URUTAN PEMEROLEHAN MORFEM TERIKAT BAHASA INDONESIA SISWA SEKOLAH DASAR NURHAYATI FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini penulis menggunakan rancangan penelitian deskriptif

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Kata-kata Bahasa Indonesia kaya akan imbuhan. Kurang lebih ada sekitar

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

JURNAL. Javanese Language Interferance in Language Essay of Fifth Grader in MI Yaa Bunayya Dandong Srengat Blitar

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

BAB 4 PENUTUP. saran-saran. Berikut ini diuraikan secara berturut-turut (1) simpulan dan (2) saran.

BAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS MAKNA AFIKS PADA TAJUK RENCANA KOMPAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan program

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. guna mencapai derajat Sarjana S-1

ARTIKEL JURNAL LINA NOVITA SARI NPM Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)

+KESALAHAN MORFOLOGIS DALAM KEMAMPUAN WAWANCARA BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP IT CAHAYA ISLAM (Penelitian Analisis Isi) WILDA ISTIANA NASUTION

Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. 2. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca

BAB I PENDAHULUAN. aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa tersebut. Sebuah kata dalam suatu bahasa dapat berupa simple word seperti table, good,

Iin Pratiwi Ningsih Manurung Drs. Azhar Umar, M.Pd. ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa

PENGGUNAAN BAHASA DALAM TEKS DESKRIPSI KARYA SISWA KELAS VII.6 SMP NEGERI 25 PADANG

MEDIA DAN ALAT PERAGA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan. Komunikasi dalam bentuk ujaran mungkin wujudnya berupa kalimat

TEORI KRASHEN SEBAGAI SOLUSI PEMECAHAN MASALAH KEMAMPUAN BERBICARA PADA PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS DI INDONESIA

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 1 WELERI TAHUN AJARAN 2013/2014

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

URUTAN PENGUASAAN POLA KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

PROSES MORFOLOGIS PADA TERJEMAHAN AYAT-AYAT AL QUR AN YANG MENGGAMBARKAN KEPRIBADIAN NABI MUHAMMAD SAW NASKAH PUBLIKASI

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) Maret 2014 THE ABILITY TO CHANGE ACTIVE SENTENCE INTO PASSIVE SENTENCE STUDENT CLASS X MA GISTING

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara

BAB I PENDAHULUAN. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa dalam berbahasa Perancis yang baik dan benar. Selayaknya

BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

VERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK

BAB 1 PENDAHULUAN. berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa selain bersifat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

PROSES MORFOLOGIS PADA TERJEMAHAN AL QUR AN SURAT AR-RUM. NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIPA BERDASARKAN KESALAHAN BAHASA INDONESIA PEMBELAJAR ASING

BAB I PENDAHULUAN. gambar. Dengan kata lain, komik adalah sebuah cerita bergambar.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa lisan, misalnya bahasa dalam khotbah, bahasa dalam pidato, dan bahasa. dalam karangan siswa, bahasa terjemahan Al Qur an.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KESALAHAN AFIKSASI DALAM BAHASA INDONESIA TULIS MURID SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN AGAM, SUMATERA BARAT

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN AFIKS PADA KARANGAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SAMBI

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SATUAN GRAMATIK. Oleh Rika Widawati, S.S., M.Pd. Disampaikan dalam mata kuliah Morfologi.

PENELITIAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novia Siti Rohayani, 2013

Transkripsi:

