PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS UMBI-UMBIAN



dokumen-dokumen yang mirip
TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL

VARIETAS UNGGUL UBIKAYU UNTUK BAHAN PANGAN DAN BAHAN INDUSTRI

DESKRIPSI VARIETAS UNGGUL UBIKAYU UK-1

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

DESKRIPSI VARIETAS UNGGUL UBI KAYU UK-1

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row

V. VARIETAS UNGGUL UBI KAYU

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

Teknologi Produksi Ubi Jalar

Lampiran 1. Deskripsi Varetas Adira-1

UBI JALAR. Seleksi Gulud Tunggal Klon-klon Ubi jalar. Berkadar Betakarotin Tinggi

Ketergantungan kebutuhan karbohidrat pada padi seperti yang terjadi saat ini sangat tidak menguntungkan bagi kelangsungan ketahanan pangan nasional.

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

Deskripsi Ubikayu Varietas Adira 1

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41

VARIETAS UNGGUL DAN KLON-KLON HARAPAN UBIKAYU UNTUK BAHAN BAKU BIOETANOL

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

VI. UBIKAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 23

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan komoditas andalan Indonesia,

Pada umumnya sebagai sumber pangan karbohidrat, pakan ternak dan bahan baku industri olahan pangan. Ke depan peranannya semakin penting dan strategis

PEMUPUKAN TANAMAN UBIKAYU BERDASARKAN METODE PERANGKAT UJI TANAH KERING DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Menurut Cock (1985), ubikayu merupakan salah satu tanaman penghasil

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

Gambar 1. Varietas TAKAR-1 (GH 4) Edisi 5-11 Juni 2013 No.3510 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

Medan, November 2010 Ketua peneliti, Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP, MSc, PhD

TANAMAN PENGHASIL PATI

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG UNTUK PRODUKSI BIOMAS PADA LAHAN MARJINAL. M. Akil Balitsereal Maros ABSTRAK

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

6 Hasil Utama Penelitian Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2016

UBI JALAR. 32 Laporan Tahun 2011 Penelitian Aneka Kacang dan Umbi PERBAIKAN GENETIK

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN

PERKEMBANGAN UBI JALAR DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PERCEPATAN DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI JAWA TENGAH

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

DAFTAR GAMBAR. optimal, dan yang tidak dipupuk

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

PENGATURAN POPULASI TANAMAN JAGUNG UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI SIDRAP

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

Uji Adaptasi Galur Harapan Kedelai Tahan Pecah Polong dan Toleran Hama Pengisap Polong

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

Optimasi Hasil Ubikayu Menggunakan Teknologi Adaptif

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Komoditi jagung memiliki peranan cukup penting dan strategis dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK UNTUK MENINGKATAN PRODUKSI JAGUNG (Zea Mays L.) DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015).

Teknologi Produksi Ubi Kayu melalui Sistem Integrasi Tanaman-Ternak sebagai Sumber Bahan Baku Bioetanol Idaryani

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lokal karena memiliki kandungan karbohidrat yang relatif tinggi. Zuraida dan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

UBIKAYU: VARIETAS DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA

Kentang (Solanum tuberosum) merupakan sumber kalori

PROFIL DAN PELUANG PENGEMBANGAN UBI JALAR UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DAN AGROINDUSTRI

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di dunia. Hal itu dikarenakan jagung memiliki nilai gizi yang

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kata kunci : Rhizobium, Uji VUB kedelai, lahan kering

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

Lampiran 1. Perhitungan Kebutuhan Pupuk anorganik. : / 0,25 m. : tanaman. : g / tan.

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

Lampiran 1. Persyaratan teknis minimal pupuk organik % % % ppm. Sel/ml %

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan komoditas yang menjadi salah

USAHA TANI PARIA MENUNJANG KEGIATAN VISITOR PLOT DI KEBUN PERCOBAAN MAUMERE. I. Gunarto, B. de Rosari dan Masniah BPTP NTT

LEBIH DALAM : PADI, KARET DAN SAWIT. Disusun oleh : Queen Enn. Nulisbuku.com

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

Analisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan lokal, termasuk ubi jalar (Erliana, dkk, 2011). Produksi ubi

Transkripsi:

PENINGKATAN PRODUKSI DAN KUALITAS UMBIUMBIAN Nasir Saleh, St.A. Rahayuningsih dan M.Muchlis Adie Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbiumbian (Balitkabi) P.O. Box 66 Malang 65101 ABSTRAK Ubikayu dan ubijalar banyak dimanfaatkan untuk bahan pangan, pakan dan bahan baku industri (pangan dan kimia). Meningkatnya jumlah penduduk, berkembangnya industri peternakan dan industri berbahan baku ubikayu dan ubijalar (termasuk industri bioethanol) dipastikan akan mendorong kebutuhan ubikayu dan ubijalar meningkat secara tajam. Peningkatan produksi ubikayu dan ubijalar dapat dilakukan dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas ubikayu dan ubijalar yang masih rendah ( masingmasing 18,2 t/ha dan 11 t/ha), dilakukan dengan menanam varietas unggul dan menerapkan teknologi budidaya yang lebih maju. Ekstensifikasi dilakukan dengan meningkatkan luas areal tanam/panen ke lahan kering dengan berbagai jenis tanah, memanfaatkan lahan tidur dan lebih meningkatkan indeks pertanaman. Perakitan varietas untuk perbaikan kualitas ubikayu sebagai bahan pangan, selain produktivitas tinggi juga diarahkan pada rasa enak (kadar HCN rendah), mempur dan tidak berserat. Sementara pada ubijalar diarahkan pada fungsi nya sebagai makanan kesehatan (functional foodt) yaitu mempunyai rasa enak dan kandungan betakaroten atau antosianin yang tinggi.sebagai bahan baku industri (ethanol) selain produktivitas dan kadar pati tinggi juga mempunyai kadar gula total dan nilai konversi etanol yang tinggi. Kata kunci : Peningkatan produksi, kualitas, ubikayu, ubijalar ABSTRACT Cassava and sweet potato were used as food, feed and rough materials for industries (food and chemical industries). Increasing of the human population, development of veteriner industries, and many cassava/sweet potato based idustries (including bioethanol) was believed to sharply increase the cassava/sweet potato demands. Increasing of the cassava/sweet potato production could be achieved through increasing their productivity which are still low (18.2 t/ha and 11 t/ha respectively) by planting of improved varities followed by available advanced cultural practices and expanded the cassava and sweet potato to upland areas, sleeping land and increasing cropping indext. Crop improvement of eatingcassava was directed to high productivity, low HCN content and not fiberous, while for industrial was directed to high productivity, high starch and total glucose content and high ethanolconversion values. For sweet potato crop improvement was directed in accordance to its role as functional food, i.e. high productivity and high betacarotene and anthocyanin content. Key words: Increase production, quality, cassava, sweet potato 1

