PANDUAN KARAKTERISASI TANAMAN HIAS ALPINIA



dokumen-dokumen yang mirip
DESKRIPSI VARIETAS BARU

FORMULIR DESKRIPSI VARIETAS BARU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

Lampiran 1. Peta Lokasi Kabupaten Simalungun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

FORMULIR PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L.

MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING

III. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dilaksanakan dari bulan Mei 2016 sampai Juni 2016.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

PERAKITAN VARIETAS SALAK :

PENDAHULUAN. dengan megabiodiversity terbesar kedua. Tingginya tingkat keanekaragaman

MATERI DAN METODE. Gambar 3.1.Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. yang unik adalah hibrida Phalaenopsis Sogo Vivien yang merupakan hasil

III. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

Varietas Unggul Baru Mangga Hibrid Agri Gardina 45

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 01/Pert/SR.120/2/2006 TENTANG SYARAT PENAMAAN DAN TATA CARA PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan

II. TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 442/Kpts/HK.310/7/2004 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

BAB I PENDAHULUAN. flora yang dapat ditemukan adalah anggrek. Berdasarkan eksplorasi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

Deskripsi Tanaman Jagung (Zea mays) Lokal Sumbawa. Wening Kusumawardani 2 Fenny Arisandi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 34/Permentan/OT.140/7/2008 TENTANG METODE SELEKSI DALAM PEMBUATAN VARIETAS TURUNAN ESENSIAL

IDENTIFIKASI PEMBEDA VARIETAS KENTANG MENGGUNAKAN PENANDA MORFOLOGI

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

No. 02 Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar

hingga dapat mencapai cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut berbentuk silinder berongga yang

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Kedelai Hitam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi, termasuk puncak gunung yang bersalju (Sugeng, 1985)

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

BAB 1 TIPE KULTUR JARINGAN TANAMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

TINJAUAN PUSTAKA. dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Hajimena, Lampung Selatan pada bulan September 2009 sampai bulan Januari

Transkripsi:

PANDUAN KARAKTERISASI TANAMAN HIAS ALPINIA BALAI PENELITIAN TANAMAN HIAS PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 2008

PENDAHULUAN Paspor data adalah informasi tentang asal aksesi, berisi laporan detail tentang lokasi koleksi, dan informasi-informasi lain yang relevan, termasuk deskriptor yang berisi identifikasi suatu aksesi. Sedangkan deskriptor adalah karakteristik yang dapat diidentifikasi dan diukur, guna memfasilitasi klasifikasi, penyimpanan, pemanggilan, dan penggunaan data. Karakterisasi digambarkan sebagai karakteristik baik fenotipik maupun genotipik suatu aksesi yang didefinisikan oleh Painting et al. (1993) dalam Kell dan Maxted (2003) sebagai suatu rekaman dari deskriptor yang diwariskan dan dapat dengan mudah dilihat dengan mata dan diekspresikan di seluruh lingkungan. Sampai saat ini belum ada daftar deskriptor yang baku untuk tanaman alpinia Penentuan skor sangat sulit dilakukan mengingat begitu beragamnya tanaman alpinia, terutama apabila ditemukan variasi morfologi yang sangat besar. Dalam guideline yang dikeluarkan UPOV dalam penentuan skor antara satu genus dengan genus lain juga belum terstandarisasi. Hal ini penting karena berkaitan dengan penentuan skor. Sehingga penetapan skor mengikuti metode untuk pengujian DUS yang merupakan gabungan beberapa tanaman. Skor menggunakan skala 1 sampai dengan 9. Nilai 0 menunjukkan bahwa deskriptor tidak dapat diobservasi (Hintum dan Hazekamp, 1993). Skor adalah suatu intensitas ekspresi dari deskriptor, menggunakan kunci sebagai berikut 1 = sangat rendah, 3 = rendah, 5 = intermediate, 7 = tinggi, 9 = sangat tinggi. Sebagian besar tanaman, menggunakan aksesi terseleksi sebagai acuan, untuk mengungkap kisaran variasi karakter tertentu atau sejumlah karakter. Deskriptor bukan merupakan deskriptor final, namun merupakan suatu usulan deskriptor yang dapat didiskusikan sebelum ditentukan deskriptor standar untuk alpinia. 1