URUTAN PEMEROLEHAN MORFEM TERIKAT BAHASA INDONESIA SISWA SEKOLAH DASAR NURHAYATI FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA. PENDAHULUAN bahasa adalah salah satu cara manusia untuk dapat menguasai dan menggunakan suatu bahasa yang dipelajari atau bahasa sasaran yang disesuaikan dengan perkembangannya. Ditinjau dari segi urutannya, pemerolehan bahasa dapat dibedakan atas pemerolehan bahasa pertama (B) dan pemerolehan bahasa kedua (B). B dapat terjadi dengan bermacam-macam cara, pada berbagai usia dan tujuan serta tingkat kebahasaan yang berbeda. Proses pemerolehan B pada dasarnya menunjukkan persamaan atau kemiripan dengan proses pemerolehan B. Adapun persamaan antara keduanya mencakup strategi kognitif yang sama, yakni pemelajar mencari keteraturan susunan kata demi kata, bergerak dari permasalahan yang sederhana sampai kompleks dalam hal perkembangan sintaksis, membuat generalisasi bentuk-bentuk leksikal dan morfologis, dan juga menafsirkan apa-apa yang tidak diketahui dengan berdasar pada hal-hal yang sudah diketahui (Mc Laughlin, 98:3). Terdapat perbedaan antara proses B dan B yang berkaitan dengan beberapa aspek seperti aspek linguistik, aspek sosial, serta aspek

psikologis. Penguasaan B merupakan suatu proses yang secara tidak sadar dialami oleh semua orang, namun proses mempelajari B merupakan proses tersendiri yang membutuhkan perhatian khusus (Edmondson, 999:35). Sementara itu, orang percaya bahwa siswa memperoleh struktur bahasa sesuai dengan yang diajarkan oleh gurunya. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan diperoleh data bahwa bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang lebih awal diajarkan guru kepada siswa ternyata tidak diperoleh siswa lebih awal. Misalnya, bentuk the third person yang harus menambahkan s pada verbnya pada kalimat She likes papayas atau penggunaan has alih-alih bentuk have dalam kalimat Mary has a cold (Dulay, Burt, dan Krashen, 98:). Dari hasil penelitian diketahui bahwa siswa dapat menggunakan bentuk-bentuk benar pada latihan kalimat-kalimat atau dialog-dialog yang dihapal. Akan tetapi siswa tidak menggunakan bentuk yang benar itu dalam percakapan yang spontan. Dengan demikian, siswa mungkin belajar beberapa struktur secara sadar tetapi pemerolehan secara tidak sadar akan datang hanya setelah siswa siap. Penelitian terhadap urutan pemerolehan B yang telah dilakukan dalam bahasa Inggris berupa penelitian morfem-morfem gramatikal bahasa Inggris seperti artikel, kata bantu, kopula, dan preposisi. Sementara itu penelitian dalam bahasa Indonesia belum banyak dilakukan terhadap urutan pemerolehan yang serupa.

Pengenalan morfem sangat diperlukan karena bahasa Indonesia merupakan bahasa yang aglutinatif. Jadi afiksasi merupakan salah satu aspek morfologis yang terpenting dalam bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, siswa perlu menguasai sistem afiksasi bahasa Indonesia. Bagaimanapun afiksasi merupakan proses pembentukan morfem yang sulit untuk dikuasai (Long, 7:). Masalah afiksasi sering dihadapi oleh penutur bahasa yang bahasanya termasuk aglutinatif seperti halnya bahasa Indonesia. Masalah ini timbul karena afiksasi bukan hanya dapat menghasilkan perubahan suatu morfem melainkan pula dapat mengubah makna morfem itu. Melalui pengalaman guru yang mengajarkan bahasa Indonesia di SD diketahui bahwa siswa sering menggunakan morfem terikat bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh bahasa pertamanya. Hal ini menjadi permasalahan pada siswa. Sharwood Smith & Kellerman mengemukakan bahwa setiap fenomena transfer, interferensi, dan peminjaman (borrowing) adalah aspek bahasa yang salah, yang cenderung terjadi pada siswa dalam pemerolehan bahasa kedua (Pramuniati, 7). Penelitian kecil ini paling tidak dapat memberikan gambaran urutan pemerolehan morfem terikat bahasa Indonesia siswa kelas IV khususnya di SD N 5 Pagi Jatinegara Kaum Pulo Gadung Jakarta Timur. Pada hakikatnya dari urutan pemerolehan itu dapat diketahui morfem terikat mana yang telah dikuasai siswa dan mana yang belum dikuasai oleh siswa. 3