PENDAHULUAN Ubikayu dan ubijalar merupakan tanaman yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Hal tersebut tercermin dari daerah penyebaran komoditas tersebut di hampir seluruh propinsi di Indonesia. Sebagai bahan sumber karbohidrat, ubikayu dan ubijalar banyak dimanfaatkan untuk bahan pangan, bahan pakan serta bahan baku industri (pangan dan kimia). Menurut Hafsah (2003) sebagian besar produksi ubikayu di Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (85 90%), sedang sisanya diekspor dalam bentuk gaplek, chip dan tepung tapioka. Dari total produksi yang ada (19,3 juta ton), lebih kurang sebanyak 75% dikonsumsi sebagai bahan pangan (secara langsung atau melalui proses pengolahan), 1314% untuk keperluan industri nonpangan, 2% untuk pakan dan 9% tercecer Jumlah penduduk Indonesia yang besar (247 juta) dengan pertumbuhan yang masih tinggi (1,47%/tahun) mendorong Pemerintah untuk terus meningkatkan produksi ubikayu sebagai bahan pangan alternatif mendukung ketahanan pangan Nasional. Dalam ransum pakan ternak maupun unggas, ubikayu digunakan dalam bentuk tepung tapioka, pellet maupun limbah industri ubikayu (onggok). Penggunaan ubikayu untuk pakan relatif masih rendah, sekitar 2%. Namun usaha peternakan yang meningkat dengan laju pertumbuhan 12,9% per tahun untuk ternak pedaging dan 18,0% per tahun untuk ternak petelur, permintaan ubikayu untuk pakan juga akan meningkat. Ubikayu banyak digunakan sebagai bahan baku industri diolah melalui proses dehidrasi ( chip, pellet, tepung tapioka ), hidrolisa (dekstrose, maltose, sukrose, sirup glukose) dan proses fermentasi (alkohol, butanol, aseton, asam laktat, sorbitol dll). Pencanangan bioethanol sebagai sumber energi alternatif terbarukan berupa Gasohol10 (campuran premium dengan 10% etanol), dimana 8% keperluan etanol berasal dari ubikayu dan peningkatan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) sebesar 7%/tahun akan lebih memacu kebutuhan ubikayu. Seperti halnya ubikayu, sebagian besar (89%) ubijalar juga dimanfaatkan sebagai bahan pangan, baik secara langsung (direbus, digoreng, dioven, juice) atau setelah melalui proses pengolahan (kue basah, kue kering, rerotian, mie, selai). Hanya sebagian yang digunakan untuk bahan pakan dan baku industri. Di Papua, ubijalar merupakan makanan pokok dan merupakan komoditas yang punya arti penting dalam beberapa upacara adat. Sejalan dengan Program difersifikasi pangan, ubijalar yang banyak mengandung karbohidrat, mineral dan vitamin ubijalar juga berpeluang dimanfaatkan sebagai sumber pangan alternatif (non beras), bahkan dengan beberapa keunggulannya (mengandung beta karoten, antosianin, senyawa fenol, dan serat pangan serta nilai indeks glisemiknya (Glycemic Index), ke depan ubijalar difungsikan juga sebagai makanan untuk kesehatan (functional food) (Ginting et al.,.2011). KERAGAAN PRODUKSI Data perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas ubikayu dan ubijalar selama dasa warsa terakhir (tahun 20002009) menunjukkan bahwa produksi ubikayu dan ubijalar meningkat masingmasing 3,25% dan 0,75%/tahun, namun luas tanam berkurang 0,37% dan 0,58%/tahun (Tabel 1 dan 2). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan produksi lebih disebabkan karena peningkatan produktivitas yang mencapai 2

3,89%/tahun pada ubikayu dan 1,35%/tahun pada ubijalar. Hal ini berarti pula bahwa perbaikan teknologi produksi pada ubikayu yang meliputi penggunaan varietas unggul dan perbaikan teknologi budidaya telah berhasil meningkatkan produktivitas secara lebih nyata dibanding pada ubijalar, namun keduanya mampu meningkatkan produksi ubikayu dan ubijalar. Tabel 1. Perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas ubikayu selama 10 tahun terakhir (20002009) Tahun Produksi Pertbhan Luas panen Pertbhan Produktivitas Pertbhan (000 t) (%) (000 ha) (%) (kw/ha) (%) 2000 16.084 1.284,0 125 2001 17.055 6,03 1.317,9 2,64 129 3,20 2002 16.913 0,83 1.276,5 3,14 132 2,32 2003 18.524 9,52 1.244,5 2,50 149 12,88 2004 19.264 3,99 1.239,8 0,38 155 4,03 2005 19.321 0,29 1.213,5 159 2,58 2006 19.986 3,44 1.227,5 1,15 163 2,51 2007 19.988 0,10 1.201,5 2,11 166 1,84 2008 21.757 8,85 1.204,9 0,28 180 8,43 2009 21.990 1,07 1.205,5 0,40 18,2 1,11 Ratarata (%/tahun) 3,25 0,37 3,89 Sumber : BPS, 2009, 2005 Tabel 2. Perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas ubijalar selama 10 tahun terakhir (20002009) Tahun Produksi Pertbhan Luas panen Pertbhan Produktivitas Pertbhan (000 t) (%) (000 ha) (%) (kw/ha) (%) 2000 1.827,7 194,3 94,0 2001 1.749,1 4,37 181,0 6,84 97,0 3,09 2002 1.771,6 1,14 177,3 2,04 100,0 3,09 2003 1.991,5 12,41 197,5 11,39 101,0 1,00 2004 1.901,8 4,50 184,5 6,58 104,1 3,07 2005 1.856,9 2,10 178,3 3,36 104,1 0,00 2006 1.854,2 0,54 176,5 1,00 105,0 0,86 2007 1.886,8 2,16 176,9 0,22 106,6 1,52 2008 1.881,7 0,37 174,5 1,35 107,8 1,12 2009 1.947,3 3,72 181,1 3,78 107,5 0,28 Ratarata (%/tahun) 0,75 0,58 1,35 Sumber : BPS, 2005, 2009 3

SENTRA PRODUKSI Ubikayu dan ubijalar sebagian besar diusahakan di lahan kering dan hanya sebagian kecil ditanam di lahan sawah dengan berbagai jenis tanah yaitu: Alfisol. Ultisol, Inceptisol yang pada umumnya mempunyai tingkat kesuburan rendah. Provinsi sentra produksi ubikayu meliputi: Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur dan D.I. Yogyakarta. Data produksi ubikayu tahun 20002009 terlihat pada tahun 2000 pulau Jawa masih merupakan sentra produksi ubikayu yang dominan dalam memberi kontribusi produksi nasional (57,2%), Sumatera (25,5%), dan propinsi di pulau lainnya (17,3%). Namun pada tahun 2009, kontribusi produksi ubikayu di pulau Jawa menurun menjadi 44,56%, sementara pulau Sumatera naik mennjadi 42,33%, dan pulau lainnya sedikit turun menjadi 12,23% (Tabel 3). Hal ini menunjukkan adanya pergeseran sentra produksi ubikayu dari pulau Jawa ke pulau Sumatera. Data produksi ubikayu tahun 20002009 juga memperlihatkan bahwa angka pertumbuhan produksi nasional adalah 3,25%/tahun, dengan angka pertumbuhan untuk pulau Jawa sebesar 0,70%/tahun dan Sumatera 9,08%/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan ubikayu banyak terjadi di Sumatera dibandingkan di Jawa. Di antara enam provinsi sentra produksi ubikayu, provinsi Lampung menunjukkan angka pertumbuhan produksi tertinggi yaitu 11,31%/tahun, diikuti provinsi D.I.Yogajakarta (4,97%/tahun), Jawa Barat (2,11%/tahun), dan Nusa Tenggara Timur(1,77%/tahun). Angka pertumbuhan yang tinggi di provinsi Lampung diduga erat hubungannya dengan berkembangnya industriindustri pengolahan berbahan baku ubikayu. Di provinsi Lampung angka pertumbuhan produksi ubikayu yang tinggi terjadi pada tahun 2001 dan 2003 yang masingmasing sebesar 22,56% dan 43,60% akibat meningkatnya luas panen ubikayu di provinsi tersebut. Hal ini diduga terkait dengan harga ubikayu yang cukup baik pada tahun 2000 dan 2002, sehingga petani berusaha meningkat produksi ubikayu pada tahun berikutnya. Fluktuasi luas panen antar waktu merupakan gambaran tanggap terhadap tinggi rendahnya harga umbi dari waktu sebelumnya. Saleh et al. (2000) juga menjelaskan bahwa sebagian besar usahatani ubikayu di Indonesia yang dilakukan oleh petani kecil dengan kemampuan modal dan teknologi terbatas sangat respon terhadap signal harga yang diimplementasikan dalam bentuk usahatani ubikayu mereka pada tahun berikutnya. Apabila harga ubikayu baik, luas panen musim berikutnya naik dan sebaliknya bila harga ubikayu pada musim tersebut kurang bagus, maka luas panen pada tahun berikutnya juga berkurang. DI Yogyakarta merupakan propinsi sentra produksi ubikayu yang dari tahun ke tahun selalu menunjukkan angka pertumbuhan positif dari 1,88% pada tahun 2002 hingga 6,93% pada tahun 2004. Kenaikan angka pertumbuhan pada tahun 2004 diduga berkaitan dengan berkembangnya industri Tiwul instan dan meningkatnya kebutuhan ubikayu sebagai substitusi bahan pangan. Seperti halnya dengan ubikayu, pulau Jawa masih merupakan sentra produksi ubijalar. Pada tahun 2000, produksi ubijalar di pulau Jawa mencapai 0,73 juta ton yang berarti memberi kontribusi produksi nasional 39,9%, namun pada tahun 2009 kontribusinya sedikit turun menjadi 35,4%. Selama kurun waktu satu dasawarsa 2000 2009, pertumbuhan produksi tertinggi dicapai oleh propinsi Papua yaitu 5,61%/tahun, diikuti Sumatera Utara yang mencapai 2,22%/tahun. Sementara propinsi lain justru mengalami pertumbuhan produksi yang negatif.. Di Papua, produksi tertinggi terjadi pada 4

