rumusan yang lebih dalam menentukan response seperti apa yang harus diberikan masing-masing pihak jika terjadi kebakaran di daerah perbatasan. Ketiga adalah masalah recovery, atau pemulihan keadaan setelah peristiwa kebakaran. Pemulihan yang dimaksud di sini lebih kepada pemulihan kondisi provider pemadam kebakaran masing-masing daerah, yang telah mengeluarkan sumber-sumber tertentu untuk pemadaman kebakaran di daearah perbatasan. Hal ini erat sekali kaitannya dengan masalah preparedness yang telah dikemukakan di atas, dalam menemukenali dan merumuskan posisi masing-masing dalam menanggulangi kebakaran di daerah perbatasan. Intinya adalah bahwa resource sharing sangat penting untuk menjamin kelangsungan operasional masing-masing dinas pemadam kebakaran. Sementara tiga tahap penanggulangan bencana lainnya, yaitu prevention, mitigation dan development lebih merupakan tanggung jawab masing-masing pemda yang memegang otoritas dan bertanggung jawab atas kesejahteraan warganya hingga ke garis perbatasan terjauh sekalipun. Artinya, kerjasama penanggulangan kebakaran di daerah perbatasan DKI Jakarta dan Bekasi memang harus benar-benar fokus pada setting yang berkaitan dengan operasional pemadaman kebakaran di lapangan. Sementara kegiatan yang tidak berkaitan langsung dengan teknis pemadaman kebakaran di lapangan lebih baik ditanggulangi oleh masing-masing pemda. Sehingga maksud untuk mencapai efisiensi dan efektifitas kerja dalam penanggulangan kebakaran di daerah perbatasan dapat dicapai oleh masing-masing pihak. Namun demikian, memang tidak dapat dipungkiri bahwa penataan aspek kelembagaan sesempurna apapun, pastinya akan mengalami deviasi dan bahkan distorsi

ketika diterapkan di lapangan. Hal ini tentu saja tidak kita harapkan terjadi dalam pelembagaan kerjasama ini. Dan untuk meminimalisir kemungkinan deviasi tersebut, rumusan aspek kelembagaan kerjasama ini harus benar-benar didasarkan pada pemahaman pada isu-isu riil yang merupakan aspek penting dalam praktek di lapangan. Kelembagaan kerjasama ini harus benar-benar peka dalam merepresentasikan kepentingan provider, dalam hal ini dinas pemadam kebakaran masing-masing wilayah dan juga kepentingan masyarakat banyak khususnya di daerah perbatasan sebagai user. Beberapa aspek penting yang untuk diperhatikan tersebut diantaranya menyangkut aspek keamanan dan aspek kesejahteraan ASPEK KEAMANAN Kondisi geografis daerah perbatasan DKI Jakarta dengan Kodya Bekasi pada prinsipnya bukanlah faktor yang cukup penting untuk diperhatikan dalam konteks pelembagaan kerjasama ini. Karena memang aspek transferabilitas yang sangat menadasar telah berlangsung cukup lama antara Dki Jakarta dengan Bekasi. Artinya, sebenarnya memang tidak hambatan geografis tertentu yang perlu dijadikan alasan untuk merumuskan masalah yang melatar belakangi dibutuhkannnya kerjasama ini. Justru permasalahannya terletak pada sisi psikologis massa yang berdampak pada aspek keamanan dan kelancaran tugas operasional di lapangan. Sejak runtunhnya orde baru dan digantikan oleh orde reformasi, ada kecenderungan yang sangat kuat dimana warga masyarakat menjadi lebih reaktif terhadap berbagai upaya layanan yang disediakan oleh pemda. Bentuk reaktifitas yang terjadi ternyata lebih dari sekedar upaya-upaya kritik semata, namun lebih jauh dari itu bahkan sudah mengarah pada upaya konfrontasi fisik yang