KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF



dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENGATURAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TEMUKAN PEMBOROSAN AIR BERSIH SENILAI Rp791 MILIAR

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

Analisis Kelayakan Proyek. Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

DESAIN STUDI KELAYAKAN. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( )

BAB 2 EKSPLORASI ISU BISNIS

I. Latar belakang penyesuaian tarif air minum tahun 2013 meliputi :

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin meningkat serta perusahaan-perusahaan yang semakin besar,

CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II URAIAN TEORITIS. KP. Telkom Padang. Pengaruh jumlah modal sendiri (X1) terhadap SHU adalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

ANALISA PENILAIAN KINERJA PDAM KOTA DAN KABUPATEN DI SULAWESI SELATAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan

STRATEGI REGULASI. Maintenance & Operation Management System

Mencegah Krisis Ketersediaan Prasarana

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM MANAJEMEN INVESTASI

PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA SOLOK

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA SOLOK

BUPATI TANGERANG PROPINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 54 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGATUR SISTEM PENYEDIAAN DAN PELAYANAN AIR MINUM

BAB III LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PRAKTIK PROSEDUR PENYUSUNAN ANGGARAN KAS DAN PERENCANAAN ARUS KAS PADA BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH

Studi Kelayakan Bisnis. Desain Studi Kelayakan

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71 TAHUN 2016 PERHITUNGAN DAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

FAQ. bahasa indonesia

Optimalisasi Kinerja Badan Usaha Milik Daerah Penyelenggara SPAM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. daerah dilaksanakan melalui berbagai arah kebijakan, utamanya adalah: berbagai lembaga ekonomi dan masyarkat di daerah;

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

DEWI WULAN HANDAYANTI B

I. PENDAHULUAN. Di era otonomi daerah ini, pembangunan daerah berperan sebagai bagian. bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA)

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

Rekomendasi Upaya Pengendalian Kehilangan Air

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tingkat kompetisi bisnis pada masa ini semakin ketat dikarenakan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang. mampu mewujudkan otonomi daerah. Permasalahan tentu tidak hanya

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

KAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA SAW AHLUNTO

PASAR MODAL. Tujuan Pembelajaran. Perbedaan Pasar Modal dan Pasar Uang. Perihal Pasar Modal Pasar Uang Tingkat bunga Relatif rendah Relatif tinggi

BAB II TINJAUAN UMUM PDAM TIRTA KAMUNING

BAB V RENCANA AKSI. sebelumnya. Model finansial bisnis sosial ini diharapkan berubah dari Cash Flow

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Investasi. Filosofi Investasi. Menunda/mengurangi konsumsi hari ini untuk mendapatkan keuntungan di masa datang

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor

Rekening Dana Investasi (RDI)

STUDI PELAKSANAAN KREDIT PERBAIKAN RUMAH SWADAYA MIKRO SYARIAH BERSUBSIDI DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Pengelolaan Sumberdaya Air Berdasarkan Kapasitas Produksi Instalasi

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi atau perusahaan memerlukan sumber daya untuk mencapai

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 12A Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Visi, Misi, Strategi dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan perusahaan manufaktur cukup pesat, hal ini dapat terlihat dari

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PRT/M/2012 TENTANG

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Pasar financial (financial market) terdiri dari pasar uang (money market) dan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebagaimana telah dikemukakan di muka, bahwa pengaturan tata cara

PENENTUAN TARIF AIR MINUM PDAM KOTA KUALA KAPUAS

STRUKTUR APBD DAN KODE REKENING

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Usaha yang dilakukan oleh

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi dapat didefinisikan sebagai sebuah seni, ilmu (science) maupun

BAB II KAJIAN PUSTAKA

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 21/PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

FASILKOM UNSIKA MATERI KULIAH MANAJEMEN PROYEK. Manajemen Proyek Dalam Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini masih memprihatinkan, baik dari sisi keuangan. masalah produksi, pemasaran, keuangan, dan penjualan.

Transkripsi:

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN a. Pada akhir Repelita V tahun 1994, 36% dari penduduk perkotaan Indonesia yang berjumlah 67 juta, jiwa atau 24 juta jiwa, telah mendapatkan sambungan air perpipaan. Pencapaian pelayanan 62% pada akhir Repelita VIII tahun 2008, atau 66 juta dari 106 juta jiwa, tampaknya cukup ambisius. Hal ini sebenarnya hanya mengurangi jumlah penduduk tidak terlayani dari keadaan tahun 1994 sebesar 43 juta jiwa menjadi 40 juta jiwa. Untuk mencapai sasaran ini, sekitar Rp. 7.000 milyar dan Rp. 10.800 milyar harus diinvestasikan masing-masing selama Repelita VII dan Repelita VIII, dibandingkan dengan anggaran sebesar Rp. 3.000 milyar pada Repelita VI. Jika sektor air minum tidak sanggup menarik minat pendanaan komersial, sebab dianggap terlalu berisiko, maka tingkat investasi ini akan menjadi beban yang tidak tertanggungkan oleh anggaran Pemerintah. b. Akan tetapi proyeksi keuangan memperlihatkan bahwa dengan dukungan anggaran Pemerintah yang secara bertahap akan semakin mengecil selama Repelita VII, dan pengembangan sektor air minum hanya dari dana PDAM sendiri dan pasar modal, pada tahun 2004, hal ini bisa terjangkau. Agar hal ini tercapai, tarif rata-rata pada PDAM yang besarbesar harus secara bertahap dinaikkan dari Rp. 650/m3 pada tahun 1995 menjadi hanya sekitar Rp. 950/ m3 pada tahun 2008. Pada PDAM yang lebih kecil, tarif harus secara bertahap dinaikkan dari Rp. 650/m3 menjadi Rp. 800/M3. Di DKI Jakarta, tarif rata-rata seharusnya, secara teori, menurun jika upaya efisiensi bisa tercapai. c. Meskipun demikian, keberhasilan sektor air minum dapat tercapai hanya jika dilakukan perubahan kebijakan yang terintegrasi untuk mengubah kumpulan perusahaan-perusahaan daerah air minum (PDAM) saat ini menjadi industri jasa pelayanan yang otonom dan layak pinjam serta berorientasi pada pelanggan. Kerangka Kebijakan Sektor Air Bersih Perkotaan (Urban Water Sector Policy Framework/WSPF) mengidentifikasi enam perubahan kebijakan, yang bertujuan untuk meningkatkan sektor air minum menjadi layak pinjam, dengan tujuan akhir untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan secara lebih baik dengan harga yang lebih murah. Membentuk Hubungan Terpisah antara Pemilik dan Pengelola Aset Air Minum d. Industri air minum perkotaan di Indonesia pada saat ini terdiri dari 300 perusahaan. Dengan masih terbatasnya otonomi yang diperoleh dari Pemda, sebenarnya mereka tidak dapat sepenuhnya dianggap bertanggung jawab terhadap efisiensi perngoperasian perusahaannya. Kebanyakan PDAM yang ada terlalu kecil untuk bisa merekrut manajer dan staf yang berkualitas. Secara umum efisiensinya rendah, sebagaimana dapat dilihat dari tingginya rasio pegawai atau tingginya angka kehilangan air. Pendapatannya juga terbatas sebab terbatasnya kebijakan komersial yang tercermin dari rendahnya tingkat tarif dan struktur tarif yang tidak

sesuai dengan tingkat pemakaian. Disiplin keuangan yang ketat tidak diterapkan dan Pemerintah baru saja telah memberikan pinjaman kepada PDAM yang kinerjanya rendah dan tidak layak pinjam. Sebagai hasilnya, kesehatan keuangan dari hampir semua PDAM, yang diukur dengan sejumlah kriteria yang berkaitan dengan efisiensi, profitabilitas dan struktur hutang, menjadi pertanyaan. Pada akhirnya, hampir semua Pemda mengharapkan pendapatan dari PDAM dan mengambil dividen meskipun tingkat pelayanannya menunjukkan bahwa setiap keuntungan yang diperolehnya dapat diinvestasikan kembali untuk meningkatkan dan memperluas pelayanan. e. Memisahkan kepemilikan aset air minum dari manajemennya dapat membantu membatasi pengaruh politis dalam pengelolaan operasi air minum sehari-hari. Gerakan ini dapat lebih lanjut ditopang melalui peranserta manajer yang profesional dan wakil pelanggan dalam Badan Pengawas. Kegiatan ini juga perlu ditunjang dengan pengaturan dan pemantauan tujuan kinerja dalam kerangka kontrak kinerja yang dapat diterapkan. Pengalaman di negara lain menunjukkan bahwa kontrak kerja antara pemerintah dan perusahaan daerah yang menjadi miliknya tidak selalu berhasil, akan tetapi memisahkan kepemilikan dan fungsi manajemen pada kenyataannya dapat menjadi landasan bagi peranserta swasta dalam penyediaan air bersih. Pemisahan ini dapat memberikan kesempatan konsolidasi operasi diantara Pemda yang berdekatan untuk dapat mengambil manfaat skala ekonomis. Pemberian dividen yang harus dibayarkan oleh PDAM kepada Pemda dapat digantikan dengan pemberian ongkos operasi (operating fee) yang dibayarkan oleh pengelola kepada pemilik sarana. Membentuk Kerangka Pengaturan untuk Peranserta Sektor Swasta f. Peranserta swasta dapat merupakan perkembangan yang penting dalam sektor air minum pada tahun-tahun mendatang. Akan tetapi pada saat ini, berpartisipasi dalam pengembangan sektor ini dianggap sebagai bisnis yang beresiko oleh pemberi pinjaman swasta dan para investor. Persepsi ini lebih lanjut ditopang oleh tidak adanya kerangka pengaturan yang transparan, sebagaimana terbukti dari banyaknya MoU yang tidak berhasil menjadi kenyataan. g. Indonesia dapat mengambil manfaat dari pengalaman negara-negara di belahan dunia lain dalam peranserta swasta bidang air bersih. Pengalaman menunjukkan bahwa semua pilihan - dari kontrak jasa yang sederhana sampai ke konsesi jangka panjang yang rumit - harus dijajagi dengan bantuan konsultan yang independen sebelum meminta proposal dari pengelola swasta. Kontrak standar dan prosedur pemilihan merupakan dasar untuk kerangka pengaturan, dan harus segera disiapkan. Pengalaman di negara lain juga menunjukkan bahwa kompetisi yang transparan akan menghasilkan harga yang lebih rendah dan jangka waktu transaksi yang lebih pendek daripada negosiasi langsung. Juga terbukti bahwa meskipun kontrak yang ketat tidak dapat menghilangkan kebutuhan untuk pengaturan yang langsung, untuk memberikan respons yang cepat terhadap perubahan kondisi ekonomi, sosial dan teknis, dan bahwa suatu badan pengatur (regulatory body) yang independen harus beroperasi segera setelah kontrak dengan pengelola swasta menjadi efektif. Karena sulit untuk mengubah institusi publik menjadi suatu badan pengatur, akan lebih baik untuk mempertimbangkan penyerahan beberapa fungsi ii