Deskriptor ini berisi : 1. Paspor (descripsi aksesi) yang merupakan dasar informasi yang digunakan untuk pengelolaan aksesi secara umum (termasuk registrasi dalam bank gen dan informasi identifikasi lain) yang menggambarkan parameter-parameter yang harus diobservasi pada saat aksesi dikoleksi. 2. Pengelolaan (descripsi pengelolaan+descripsi multip likasi/rejuvenasi/ regenerasi) : merupakan instruksi teknis yang diperlukan untuk pengelolaan aksesi dalam bank gen untuk regenerasi dan multiplikasi. 3. Deskripsi karakterisasi : untuk spesifik tanaman. Karakterisasi merupakan tanggung jawab kurator. 4. Deskripsi praevaluasi : untuk spesifik tanaman. Karakterisasi dan evaluasi dibagi dalam kategori karakterisasi secara umum dan khusus untuk genus/spesies tertentu yang memiliki karakter unik. Descriptor mengacu pada kategori multicrop passport descriptor Pada MCPD (Alescia, et al. 2001) 2

PASPOR DESKRIPSI AKSESI 1. Nomor aksesi Nomor aksesi merupakan nomor identitas unik dari aksesi dalam koleksi yang diberikan pada saat aksesi masuk ke dalam koleksi. Pada saat nomor telah tercatat, nomor ini seharusnya tidak pernah di catat kembali oleh aksesi lain dalam koleksi tersebut. Bahkan apabila aksesi tersebut hilang atau mati, nomor ini tidak dapat digunakan kembali oleh aksesi lain. Penggunaan nomor didahului dengan huruf untuk menandakan identitas koleksi berasal. 2. Kode Donor Institusi Kode institusi atau individu donator materi plasma nutfah. 3. Nomor Donor Nomor aksesi yang diberikan oleh donatur 4. Nomor Donor kedua dan nomor lain yang berhubungan dengan aksesi Nomor identitas lain yang ada di tempat koleksi lain untuk aksai ini. Menggunakan system berikut: INSTCODE: ACCENUMB; INSTCODE: ACCENUMB; INSTCODE dan ACCENUMB diikuti standard yang digunakan di atas dan dipisahkan oleh :. Pasangan INSTCODE dan ACCENUMB dipisahkan oleh ; tanpa spasi. Jika institut tidak diketahui, nomor/kode didahului dengan : Misal: NLD037:CGN00254 Misal: SWE002:NGB1912;:Bra2343 5. Nama aksesi Nama aksesi untuk tujuan regristrasi atau formal Misal: Emma van de Venter, Douglas 6. Taksonomi *TRIBE: nama tribe dari taxon, nama latin *SUB TRIBE: nama bagian dari tribe dari taxon, nama latin *GENUS: nama genus dari taxon, nama latin *SECTION: nama seksi dari taxon, nama latin SPECIES: nama tambahan spesifik dari nama ilmiah. Singkatan berikut biasa di tambahkan 'sp' SPAUTHOR: pemberi nama spesies Misal: L. 3

SUBTAXA: alat identifikasi taxonomi tambahan, nama latin. Diikuti singkatan subsp. (untuk subspecies); convar. (untuk convariety); var. (untuk variety); f. (untuk form) Misal: subsp. fuscum SUBTAUTHOR: pemberi nama sub taxa Misal: (Waldst. et Kit.) Arc. 7. Data Silsilah Informasi silsilah didahului dengan kode huruf P: pedigree (tetua jantan & tetua betina) S: seleksi dari X: lainnya Misal: P = Dendrobium Fuchs Blue Twist x lasianthera/helix 8. Nama tanaman/aksesi Nama yang diberikan pada aksesi Sinonim : nama lain dari aksesi yang dipakai oleh daerah atau negara lain. DESKRIPSI KOLEKSI 1. Kode Institusi Koleksi Kode institut tempat pengelolaan aksesi. Kode institut dapat dilihat di FAO website ( http://apps3.fao.org/views). Apabila belum terdaftar, dapat menggunakan singkatan institusi sendiri. Misal: NLD037 2. Nomor Koleksi Nomor sampel orisinil oleh kolektor, biasanya tersusun dari nama atau inisial kolektor, diikuti oleh nomor. Penomoran penting untuk menghindari duplikasi dalam koleksi. Misal: FA90-110 3. Tanggal Pencarian Aksesi (DDMMYYYY) Jika data tidak ada (bulan tanggal) ditandai dengan strip (-). Misal: 1999 - - - -, 20020620 4. Tanggal Dokumentasi (DDMMYYYY) 5. Tanggal Rejuvenasi (DDMMYYYY) 6. Kode Negara Asal Kode negara asal koleksi. Penentuan kode institusi berdasarkan International standard (ISO) Codes for the representation of name of countries, no. 3166, 4 th Edition. 7. Kode Pulau Utama 8. Kode provinsi 9. Kode Kabupaten/Kotamadya/Daerah 10. Lokasi Penemuan Lokasi aksesi ditemukan. Misal: 7 km south of Curitiba in the state of Parana 4