nyata. Dengan sendirinya pandangan negatif masyarakat terhadap layanan pemerintah, semakin terkristalisasi menjadi kebencian terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan pemerintah. Hal ini tentu saja akan mempertinggi resiko kerja aparat pemerintahan yang berada di lapangan, yang berhadapan langsung dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam konteks ini, pelembagaan kerjasama ini menjadi sangat perlu untuk menjamin keamanan kerja para petugas pemadam kebakaran dalam upaya pemadaman kebakaran di daerah perbatasan dan juga lintas daerah. Karena memang keadaan panik di sekitar kejadian kebakaran menjadi hambatan tersendiri bagi petugas pemadam kebakaran. Sementara, potensi anarkisme warga korban dan tetangga-tetangga korban kebakaran yang cukup tinggi menjadi permasalahan lain yang cukup penting. Dalam beberapa kasus pemadaman kebakaran yang dilansir media massa, para petugas pemadam kebakaran

kerap kali bersitegang dengan warga masyarakat di lokasi kebakaran. Berbagai tuduhan dilontarkan kepada petugas yang ada di lokasi kebakaran. Bahkan tidak jarang pula para petugas pemadam kebakaran menjadi korban amuk massa, karena ada pihak-pihak yang menyuarakan isu negatif pada satu upaya pemadaman. Masalah ini akan semakin kompleks jika ternyata terjadi pemadaman kebakaran lintas daerah atau pemadaman kebakaran di daerah perbatasan yang nyatanya tidak memisahkan daerah secara tegas, sehingga perpindahan daerah bisa saja dilakukan secara tidak sadar dalam suatu keadaan tegang dan panik saat kebakaran dan pemadamannya. Seandainya terjadi kekerasan terhadap petugas pemadam kebakaran, atau bahkan juga pengerusakan terhadap fasilitas kendaraan pemadam kebakaran di luar daerah tugas dinas yang bersangkutan, siapa yang akan bertanggung jawab? Apakah pemda yang daerahnya dibantu oleh pemadam dari daerah yang lain punya tanggung jawab moral untuk menjamin keamanan dan keselamatan petugas pemadam kebakaran selama bertugas di daerahnya? Pertanyaan-pertanyaan ini tentu saja akan terjawab melalui kerjasama penanggulangan kebakaran di daerah perbatasan ini. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dari aspek keamanan, kerjasama penanggulangan kebakaran di daerah perbatasan ini dapat bermanfaat untuk: mendorong reformulasi kebijakan manajemen resiko dan kebencanaan lokal khususnya berkaitan dengan penataan wilayah dan sumber-sumber yang ada. menciptakan mekanisme perencanaan kontijensi yang lebih efektif dan terkoordinasi. menjamin kelancaran operasional penanggulangan kebakaran jaminan keamanan petugas pemadam kebakaran terhadap perlakuan negatif warga yang panik dan marah. ASPEK KESEJAHTERAAN Aspek kesejahteraan mempunyai dua sisi yang sama pentingnya dalam kerangka ini. Satu sisi menyangkut kesejahteraan masyarakat luas, dan sisi yang lain mencakup kesejahteraan dalam kaitan dengan operasional dan mekanisme kerja dinas pemadam kebakaran. Aspek kesejahteraan masyarakat mungkin bisa menjadi landasan yang cukup penting bagi kelembagaan kerjasama ini. Karena memang upaya pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan adalah tanggung jawab mutlak dari pemerintah, termasuk juga Pemprop DKI Jakarta dan Pemda kodya Bekasi. Dalam hal penanggulangan kebakaran, kesejahteraan yang dimaksud berkaitan dengan kerentanan (vulnerability) warga masyarakat terhadap bencana kebakaran.