pengaturan kepada suatu auditor yang mempunyai reputasi baik atau badan bersertifikat, paling tidak untuk jangka pendek. Meningkatkan Manajemen Keuangan Sektor Air Minum h. Kebanyakan PDAM selama ini membiayai pengembangannya dari dana hibah Pemerintah dan pinjaman konsesi, dan sangat sedikit sekali yang sanggup mendanai dengan dana sendiri. Karena tidak disiplinnya dalam pinjaman Pemerintah dan kondisi pinjaman yang disubsidi, sangat sedikit PDAM yang dianggap layak pinjam. i. Untuk membiayai perluasan, Pemerintah harus menekankan pada dana PDAM sendiri, yang dihasilkan melalui pencapaian efisiensi dan penyesuaian tarif. Akses kepada dana hibah Pemerintah dan pinjaman konsesi perlu diperjelas dan PDAM harus berkompetisi untuk mendapatkannya, dengan kinerja terbaik yang akan memiliki akses terhadap persyaratan yang lebih diinginkan. Secara paralel, pinjaman harus tidak diberikan kepada PDAM yang memiliki kemampuan meminjam yang lemah, dan persyaratan pinjaman harus diterapkan secara lebih ketat. Desentralisasi fungsi peminjaman kepada bank lokal harus dijajagi, meskipun secara hatihati, sebagai langkah untuk menuju kepada persyaratan pinjaman yang mendekati komersial, meningkatkan fleksibilitas dalam mendanai proyek-proyek PDAM dan menegakkan disiplin yang diperlukan. Juga, pendanaan alternatif lainnya, seperti obligasi atau sekuritas perlu dijajagi. j. Untuk mengurangi persepsi resiko tinggi saat ini, penting untuk memberikan data-data yang dapat dipercaya kepada investor, yang disertifikasi oleh auditor yang independen. Data dasar yang berkualitas juga dapat menjadi tolok ukur kinerja PDAM dan membantu penyesuaian tarif oleh Pemda terhadap renana peningkatan kinerja PDAM dan membantu Pemerintah Pusat dalam mengarahkan bantuan keuangannya pertama-tama untuk PDAM yang kinerjanya meningkat. Sponsor swasta untuk proyek-proyek air bersih akan meminta jaminan atas berbagai kemingkinan resiko (pendapatan, pembayaran, pemutusan dan pengaturan), dan Pemerintah harus memfokuskan pada pemberian jaminan hanya atas resiko-resiko pemutusan dan pengaturan. Menyederhanakan Kebijakan Tarif k. Tarif PDAM tidak dapat memenuhi prinsip-prinsip penetapan tarif air yang ekonomis, finansial, pemerataan sosial dan administratif. Tarif saat ini mendiskriminasi rumah tangga berpendapatan rendah dengan menerapkan biaya sambungan yang tinggi dan memaksa konsumen besar untuk menggunakan sumber cadangan seperti air tanah, sehingga PDAM kehilangan pendapatan yang cukup besar. Hal ini juga mengundang manipulasi pembacaan meter, suatu praduga terhadap meningkatnya kehilangan air secara komersial. l. Struktur tarif yang lebih baik dapat terdiri dari biaya tetap yang kecil untuk menutupi biaya administrasi dan pemeliharaan meter dan jumlah air yang dikonsumsi per meter kubik. Yang terakhir ini terdiri dari dua blok. Blok yang pertama adalah blok life line untuk iii