Yang menjadi masalah di dalam penelitian ini ialah bagaimanakah urutan pemerolehan morfem terikat bahasa Indonesia siswa kelas IV SD N 5 Pagi Jatinegara Kaum Pulo Gadung Jakarta Timur yang meliputi afiksasi yaitu prefiks, sufiks, konfiks, dan infiks. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran urutan pemerolehan morfem terikat bahasa Indonesia siswa kelas IV SD N 5 Pagi Jatinegara Kaum Pulo Gadung Jakarta Timur yang meliputi afiksasi yaitu prefiks, sufiks, konfiks, dan infiks.. METODE PENELITIAN Metode yang dilakukan adalah metode kualitatif yang bercorak deskriptif dengan mencandrakan data yang diperoleh. Penelitian seperti ini disebut penelitian deskriptif karena diarahkan untuk mengetahui frekuensi, kecenderungan umum, dan variasi data (Seliger; 989:). Tidak ada suatu perlakuan yang disengaja dilakukan untuk terjadinya suatu peristiwa yang diinginkan. Peristiwa yang diteliti sudah berlaku, sekalipun tidak diadakan penelitian, artinya telah terjadi proses belajar mengajar mengenai morfem terikat dalam kalimat bahasa Indonesia.. Teknik Pengumpulan Data Data penelitian sederhana ini diperoleh melalui tes mengarang yang dilakukan pada tanggal 8 Juni 7 kepada siswa kelas IV SD N 5 Pagi Jatinegara Kaum Pulo Gadung Jakarta Timur. Siswa kelas IV tersebut berjumlah 4 orang. 4

. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dilakukan dengan teknik penskoran Metode Kelompok (Group Score Method). Untuk mempermudah penelitian ini, penulis memodifikasi teknik penskoran Metode Kelompok yang dilakukan oleh Dulay, Burt, dan Krashen (98) ke dalam bahasa Indonesia yang meliputi afiksasi. Tabel Contoh Penskoran Morfem Bahasa Indonesia Kategori urutan pemerolehan I. PREFIKS A. Prefiks mena) meng-. tepat penggunaan. keliru (pengaruh B/kurang/tambah) b) mem-. tepat penggunaan. keliru (pengaruh B/kurang/tambah) c) men-. tepat penggunaan. keliru (pengaruh B/kurang/tambah) Contoh pemerolehan Morfem mengambil ngambil, meambil ambil membawa ngebawa, mebawa bawa mendatang ndatang, medatang datang d) me-. tepat penggunaan. keliru (pengaruh B/kurang/tambah) melerai ngelerai, mengelerai, me lerai lerai 5

B. Prefiks ber-. tepat penggunaan. keliru (pengaruh B/kurang/tambah) bertemu betemu temu C. Prefiks di-. tepat penggunaan. keliru (pengaruh B/kurang/tambah) diambil diammbil ambil D. Prefiks ter-. tepat penggunaan. keliru (pengaruh B/kurang/tambah) terjatuh tejatuh jatuh E. Prefiks pe-. tepat penggunaan. keliru (pengaruh B/kurang/tambah) F. Prefiks se-. tepat penggunaan. keliru (pengaruh B/kurang/tambah) II. SUFIKS A. Sufiks kan. tepat penggunaan. keliru (pengaruh B/kurang/tambah) B. Sufiks an. tepat penggunaan. keliru (pengaruh B/kurang/tambah) pengarang pekarang, pegarang karang serumah serrumah rumah tanamkan tanammkan tanam tanaman tanamman tanam C. Sufiks nya. tepat penggunaan. keliru (pengaruh B/kurang/tambah) rumahnya rumanya rumah III. Konfiks dan Kombinasi Afiks A. Konfiks ke- -an. tepat penggunaan kebaikan kebaikkan, 6