tahun 2003 yang mencapai 0,51 juta ton, yang berart1 meningkat 96% dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencapai 0,26 juta ton. Hal tersebut diduga adanya gerakan meningkatkan pangan utama(ubijalar), setelah terjadinya kasus kelaparan di Yahokimo pada tahun 2002. Namun pada tahuntahun berikutnya produksi relatif stabil antara 0,30 0,34 ton. Pada tahun 2009, propinsi Jawa Barat dan Papua masingmasing memberi kontribusi sebesar 20% dan 17,43%. Besarnya produksi ubijalar di propinsi Jawa Barat diduga didorong oleh adanya perusahaan yang bermitra kerja dengan kelompok tani dan mengekspor ubijalar ke negara Jepang, Malaysia dan Taiwan. Sementara propinsi Jawa Timur, Sumatera Utara, Jawa Tengah dan NT.Timur memberi kontribusi antara 5,6 7,17%. (Tabel 4). Di Sumatera Utara ubijalar selain sebagai pangan, juga digunakan sebagai pakan babi. Pada beberapa tahun terakhir ubijalar (jenis Beniazuma) banyak dikembangkan untuk diekspor ke Jepang. Tabel 3. Sentra produksi ubikayu di Indonesia (20002009) Provinsi Produksi ( juta ton) Laju pertum buhan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 (%/tahun) Lampung 2.9 3.58 3.47 4.98 4.68 4,87 5,50 6,39 7,21 7,88 11,31 Jawa Timur 3.6 4.01 3.92 3.78 3.96 4,02 3,68 3,42 3,53 3,09 1,29 Jawa Tengah 3.1 3.32 3.10 3.47 3.66 3,48 3,55 3,41 3,32 3,37 0,96 Jawa Barat 1.8 1.57 1.80 1.65 2.07 2,07 2,04 1,92 2,03 2,12 2,11 NT.Timur 0,8 0,78 0, 87 0,86 0,86 0.89 0,94 0,79 0,93 0,92 1,77 Yogyakarta 0,7 0,74 0,75 0,76 0,82 0,92 1,02 0,97 0,89 1,10 4,97 Sumatera 4.1 4.74 4.55 5.96 5.75 5,84 6,58 7,33 8,96 9,31 9,08 Jawa 9.2 9.74 9.71 9.82 10.68 10,63 10,44 9,85 9,90 9,80 0,70 Prop.lain 2,8 2,57 2,65 2,74 2,83 2,85 2,94 2,80 2,90 2,69 1,23 Indonesia 16.09 17.05 16.91 18.52 19.26 19,32 19,98 19,98 21,76 21,99 3,24 Sumber: BPS, 2009 dan 2005 Tabel 4. Sentra produksi ubijalar di Indonesia (20002009) Provinsi Produksi (juta ton) Laju pertum buhan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 (%/tahun) Jawa Barat 0,38 0,31 0,39 0,35 0,39 0,39 0,39 0,37 0,38 0,39 0,87 Papua 0,28 0,28 0,26 0,51 0,30 0,29 0,31 0,32 0,35 0,34 5,61 Jawa Timur 0,19 0,20 0,17 0,17 0,16 0,15 0,15 0,15 0,14 0,14 2,85 Jawa Tengah 0,14 0,13 0,13 0,14 0,14 0,14 0,12 0,14 0,12 0,12 1,37 NT.Timur 0,15 0,15 0,13 0,09 0,13 0,10 0,11 0,10 0,11 0,11 2,18 Sumatera Utara 0,12 0,12 0,12 0,13 0,12 0,11 0,10 0,12 0,11 0,14 2,22 Jawa 0,73 0, 69 0,73 0,70 0,74 0,73 0,70 0,70 0,67 0,69 0,48 Indonesia 1.83 1.75 1.77 1.99 1.90 1,86 1,85 1,88 1,88 1,95 0,75 Sumber: BPS, 2009 dan 2005 5

TEKNOLOGI PENINGKATAN PRODUKSI Hingga tahun 2009, produktivitas ubikayu dan ubijalar masingmasing baru mencapai 18,2 t/ha dan 11 t/ha, jauh dari potensi hasil beberapa varietas unggul ubikayu dan ubijalar yang masingmasing dapat mencapai 3040 t/ha dan 2035 t/ha. Karama (2003) menyatakan bahwa rendahnya produktivitas ubikayu dan ubijalar antara lain disebabkan oleh: (a). Sebagian besar petani masih menggunakan varietas lokal yang umumnya produktivitasnya rendah, (b). Kualitas bibit yang digunakan seringkali kurang baik, (c). Ubikayu dan ubijalar sebagian besar diusahakan di lahan kering yang seringkali kesuburannya lebih rendah dibanding lahan sawah, (d). Pengelolaan tanaman dilakukan secara sederhana dengan masukan (input) sekedarnya. Secara umum, peningkatan produksi ubikayu dan ubijalar dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas (intensifikasi), terutama pada daerahdaerah sentra produksi ubikayu dan ubijalar yang sudah ada, dan perluasan areal tanam/panen (ekstensifikasi) ke daerah pengembangan baru di lahan kering dan lahan tidur terutama di luar Jawa. Menurut Wargiono (2007) untuk memenuhi kebutuhan ubikayu perlu peningkatan produksi yang tumbuh secara berkelanjutan 57%/tahun. Hal tersebut dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas 35%/tahun dan perluasan areal 1020%/tahun. 1. Intensifikasi 1.a. Varietas unggul baru (VUB). VUB merupakan komponen teknologi produksi yang sangat strategis dalam upaya meningkatkan produksi ubikayu/ubijalar karena berkaitan dengan potensi hasil yang tinggi. Varietas unggul baru yang mempunyai karakter sesuai dengan kebutuhan dan preferensi pengguna juga relatif mudah diterima petani, dan kompatibel dengan komponen teknologi budidaya lain. Hingga tahun 2009, Badan Litbang Pertanian telah melepas masingmasing 10 varietas unggul ubikayu dan 19 ubijalar, masingmasing dengan sifat keunggulan (Tabel 5 dan 6). Dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya (padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan ubijalar), pembentukan/pelepasan varietas unggul ubikayu di Indonesia adalah tertinggal atau lambat, sebab selama ini di samping komoditas ubi kayu belum memperoleh prioritas, juga karena umur panennya panjang (8 10 bulan). Ubikayu varietas UJ5 dan UJ3 yang mempunyai hasil dan kadar pati yang tinggi telah berkembang secara luas di propinsi Lampung, sebagai bahan baku industri tepung dan pati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Malang4 beradaptasi dan menghasilkan umbi 4055 t/ha di kabupaten Lampung Selatan dan Lampung Utara (Saleh et al., 2006 ; Rajid et al., 2008). Varietas Adira4, MLG6 dan Kaspro yang juga mempunyai produksi dan kadar pati tinggi telah berkembang luas di Jawa Timur. 6