11. Garis lintang tempat aksesi ditemukan Posisi lintang utara dan selatan (dengan alat GPS). Derajat (2 digit), menit (2 digit), dan detik (2 digit) diikuti N (Utara) a tau S (Selatan). Jika data tidak ada (menit atau detik) ditandai dengan strip ( -). Boleh menggunakan 0 pada awal kode 12. Garis bujur tempat aksesi ditemukan Posisi bujur timur dan barat (dengan alat GPS). Derajat (3 digit), menit (2 digit), dan detik (2 digit) diikuti E (Timur) atau W (Barat). Jika data tidak ada (menit atau detik) ditandai dengan strip (-). Boleh menggunakan 0 pada awal kode 13. Ketinggian Tempat 14. Kode habitat dari aksesi yang diharapkan Sumber koleksi materi. Skema kode dapat digunakan pada dua tingkat yang berbeda baik menggunakan kode umum seperti 10, 20, 30, 40 atau menggunakan kode spesifik seperti 11, 12, dan seterusnya. 10) Habitat liar 11) Hutan 12) Lahan semak 13) Padang rumput 14) Padang pasir 15) Habitat perairan 20) Lahan Pertanian atau habitat budidaya 21) Tegal 22) Kebun 23) Halaman belakang rumah, kebun rumah (sekitar perkotaan atau pedesaan) 24) Padang tandus 25) Padang rumput 26) Gudang penyimpanan hasil pertanian 27) Lantai penumbuk 28) Taman 30) Pasar atau toko 40) Institusi, kebun percobaan, organisasi penelitian, bank gen 50) Perusahaan benih 60) Habitat ditumbuhi gulma/tanaman pengganggu, habitat terganggu 61) Tepi jalan 62) Lahan marginal 99) Lain-lain (dimasukkan dalam keterangan 2.23) 15. Kode Status Sampel : Skema kode dapat digunakan pada tiga level yang berbeda baik menggunakan kode umum seperti 100, 200, 300, 400 atau menggunakan kode yang lebih spesifik seperti 110, 120, dan seterusnya. 100) Kerabat liar 5

110) Alamiah 120) Semi-alamiah/liar 200) Kerabat gulma 300) Kultivar tradisional/landrace 400) Materi pemuliaan/penelitian 410) Galur pemulia 411) Populasi sintetik 412) Hibrida 413) Populasi dasar 414) Inbrida (tetua dari kultivar hibrida) 415) Populasi bersegregasi 420) Mutant/stok genetik 500) Kultivar lanjut 999) Lain-lain (dimasukkan dalam ketarangan 2.23) 16. Kode status 1. Koleksi Kerja 2. Koleksi Dasar 17. Jumlah tanaman sebagai sample 18. Sejarah penemuan tanaman 19. Karakteristik budaya Apakah ada kaitan dengan kebiasaan penduduk setempat (tabu, takhayul, dll) 0 = Tidak 1 = Ya 20. Cekaman lingkungan yang dihadap Informasi utama yang berkaitan dengan cekaman biotik (hama dan penyakit), abiotik (kekeringan, salinitas, suhu). Jika indeksing pernah dilakukan catat dalam 2.23 keterangan 21. Gambar foto Apakah gambar/foto diambil sebagai bahan dokumentasi? Jika ya, beri identitas gambar untuk mengenali suatu aksesi, dan dicatat dalam 2.23 Keterangan 0 = Tidak 1 = Ya 22. Spesimen Herbarium Apakah dikoleksi dalam bentuk herbarium? Jika ya, beri nomor identitas aksesi 0 = Tidak 1 = Ya 23. Keterangan Keterangan yang ditambahkan untuk deskriptor dengan nilai 99 atau 999 atau lainnya 6