. keliru (pengaruh B/kurang/tambah) kebaik kan baik Nilai atau skor yang telah ada tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan Metode Kelompok. Contoh dalam kalimat: Aku melihat layang-layang yang putus. Kemudian aku kejar, tapi sayang aku ngeliat banyak anak-anak lain ikut mengejar layangan itu. Jika siswa menulis setiap morfem yang memerlukan prefiks mesecara sempurna seperti melihat dan mengejar, skor totalnya adalah. Tapi jika ia menulis seperti morfem kalimat di atas, cara menghitungnya: Jadi, pemerolehan morfem terikat prefiks me-siswa tersebut adalah 6,5. yang didapat tersebut akan bermakna jika diketahui juga skor pemerolehan morfem terikat lainnya. Jika skor 4 morfem terikat lain adalah, 9, dan 8, morfem me- berada pada urutan keempat. Sebaliknya, bila skor 4 morfem terikat lainnya 6, 55, dan 5, morfem meberada pada urutan pertama. 3.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian dapat dilihat urutan pemerolehan mofem berupa prefiks, sufiks, kombinasi afiks, dan konfiks. Berikut adalah tabel yang menunjukkan urutan pemerolehan prefiks berdasarkan skor pemerolehan siswa kelas IV SD N 5 Pagi Jatinegara Kaum Pulo Gadung Jakarta Timur. 7

No. Urutan Prefiks Tabel Urutan Prefiks Jumlah Data yang muncul Urutan. se- 6 6 - -. pe- 33 3-98 3. me- 8 7 5 6 97 3 4. di- 6 59 97 3 5. ber- 68 6 5 9 4 6. ter- 34 3 3 9 5 Urutan Pemeroleh an Tabel di atas menunjukkan bahwa prefiks se- yang mendapat skor sebagai urutan pertama pemerolehan prefiks bagi siswa kelas IV SD N 5 Pagi Jatinegara Kaum Pulo Gadung Jakarta Timur. Prefiks pesebagai urutan kedua, prefiks me- dan di- sebagai urutan ketiga, prefiks ber- dan ter- berturut-turut sebagai urutan keempat dan kelima. Dari tabel itu dapat diketahui bahwa prefiks me- merupakan prefiks yang paling banyak muncul dalam tulisan siswa (8) dengan ketidaktepatan penggunaan prefiks yang tinggi pula. Dari temuan terhadap ketidaktepatan itu dapat diketahui bahwa ternyata ketidaktepatan atau kesalahan itu termasuk kesalahan interlingual atau kesalahan akibat pengaruh B. Namun terdapat pula kesalahan karena ketidaktelitian siswa seperti mejaga dan mebawa yang seharusnya menjaga dan membawa. Dapatkah kesalahan seperti ini disebut dengan kesalahan developmental yaitu kesalahan yang sama akan terjadi bila anak belajar bahasa Indonesia sebagai B. Oleh sebab itu, konstruksi ini disebut konstruksi transisi sebelum sampai kepada 8

konstruksi yang benar. Tampaknya perlu dilakukan penelitian sejenis terhadap pengguna bahasa Indonesia sebagai B secara mendalam. Prefiks ber-, di-, dan ter- termasuk prefiks yang cukup banyak muncul dalam karangan siswa namun terdapat kesalahan penggunaannya. Berbeda halnya dengan prefiks se- yang pada dasarnya merupakan prefiks yang paling sedikit muncul dalam karangan siswa. Walaupun frekuensi kemunculannya paling sedikit yaitu hanya 6 kali kemunculan, prefiks se- digunakan secara tepat oleh siswa. Dengan demikian, prefiks se- menempati urutan pertama pemerolehan morfem terikat bagi siswa kelas IV SD N 5 Pagi Jatinegara Kaum Pulo Gadung Jakarta Timur. Dari hasil penelitian diketahui pula urutan pemerolehan sufiks siswa kelas IV SD N 5 Pagi Jatinegara Kaum Pulo Gadung Jakarta Timur. Urutan pemerolehan sufiks yang dikuasai siswa berturut-turut adalah kan, -an, dan nya. Pada dasarnya terdapat pula penggunaan sufiks i namun kemunculannya hanya satu kali. Dengan demikian, sufiks i tidak dihitung sebagai pemerolehan. Hal ini sesuai dengan pandangan Dulay, Burt, dan Krashen (98) yaitu paling tidak harus 3 kali muncul sebuah morfem terikat apabila dihitung sebagai pemerolehan. Berikut adalah tabel urutan pemerolehan sufiks siswa tersebut. Tabel 3 Urutan Sufiks No. Urutan Sufiks Jumlah Data yang muncul Urutan Urutan 9