Tabel 5. Varietas unggul ubikayu yang telah dilepas di Indonesia sejak 19782009 Varietas Asal usul Tahun Umur Hasil Keunggulan dilepas (bln) (t/ha) Adira 1 Mangi/Ambon 1978 710 22 Agak tahan tungau merah (Tetranichus bimaculatus) Tahan terhadap bakteri hawar daun, Pseudomonas solanacearum, dan Xanthomonas manihotis Adira 2 Mangi/Ambon 1978 812 22 Cukup tahan tungau merah (Tetranichus bimaculatus) Tahan terhadap Pseudomonas solanacearum Adira 4 Silang bebas dari induk betina BIC 528 1978 10 35 Cukup tahan tungau merah (Tetranichus bimaculatus) Tahan terhadap Pseudomonas solanacearum dan Xanthomonas manihotis Malang 1 CM101519/CM8491 1992 910 36,5 Toleran tungau merah (Tetranichus bimaculatus) Toleran bercak daun (Cercospora sp.) Adaptasi cukup luas Malang 2 CM9222/CM50737 1992 810 31,5 Agak peka tungau merah (Tetranichus bimaculatus) Toleran bercak daun (Cercospora sp.) Darul Hidayah 1998 812 102,10 Agak peka tungau merah (Tetranichus sp.) Agak peka busuk jamur (Fusarium sp.) UJ3 Thailand 2000 810 2035 Agak tahan CBB (Cassava Bacterial Blight) UJ5 Thailand 2000 910 2538 Agak tahan CBB (Cassava Bacterial Blight) Malang 4 Silang bebas dari induk betina Adira 4 2001 9 39,7 Agak tahan tungau merah (Tetranichus sp.) Adaptif terhadap hara suboptimal Malang 6 MLG10071/MLG 10032 2001 9 36,4 Agak tahan tungau merah (Tetranichus sp.) Adaptif terhadap hara suboptimal Sumber: Balitkabi, 2011 7

Tabel 6. Varietas unggul ubijalar yang telah dilepas di Indonesia sejak 19772009 Varietas Asal usul Tahun Umur Hasil Keunggulan dilepas (bln) (t/ha) Daya Putri selatan/jonga 1977 4 23 Agak tahan hama boleng Tahan terhadap penyakit keriting Borobudur No.380/Filipina II 1982 3,54 20 Toleran hama penggerek Toleran penyakit kudis Prambanan 1982 28 Mendut IITA, Nigeria 1989 4 35 mampu beradaptasi lahan marginal Dapat ditanam sampai 900 m dpl Kalasan AVRDC, Taiwan 1991 34 40 Agak tahan karat daun Mampu beradaptasi pada lahan marginal Muaratakus SQ27xIKI 1995 44,5 3035 Tahan penyakit kudis( Sphaceloma batatas.) Cocok di lahan kering dan sawah Cangkuang SRIS 226 1998 44,5 3031 Agak tahan hama boleng Tahan penyakit kudis Sewu Daya Op Sr8 1998 44,5 2830 Agak tahan hama boleng Tahan penyakit kudis Sari Genjahrante x Lapis 2001 3,54 3035 Agak tahan hama boleng Tahan penyakit kudis Boko No.14 x MLG 1258 2001 44,5 2530 Agak tahan hama boleng Toleran penyakit kudis Sukuh AB 940 2001 44,5 2530 Agak tahan hama boleng Tahan penyakit kudis Jago B00593 2001 44,5 2530 Agak tahan hama boleng Agak tahan penyakit kudis Kidal Inaswang 2001 44,5 2530 Agak tahan hama boleng Tahan penyakit kudis Sawentar Papua Patippi Papua Solossa Antin 1 Beta1 Beta2 Persilangan bebas induk betina varietas Mantang merah Persilangan bebas induk betina varietas Gowok Muara Takus x (lokal Papua) Siate Persilangan lokal Samarinda x Kinta (lokal Papua) Persilangan bebas induk betina MSU 01015 Persilangan bebas induk betina MSU 01015 2006 4,56 2530 Agak tahan boleng dan penyakit kudis, cocok untuk dataran tinggi 2006 4,56 2633 Agak tahan hama dan penyakit kudis, cocok untuk dataran tinggi 2006 4,56 2430 Agak tahan hama boleng dan penyakit kudis, cocok untuk dataran tinggi 2009 44,5 2636 Kadar antosianin 33,89 mg/100 g bahan, agak tahan boleng, toleran kekeringan 2009 44,5 2535 Kadar betakaroten 12.032 ug/100 g, agak tahan kudis dan boleng 2009 44,5 2535 Kadar betakaroten 4.629 ug/100 j bahan, agak tahan poenyakit kudis dan boleng 8

Preferensi pengguna terhadap ubijalar lebih dinamis dan bervariasi tergantung daerah dan peruntukan dan perkembangan pasar. Di beberapa daerah petani menyukai umbi dengan kulit umbi merah dan daging umbi krem, sementara di daerah lain petani lebih suka kulit umbi dan daging umbi yang putih.varietas Sari yang berumur genjah (dipanen 3,54 bulan) telah tersebar luas di kabupaten Karanganyar dan Malang, sebagian besar produknya dikirim ke Sidoarjo/Surabaya sebagai bahan baku industri saus. Varietas lokal Asih yang mempunyai kadar pati tinggi banyak ditanam di Cirebon untuk bahan baku industri pasta dan kubus beku untuk diekspor ke Jepang. 1.2. Teknologi Budidaya pendukung Di samping varietas, teknologi budidaya pendukung akan membantu masingmasing varietas untuk menghasilkan sesuai dengan potensi hasilnya. Jarak tanam atau populasi tanaman per hektar merupakan komponen teknologi yang paling pertama dulu mendapat perhatian para petani, sebab komponen tersebut selain mudah dipahami dan diterapkan petani, juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. 1.2.a. Jarak tanam. Jarak tanam ubi kayu/ubijalar yang sesuai sangat ditentukan antara lain oleh sistem tanam, pola pertumbuhan tanaman dan tingkat kesuburan lahan. Pada sistem monokultur, penanaman ubikayu dapat dilakukan pada jarak tanam 100 cm x 100 cm atau 100 cm x 80 cm. Ubikayu dengan pola percabangan di bawah (misal varietas Darul Hidayah) umumnya ditanam dengan jarak yang lebih lebar (125 cm x 125 cm). Pada tanah yang kurang subur (daerah Lampung) untuk mendapatkan hasil yang tinggi per satuan luas, ubikayu dapat ditanam dengan jarak tanam yang lebih rapat (Tabel 7). Dengan menanam lebih rapat, meskipun hasil per tanaman lebih sekit tapi karena populasinya tinggi hasilumbi per satuan luas menjadi lebih tinggi pula. Tabel 7. Hasil ubikayu pada populasi tanam yang berbeda di Lampung Timur dan Lampung Tengah MT. 2007 Lampung Timur Lampung Tengah Varietas 12.500 tan/ha 20.000 tan/ha 40.000 tan/ha 12.500 tan/ha 20.000 tan/ha 40.000 tan/ha UJ3 31,0 0 bc 28,57 c 28,28 c 27,34 30,20 30,49 UJ5 36,98 a 31,83 b 28,40 c 29,59 32,91 31,80 Sumber: Balitkabi, 2010 Keterangan: Angka yang didampingi huruh yang sama tidak berbeda menurut BNT 0,05 Ubijalar umumnya ditanam pada guludan dengan ukuran yang bervariasi lebar dasar 80100 cm, tinggi 1530 cm, sehingga jarak antar puncak guludan berkisar 80120 cm. Jarak tanam di dalam baris (gulud) berkisar 2030 cm, sehingga diperoleh populasi tanaman 40.00060.000 setiap hektarnya. Populasi tanaman sangat menentukan ukuran dan produksi umbi. Varietas Sari yang mempunyai tajuk kompak dapat ditanam dengan jarak tanam antar tanaman yang lebih rapat (20 cm), sehingga hasilnya meningkat. Hasil penelitian di tanah Entisol Blitar dan Mojokerto menunjukkan bahwa tinggi guludan 30 cm memberi hasil yang lebih baik dibanding tanpa guludan (Tabel 8). 9