PENGELOLAAN DESKRIPSI PENGELOLAAN 1. Nomor aksesi (Paspor 1.1) 2. Tempat/alamat penyimpanan Bangunan, ruangan, lokasi penyimpanan medium atau jangka panjang 3. Bentuk Penyimpanan Koleksi Jika plasma nutfah dikelola pada tipe penyimpanan yang berbeda, ditulis dua kode (dipisahkan oleh ; ). (Mengacu pada FAO/IPGRI Genebank Standards 1994 untuk tipe penyimpanan) 10) Koleksi biji 11) Jangka pendek 12) Jangka menengah 13) Jangka panjang 20) Koleksi di lapang 30) Koleksi in-vitro (pertumbuhan lambat) 40) Koleksi dengan penyimpanan suhu dingin 99) Lainnya (dimasukkan dalam keterangan 3.18) 4. Jumlah/ukuran aksesi Tergantung pada jenis koleksi/tanaman Jumlah biji per aksesi yang sesuai dalam bank gen Jumlah tanaman per aksesi yang sesuai dalam bank gen Jumlah stek, bulb yang disimpan Berat biji 5. Tanggal akuisisi Tanggal aksesi masuk dalam koleksi (DDMMYYYY) (MCPD) 6. Lokasi safety duplication Jika ada lokasi untuk safety duplication catat kode isntitusi dimana aksesi di simpan. 7. Tanggal multiplikasi/regenerasi/rejuvenasi (DDMMYYYY) 8. Tanggal multiplikasi/regenerasi/rejuvenasi berikutnya (DDMMYYYY) Tanggal akan dilakukan multiplikasi/regenerasi/rejuvenasi berikutnya harus dilakukan 9. Konservasi in-vitro 9.1 Tipe sumber eksplan/metode 1. Biji atau embrio stigotik 2. Meristem 3. Shoot tip 4. Embrio somatik 5. Organ lain melalui kalus atau kultur suspensi 99. Lainnya (catat dalam keterangan 3.18) 9.2 Tanggal dilakukan konservasi in vitro [YYYYMMDD] 9.3 Tipe materi yang disub kultur 1. Tunas apical atau samping/aksilar 2. Embrio somatik 99. Lainnya (catat dalam keterangan 3.18) 7

9.4 Proses regenerasi 1. Organogenesis 2. Embryogenesis somatis 99. Lainnya (catat dalam keterangan 3.18) 9.5 Jumlah individu yang dikonservasi in vitro 9.6 Jumlah ulangan per genotipe 9.7 Tanggal sub kultur terakhir [DDMMYYYY] 9.8 Media yang digunakan dalam sub kultur 9.9 Jumlah tanaman sub kultur terakhir 9.10 Lokasi penyimpanan setelah sub kultur terakhir 9.11 Tanggal sub kultur selanjutnya [DDMMYYYY] 10. Penyimpanan suhu beku (Cryopreservation) 10.1 Tipe materi untuk penyimpanan suhu beku 1. Biji 2. Tunas apical dan samping/aksilar 3. Embrio somatik 99. Lainnya (catat dalam keterangan 3.18) 10.2 Tanggal perlakuan dengan nitrogen cair [DDMMYYYY] 10.3 Jumlah sample yang di beri perlakuan nitrogen cair 10.4 Tanggal/periode akhir perlakuan suhu beku DMMYYYY] 10.5 Jumlah sample yang diambil dari nitrogen cair 10.6 Tipe materi yang disub kultur untuk pemulihan/recovery (setelah perlakuan nitrogen cair) 1. Biji 2. Tunas apical dan samping/aksilar 3. Embrio somatik 99. Lainnya (catat dalam keterangan 3.18) 10.7 Proses regenerasi 1. Organogenesis 2. Embryogenesis somatis 99. Lainnya (catat dalam keterangan 3.18) 10.8 Jumlah sample yang di pulihkan 10.9 Lokasi setelah sub kultur terakhir/regenerasi 11. Keterangan Informasi tambahan yang berhubungan dengan pengelolaan aksesi DESKRIPSI MULTIPLIKASI/REJUVENASI/REGENERASI 1. Nomor Aksesi (Paspor 1.1) 2. Lingkungan multiplikasi/regenerasi 1. Lapangan 2. Screenhouse 3. Glasshouse 4. Laboratorium 99. Lainnya (catat dalam keterangan 4.17) 3. Nama orang yang melakukan multiplikasi/regenerasi Nama dan alamat orang yang melakukan proses multiplikasi/regenerasi 4. Cara perkembangbiakan/perbanyakan 1. Biji 2. Setek 8