. -kan 6 6 - -. -an 5 5 - - 3. -nya 3 4-8 94 Tabel di atas menunjukkan bahwa sufiks kan dan -an merupakan sufiks yang berada di urutan pertama. Hal itu disebabkan tidak terdapat kekeliruan walaupun jumlah penggunaannya tidak banyak. Berbeda dengan sufiks nya. Sufiks -nya merupakan sufiks yang paling banyak muncul (3) namun terdapat pula kekeliruan penggunaannya. Jadi hasilnya sufiks nya menempati urutan ke- dalam pemerolehan. Berbeda dengan prefiks, kesalahan dalam sufiks dapat tidak ada yang dapat digolongkan ke dalam kesalahan interlingual atau interferensi dari B siswa. Kesalahan sufiks yaitu sufiks nya bisa jadi kesalahan developmental di mana kesalahan itu akan terjadi pula apabila anak belajar bahasa Indonesia sebagai B-nya. Misalnya Pak Hendra memakai kacamata...(tanpa menggunakan sufiks nya). Kesalahan ini terjadi memang siswa belum sampai pada tahap itu yaitu dalam rangka tahap perkembangannya untuk menguasai sufiks nya. Dilihat dari penggunaan sufiks terlihat bahwa frekuensi penggunaan sufiks termasuk rendah terutama pada penggunaan sufiks kan dan an. Dengan frekuensi penggunaan yang rendah itu tingkat kekeliruannya pun rendah bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya, penggunaan prefiks terutama prefiks me- sangat tinggi namun memiliki tingkat kekeliruan. Dengan demikian, walaupun tingkat kemunculan atau penggunaannya rendah namun kekeliruan penggunaannya rendah akan

terjadi bahwa urutan pemerolehannya menempati tempat yang tinggi dalam arti dikuasai oleh siswa. Atau dengan kata lain, perhitungan skorlah yang menentukan urutan pemerolehan bukan banyaknya kemunculan morfem terikat dalam karangan siswa. Berikut disajikan tabel pemerolehan kombinasi afiks dan pemerolehan konfiks siswa kelas IV SD N 5 Pagi Jatinegara Kaum Pulo Gadung Jakarta Timur. No. Urutan Kombinasi Afiks dan Tabel 4 Urutan Kombinasi Afiks dan Urutan Sufiks Jumlah Data yang muncul Urutan Konfiks. me-kan 56 48 8-93. me-i 33 8 5-9 3. di-kan 3 9 4-9 3 4. ke-an 3 6 6 83 4 Urutan Tabel di atas menunjukkan bahwa urutan pemerolehan kombinasi afiks dan urutan pemerolehan konfiks secara berurut ialah kombinasi afiks me-kan, me-i, di-kan, dan ke-an. Dapat dilihat bahwa semua item di atas memiliki kesalahan sehingga tidak ada yang mencapai skor urutan. Pada pemerolehan konfiks ke-an merupakan pemerolehan terakhir dan hanya memiliki skor urutan 83. hal ini berarti dari skor urutan yang muncul untuk semua morfem terikat bahasa Indonesia yang diteliti ini konfiks ke-an yang mendapat skor terkecil. Gejala ini sejalan dengan pendapat yang dikemukan oleh Omar (dikutip Long, 7) bahwa afiksasi