Tabel 8. Produktivitas umbi ubijalar pada berbagai tinggi guludan di tanah Entisol Blitar dan Mojokerto MK 2003. Tinggi guludan (cm) Blitar Produktivitas (t/ha) Mojokerto Tanpa guludan 33,11 28,45 Tinggi 10 cm 28,82 32,70 Tinggi 20 cm 31,29 29,61 Tinggi 30 cm 33,97 43,86 Sumber: Balitkabi, 2003 Keterangan: Pada umur 45 minggu dilakukan pembubunan, sehingga semua perlakuan mempunyai tinggi guludan 30 cm; * = berbeda nyata dibanding kontrol tanpa gulud. 1.2.b. Pemupukan Ubikayu merupakan tanaman yang adaptasi pada lingkungan tumbuh yang lebih baik dibanding tanaman pangan lain (toleran kekeringan, toleran masam, toleran kadar Aldd yang lebih tinggi, mampu mengekstrak hara yang lebih efektif). Kemampuan adaptasi tanaman ubi kayu yang baik menyebabkan tanaman ini dapat tumbuh dan menghasilkan biarpun diusahakan pada lahan suboptimal maupun marjinal. Jumlah hara yang diambil untuk setiap ton umbi yang dihasilkan adalah lebih kurang 6,5 kg N, 2,24 P205 dan 4,32 kg K20. Hara yang terangkut dari dalam tanah tersebut perlu diganti melalui tindakan pemupukan organik dan anorganik (Howeler, 1994; Howeler, 2002). Oleh karena itu dalam jangka panjang produktivitasnya pada lahan suboptimal/marjinal juga akan cepat menurun apabila dalam pengusahaannya apabila tanpa disertai dengan pemupukan yang seimbang dengan hara yang diekstraksi. Untuk memperoleh hasil ubikayu yang tinggi pemupukan sangat diperlukan, mengingat tanaman ini banyak dibudidayakan pada lahan yang tanahnya mempunyai kesuburan sedang sampai rendah seperti tanah Alfisol (Mediteran), Oxisol (Latosol), dan Ultisol (Podsolik). Karena relatif banyak membutuhkan hara N dan K, ubikayu tanggap terhadap pemupukan unsur hara tersebut. Pada lahan kering bertanah Alfisol di Patuk (Gunung Kidul) pemberian pupuk ZA sebagai sumber hara N dan S pada takaran yang meningkat dari 50 sampai 100 kg/ha selalu diikuti oleh peningkatan hasil umbi secara signifikan (Tabel 9). Pada tanah Alfisol di Patuk (Gunung Kidul) dan Bantur (Malang) yang mengandung Kdd (Kdapat ditukar) 0,2 me/100 g dan 0,5 me/100 g, tanaman ubi kayu tanggap terhadap pemupukan K hingga takaran 100 kg KCl/ha (Tabel 10). Berdasarkan hasil penelitian pada lahan kering Alfisol di Malang, pupuk KCl dianjurkan diaplikasi dua kali yaitu pada saat tanam dan umur 60 hari setelah tanam (Tabel 11). Pada lahan kering masam di luar Jawa yang tanahnya didominasi Ultisol (Podsolik) yang banyak mengandung Aldd dan miskin unsur hara serta bahan organik. Dari segi keracunan Al, tanaman ubikayu tergolong tahan, karena kadar kritis kejenuhan Aldd bagi ubikayu adalah sekitar 80%, padahal tingkat kejenuhan Aldd tanah Ultisol di Indonesia umumnya jarang yang melampaui 75%. Walaupun demikian, pemberian kapur 10

dengan takaran rendah yang ditujukan untuk memupuk Ca dan/atau Ca + Mg ternyata dapat meningkatkan hasil ubi kayu, dan takaran kapurnya cukup 300 kg/ha (Tabel 12). Pada tanah Alfisol Bantur (Malang) yang kandungan bahan organiknya rendah (kadar Corganik 1,04%), pemberian pupuk kandang dengan takaran 3 dan 6 ton/ha dapat meningkatkan hasil ubikayu (Tabel 13). Dalam praktik, penggunaan pupuk kandang sekarang banyak dilakukan oleh petani ubikayu di Lampung, hal ini sebagian terkait dengan semakin sulit dan mahal untuk mendapatkan dan membeli pupuk anorganik. Sehubungan dengan ini maka usahatani integrasi ternak tanaman akan semakin strategis untuk membantu petani dalam menyediakan pupuk organik. Tabel 9. Pengaruh pemberian pupuk ZA terhadap hasil lima klon/varietas ubikayu pada lahan kering Alfisol Gunung Kidul. Hasil umbi segar (ton/ha) Pupuk ZA (kg/ha) KTKN No. 13 No. 10 No. 12 Adira1 0 23,7 22,56 24,78 24,11 18,89 50 27,33 18,11 29,22 27,33 23,53 100 36,56 33,89 32,89 32,22 26,55 Pupuk dasar: 100 kg SP36 + 100 kg KCl per hektar Sumber: Slamet et al. (2003). Tabel 10. Hasil ubikayu pada lahan kering Alfisol di Gunung Kidul dan Malang pada berbagai takaran pupuk KCl. Hasil umbi segar (ton/ha) Takaran KCl (kg/ha) Gunung Kidul *) Malang *) 0 18,89 33,00 50 21,56 36,33 100 24,45 44,56 150 23,12 44,33 Pada pemupukan dasar: 200 kg Urea + 100 kg SP36/ha. *) Kandungan Kdd Alfisol Gunung Kidul 0,2 me/100 g dan Alfisol Malang 0,5 me/100g Sumber: Ispandi et al. (2003). 11

Tabel 11. Hasil ubikayu pada tanah Alfisol di Patuk (Gunung Kidul) dan Bantur (Malang) pada beberapa takaran dan frekuensi pemberian pupuk KCl. Hasil umbi segar (ton/ha) Takaran KCl (kg/ha) 1 kali aplikasi**)2 kali aplikasi**)3 kali aplikasi **) Patuk (Gunung Kidul *) 50 20,98 32,45 27,73 100 30,93 37,57 25,75 150 29,71 32,56 26,98 Bantur (Malang) *) 50 19,82 24,10 19,55 100 22,67 27,56 25,62 150 23,60 27,78 23,33 Pada pemupukan dasar: 100 kg Urea + 50 kg ZA + 100 kg SP36 per hektar *) Kdd Alfisol Patuk 0,16 me/100 g dan Alfisol Bantur 0,29 me/100 g **) 1 kali aplikasi pada saat tanam, 2 kali aplikasi pada saat tanam dan umur 60 hari, dan 3 kali aplikasi pada saat tanam, umur 60 hari, dan umur 120 hari setelah tanam. Sumber: Ispandi dan Munip, 2004. Tabel 12. Pengaruh pemberian kapur pada takaran rendah terhadap hasil ubikayu pada lahan kering masam di Metro dan Tulangbawang (Lampung). Hasil umbi segar (ton/ha) *) Takaran kapur (kg/ha) Metro Tulangbawang 0 32,84 26,64 300 39,56 32,06 600 39,44 28,40 *) Dipanen umur 10 bulan. Pupuk dasar: 200 kg Urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl/ha. Sumber: Munip dan Ispandi, 2004. 12