3. Kultur in vitro 5. Media untuk perbanyakan 6. Persentase berkecambah [%] Untuk aksesi yang diperbanyak dengan biji 7. Persentase setek/eksplan berakar dan yang menjadi planlet [%] Untuk aksesi yang diperbanyak secara vegetatif 8. Jumlah biji/setek/eksplan yang digunakan untuk setiap regenerasi 9. Budidaya tanaman 9.1 Tanggal tanam/perbanyakan vegetatif [DMMYYYY] 9.2 Tanggal Transplanting [DMMYYYY] 9.3 Tanggal panen [DMMYYYY] 9.4 Irigasi Berapa frekuensi dilakukan pengairan/penyiraman 9.5 Dosis/konsentrasi pemupukan [g/l/m2] 10. Tipe polinasi 1. Buatan/artifisial 2. Alam 3. Keduanya 11. Metode polinasi 1. Self-pollinated (> 80%) 2. Intermediate (60-80%) 3. Cross-pollinated (< 60%) 12. Viabilitas polen 3. Rendah 5. Intermediate 7. Tinggi 13. Kegiatan multiplikasi/regenerasi 13.1 Lokasi 13.2 Tanggal [DMMYYYY] 14. Tanggal multiplikasi/regenerasi terakhir [DMMYYYY] 15. Berapa kali aksesi diregenerasi Sejak tanggal akuisisi 16. Kultivar standar yang digunakan untuk multiplikasi/regenerasi Kultivar lain di tambahkan, jika perlu 16.1 Kultivar 1 16.2 Kultivar 2 17. Pertukaran/pengalihan Semua aktivitas kerjasama pertukaran/pengalihan materi plasma nutfah 17.1 Ketersediaan untuk pertukaran/pengalihan 0 = Tidak 1 = Ya 17.2 Jumlah yang dipertukarkan/dialihkan 17.3 Prosedur pertukaran/pengalihan Menjelaskan prosedur pertukaran/pengalihan 18. Keterangan Informasi tambahan yang berhubungan dengan multiplikasi/regenerasi aksesi 9

LINGKUNGAN DAN TEMPAT KOLEKSI DESKRIPSI LOKASI KOLEKSI/KARAKTERISASI DAN PRAEVALUASI 1. Negara tempat karakterisasi/praevaluasi (lihat penjelasak dalam descriptor 2.6) 2. Tempat 2.1 Garis lintang 2.2 Garis bujur 2.3 Ketinggian tempat [m dpl] 2.4 Nama dan alamat kebun/institusi 3. Nama dan alamat evaluator/kurator 4. Tanggal tanam [DDMMYYYY] 5. Tanggal panen [DDMMYYYY] 6. Lingkungan tempat praevaluasi Lingkungan tempat praevaluasi dilakukan 1. Kebun/lapang 2. Screenhouse 3. Greenhouse 4. Laboratorium 99. Lainnya (catat dalam keterangan 5.8) 7. Lingkungan tempat karakterisasi Gunakan descriptor 6.1.1 to 6.1.5 dalam seksi 6 8. Keterangan Informasi lain yang berhubungan lokasi 10