Prefiks me- Prefiks ber- Prefiks di- Prefiks ter- Prefiks pe- Prefiks se- Suffiks -nya Suffiks -kan Suffiks -an Kombinasi mekan Kombinasi me-i Kombinasi di-kan Konfiks ke-an Urutan yang paling akhir dikuasai oleh anak ialah konfiks ke-an. Kesalahan dalam kombinasi afiks dan konfiks di dalam penelitian ini dapat digolongkan kesalahan interlingual dan kesalahan developmental. Kesalahan interlingual misalnya... kaca mata bapak-bapak itu dikasihin. dan... lalu orang hutan kepusingan... Sementara itu kesalahan developmental contohnya Itu punya pak Hendra. Dari pembahasan urutan pemerolehan morfem terikat siswa kelas IV SD N 5 Pagi Jatinegara Kaum Pulo Gadung Jakarta Timur di atas dapat digambarkan grafik berikut ini. Grafik Urutan Morfem Terikat Bahasa Indonesia 99 98 97 96 95 94 93 9 9 9 89 88 87 86 85 84 83 Morfem Terikat

4. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa urutan pemerolehan morfem terikat bahasa Indonesia tulis siswa kelas IV SD N 5 Pagi Jatinegara Kaum Pulo Gadung Jakarta Timur ialah urutan morfem terikat berupa afiks yaitu prefiks se- pada urutan pertama, prefiks peurutan kedua, prefiks me- dan di- urutan ketiga, prefiks ber- urutan keempat, dan prefiks ter- pada urutan terakhir. Urutan morfem terikat berupa sufiks yaitu sufiks kan dan an berada pada urutan pertama dan sufiks nya di urutan kedua. Urutan morfem berupa gabungan afiks dan konfiks yaitu me-kan pada urutan pertama, me-i pada urutan kedua, dikan pada urutan ketiga serta konfiks ke-an pada urutan terakhir. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa adanya pengaruh besar terhadap frekuensi penggunaan suatu morfem terikat dengan skor yang didapat. Hal ini ditunjukkan oleh semakin jarang suatu morfem muncul dalam karangan siswa, kemungkinan ketidaktepatan atau kekeliruan penulisan akan semakin kecil sehingga skor yang didapat akan semakin besar. Sebaliknya semakin sering morfem terikat itu muncul dalam karangan siswa, kemungkinan ketidaktepatan atau kekeliruan penulisan morfem terikat itu semakin besar sehingga skor yang didapat semakin kecil. Jelas hal ini akan berpengaruh terhadap urutan pemerolehan. 3

Saran Informasi penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada guru terhadap pengembangan materi untuk meningkatkan pengembangan belajar bahasa yang natural. Selain itu, diharapkan dilakukan penelitian sejenis dengan teknik pengumpulan data baik dari data lisan maupun tulisan. Dengan data yang diperoleh dari kedua sumber tersebut diharapkan morfem-morfem yang diharapkan muncul kemungkinan besar akan muncul. Selanjutnya, perlu dilakukan penelitian terhadap urutan pemerolehan kepada anak-anak yang B-nya bahasa Indonesia serta kepada orang asing yang belajar bahasa Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Dulay, Heidi; Marina Burt, dan Stephen Krashen.. 98. Language Two. New York: Oxford University Press. Edmondson, Wilis. 999. Twelve Lectures on Second language Acquisition: Foreign Language Teaching and Learning Perspectives. Gunter Narr Verlag Tubingen: Tubingen Long, Juriah. 7. Imbuhan pada Peringkat Prasekolah dan Implikasinya terhadap Pendidikan Bahasa. Pramuniati, Isda. Bentuk Urutan Klausa Relatif Bahasa Perancis. Diakses dari http://www.apfipppsi.com/cadence9/pedagog9-3.htm/. Diakses pada tanggal Juni 7. Seliger, H.W dan E. Shohamy. 989. Second Language Reasearch Methods. Oxford: Oxford University Press. Slobin, D. 985. The Crosslinguistic Study of Language Acquisition, Vol. Hliisdale: Lawrence Erlbaum. 4

5