Tabel 13. Pengaruh pupuk kandang terhadap hasil dua varietas ubikayu pada tanah Alfisol di Bantur (Malang). MT 2004/2005. Takaran Hasil umbi segar (ton/ha) pupuk kandang (ton/ha) UJ5 Malang6 0 15,00 15,06 3 18,80 19,47 6 22,00 22,20 Pupuk dasar: 150 kg Urea + 100 kg ZA + 100 kg SP36 + 100 kg KCl/ha. Sumber: Ispandi dan Munip, 2006. Keragaman lingkungan tumbuh akan memberikan hasil yang beragam pula. Demikian juga ketidakstabilan suatu genotipa di berbagai lingkungan biasanya menunjukkan interaksi yang tinggi antara faktor genetik dengan lingkungan. Oleh karena itu ketersediaan paket teknologi yang adaptif termasuk penggunaan varietas yang berpotensi hasil tinggi, stabil dan sedikit berinteraksi dengan lingkungan merupakan faktor utama yang perlu dipertimbangkan. Menurut Wargiono et al. (2009) komponen teknologi yang tersusun harus saling bersinergi diantaranya penyiapan lahan, penyediaan bibit, pemupukan, waktu tanam dan cara tanam. Berdasarkan hasilhasil penelitian yang telah diperoleh, telah disusun rakitan teknologi budidaya ubikayu dan dilakukan pengujian di Malang Selatan, Banyuwangi (Jawa Timur), Natar dan Sulusuban (Lampung). Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bahwa dengan pengelolaan tanaman yang baik, hasil ubikayu dapat ditingkatkan hingga 50 100 t/ha (Tabel 14). Hasil yang sama juga dilaporkan dari hasil demplot sekolah lapang kelompok tani Jati Subur Sukowilangun di Malang Selatan menunjukkan bahwa pada tanah Inceptisol, varietas lokal Sembung dapat mencapai hasil 153 t/ha, sedangkan varietas MLG6, MLG4 dan Adira4 masingmasing dapat menghasilkan 83 t, 93 t, dan 74 t/ha dengan pemupukan 1200 kg Bokasi, 500 kg Ponska dan 85 kg Urea, ditanam dengan jarak 125 cm x 100 cm (Anonymous, 2006). Di daerah RembangKepuh, kecamatan Ngadiluwih kabupaten Kediri, kelompok Tani Subur Makmur juga melaporkan bahwa pada tanah Entisol, dengan pengelolaan tanaman yang baik hasil ubikayu dapat mencapai 100 t/ha lebih (Komunikasi probadi, 2011). Ubijalar termasuk tanaman yang respon terhadap pemupukan, khususnya di tanah yang kurang subur dan ditanami terus menerus. Pada lahan sawah tadah hujan jenis tanah Entisol di Pasuruan dan Blitar, dengan pupuk organik campuran serbuk arang (Forgcomp) sebanyak 5 t/ha memberi hasil umbi setara dengan pemupukan 100 kg Urea + 100 kg KCl/ha (Tabel 15 ). 13

Tabel 14. Komponen teknologi produksi ubikayu spesifik lokasi di Malang Selatan, KP Genteng dan Lampung. Komponen teknologi Lokasi Malang Selatan Genteng Natar, Lampung Sulusuban Lampung Persiapan lahan Cara tanam Jarak tanam Klon (varietas) Waktu tanam Pemupukan : Urea SP36 Ponska KCl Pupuk kandang Dolomit Penyiangan Pembumbunan Herbisida Dibajak 2 kali Guludan 125 m x 100 cm MLG6 dan Sembung Oktober 600 kg 200 kg 200 kg 10 t 2 kali 2 kali Dibajak 2 kali Guludan 125 m x 100 cm MLG6, Adira 4, UJ5, Cecek hijau dan Sembung Oktober 300 kg 300 kg 10 t 2 kali 2 kali Dibajak 2 kali Guludan 100 cm x 80 cm Adira4, UJ5, Kaspro dan lokal Dampit Nopember 300 kg 100 kg 100 kg 5 t 2 kali 1 kali 4 liter Dibajak 2 kali Guludan 100 cm x 80 cm OMM 99084. Adira 4, Kaspro dan MLG6 Nopember 300 kg 200 kg 200 kg 5 t 500 kg 2 kali 1 kali 4 liter Dibajak 2 kali Guludan 100 cm x 80 cm OMM 99084. Adira 4, Kaspro dan MLG6 Nopember 300 kg 200 kg 200 kg 5 t 500 kg 2 kali 1 kali 4 liter Hasil umbi (t/ha) B/C ratio 100120 4,84,9 6487 2,74,0 5461 2,53,0 4651 1,31,6 5059 2,02,4 Sumber: Radjit et al.(2008) ; Radjit et al. (2009) dan Radjit et al.. (2010) Tabel 15. Hasil umbi ubijalar pada berbagai pemupukan di tanah Entisol Pasuruan dan Blitar MK 2003 Pemupukan Hasil umbi (t/ha) Pasuruan Blitar Tanpa pupuk 33,26 32,28 Pupuk kandang 10 t/ha 33,67 32,47 100 kg Urea+ 100 kg KCl/ha 34,64* 34,85* 100 kg Ure + 100 kg KCl/ha + 5 ton pupuk kandang 34,21 34,42 * 200 kg Urea + 200 kg KCl/ha 34,22 34,85* Forgcomp 5 t/ha 38,55* 36,21* Sumber: Balitkabi, 2003 Keterangan: Forgcompt = pupuk organik dari kotoran ayam yang dicampur dengan serbuk arang komposit; * = berbeda nyata dibanding kontrol 14