PANDUAN PENGAMATAN KARAKTERISASI ALPINIA Alpinia merupakan salah satu genus pada famili Zingiberaceae yang mempunyai lebih dari 230 spesies. Berdasarkan analisa DNA sekuensi, genus ini merupakan kelompok polipiletik yang terbagi dalam enam kelompok pada Alpinieae yang sama sekali tidak cocok dengan pengelompokkan yang dilakukan oleh Smith (1990). Tanaman Alpinia banyak menyebar di daerah tropis dan subtropis Asia dan Pasifik dari Jepang ke sebelah timar Polinesia hingga Indonesia. Batang Alpinia dapat tumbuh dari rizoma hingga mencapai 2 meter. Daun berbentuk oblong sederhana dengan ukuran 15 30 cm (panjang) dan 5 20 cm (lebar) yang menempel pada batang dengan susunan berseling. Umumnya daun berwarna hijau hingga kombinasi dengan warna putih hingga kuning dengan perforasi tulang daun menonjol pada permukaan atau rata. Pada beberapa spesies, kilapan daun terlihat jelas. Di Indonesia, tanaman alpinia dapat berbunga sepanjang tahun. Bunga alpinia berkumpul dalam sebuah karangan dengan bentuk braktea oblong hingga oblong yang menyempit. Biji berbentuk bulatan yang tertutupi oleh kulit bji yang berbentuk seperti kapsul. Perbanyakan tanaman alpinia bisanya dilakukan dengan pemecahan rizoma atau tunas-tunas (bulbils) yang tumbuh di antara braktea. Beberapa spesies Alpinia yang sering digunakan sebagai tanaman hias adalah A. purpurata yang variannya mempunyai warna bunga merah, pink dan ungu, A. vittata dengan warna daun bercorak putih dan A. zerumbet dengan warna bunga putih. 1. Keragaan umum tanaman 1.1. Tinggi tanaman 2. Batang 1. pendek (< 1 m) 3. sedang (1 3 m) 5. tinggi (> 3 m) 2.1. Diameter batang utama 1. kecil ( < 1 cm) 3. sedang (1 2 cm) 5. besar (> 2 cm) 11

2.2. Jumlah warna batang utama 1. satu 2. lebih dari satu 2.3. Keberadaan bulu/rambut pada batang 2.4. Panjang helaian daun 1. kecil ( < 20 cm) 2. sedang (20 40 cm) 3. besar (> 40 cm) 2.5. Lebar helaian daun 1. sempit ( < 5 cm) 3. sedang (5 10 cm) 5. lebar (> 10 cm) 2.6. Bentuk ujung daun 1. runcing 2. tumpul 2.7. Keberadaan warna sekunder pada helaian daun 2.8. Warna dasar helaian daun bagian atas 2.9. Warna sekunder helaian daun bagian atas 1. putih 3. kuning 2.10. Keberadaan gradasi warna utama pada helai daun bagian atas 2.11. Keberadaan bulu/rambut pada daun bagian atas 2.12. Keberadaan bulu/ rambut pada daun bagian bawah 3. Bunga 3.1. Warna bractea 3.2. Jumlah warna petal bunga 1. satu 2. lebih dari satu 12

DESKRIPTOR Deskriptor alpinia dengan penentuan skor setiap karakter No. 1 2 bagian tanaman Pola Pertumbuhan Batang Tinggi tanaman deskriptor Diameter batang utama 3 Jumlah warna batang utama Satu 4 5 Daun Keberadaan bulu/rambut pada batang Panjang helaian daun 6 Lebar helaian daun score character 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pendek Sedang Tinggi (< 1m) (1-3 m) (>3 m) Kecil Sedang Besar (<1 cm) (1-2 cm) (>2 cm) Lebih dari satu Ada Kecil (< 20 cm) Sempit ( < 5 cm) Tidak ada 7 Bentuk ujung daun Runcing Tumpul 8 9 10 11 12 13 Keberadaan warna sekunder pada helaian daun Warna dasar helaian daun bagian atas Warna sekunder helaian daun bagian atas Keberadaan gradasi warna utama pada helai daun bagian atas Keberadaan bulu/rambut pada daun bagian atas Keberadaan bulu/ rambut pada daun bagian bawah 14 Warna bractea 15 Bunga Jumlah warna petal bunga Satu Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Lebih dari satu Sedang (20 40 cm) Sedang (5 10 cm) RHS color chart Besar (> 40 cm) Lebar (> 10 cm) RHS color chart 13