Jika Maskrey (1989) merumuskan hubungan resiko bencana dengan kerentanan dan bahaya sebagai berikut: RISK = VULNERABILITY + HAZARD Maka pemahaman kerentanan untuk menjelaskan aspek kesejahteraannya dapat dirumuskan sebagai berikut: VULNERABILITY = DISABILITY + UNAWARENESS Artinya, bahwa penegasan peran pemerintah dalam menciptakan kesejahteraan dan menekan kerentanan terhadap bencana, menjadi semakin nyata. Pemerintah harus menempuh berbagai upaya untuk mengurangi ketidakmampuan mengatasi bencana dan ketidaktahuan masyarakat terhadap berbagai potensi bencana yang ada disekitarnya. Dan salah satu upaya yang dapat dilakukan pemda tertentu adalah membangun sinergi dalam rumusan kerjasama untuk menjamin kesejahteraan warga masyarakatnya, bersamaan dengan usaha mencegah terjadinya intervening opportunity antar daerah yang bersifat negatif. Sementara aspek kesejahteraan dari sisi dinas pemadam kebakaran mencakup berbagai masalah organisasi kerja yang klasik. Diantaranya kontradiksi antara terbatasnya sumber-sumber (SDM, dana, dll) yang ada dengan tingginya frekuensi kebakaran yang harus ditangani. Peristiwa kebakaran di daerah perbatasan di luar wilayah kerja suatu dinas kebakaran, justru menambah tajam kontradiksi tersebut. Akibatnya beban kerja petugas dinas pemadam kebakaran semakin bertambah dan pada saatnya nanti dapat menurunkan produktifitas kerja. Dengan kerjasama penanggulangan kebakaran yang terlembaga dengan baik tanggung jawab dan beban kerja masing-masing dinas pemadam kebakaran dapat tanggulangi bersama. Masing-masing dinas pemadam kebakaran dapat memberikan sumbangan atas kelebihan atas keunggulan yang dimilikinya, dan sebaliknya pihak yang memiliki kelemahan atau kekurangan dapat mulai belajar untuk mengeliminir kelemahannya tersebut. Selain itu, hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana membangun mekanisme kerja antar daerah yang saling menguntungkan, adil dalam hal hak dan kewajiban, tetapi juga efisien dan efektif dalam menanggulangi kebakaran lintas daerah. Dalam beberapa kasus misalnya, pola penganggaran yang timpang ternyata tidak hanya terjadi pada tataran internal (dalam satu wilayah secara sektoral), tetapi juga telah terjadi

ketimpangan penganggaran secara eksternal atau antar wilayah (Warpani, 1984). Beberapa wilayah dalam satu region tertentu mempunyai kecenderungan untuk menekan anggaran sektor tertentu yang menurutnya dapat dibebankan kepada wilayah lain dalam region itu. Seperti misalnya masalah pengelolaan sumber daya air bengawan solo. Meskipun bengawan solo melintasi 8 daerah tingkat II, ada kecenderungan beberapa daerah di hilir bengawan solo melimpahkan sepenuhnya pemeliharaan daerah aliran sungai (DAS) dan ekses banjir kepada daerah yang berada lebih di hulu. Dengan demikian dapat dilihat bahwa kerjasama penanggulangan kebakaran di daerah perbatasan dari sisi aspek kesejahteraan, dapat bermanfaat untuk: menciptakan mekanisme kerja yang saling menguntungkan. meningkatkan efisiensi kerja sehingga akan mempertinggi angka penyelamatan. menjamin kesimbangan hubungan antar daerah dan keseimbangan anggaran pembayaran sektoral. PENUTUP Upaya membangun sinergi yang positif untuk menanggulangi kebakaran antar daerah merupakan komitmen bersama yang cukup menggembirakan banyak pihak. Berbagai permasalahan dan isu kritis seputar penanggulangan kebakaran terutama di daerah perbatasan hendaknya dapat diatasi melalui pelembagaan kerjasama yang lebih baik. Dan tentu saja harapan terbesar dari pelembagaan kerjasama tersebut adalah bahwa agenda penanggulangan kebakaran di DKI Jakarta dan Kodya Bekasi dapat lebih sinergi, terarah dan berkesinambungan. Semoga. Terima kasih