Pupuk organik biasanya diberikan bersamaan dengan pembuatan guludan. Umumnya pemupukan diberikan dua kali, yaitu pada awal sejumlah 1/3 bagian, dan yang ke dua pada umur 1,52 bulan sejumlah 2/3 bagian. Hara yang terangkut oleh panen ubijalar dengan taraf hasil 15 t/ha umbi segar sejumlah 70 kg N, 20 kg P dan 110 kg K. Oleh karena itu, bagi tanah yang ditanami terusmenerus dan kurang subur dianjurkan untuk menggunakan dosis 200 kg Urea + 100 kg SP36 + 150 kg KCl/ha ditambah mulsa jerami 10 t/ha serta pupuk kandang 10 t/ha. Untuk menghemat biaya pupuk kandang tidak perlu diberikan setiap tahun, tetapi setiap dua tahun. Di tanah vulkanik muda Kediri yang relatif subur, ubijalar yang ditanam setelah padi dan tanpa penambahan pupuk mampu menghasilkan 23 t/ha. Pemupukan yang berlebihan justru sering menimbulkan pertumbuhan tajuk yang maksimal, sehingga hasil umbi berkurang. 2. Perluasan areal tanam/panen. Pada saat sekarang luas panen ubikayu dan ubijalar masingmasing berkisar antara 1,2 1,5 juta hektar, dan 170180 ribu hektar, sementara lahan kering berupa lahan tegalan, lahan ladang maupun yang sementara belum dimanfaatkan di seluruh Indonesia masih sangat luas. Wargiono (2001) menyebutkan bahwa di beberapa daerah sentra produksi ubikayupun indeks pertanaman belum optimal dan masih terdapat lahanlahan tidur yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ubikayu. Lahan Ultisol, Inceptisol dan Alfisol yang mendominasi sentra produksi ubikayu dan belum diusahakan (merupakan lahan tidur berupa padang alangalang) di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur masingmasing sekitar 3,1 juta hektar, 6,2 juta hektar, 0,8 juta hektar dan 1,2 juta hektar sangat potensial sebagai daerah pengembangan ubikayu, terutama pada daerah beriklim basah (Suyamto dan Wargiono, 2009). Selain secara khusus mengembangkan ubikayu dan ubijalar pada lahan yang baru, peningkatan luas areal tanam/panen ubikayu dan ubijalar juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan lahan pada perkebunan/hutan industri yang tanaman utamanya masih berumur 13 tahun. Di Lampung, ubikayu banyak diusahakan pada perkebunan karet/kelapa sawit muda. Di Jawa Timur, ubikayu banyak ditanam di bawah naungan hutan jati muda. Di lahan tadah hujan di Jawa Timur dan Jawa Tengah, ubikayu banyak ditanam secara tumpangsari dengan tanaman pangan lain seperti padi gogo, jagung, kacangkacangan atau sayuran. Berkembangnya wanatani dan penggunaan lahan sawah tadah hujan untuk usahatani ubikayu di daerah industri pengolahan ubikayu dapat dijadikan indikator bahwa penambahan areal tanam berpeluang diimplementasikan. 15

Tabel 16. Sebaran dan luas jenis tanah Inceptisol, Alfisol dan Ultisol di Indonesia Jenis dan luas (000 ha) Lahan Tidur Tipe iklim (%) Propinsi Inceptisol Alfisol Ultisol 000 ha) Basah Kering Sumatera Utara 2517 36 855 244 100 0 Sumatera Barat 1700 14 1472 321 100 0 Riau 1676 0 2230 273 100 0 Jambi 1209 0 973 349 100 0 Bengkulu 894 0 609 166 100 0 Sumatera Selatan 1635 0 1602 1022 100 0 Lampung 967 0 467 97 100 0 Total Sumatera 8638 50 6678 2383 Jawa Barat 1666 252 844 14 60 40 Jawa Tengah 1172 365 368 0 36 64 Yogyakarta 54 12 0 14 86 Jawa Timur 1339 436 26 0 19 81 Total Jawa 4231 1305 1250 14 Nusa TT 1963 296 56 785 6 94 Kalimantan Barat 3271 0 5744 1729 100 0 Kalimantan Tengah 1932 0 4829 1172 100 0 Kalimantan Timur 5821 0 9827 1787 100 0 Total Kalimantan 11024 20400 4689 Sulawesi Selatan 2361 583 1558 996 63 37 Sulawesi Tenggara 1479 197 722 282 62 38 Total Sulawesi 3840 780 2280 1278 Sumber: Adimihardja dan Mapaona (2005) dan BPS 2004 dalam Suyamto dan Wargiono, 2009 PENINGKATAN KUALITAS Sebagai sumber karbohidrat ubikayu dan ubijalar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan dan bahan baku industri melalui proses dehidrasi ( chip, pellet, tepung tapioka ), hidrolisa (dekstrose, maltose, sukrose, sirup glukose) dan proses fermentasi (alkohol, butanol, aseton, asam laktat, sorbitol dll). Sebagai bahan pangan yang dikonsumsi langsung (digodok, digoreng) diperlukan ubikayu yang rasanya enak (tidak pahit dengan kadar HCN< 50 ppm), mempur tidak berserat. Sebaliknya untuk bahan baku industri tepung atau tapioka, selain produktivitasnya yang tinggi, juga diperlukan kadar pati yang tinggi. Untuk bahan baku ethanol, selain produksi dan kadar pati juga diperlukan varietas yang mempunyai kadar gula total dan nilai konversi etanol yang tinggi. Beberapa 16

varietas/klon ubikayu yang sesuai untuk bahan baku ethanol antara lain : Adira4, UJ5, UJ3, OMM 99084, CMM 990083 dan MLG 0311 (Tabel 17 ). Tabel 17. Varietas ubikayu yang sesuai untuk bahan baku ethanol Klon ubikayu Kadar bahan kering (%) Kadar gula total (% bb) Kadar pati (% bk) Konversi umbi segar kupas menjadi etanol (kg/liter) a Adira4 39,51 40,93 80,31 4,70 UJ3 41,34 36,22 79,57 4,93 UJ5 46,31 43,47 80,24 4,52 OMM 99084 43,41 42,38 80,48 4,25 CMM 990083 49,36 45,28 82,13 4,23 MLG 0311 45,49 41,29 80,93 4,29 Keterangan: a : Etanol dengan kadar 96% (effisiensi distilasi dianggap 95%) (Sumber: Ginting, et al., 2006) Pada ubijalar, peningkatan kualitas umbi diarahkan pada fungsi ubijalar sebagai pangan kesehatan (functional food). Aspek fungsional tersebut berkaitan dengan keberadaan beta karoten (pada umbi berdaging kuning/orange) dan antosianin (pada umbi berdaging ungu), senyawa fenol, dan serat pangan serta nilai indeks glisemiknya (Glycemic Index). Akhirakhir ini dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, permintaan ubijalar berdaging umbi kuning(orange) dan ungu meningkat. Fungsi utama beta karoten ubijalar adalah sebagai pro vitamin A. Di samping memiliki aktivitas vitamin A, beta karoten dilaporkan juga dapat memberi perlindungan/ pencegahan terhadap kanker, penuaan, penurunan kekebalan tubuh, penyakit jantung, stroke, katarak, sengatan cahaya matahari dan gangguan otot (Mayne 1996). Hal ini berkaitan dengan kemampuannya untuk menangkap radikal bebas, yang dipercaya sebagai penyebab terjadinya tumor dan kanker. Varietas ubijalar yang mengandung betakarotene adalah Sari, Papua Solossa, Sawentar, Beta1 dan Beta 2 (Tabel 18). Tabel 18. Varietas ubijalar berdaging kuning/orange dan kandungan beta karoten nya Varietas Warna daging umbi Kandungan beta karoten (ug/100 g bahan) Sari Kuning 380,92 Papua Solossa Kuning tua 533,80 Sawentar Kuning tua 347,84 Beta1 Orange tua 12.032,00 Beta2 Orange 4.629,00 Sumber: Balitkabi, 2011 Antosianin yang terdapat pada ubijalar ungu, memiliki kemampuan yang tinggi sebagai antioksidan karena kemampuannya untuk menangkap radikal bebas dan menghambat peroksidasi lemak, penyebab utama kerusakan pada sel yang berasosiasi dengan terjadinya penuaan dan penyakitpenyakit degeneratif, seperti arteosklerosis, 17