pemakaian sampai 10m3 perbulan dan suatu harga dimana blok yang pertama tidak mewakili lebih dari 4% sampai 5% dari total pengeluaran rata-rata pada rumah tangga berpendapatan rendah. Blok yang kedua adalah base rate yang ditetapkan sedemikian sehingga tarif ratarata keseluruhan mewakili suatu keseimbangan antara biaya marginal yang efisien secara ekonomi dan biaya rata-rata yang layak secara finansial. Kelompok rumah tangga berpenghasilan rendah dapat ditawarkan untuk bebas biaya sambungan, asalkan jaringan distribusi tersier cukup dekat, sebagai pengganti untuk jumlah pembayaran dimuka dari rekening mereka. m. Negosiasi tarif dapat dilakukan setiap empat sampai lima tahun, hanya untuk mendorong pengelola sistem air minum melaksanakan rencana peningkatan kinerjanya, namun tarif harus secara otomatis disesuaikan diantara dua negosiasi, menggunakan formula indeks harga yang mencerminkan komposisi biaya yang sebenarnya. Biaya ekonomi dalam menyediakan air juga dapat mempertimbangkan biaya untuk pengumpulan dan pembuangan air limbah. Menambahkan retribusi sanitasi ke dalam rekening air, pada kondisi tertentu, dapat mendorong konsumen untuk kembali pada pilihan sumber yang tidak tertata dengan baik. Pada saat ini, retribusi sanitasi dengan menggunakan PBB sebagai dasar perhitungan tampaknya lebih dapat memberikan pemerataan. Meningkatkan Perancangan, Perencanaan dan Pelaksanaan Proyek-proyek Air Minum. n. Sistem air minum umumnya bersifat padat modal, untuk itu pengembangannya memerlukan kerangka jangka panjang yang sistematis dengan tujuan untuk mendapatkan pemecahan yang berbiaya rendah dan mencapai konsensus umum diantara fihak-fihak terkait dalam pilihan-pilihan teknis, kelembagaan, keuangan dan pengembalian biaya. Hal seperti ini belum merupakan bagian dari budaya PDAM. Cara yang penting untuk mengurangi biaya dan memperoleh kualitas proyek adalah dengan memperbaiki cara-cara pelelangan dengan mengelompokkan pekerjaan dalam paket-paket yang lebih besar untuk menarik minat kontraktor yang lebih berkualitas, dengan menggabungkan pengadaan dan pemasangan pipa, atau dengan memberikan kontrak rancang-dan-bangun (design and build) untuk IPA dan bangunan pompa. Mengurangi biaya konstruksi juga berarti bahwa kompetisi menjadi aturan main; tidak seperti pada saat ini dimana terlalu banyak kontrak yang diberikan secara arisan untuk nilai yang telah ditetapkan. Akhirnya, karena sektor air minum sangat tergantung pada konsultan untuk mengerjakan identifikasi proyek, penyiapan, pelaksanaan dan pengembangan kelembagaan, akan lebih bermanfaat bagi semua fihak untuk melihat kebelakang dan mengamati secara lebih seksama cara-cara yang dilakukan sekarang yang membatasi akses untuk mendapatkan kealian yang terbaik. Membangun Identitas Industri Per-Air Minum-an di Indonesia iv

o. Untuk membantu membangun identitas industri per-air minum-an di Indonesia, PERPAMSI dapat diberikan peran yang lebih besar. PERPAMSI dapat menjadi pelopor dalam menetapkan data dasar yang berkualitas sebagaimana disebutkan terdahulu. PERPAMSI juga dapat diberikan tanggungjawab yang lebih besar dalam pengembangan SDM, dan dapat membantu PDAM dalam meningkatkan rencana pengadaan, produktivitas dan pelatihan pegawai, dan dalam menyiapkan dan melaksanakan rencana jangka menengah kepegawaian. PERPAMSI dapat memperbaharui kriteria seleksi jabatan yang ada sekarang, dan membantu mengembangkan mekanisme untuk mengiklankan lowongan kerja secara lebih luas lagi. PERPAMSI juga dapat mengambil peran dalam melaksanakan pemeriksaan independen terhadap teknologi baru, peralatan dan perangkat lunak yang ada di pasaran, dan menunjang penyebar-luasan tatacara pengelolaan yang baik di antara PDAM. Akhirnya, PERPAMSI juga harus secara aktif melakukan pendekatan dalam pelaksanaan kebijakan sumber air yang penting bagi industri air minum, khususnya-an pada ketersedian sumber-sumber air pada saat dibutuhkan dan perlindungan terhadap kualitas air baku. v