jantung koroner, dan kanker (CevallosCasals dan CisnerosZevallos 2002; Suda et al. 2003). Selain itu, antosianin memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik (Yamakawa dan Yoshimoto 2002). Antosianin juga dapat mencegah gangguan pada fungsi hati, antihipertensi, dan antihiperglisemik (Suda et al., 2003). Beberapa varietas/klon ubijalar yang berdaging ungu dan mengandung antosianin tinggi adalah Antin1, Antin2, Ayamurasaki, RIS 0306503, MSU 0302810 Tabel 18. Varietas ubijalar berdaging ungu dan kandungan antosianinnya Varietas Warna daging umbi Kandungan Antosianin (mg/100 g bahan) Antin1 Warna ungu sembur 33,89 Ayamurasaki Ungu tua 281,90 RIS 0306503 Ungu tua 510,80 MSU 0302810 Ungu tua 590,80 MSU 0300782 Ungu 148,0 MSU 0102212 Ungu muda 33,9 MSU 0101502 Ungu muda 64,0 Kandungan senyawa fenol pada ubi jalar ungu lebih tinggi dibandingkan ubi jalar kuning dan putih. Keberadaan senyawa fenol tersebut berasosiasi dengan tingginya aktivitas antioksidan ubijalar ungu (Yashimoto et al., 1999). KESIMPULAN 1. Sebagai sumber karbohidrat untuk pangan, pakan dan bahan baku industri, pada masa mendatang kebutuhan ubi kayu dan ubijalar akan meningkat secara tajam sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, berkembangnya industri peternakan dan industri berbahan baku ubikayu dan ubijalar. 2. Selama kurun waktu dasawarsa terakhir (tahun 20002009), produksi ubikayu dan ubijalar meningkat dengan pertumbuhan 3,5 dan 0,75 %/tahun. Namun luas tanam ubikayu dan ubijalar cenderung stagnan bahkan menurun. Peningkatan produksi lebih disebabkan oleh meningkatnya produktivitas. 3. Hingga tahun 2009, ratarata produktivitas ubikayu dan ubijalar masih rendah, yaitu masingmasing 18,2 t/ha dan 11 t/ha. Peningkatanm produktivitas ubikayu dan ubijalar dapat dilakukan dengan menanam varietas unggul, disertai teknologi budidaya yang maju. 4. Peningkatan produksi ubikayu dan ubijalar dapat dilakukan dengan memperluas areal tanam/panen. Ke lahan kering, lahan tidur dan meningkatkan indeks tanam. 5. Dalam merakit varietas unggul, perbaikan kualitas ubikayu untuk pangan lansung diarahkan pada rasa enak, kadar HCN rendah dan tidak berserat. Untuk ubikayu sebagai bahan baku industri selain produktivitas tinggi, juga diarahkan pada kadar pati dan gula total. 6. Untuk ubijalar, perakitan varietas diarahkan pada peran ubijalar sebagai functional food sehingga diarahkan pada kadar beta karoten dan antosianin yang tinggi. 18

DAFTAR PUSTAKA Balitkabi. 2003. Hasil Utama Penelitian Kacangkacangan dan Umbiumbian. Tahun 2003. Balitkabi Malang. Balitkabi. 2011. Deskripsi varietas unggul kacangkacangan dan umbiumbian. Balitkabi Malang.179 hal. Balitkabi.2010. Hasil Utama Penelitian Kacangkacangan dan Umbiumbian. Tahun 20052009. Balitkabi Malang.66 hlm. BPS (2005). Statistik Indonesia. 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta., Indonesia. 604 p. BPS. 2009. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik Jakarta. 640 hlm. CevallosCasals, B.A. and L.A. CisnerosZevallos. 2002. Bioactive and functional properties of purple sweetpotato (Ipomoea batatas (L.) Lam). Acta Horticulture 583:195203. Ginting, E., S.S. Antarlina, J.S. Utomo, dan Ratnaningsih. 2006. Teknologi pasca panen ubi jalar mendukung difersifikasi pangan dan pengembangan agroindustri, Bulletin Palawija no.11:1528. Ginting, E., J.S. Utomo, R. Yulifianti, dan M. Yusuf. 2011. Potensi ubijalar ungu sebagai pangan fungsional. IPTEK Tanaman Pangan 6(1):116138. Hafsah, M.J. 2003. Bisnis ubi kayu Indonesia. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. 263 p. Howeler, R.H. 1994. Integrated soil and crop management to prevent environment degradation in cassava based cropping systems in Asia. Proc. Of workshop on Upland Agriculture in Asia, April 68, Bogor, Indonesia, : 195224 Howeler, R.H. 2002. Cassava mineral nutrition and fertilization. In. R.J. Hillocks, J.M. Thresh and A.C.Belloti (ed). Cassava Biology. Production and Utilization. Pp: 115 147. Cabi Publishing, CAB International, Wallingford. Oxon. Mayne, S.T. 1996. Betacarotene, carotenoids and disease prevention in humans. FASEB J. 10:690701. Ispandi, A, L.J. Santoso, dan Mayar. 2003. Pemupukan dan dinamika kalium dalam tanah dan tanaman ubi kayu di lahan kering Alfisol, p.190 201. Dalam: Koes Hartojo et al. (ed.). Pemberdayaan ubi kayu mendukung ketahanan pangan nasional dan pengembangan agribisnis kerakyatan. Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbiumbian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Ispandi, A dan A. Munip. 2004. Efektivitas pemupukan N, K, dan frekuensi pemberian pupuk K pada tanaman ubi kayu di lahan kering Alfisol, p. 368 383. Dalam: A. K. Makarim et al. (ed.). Kinerja penelitian mendukung agribisnis kacangkacangan dan umbiumbian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 19

Ispandi, A dan A. Munip. 2006. Pengaruh pupuk organik dan pupuk K terhadap peningkatan serapan hara dan produksi umbi beberapa klon ubi kayu di lahan kering Alfisol. Makalah bahan seminar hasil penelitian tanaman pangan di Balitkabi, Malang (belum dipublikasi). Karama, S. 2003. Potensi, tantangan dan kendala ubi kayu dalam mendukung ketahanan pangan, p.1 14. Dalam: Koes Hartojo et al. (ed.). Pemberdayaan ubi kayu mendukung ketahanan pangan nasional dan pengembangan agribisnis kerakyatan. Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbiumbian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Munip, A dan A. Ispandi. 2004. Pengaruh pengapuran terhadap serapan hara, hasil umbi dan kadar pati beberapa klon ubi kayu di lahan kering tanah masam. Laporan Teknis. Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbiumbian (belum dipublikasi). Presiden Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Republik Indonesia No 5., tentang Kebijakan Enerji Nasional Radjit,B.S., Y. Widodo, A. Munip, N. Prasetiaswati dan N. Saleh. 2008. Teknologi Produksi Ubikayu di Lahan Kering yang produktif dan Efisien. Lap. Akhir Tahun 2008. Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbiumbian. Puslitbantan: 19 hal. Radjit,B.S., N. Saleh, Y. Widodo, A. Munip, N. Prasetiaswati dan. 2009. Teknologi Produksi Ubikayu monokultur dan tumpangsari di Lahan Kering yang produktif dan Efisien. Lap. Akhir Tahun Radjit,B.S., N. Prasetiaswati, A. Munip dan N. Saleh. 2010. Teknologi Produksi Ubikayu Umur genjah yang efisien di Lahan kering dan pasang surut dengan potensi hasil 40 60 t/ha. Lap. Teknis Akhir Tahun 2010. Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbiumbian. 38 hal. Saleh, N., K. Hartojo and Suyamto. 2000. Present situation and future potential of cassava in Indonesia. Cassava Potential in Asia in 21 st Century. Proc. 6th Regional Cassava Workshop. Ho Chi Minh city, Vietnam. p : 4760. Saleh, N., B. Santoso, Y. Widodo, A. Munip, E.Ginting dan N. Prasyaswati. 2006. Alternatif teknologi produksi ubikayu mendukung agroindustri. Laporan akhir tahun 2006. Slamet, P; L.J. Santoso, dan A. Ispandi. 2003. Pengaruh dosis pemupukan ZA terhadap hasil umbi lima klon/varietas ubi kayu di lahan kering tanah Alfisol Gunung Kidul Yogyakarta. p. 202 213. Dalam: Koes Hartojo et al. (ed.). Pemberdayaan 20